Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Konseling GUSJIGANG Vol. 2 No.

1 (Januari-Juni 2016)
Print ISSN 2460-1187, Online ISSN 2503-281X

LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DENGAN MEDIA ULAR TANGGA UNTUK


MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR

Richma Hidayati
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Muria Kudus
e-mail: richma.hidayati@umk.ac.id

Info Artikel Abstrak


Sejarah artikel ketranpilan berpikir kritisnya. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan
Diterima April 2016 ketrampilan berpikir kritis siswa sekolah dasar melalui layanan penguasaan
Disetujui Mei 2016 konten dengan media ular tangga. Metode penelitian yang digunakan peneliti
Dipublikasikan Juni yaitu Penelitian Tindakan Kelas Bimbingan Konseling. Berdasarkan hasil
2016 postes siklus I dan hasil observasi yang telah dilakukan, diperoleh ketuntasan
belajar yang dibandingkan dengan KKM (nilai 75), diperoleh hasil bahwa
Kata Kunci: sebanyak 8 siswa (62%) tuntas melaksanakan pembelajaran dan sebanyak 5
Layanan Penguasaan siswa (38%) tidak tuntas dalam siklus satu ini. Jika dilihat dari kriteria
Konten, Media Ular berpikir kritis, diperoleh hasil bahwa sebanyak 6 siswa (46%) berada dalam
Tangga, Berpikir Kritis kategori sangat kritis, sebanyak 3 siswa (23%) berada dalam kategori kritis,
sebanyak 3 siswa (23%) berada dalam kategori cukup kritis dan satu siswa
Keywords: (7%) berada dalam kategori tidak kritis.Setelah dilakukan siklus kedua
mastery of content layanan penguasaan konten dengan media ular tangga diperoleh hasil
services, snake ladder peningkatan yang signifikan. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa
media, critical sebanyak 12 siswa (93%) tuntas melaksanakan pembelajaran dan sebanyak 1
thingking siswa (7%) tidak tuntas dalam sikul II ini. Jika dilihat dari kriteria berpikir
kritis, diperoleh hasil bahwa sebanyak 10 siswa (77%) berada dalam kategori
sangat kritis, dan sebanyak 3 siswa (23%) berada dalam kategori kritis.
Abstract
Critical thinking skills are needed to do the work and solve the existing
problems in the society life. Through the mastery of content services, students
Kemampuan are encouraged to be able to increase their critical skills. The purpose of this
berpikir kritis research is to improve the critical thinking skills of elementary school
sangat students through mastery of content with media of services snakes. The
diperlukan method used researchers that a Class Action Research Counseling. Based on
untuk the results of the posttest first cycle and observations that have been made,
melakukan acquired mastery learning compared with KKM (value 75), the result that as
pekerjaan dan many as eight students (62%) completed implementing learning and as many
memecahkan as five students (38%) did not complete to this first cycle. When viewed from
permasalahan the criteria of critical thinking, the result that as many as six students (46%)
yang ada dalam are in the category of very critical, as many as three students (23%) are in
kehidupan di critical categories, as many as three students (23%) are in a category quite
masyarakat. critical and one student (7%) are in the critical category. After that, the
Melalui layanan second cycle services with media content of mastery snake ladder result of
penguasaan significant improvement. Based on the result that as many as 12 students
konten, siswa (93%) completed implementing learning and as many as 1 student (7%) did
dipacu untuk not complete the second cycle. When viewed from the criteria of critical
dapat thinking, the result that as many as 10 students (77%) are in the category of
meningkatkan very critical, and as many as three students (23%) are in the critical category.

© 2016 Universitas Muria Kudus


Print ISSN 2460-1187
Online ISSN 2503-281X

Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria 1
Kudus
PENDAHULUAN semua siswa. Penggunaan media pembelajaran
Pembelajaran harus dilaksanakan atas dan model pembelajaran diharapkan dapat
dasar apa yang diketahui dan dapat dilakukan agar memaksimalkan daya serap masing-masing siswa,
siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan dan sehingga mereka tidak mengalami kesulitan
memiliki kemampuan berpikir untuk dalam belajar dan aktif dalam proses
mengembangkan potensinya. Bruner & Connell pembelajaran.
menyatakan bahwa salah satu kecakapan hidup Secara psikologis, belajar merupakan suatu
yang dikembangkan melalui proses pendidikan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
adalah keterampilan berpikir, sebagaimana interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi
dikutip oleh Pidarta (2007: 215). Berpikir kritis kebutuhan hidupnya. Perubahan yang terjadi akan
merupakan bagian dari penalaran, dimana berpikir nyata dalam seluruh aspek tingkah laku yakni
kritis tersebut merupakan salah satu tahapan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Oleh
berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir kritis karena itu, guru harus berupaya sebaik mungkin
sangat diperlukan untuk melakukan pekerjaan dan dalam berbagai hal seperti penampilan, tingkah
memecahkan permasalahan yang ada dalam laku dan kepribadian.
kehidupan di masyarakat (Amri & Ahmadi, 2010: Pengertian media mengarah pada sesuatu
66). Oleh karena itu, siswa harus dibekali dengan yang mengantar/meneruskan informasi (pesan)
kemampuan berpikir kritis yang baik karena di antara sumber (pemberi pesan) dan penerima
masyarakat manusia selalu dihadapkan pada pesan. Media adalah segala bentuk dan
permasalahan yang memerlukan pemecahan. saluran yang dapat digunakan dalam suatu
Di Indonesia, pengajaran keterampilan proses penyajian informasi (AECT Task
berpikir memiliki beberapa kendala. Salah Force,1977:162) (dalam Latuheru,1988:11).
satunya adalah dominasinya guru dalam proses Robert Heinich dkk (1996:6) mengemukakan
pembelajaran dan tidak memberikan akses bagi definisi medium sebagai sesuatu yang membawa
anak didik untuk berkembang secara mandiri informasi antara sumber (source) dan penerima
melalui penemuan dan proses berpikirnya (receiver) informasi. Masih dari sudut pandang
(Trianto, 2007: 1). Sejauh ini proses belajar yang yang sama, Kemp dan Dayton (1985:3),
dialami siswa baru sampai pada penjejalan mengemukakan bahwa peran media dalam
pengetahuan, belum sampai pada pengembangan proses komunikasi adalah sebagai alat pengirim
kemampuan berpikir yang mengarah pada (transfer) yang mentransmisikan pesan dari
pembentukan siswa yang mandiri. Tingkat pengirim (sander) kepada penerima pesan atau
perkembangan kognisi menurut Piaget, informasi (receiver).
sebagaimana dikutip oleh Trianto (2007: 14-15), Dalam penelitian ini, media yang
periode operasi konkret pada umur 7-11 tahun dan digunakan adalah permainan ular tangga raksasa.
periode operasi formal pada umur 11-15 tahun. Seperti kita tahu bersama bahwa permainan ular
Pada periode operasi konkret, anak sudah sudah tangga adalah permainan yang sudah sangat
berpikir logis, sistematis, dan memecahkan popular dan familiar di tengah-tengah
masalah yang bersifat konkret. Pada periode masyarakat. Permainan ini juga sering menjadi
operasi formal, anak sudah dapat berpikir logis sarana media pembelajaran bagi banyak
terhadap masalah baik yang konkret maupun yang jenjang. Namun, dalam penelitian ini ada
abstrak. Demikian pula menurut Crijns, sedikit hal yang berbeda. Yakni media
sebagaimana dikutip oleh Pidarta (2007: 196), permainan ular tangga yang menjadi media dalam
umur 9-13 tahun disebut masa Robinson Crusoe, layanan penguasaan konten yang diberikan oleh
dimana mulai berkembang pemikiran kritis, nafsu konselor sekolah.
persaingan, minat dan bakat. Menurut Praytino dalam Thohirin
Suatu kenyataan yang tidak dapat (2011:158) layanan penguasaan konten
dipungkiri adalah bahwa daya serap siswa yang merupakan suatu layanan bantuan kepada
satu dengan yang lain berbeda, ada yang individu (siswa) baik sendiri maupun dalam
berkemampuan rendah, sedang dan tinggi. Guru kelompok tertentu intuk menguasai kemampuan
hendaknya dapat memaksimalkan daya serap atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar.
Dalam upaya membantu guru mata kelompok) untuk menguasai kemampuan
pelajaran di dalam kelas, konselor sekolah ataupun kompetensi tertentu melalui
memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar. Kemampuan atau
membantu para siswa untuk mampu kompetensi yang dipelajari itu merupakan
meningkatkan ketrampilan berfikir kritisnya. satu unit konten yang didalamnya
Melalui layanan penguasaan konten, siswa dipacu terkandung fakta dan data, konsep,
untuk dapat meningkatkan ketranpilan berpikir proses, hukum dan aturan, nilai, persepsi,
kritisnya.Secara teoretis, permainan ular tangga afeksi, sikap dan tindakan yang terkait
dalam layanan penguasaan konten diharapkan didalamnya.
akan menjadi sarana yang menyenangkan Layanan penguasaan konten
sehingga dapat mendongkrak minat anak dalam membantu individu menguasai aspek-
bermain dan sekaligus belajar sehingga mampu aspek konten aspek konten tersebut
meningkatkan ketrampilan berpikir kritis siswa. secara tersinergikan. Dengan penguasaan
1. Layanan Penguasaan Konten konten, individu diharapkan mampu
Layanan penguasaan konten adalah memenuhi kebutuhannya serta mengatasi
salah satu jenis layanan bimbingan dan masalah-masalah yang dialaminya
konseling yang memungkinkan siswa 2. Media Ular Tangga
dapat memahami dan mengembangkan Menurut Sadiman dkk. (2008:75)
sikap dan kebiasaan belajar yang baik, menyatakan bahwa permainan (games)
keterampilan dan materi belajar yang adalah setiap kontes antara para pemain
cocok dengan kecepatan dan kesulitan yang berinteraksi satu sama lain dengan
belajarnya, serta tuntutan kemampuan yang mengikuti aturan-aturan tertentu untuk
berguna dalam kehidupan dan mencapai tujuan-tujuan tertentu. Menurut
perkembangan dirinya. Dengan Sadiman (2008:76) menyatakan bahwa
kemampuan ataupun kompetensi itulah setiap permainan harus mempunyai empat
individu itu hidup dan berkembang. komponen utama, yaitu: 1. Adanya pemain,
Banyak atau bahkan sebagaian besar dari biasanya lebih dari dua orang, 2. Adanya
kemampuan atau kompetensi itu harus di lingkungan dimana para pe-main
pelajari. Untuk itu individu harus belajar, berinteraksi,3. Adanya aturan-aturan
dan belajar. main,dan 4. Adanya tujuan tertentu yang
Layanan penguasaan konten adalah ingin di-capai.
layanan yang membantu peserta didik Dalam wikipedia ular tangga ada-
menguasai konten tertentu, terutama lah permainan papan untuk anak-anak yang
kompetisi dan atau kebiasaan yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih. Papan
berguna dalam kehidupan disekolah, permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil
keluarga, dan masyarakat (Depdiknas, dan dibeberapa kotak digambar sejumlah
2003). Menurut Supriyo (2010: 38) "tangga" atau "ular" yang
mendefinisikan layanan pembelajaran menghubungkannya dengan kotak lain.
yang sekarang layanan penguasaan konten Permainan ini diciptakan pada tahun 1870.
adalah layanan bimbingan dan konseling Tidak ada papan permainan standar dalam
yang memungkinkan peserta didik ular tangga, setiap orang dapat menciptakan
mengembangkan diri berkenaan denga papan mereka sendiri dengan jumlah kotak,
sikap dan kebiasaan belajar yang baik, ular dan tangga yang berlainan. Setiap
materi yang belajar yang cocok pemain mulai dengan bidaknya dikotak
dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, pertama secara bergiliran melemparkan
serta berbagai aspek tujuan kegiatan dadu. Bidak dijalankan sesuai dengan
belajar lainnya. Prayitno (2012: 89) jumlah mata dadu yang muncul. Bila pemain
menjelaskan layanan penguasaan konten mendarat diujung bawah sebuah tangga,
merupakan layanan bantuan kepada dapat langsung pergi ke ujung tangga yang
individu (sendiri-sendiri ataupun
lain. Bila mendarat dikotak ular, harus turun Kompetensi Penjelasan
ke kotak di ujung bawah ular. Berpikir Kritis
3. Keterampilan Berpikir Kritis
Fisher (2008: 13) mendefinisikan Alasan (reason) Apakah alasan-alasan yang
berpikir kritis sebagai berpikir evaluatif diberikan logis atau tidak
yang mencakup baik itu kritik maupun untuk disimpulkan seperti
berpikir kreatif dan yang secara khusus yang tercantum dalam
berhubungan dengan kualitas pemikiran atau fokus
argumen yang disajikan untuk mendukung
Kesimpulan Jika alasanya tepat, apakah
suatu keyakinan atau rentetan tindakan,
(inference) alasan itu cukup untuk
sedangkan Ennis (1995) mendefinisikan
sampai kepada kesimpulan
bahwa berpikir kritis merupakan suat proses
yang diberikan?
yang bertujuan untuk membuat keputsan
yang masuk akal mengenai apa yang kita Situasi Mencocokkan dengan
percayai dan apa yang kita kerjakan. Jadi, (situation) situasi yang sebenarnya
kemampuan berpikir kritis adalah
kesanggupan untuk berpikir, menganalisis, Kejelaan Harus ada kejelasan
mengkritik secara dalam mengenai suatu (clarity) mengenai istilah-istilah
materi untuk mencapai kesimpulan yang dipakai dalam
berdasarkan pertimbangan tertentu. argumen tersebut sehingga
Kompetensi keterampilan berpikir idak terjadi kesalahan
kritis menurut Fisher adalah (1) dalam membuat
mengidentifikasi; (2) menilai; (3) kesimpulan
menginterpretasi; (4) menganalisis; (5) Tinjauan ulang Siswa perlu mencek apa
mengemukakan pendapat atau berargumen; (overview) yang sudah ditemukan,
(6) mengevaluasi; dan (7) menyimpulkan diputuskan, diperhatikan,
atau menginferensi. Ennis (1995 : 4) dipelajari dan disimpulkan
menyatakan bahwa terdapat enam unsur
dasar dalam berpikir kritis yang disingkat
menjadi FRISCO, yaitu fokus (focus), alasan
Kemampuan berpikir kritis dapat dicapai
(reason), kesimpulan (inference), situasi
dengan maksimal jika strategi pembelajaran yang
(situation), kejelaan (clarity) dan tinjauan
diberikan sesuai dengan kriteria. Ciri khas praktik
ulang (overview). Kompetensi menurut
mengajar untuk berpikir kritis meliputi: (1)
Ennis tersebut yang digunakan dalam
meningkatkan interaksi diantara para siswa
penelitian ini. Penjelasan dari kompetensi
sebagai pebelajar, (2) Mengajukan pertanyaan
berpikir kritis dalam penelitian ini dapat
open-ended, (3) memberikan waktu yang
dilihat pada Tabel 3.1.
memadai kepada para siswa untuk memberikan
Tabel 3.1 Kompetensi Berpikir Kritis refleksi terhadap pertanyaan yang diajukan atau
masalah-masalah yang diberikan, (4) mengajar
Kompetensi Penjelasan menggunakan kemampuan yang baru saja
Berpikir Kritis diperoleh terhadap situasi-situasi dan pengalaman
Fokus (focus) Langkah awal dari berpikir yang dimiliki para siswa (Amri & Ahmadi, 2010).
Di dalam kelas atau ketika kritis
berinteraksi
adalah dengan orang lain, cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
berpikir kritis antara lain :mengidentifkasi
1) Membaca dengan
masalahkritis, 2) Meningkatkan daya analisis, 3) Mengembangkan
kemampuan observasi atau dengan
mengamati,
baik. Permasalahan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi.
4) Meningkatkan
yang menjadi fokus bisa
terdapat dalam kesimpulan
suatu argumen
pada siklus I, maka dapat direncanakan
METODE PENELITIAN pembaharuan/perbaikan dalam pelaksanaan siklus
II.
Metode penelitian yang digunakan peneliti
Pada siklus ke II peneliti melanjutkan
yaitu Penelitian Tindakan Kelas Bimbingan
dengan tahap-tahap kegiatan seperti siklus I yaitu
Konseling. Penelitian Tindakan Bimbingan
merencanakan tindakan (planning), pelaksanaan
Konseling (PTBK) merupakan salah satu cara
tindakan (action), pengamatan (observation) dan
yang strategis bagi guru BK untuk memperbaiki
refleksi (reflection), akan tetapi siklus II ini
layanan pendidikan yang harus diselenggarakan
peneliti mempunyai berbagai tambahan perbaikan
dalam konteks layanan kelas dan peningkatan
dari tindakan pada siklus I dengan tujuan untuk
kualitas program sekolah secara keseluruhan
memperbaiki hambatan dan kesulitan yang
(Sukiman, 2011: 84). Penelitian Tindakan
ditemukan pada siklus I.
Bimbingan Konseling ini menggunakan dua jenis
data untuk menggambarkan perubahan yang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
terjadi, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Data
kualitatif diperoleh dengan teknik dokumentasi, Berdasarkan hasil observasi dan
observasi dan wawancara untuk mengetahui wawancara dengan guru kelas di SD 4
kondisi siswa pada setiap siklus. Sedangkan data Rendeng, diperoleh data bahwa siswa masuk
kuantitatif diperoleh dengan pemberian instrumen dalam kategori rendah dalam berfikir
skala kepercayaan diri siswa. kritisnya. Guru menyatakan bahwa SD 4
Permasalahan pada penelitian ini adalah Rendeng memang terletak di kecamatan kota,
rendahnya ketrampilan berpikir kritis siswa dan tetapi inputnya berasal dari siswa biasa saja
penerapan layanan penguasaan konten dengan dengan kondisi keluarga menengah ke bawah.
media ular tangga untuk meningkatkan Jumlah siswanya pun tidak terlalu banyak.
ketrampilan berpikir kritis siswa sekolah dasar. Guru selalu berupaya untuk meningkatkan
Penelitian ini menggunakan metode mixed berfikir kritis siswa tetapi guru mempunyai
methode design sequence karena pendekatan keterbatasan dalam hal media dan fasilitas
kuantitatif dan kualitatif digunakan secara terpadu pembelajaran. Berdasarkan wawancara dengan
dan saling mendukung. Pendekatan kuantitatif siswa, mereka memahami apa yang
digunakan untuk mengkaji ketranpilan berpikir ditanyakan peneliti tetapi belum bisa
kritis siswa, Sementara itu, pendekatan kualitatif mengungkapkan pikiranya secara runut dan
digunakan untuk memberikan gambaran tentang logis. Selain itu, siswa tertarik dengan
penerapan layanan penguasaan konten dengan pembelajaran dengan diselingi permainan
media ular tangga untuk meningkatkan maupun membaca komik atau cerita suatu
ketrampilan berpikir kritis siswa yang dijelaskan tokoh.
melalui deskriptif. Penelitian tindakan bimbingan
Peneliti merancangkan layanan
dan konselig dilakukan melalui 2 sikuls, dengan
penguasaan konten pada siklus satu kemudian
tahapan:
di refleksi dengan menggunakan instrumen tes
1.Tahap perencanaan (planing)
mengenai ketrampilan berpikir siswa.
2.Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan layanan penguasaan konten
3. Pengamatan (Observation)
melalui beberapa tahap, meliputi perencanaan,
4.Refleksi
persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak
Pada tahap terakhir siklus pertama
lanjut. pelaksanaan layanan penguasaan
dilakukan refleksi. Refleksi dilakukan untuk
konten juga melalui tahap-tahap sebagai
mengetahui apa yang sudah dapat dilaksanakan
berikut:
dan dicapai dalam pelaksanaan tindakan layanan
penguasaan konten tanpa menggunakan media 1. Perencanaan, mencakup (a) menetapkan
ular tangga, sekaligus cara untuk mengetahui siswa yang akan dilayani, (b) menetapkan
kekurangan dalam tindakan layanan yang telah dan menyiapkan konten yang akan
dilaksanakan. Dengan mengetahui kekurangan dipelajari, (c) menetapkan proses dan
langkah-langkah layanan, (d) menetapkan (instrumentasi tes) kedua untuk mengukur
dan menyiapkan fasilitas layanan, tingkatan hasil ketrampilan berpikir kritis
(e)menyiapkan kelengkapan administrasi. siswa.
2. Pelaksanaan, mencakup (a) melaksanakan
kegiatan layanan melalui 4. Analisis hasil evaluasi
pengorganisasian proses pembelajaran
5. Tindak lanjut.
peguasaan konten, (b)
mengimplementasikan high touch dan 6. Laporan, mencakup (a) menyusun laporan
high tech dalam proses pembelajaran. pelaksanaan layanan penguasaan konten,
3. Evaluasi, mencakup (a) menetapkan (b) menyampaikan laporan kepada pihak-
materi evaluasi, b)menetapka prosedur pihak terkait, (c) mendokumentasikan
evaluasi, (c) menyusun instrument laporan layanan
evaluasi, (d) mengaplikasikan instrumen Keterampilan berpikir kritis diukur
evaluasi, dan (e) mengolah hasil aplikasi pada siklus I dan siklus II. Kompetensi
instrument. berpikir kritis yang diukur dalam penelitian ini
4. Analisis hasil evaluasi, mencakup (a) meliputi focus yang terdiri atas perhatian
menetapkan standar evaluasi, (b) (diukur dengan lembar observasi), dan
melakukan analisis, (c) menafsirkan hasil observasi (diukur dengan lembar observasi);
evaluasi. reason yang terdiri atas bertanya (diukur
5. Tindak lanjut, mencakup (a) menetapkan dengan lembar observasi), dan beralasan
jenis dan arah tindak lanjut, yakni (diukur dengan lembar observasi); inference
melaksanakan siklus kedua layanan yang terdiri atas berhipotesis (diukur dengan
penguasaan konten dengan media ular lembar observasi) dan menyimpulkan (diukur
tangga (b) mengkomunikasikan rencana dengan instrumen tes); situation yang terdiri
tindak lanjut kepada siswa dan pihak- atas pemahaman (diukur dengan instrumen
pihak lain yang terkait, dan (c) tes) dan mencari alternatif jawabn lain (diukur
melaksanakan rencana tindak lanjut. dengan instrumen tes); clarity yang terdiri atas
Setelah diketahui hasilnya, pada siklus mengetahui istilah-istilahh baru (diukur
kedua media ular tangga dimasukkan ke dalam dengan TTS), dan mengidentifikasi asumsi
layanan penguasaan konten. Tahapan dalam (diukur dengan instrumen tes); serta overview
layanan penguasaan konten dengan media ular yang terdiri atas menentukan jawaban dari
tangga adalah sebagai berikut : permasalahan (diukur dengan instrumen tes),
dan mengevaluasi (diukur dengan istrumen
1. Perencanaan,
tes).
2. Pelaksanaan yang di dalkasanakan dalam
Tabel 3.5. Hasil Berpikir Kritis Siswa
bentuk klasikal (a) melaksanakan kegiatan
layanan melalui pengorganisasian proses No Kategori Jumlah Persentase
pembelajaran peguasaan konten, (b) Berpikir siswa
mengimplementasikan high touch dan high Kritis
tech dalam proses pembelajaran. Media 1 Sangat 6 46%
ular tangga yang memuat materi tentang kritis
indikator berfikir kritis siswa di masukkan
2 Kritis 3 23%
dalam kegiatan layanan penguasaan konten
di dalam kelas. Siswa di ajarkan untuk bisa 3 Cukup 3 23%
memecahkan teka-teki sederhana yang kritis
terdapat di dalam permainan ular tangga. 4 Tidak 1 7%
3. Evaluasi, setelah pelaksanaan layanan kritis
penguasaan konten dengan media ular
tangga, siswa diberikan post test
Berdasarkan hasil postes siklus I dan Gambar 3.14. Grafik Peningkatan Berpikir
hasil observasi yang telah dilakukan, Kritis Siklus I dan siklus II
diperoleh ketuntasan belajar yang
dibandingkan dengan KKM (nilai 75),
diperoleh hasil bahwa sebanyak 8 siswa (62%)
tuntas melaksanakan
pembelajaran dan sebanyak 5 siswa (38%)
tidak tuntas dalam sikul satu ini. Jika dilihat
dari kriteria berpikir kritis, diperoleh hasil
bahwa sebanyak 6 siswa (46%) berada dalam
kategori sangat kritis, sebanyak 3 siswa (23%)
berada dalam kategori kritis, sebanyak 3 siswa
(23%) berada dalam kategori cukup kritis dan
satu siswa (7%) berada dalam kategori tidak
kritis.
Setelah dilakukan siklus kedua Gambar 3.15 Grafik peningkatan Berpikir
layanan penguasaan konten dengan media ular Kritis Tiap Indikator
tangga diperoleh hasil peningkatan yang
signifikan. Berdasarkan analisis data diperoleh Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat hasil
hasil bahwa sebanyak 12 siswa (93%) tuntas ketrampilan berpikir kritis siswa SD N 4 Rendeng
melaksanakan pembelajaran dan sebanyak 1 Kudus mengalami peningkatan yang signifikan
siswa (7%) tidak tuntas dalam sikul II ini. Jika dan layanan penguasaan konten dengan media
dilihat dari kriteria berpikir kritis, diperoleh ular tangga dapat meningkatkan ketrampilan
hasil bahwa sebanyak 10 siswa (77%) berada berfikir kritis siswa SD N 4 rendeng Kudus.
dalam kategori sangat kritis, dan sebanyak 3
siswa (23%) berada dalam kategori kritis.
KESIMPULAN DAN SARAN
Tabel 3.7 Hasil Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan analisis data dan pembahasan
Pada Siklus II yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
penerapan layanan penguasaan konten dengan
No Kategori Jumlah Persentase media ular tangga dapat meningkatkan
Berpikir siswa kemampuan berpikir kritis siswa SD 4 Rendeng,
Kritis Kudus. Pada siklus I, diketahui bahwa dari 13
siswa, yang berada dalam kategori berpikir sangat
1 Sangat kritis 10 77 %
kritis berjumlah 6 atau 46%, siswa yang berada
2 Kritis 3 23 % dalam kategori kritis berjumlah 3 siswa atau 23%,
siswa yang berada dalam kategori cukup kritis
Sedangkan grafik peningkatan hasil berjumlah 23% dan siswa yang berada dalam
berpikir kritis siklus I dan siklus II dapat kategori tidak kritis berjumlah 1 atau 7%. Pada
dilihat pada Gambar 3.14. siklus II diketahui bahwa dari 13 siswa, 10 siswa
atau 77% berada dalam kategori sangat kritis dan
3 siswa atau 23% berada dalam kategori kritis.
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa terjadi
peningkatan secara signifikan keterampilan
berpikir kritis pada siklus II.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, S. & I. K. Ahmadi. 2010. Proses


Pembelajaran Kreatif dan Inovatif
dalam Kelas. Jakarta: PT. Prestasi Ular tangga.
Pustakaraya. http://id.wikipedia.org/wiki/Ular_tangga
(10 Feb 2015)
Arifin, Z. 2013. Evaluasi Pembelajaran.........................................
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Arikunto, S. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. . 2007. Permendiknas Nomor 41
Jakarta : BumiAksara. Tahun 2007 tentang Standar Proses
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Bruner & Connell, W. F. 1974. The Faundations Menengah. Jakarta: Depdiknas
of Education (3rd ed.). Sydney: Ian
Novak. Pidarta, M. 2007. Landasan Kependidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Ennis.R.H. 1995. Critical Thinking. New Jersey:
Upper Saddle River. Prayitno. 2012. Pelayanan Bimbingan dan
Konseling (Sekolah Menengah
Fisher, A. 2007. Berpikir Kritis: Sebuah Umum). Jakarta: Depatemen
Pengantar. Terjemahan oleh Benyamin Pendidikan dan Kebudayaan.
Hadinata. 2008. Jakarta: Erlangga.
Sukiman. 2011. Metode penelitian Tindakan
Kemp, J.E. dan Dayton, D.K. 1985. “Planning Kelas Untuk Guru Pembimbing.
and Producing Instructional Media”. Yogyakarta: Paramitra.
Cambridge: Harper & Row Publishers,
New York. Supriyo. 2010. Teknik Bimbingan Klasikal.
Semarang: Swadaya Publishing.
Latuheru, JD. 1988. Media Pembelajaran dalam
Proses Belajar Masa. Kini. Jakarta: Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif.
DepdikbudMason R. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Robert Heinich, Michael Molenda, James D. Tohirin. 2008. Bimbingan dan Konseling di
Russel, Sharon E. Smaldino. 1996. Sekolah dan Madrasah (Berbasis
Instructional Media and Technologies Integrasi). Jakarta: PT Raja grafindo
For Learning. New Jersey: Englewood Persada. Hlm. 141
Cliffs.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran
Sadiman, Arief S. Rahardjo, R. dkk. 2008. Media Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Pendidikan: Pengertian, pengembangan Surabaya: Prestasi Pustaka.
dan pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai