Anda di halaman 1dari 3

Kasus Budaya di Suku KARO

“Penyakit Beltek”

Suku Karo merupakan suku yang mendiami dataran tinggi karo, Sumatera Utara,
Indonesia. Suku ini salah satu suku terbesar di Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan
sebagai salah satu nama kabupaten di wilayah yang mereka diami yaitu Kabupaten Karo atau
lebih dikenal dengan Tanah Karo.

Beltek merupakan bahasa karo yang artinya adalah perut. Menurut persepsi
masyarakat karo tentang Penyakit beltek merupakan penyakit perut yang dialami oleh anak
anak suku karo saat kaget atau juga setelah melihat orang meninggal. Persepsi ini didapat
turun temurun dari zaman dahulu saat anak kecil yang kaget melihat suatu kejadian dan
setelah anak anak melihat orang meninggal, anak tersebut langsung mendelik (mata daerah
pupil naik keatas,terlihat hanya putihnya saja) lalu kejang kejang, pada zaman dulu para
orang tua langsung membawa anaknya ke guru mbelin (orang pintar dalam bahasa karo) lalu
guru tersebut menyebut anak ini terkena penyakit beltek, dikatakan penyakit tersebut dapat
sembuh dengan mengambil daun hutan yang lebar lalu oleskan dengan minyak karo (minyak
ramuan karo) lalu di tutung (dibakar), kemudian diletakkan diperut anak tersebut. Setelah itu,
mandikan anak tersebut dengan air mandi kerbo (air kolam tempat mandi kerbau).

kasus tersebut merupakan budaya turun temurun yang di percayai sebagian besar suku
karo hingga saat ini. Sehingga ada yang melalukan hal demikian saat anaknya mendelik dan
kejang kejang. Karena dilihat pengobatan itu bisa mengobati anak tersebut. Dilihat dari segi
gejala, penyakit ini mirip dengan penyakit step yang sering dialami oleh anak anak pada
zaman sekarang, dan Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan pengobatan lama
kelamaan sebagian besar suku karo mulai mengerti pengobatan medis dan memilih berobat
ke rumah sakit tetapi ada juga yang masih membawa ke orang pintar.

Proses Keperawatan Transkultural Nursing

a. Pengkajian transcultural (berdasarkan 7 komponen)


1. Faktor teknologi
Menurut masyarakat suku karo sehat itu jika seseorang bisa melakukan
pekerjaan sehari hari dengan berkebun atau memasak, dan sakit jika
seseorang itu sudah tidak sanggup bekerja seperti biasanya. Sebagian
besar msayarakat karo pada zaman dulu saat sakit memilih pengobatan
pergi ke guru mbelin (orang pintar) karena faktor lokasi daerah yang
jauh dari rumah sakit / kota dan tidak ada tabib atau dokter, hanya
mantri yang sesekali datang. Pandangan masyarakat suku karo terhadap
penggunaan terknologi dalam pengobatan ini masih belum maksimal
karna masih belum ada transport atau alat bantu daerah pedalaman
untuk mendapat pengobatan ke rumah sakit. Sehingga mereka masih
memilih pengobatan alternatif ke guru mbelin (orang pintar).

2. Faktor agama dan falsafah hidup


Pandangan masyarakat karo terhadap penyebab penyakit itu berbeda
beda. Ada masyarakat suku karo yang beragama dan percaya kepada
Tuhan memandang orang sakit disebabkan karna kondisi fisik
tubuhnya lemah dan ada masalahnya dalam tubuh sehingga setelah
diobati bisa diiringi dengan berdoa, tetapi ada juga masyarakat suku
karo yang mengatakan bahwa orang sakit itu disebabkan karna ada nya
roh roh yang mengganggu sehingga dibawalah ke guru mbelin / dukun
untuk diobati.

3. Faktor social dan keterikatan keluarga


Menurut masyarakat suku karo ,pengambilan keputusan saat anggota
keluarga sakit itu di pegang oleh kepala keluarga, saat anak sakit maka
ibu dan bapak mendiskusikan mau dibawa kemana anak tersebut. Dan
keputusan tersebut di ambil oleh kepala keluarga atau bapak.

4. Faktor nilai nilai budaya dan gaya hidup


Menurut masyarakat suku karo, kepala keluarga yang menjadi kepala
suku adat istiadat biasanya akan lebih tau dan memilih pengobatan
alternatif dahulu, dikarenakan gaya hidup sehari harinya lebih
membudaya dari pada masyarakat lain, seperti tau ramuan rempah
rempah karo, berbahasa sehari hari menggunakan bahasa karo, suka
memakan makanan karo, lebih kenal dengan masyarakat karo lainya
baik guru mbelin (orang pintar) maupun orang biasa, dan masih lebih
percaya ramuan tradisional karo untuk dijadikan pengobatan.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku
panjang.
6. Faktor Ekonomi
Masyarakat suku batak umumnya telah berprofesi dibidang industry
layaknya di kota besar, namun masih banyak juga yang berprofesi
sebagai petani, berladang, dan pedagang dipasar. Namun sebenarnya
Tondi ini dipercayai hampir semua masyarakat minang kabau,dan telah
menjadi tradisi turun temurun.
7. Faktor social dan keterikatan
Pengambilan keputusan untuk pengobatan pasien biasanya dinasehati
oleh Baso atau Datu sekitar, atau orang yang di tua kan didaerah
tersebut, biasanya kerabat atau keluarga akan menurut dengan
perkataan tetua nya karna sudah bingung dan takut kalau kalau tondi
tidak kembali ke badan penderita dan berada dalam bahaya.
8. Faktor pendidikan
Untuk faktor pendidikan sendiri biasanya masyarakat sekitar yang telah
berpendidikan tidak ingin memakai jimat jimat yang diberi orang
pintar, mereka lebih percaya dan berserah diri kepada Tuhan yang
Maha Esa. Namun tidak jarang karena penyakit Tondi ini susah
dijelaskan dalam bidang medis akal dan pikiran, kebanyakan
masyarakat batak jika sudah terkena penyakit Tondi ini tetap berobat
pada orang pintar yaitu Sibaso atau Datu disana.

Anda mungkin juga menyukai