06-Earning Quality PDF
06-Earning Quality PDF
ANALISIS
PENGGUNAAN
LAPORAN
KEUANGAN
Earning Quality
FAKULTAS Program Tatap Kode MK Disusun Oleh
Studi Muka
Ekonomi dan Akuntansi Hesty Juni Tambuati Subing, SE., M.Ak.
Bisnis 14
Abstract Kompetensi
Laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan Mahasiswa memiliki kemampuan analisis
merupakan sumber informasi dasar bagi pihak internal maupun dan interpretasi laporan keuangan sebagai
eksternal perusahaan dalam pengambilan keputusan. Hal penilaian kualitas informasi yang dihasilkan
tersebut mengisyaratkan jika informasi keuangan dalam laporan oleh laporan keuangan dan laba
keuangan merupakan informasi penting yang berpengaruh bagi
banyak pihak. Oleh karena itu, informasi keuangan tersebut harus
berkualitas tinggi termasuk kualitas dari informasi laba yang
disajikan karena informasi keuangan yang berkualitas tinggi akan
meminimalkan adanya kesenjangan informasi antara pemegang
saham dan manajemen perusahaan
2020
Pendahuluan
Analisis mencoba mengetahui karakteristik perusahaan dari penjualan, laba dan arus kas.
Seperti diketahui laba-rugi sebuah perusahaan lebih sering dianalisis dibanding dua laporan
keuangan lainnya. Para analisis mengidentifikasi laba dengan berbagai cara. Cara yang paling
sederhana adalah menganalisis konsistensi kualitas laba (earning quality) dari perusahaan besaran
laba dari waktu ke waktu.
Metode berikutnya adalah mencaritahu penyebab terjadinya laba dengan mencoba mengenali jenis
labanya. Pada analisis muncul berbagai istilah laba, misalnya:
Operating income
Recurring income
Continuing income
Bab ini mencoba membahas berbagai karakter laba yang dapat ditemui pada analisis laba-rugi sebuah
perusahaan.
Basis Akrual
Basis akrual adalah salah satu pilar utama penyusunan laporan keuangan. Pengaruh utama
basis akrual adalah pada penjualan dan beban (biaya). Salah satu asumsi utama dalam basis akrual
adalah bahwa piutang yang muncul dalam pengakuan pendapatan secara kredit akan terbayar pada
waktu yang akan datang. Asumsi ini berangkat dari harapan bahwa perusahaan yang menjadi
pelanggan akan hidup terus (going concern).
Walaupun demikian, setiap perusahaan yang menjual secara kredit diharapkan menetapkan
sejumlah pencadangan atas piutang yang tidak tertagih. Pencadangan piutang tidak tertagih
berangkat dari kesadaran bahwa dalam bisnis terdapat resiko tertentu yang tidak bisa dihilangkan.
Pencadangan piutang secara sistematis sepertinya melengkapi kekurangan asumsi going concern
untuk diterapkan secara penuh pada perusahaan. Jadi, ada semacam koreksi atas asumsi going
concern. Hal ini cukup realitis, mengingat bahwa setiap bisnis tidak dapat dilepaskan dari adanya
risiko.
Dalam kondisi yang ideal, terdapat konsistensi antara pencapaian penjualan, laba dan arus
kas, terutama arus kas koperasi. Kondisi ideal ini biasanya digunakan pada waktu analisis melihat ke
depan, yaitu pada saat melakukan proyeksi. Apabila analisis dilakukan untuk mengamati apa yang
sudah terjadi, kondisinya bisa berubah-ubah.
Berikut ilustrasi atas dua perusahaan, yaitu Perusahaan A dan Perusahaan B. Kondisi yang
2020
terjadi adalah sebagai berikut.
Perusahaan A dan B mempunyai tingkat penjualan yang sama
Piutang yang terjadi di Perusahaan A bersifat stabil sehingga kas dari pelanggan berjumlah
sama dengan penjualannya sendiri
Piutang yang terjadi di Perusahaan B cenderung meningkat sehingga kas dari pelanggan lebih
rendah dari penjualan
Kondisi perusahaan B terjadi karena perusahaan menjual produknya kepada pembeli dengan
kredibilitas yang semakin memburuk. Tingkat kolektibilitas piutang ikut memburuk sehingga arus
kas dari pelanggan mengalami penurunan. Ilustrasi 1 dan Ilustrasi 2 diharapkan mampu memberikan
gambaran lengkap atas Perusahaan A dan Perusahaan B.
Data penjualan dan arus kas untuk perusahaan A identik sehingga bertumpuk pada satu garis.
Untuk perusahaan B, jumlah arus kas operasinya lebih rendah dari penjualan karena peningkatan
piutang yang semakin besar.
2020
besarnya volume produksi.
Gambar grafis pada Ilustrasi 4 bisa membantu penjelasan. Dalam gambar bagian atas
(perdagangan), kenaikan penjualan dan beban pokok penjualan (BPP, beban pokok penjualan)
berjalan proporsional dan searah. Laba kotor ditunjukkan pada bagian yang berwarna putih,
sementara merah kelabu muda menunjukkan besarnya BPP. Bagian warna putih tersebut adalah
selisih antara penjualan dengan BPP, yaitu laba kotor. BPP dan penjualan keduanya berbentuk
segitiga karena tidak ada unsur beban tetap di dalamnya.
Untuk manufaktur, yaitu gambar kana, warna BPP pada dasarnya adalah kelabu tua. Bagian
yang kelabu muda adalah vagian yang overlap antara beban pokok dengan penjualan yang berwarna
putih. Dengan demikian laba kotor pada perusahaan manufaktur hanya akan dicapai pada volume
tertentu. Pada gambar bagian kiri tidak terdapat gambar kelabu tua karena seluruh dari bagian BPP
yang berwarna kelabu tua tertutup dengan penjualan yang berwarna putih. Gambar BPP berbentuk
trapesium karena ada unsur beban tetap di dalamnya.
Prinsip di manufaktur berlaku juga di jenis usaha lain, sepanjang BPP-nya mempunyai unsur
beban tetap. Semoga penjelasan ini dapat menambah wawasan tentang karakter laba. Dalam
memproyeksi laba kotornya ke depan, Matahari lebih mudah ditebak dibandingkan dengan Holcim.
Ilustrasi 5 menggambarkan perbedaan struktur beban pokok penjualan antara Matahari dan Holcim.
2020
merupakan selisih antara pendapatan usaha dengan beban usaha. Tidak ada beban pokok. Beban
pokok sangat sulit diidentifikasi karena tidak adanya arus keluar persediaan. Memang Telkom juga
mempunyai persediaan, tetapi persediaan tersebut bukan untuk dijual, melainkan paling jauh hanya
untuk persediaan suku cadang.
Pada jasa operator telekomunikasi, pendapatan jasa telekomunikasi suara(voice)
diidentifikasi dengan adanya keberhasilan panggilan. Dalam pelaksanaannya banyak peralatan yang
mempunyai umur tertentu. Karakter dari peralatan ini adalah beban tetap. Berapa pun yang terjual
akan sama saja bebannya.
Dalam Ilustrasi 6 terdapat contoh bagaimana komposisi beban usaha sebuah perusahaan
retail, yaitu Hero.
Pada pos laba usaha, cakupan laporan laba-rugi semua perusahaan adalah sama, yaitu laba
dari kegiatan utama, buka dari kegiatan lain-lain. Di sinilah pentingnya pemahaman analisis tentang
industry. Pada usaha retail, beban usaha adalah beban yang tidak berhubungan dengan beban pokok
penjualan. Sementara pada usaha jasa yang tidak mengidentifikasi adanya beban pokok, beban usaha
mengandung beban yang merupakan beban pokok pada perusahaan dagang atau manufaktur.
Apabila ketiga hal tersebut tidak ditemui dalam laporan keuangan perusahaan, pengukuran
rasio laba bersih terhadap penjualan (net profit margin ratio) dapat dilakukan tanpa interpretasi
terlalu jauh.
Persoalan berikutnya adalah klasifikasi. Ada unsur judgement dalam melakukan klasifikasi
apakah suatu pos akan masuk ke dalam pos luar biassa atau pos lain-lain. Sebagai analisis, sulit
untuk berharap bahwa perusahaan akan mengklasifikasi dengan cara yang sama. Analisis harus
2020
memastikan bahwa mereka mereklasifikasi sesuia kebutuhan apabila menemui laporan keungan
dengan klasifikasi berbeda. Hal ini dibutuhkan, terutama pada waktu melakukan komparansi antar-
perusahaan.
Di sini akan digunakan contoh laporan keuangan Singtel tahun 2000 dan 1999. Laba bersih
tahun 2000 sebesar 52,5% sementara tahun 1999 hanya sebesar 41,8%. Untuk ukuran laba bersih
dibanding jenis usaha yang lain, jenis ukurannya luar biasa. Akan tetapi, apabila dilihat,
perubahannya terlihat sangat drastic:naik 10,7%! Jelas kenaikan laba ini tidak umum. Namun,
apabila kita sedikit melihat baris atasnya, persepsi pembaca akan sangat berbeda.
Laba sebelum pos luar biasa tahun 2000 sebesar 38.1% turun 1,9% dari tahun sebelumnya.
Hal ini menunjukan kepada pembaca bahwa apabila ada pos yang tidak umum (luar biasa) dalam
jumlah besar, pengukuran laba bersih akan terdistorsi. Pengaruh pos luar biasa sangat besar, yaitu
14,4%. Pos luar biasa tidak haram, tetapi sebaiknya diperlakukan sebagai bonus apabila positif.
Lebih penting lagi apabila pembaca akan melakukan proyeksi keuangan ke depan, pos luar biasa
harus dikeluarkan sebab tidak dapat diprediksi.
2020
menjual aset tetap.
Permisahan ini sangat penting, bukan karena menghasilkan laba nonoperasi (nonoperating
income) tidak boleh, melainkan karena hasil kegiatan utama harus bisa dilihat secara terpisah.
Apabila kedua jenis laba menyatu, pembaca sulit mengidentifikasi sumber labanya. Sumber laba ini
akan mengindikasikan keberlangsungan (sustainability) dari perusahaan tersebut.
Ada tiga aspek yang mendasari pentingnya laba usaha.
Laba usaha menggambarkan hanya laba yang diperoleh dari aktivitas operasi (operating
activity)
Laba usaha memfokuskan kepada laba keseluruhan, tidak hanya kepada pemegang saham
Laba usaha hanya melaporkan bisnis yang sedang berjalan terus (ongoing)
Continuing Income
Laba bersih perusahaan (net income) lebih mudah dibaca apabila tidak terjadi kegiatan-
kegiatan tambahan yang menonjol pada periode tersebut. Apabila ada kegiatan lain terlalu besar,
membaca laba bersih begitu saja menjadi naif. Oleh karena itu, diciptakan istilah continuing income.
2020
Discontinued operation
Untuk laporan yang belum IFRS (yaitu format lama), unsur yang juga dihitung adalah:
Istilah continuing income baru muncul apabila terdapat minimal salah satu dari pos tersebut.
Apabila syarat tersebut tidak terpenuhi, pos laba hanya menyebutkan laba bersih saja (net income).
Dalam kondisi ini maka net income identik dengan net income from continuing operation. Untuk
memberikan gambaran posisi income from continuing operation dapat dilihat laporan keuangan
Pfizer Inc. pada Ilustrasi 9.
Komparabilitas
Komprabilitas dibutuhkan terutama pada waktu analisis akan membandingkan minimal dua
buah laporan keuangan. Komprabilitas berangkat dari beberapa kondisi:
2020
Contohnya di usaha manufaktur, perusahaan A memilih FIFO dan perusahaan B memilih
metode LIFO. Pada waktu perputaran persediaan dua perusahaan tersebut diperbandingkan, kualitas
data persediaanya sebenarnya tidak sama. Perbandingan data persediaan, tidak dapat dilakukan
begitu saja. Ingat bahwa kedua perusahaan menggunakan metode yang berbeda. Komprabilitas tidak
terjadi.
Analisis bisa terpaksa menutup mata terhadap perbedaan tersebut apabila porsi persediaan
tidak dominan di industry tersebut. Bisa juga terjadi, memang tidak tersedia data untuk melakukan
konversi dengan mudah. Di Amerika, tersedia data tentang LIFO reserve untuk mengubah data
persediaan LIFO menjadi FIFO. Di Indonesia hal seperti ini tidak ditemui. Sebagai catatan, dengan
berlakunya IFRS di Indonesia, pilihan atas metode LIFO menjadi hilang.
Analisis bisa saja mengabaikan masalah komprabilitas. Hal tersebut karena beberapa alasan, antara
lain:
Estimasi
Pada beberapa kejadian manajemen turut memengaruhi beberapa kondisi pos keuangan.
Beberapa contoh yang bisa diambil, antara lain:
Pada beberapa kondisi, hal tersebut dapat diatasi, misalnya perhitungan EBITDA (earning
before interest, tax, depreciation and amortization). Dengan perhitungan EBITDA (penyusutan
ditambahkan terhadap EBIT), pembaca laporan keuangan dapat memperoleh angka arus kas, yaitu
EBITDA, yang tidak terpengaruh dengan umur aset. Pembaca dapat membacanya di bagian arus kas.
Sementara itu menyangkut estimasi cadangan piutang ragu-ragu, terpaksa analisis menerimanya.
Analisis bisa saja meragukan besarnya pencadangan yang dilakukan oleh manajemen. Akan tetapi,
keraguan tersebut harus berdasar pada argumentasi bahwa analisis mengetahui dengan baik kondisi
2020
perusahaan dengan industrinya. Kalau analisis tidak mengetahuinya, judgement yang dibuat oleh
analisis sendiri juga meragukan.
2020
Daftar Pustaka
Subramanyam, K.R & Wild, J.J (2009). Financial Statement Analysis. 10th Edition. McGraw-Hill Irwin.
Usman Sastradioradiraja. Analisis dan Penggunaan Laporan Keuangan. Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Widyatama.
2020