Atonia Uteri PDF
Atonia Uteri PDF
(Atonia Uteri)
A. LATAR BELAKANG
B. ANATOMI UTERUS
Uterus memiliki tiga bagian utama yaitu : fundus, korpus dan istmus
Fundus Tonjolan bulat di bagian atas dan terletak di atas tuba falopii
Korpus Bagian utama yang mengelilingi korpus uteri
Ismus Bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks dan
dikenal sebagai segmen uterus bagian bawah pada masa hamil.
DINDING UTERUS
Endometrium
Ialah suatu lapisan membran mukosa yang mengandung banyak pembuluh darah dan terdiri dari
3 lapisan : 1) lapisan permukaan padat; 2) lapisan tengah jaringan ikat yang berongga, lapisan 1
dan 2 dikenal dengan lapisan fungsional; 3) lapisan dalam padat yang menghubungkan
endometrium dengan miometrium yang dikenal dengan lapisan basal.
Miometrium
Tersusun atas lapisan-lapisan serabut otot polos yang membentang ketiga arah (longitudinal,
trasversa, dan oblik) dan saling menjalin dengan jaringan ikat yang elastis dan pembuluh darah
sepanjang dinding uterus dan menyatu dengan lapisan dalam endometrium yang padat.
Lapisan miometrium tengah yang tebal, serabut otot yang saling menjalin membentuk pola
angka delapan yang mengelilingi pembuluh darah besar. Kontraksi lapisan tengah memicu kerja
hemostatis.
Ikatan Hidup : jalinan serabut otot polos pada miometrium tengah yang tebal.
A. Serabut otot yang relaksasi; B. Serabut otot yang berkontraksi mengikat pembuluh darah
(Bobak, 2012)
Miometrium bekerja sebagai suatu kesatuan yang utuh. Struktur miometrium yang memberi
kekuatan dan elastisitas merupakan contoh adaptasi terhadap fungsi uterus :
1) Untuk menjadi lebih tipis, tertarik ke atas, membuka serviks, dan mendorong janin ke luar
uterus, fundus harus berkontraksi dengan dorongan paling besar.
2) Kontraksi serabut-serabut otot polos yang saling menjalin dan mengelilingi pembuluh darah
ini mengontrol kehilangan darah setelah aborsi atau persalinan. Karena kemampuannya
untuk menutup (ligasi) pembuluh darah yang diantara serabut tersebut, serabut otot polos
uterus disebut sebagai serabut hidup.
Peritonium parietalis
Suatu membrane serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali seperempat permukaan anterior
bagian bawah, di mana terdapat kandung kemih dan serviks.
Menurut Manuaba (2007), pada saat persalinan berakhir dengan lahirnya bayi, maka terjadi
retraksi otot uterus yang mengakibatkan :
HEMOSTASIS
Volume normal aliran darah yang melalui plasenta adalah 500-800 ml per menit. Tiga faktor
yang saling mempengaruhi proses fisiologis normal (Myles, 2011) :
1. Retraksi serat-serat otot uterus oblik pada segmen atas uterus tempat pembuluh darah saling
terjalin. Penipisan otot yang terjadi menimbulkan tekanan pada pembuluh darah yang pecah,
bekerja sebagai klem sehingga memperkuat kerja ligature tersebut.
2. Adanya kontraksi uterus yang kuat setelah pemisahan. Hal ini menyebabkan dinding uterus
saling merapat sehingga terjadi tekanan selanjutnya pada plasenta.
3. Pencapaian hemostasis. Bonnar et al (1970) terjadi aktivasi sementara system koagulasi dan
segera setelah pemisahan plasenta. Diyakini bahwa respons protektif ini terutama aktif pada
sisi plasenta sehingga pembentukan bekuan pada pembuluh darah yang pecah menjadi lebih
cepat. Setelah pemisahan, sisi plasenta dengan cepat diliputi oleh fibrin dengan
menggunakan 5-10% fibrinogen yang bersikulasi.
Sisi plasenta selama pemisahan. (A) Uterus dan plasenta sebelum pemisahan. (B) Pemisahan
dimulai. (C) Pemisahan hampir selesai (Myles, 2011)
Menjelang aterm, diperkirakan bahwa sekitar 600 ml/mnt darah mengalir melalui ruang
antarvilus. Saat plasenta terlepas, banyak arteri dan vena yang menyalurkan darah menuju dan
dari plasenta terputus secara mendadak. Di tempat implantasi plasenta, diperlukan kontraksi dan
retraksi miometrium untuk menekan pembuluh-pembuluh tersebut dan menyebabkan obliterasi
lumen agar perdarahan dapat dikendalikan. Potongan plasenta atau bekuan darah yang melekat
akan menghambat kontraksi dan retraksi efektif miometrium sehingga hemostasis di tempat
implantasi tersebut terganggu. Jika miometrium di tempat implantasi plasenta dan di sekitarnya
berkontraksi dan beretraksi dengan kuat, kecil kemungkinan terjadi perdarahan yang fatal
meskipun terjadi gangguan mekanisme pembekuan yang hebat (Cunningham, 2012).
Atonia Uteri adalah keadaan lemahnya atau gagalnya tonus/ kontraksi otot rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir (Karkata, 2009).
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini
terjadi maka darah yang akan keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak
terkendali (APN, 2008).
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam
hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan postpartum, lapisan tengah miometrium tersusun
sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua
buah lengkungan sehingga setiap dua buah serabut kira-kira membentuk angka delapan. Setelah
partus, dengan adanya susunan otot seperti diatas, jika otot berkontraksi akan menjempit
pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan
terjadinya perdarahan postpartum.
Kekuatan kontraksi dari miometrium yang efektif sangat penting untuk menghentikan
kehilangan darah setelah persalinan. Kompresi yang dihasilkan dari vaskular uterus adalah untuk
mengganggu aliran darah 800 ml / menit pada bantalan plasenta (placenta bed).
F. FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI
1. Uterus yang teregang/distensi berlebihan : Kehamilan kembar, anak sangat besar (BB >
4000 gram) dan polihidramnion;
2. Kehamilan lewat waktu;
3. Partus lama;
4. Grande multipara;
5. Penggunaan uterus relaxants (Magnesium sulfat);
6. Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia );
7. Perdarahan antepartum (Plasenta previa atau Solutio plasenta);
8. Riwayat perdarahan postpartum;
9. Obesitas;
10. Umur > 35 tahun;
11. Tindakan operasi dengan anestesi terlalu dalam.
12. Persalinan cepat (partus presipitatus).
13. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi).
G. ETIOLOGI
H. PENCEGAHAN
Atonia uteri dapat dicegah dengan Manajemen Aktif Kala III, yaitu:
Tidak
1. Pakai sarung tangan DTT atau steril, dengan lembut masukkan secara obstetric
(menyatukan kelima jari) melalui introitus dan ke dalam vagina ibu.
2. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban/ bekuan darah pada kavum uteri
mungkin hal ini menyebabkan uterus tak dapat berkontraksi secara penuh.
3. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior
uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke
arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang.
4. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding
uterus dan juga merangsang miometrium berkontraksi.
5. Evaluasi keberhasilan :
a) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama
2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat
selama kala 4.
b) Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang perineum,
vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan
untuk menghentikan perdarahan.
c) Jika uterus tiak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluiarga untuk
melakukan KBE kemudian lakukan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri
selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
6. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprotrol 600-1000 mcg per rectal. Jangan berikan
ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena dapat menaikkan tekanan darah.
7. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infuse dan berikan 500 cc
larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.
8. Pakai sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI. Alasan : KBI
dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi.
9. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit.
10. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infuse cairan
hingga ditempat rujukan.
a) Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit
b) Berikan tambahan 500 ml.jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah
cairan yang diinfuskan mancapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125
cc/jam.
c) Jika cairan infuse tidak cukup, infuskan 500 mm (botol kedua) cairan infuse dengan
tetesan sedang dan ditambah dengan pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDURE
KOMPRESI BIMANUAL EKTERNA
1. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan diatas
simfisis pubis.
2. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar
dengan dinding depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup/ memegang bagian
belakang uterus seluas mungkin.
3. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang
agar pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara
ini dapat menjepit pembuluh darah dan membantu uterus untuk berkontraksi.
(APN, 2008).
STANDAR OPERASIONAL PROSEDURE
KOMPRESI AORTA ABDOMINALIS
Kompresi manual pada aorta harus dilakukan hanya pada kasus hemoragi yang berat, jika
kompresi internal dan eksternal pada uterus tidak efektif. Kompresi aorta dilakukan hanya
pada kondisi kedaruratan saat penyebab perdarahan sedang ditentukan.
2. Penolong
C. Langkah tindakan
a) Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien. Atur posisi
penolong sehingga pasien berada pada ketinggian yang sama dengan pinggul
penolong.
b) Tungkai diletakkan pada dasar yang rata (tidak memakai penopang kaki) dengan
sedikit fleksi pada artikulasio koksae.
c) Raba pulsasi arteri femoralis dengan jalan meletakkan ujung jari telunjuk dan tengah
tangan kanan pada lipat paha, yaitu pada perpotongan garis lipat paha dengan garis
horisontal yang melalui titik 1 sentimeter diatas dan sejajar dengan tepi atas simfisis
ossium pubis. Pastikan pulsasi arteri teraba dengan baik.
d) Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung jari dari titik pulsasi tersebut.
e) Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah, manis dan
kelingking pada umbilikus ke arah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus.
f) Dorongan kepalan tangan kanan akan mengenai bagian yang keras di bagian tengah/
sumbu badan ibu dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai aorta abdominalis
maka pulsasi arteri femoralis (yang dipantau dengan ujung jari telunjuk dan tengah
tangan kanan) akan berkurang/ terhenti (tergantung dari derajat tekanan pada aorta).
g) Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan dengan perubahan pulsasi
arteri femoralis).
Perhatikan:
Tekanlah aorta abdominalis di atas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan
tangan kiri, selama 5 sampai 7 menit.
Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik, sehingga bagian lainnya tidak terlalu
banyak kekurangan darah.
Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi dengan baik,
usahakan pemberian preparat prostatglandin. Bila bahan tersebut tidak tersedia atau
uterus tetap tidak dapat berkontraksi setelah pemberian prostatglandin, pertahankan
posisi demikian hingga pasien dapat mencapai fasilitas rujukan.
Bila kontraksi membaik tetapi perdarahan masih berlangsung maka lakukan
kompresi eksternal dan pertahankan posisi demikian hingga pasien mencapai
fasilitas rujukan.
Bila kompresi sulit untuk dilakukan secara terus menerus maka lakukan
pemasangan tampon padat uterovaginal, pasang gurita ibu dengan kencang dan
lakukan rujukan.
Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi dengan
baik. Teruskan pemberian uterotonika.
h) Bila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi tersebut dan lakukan
pemijatan uterus (oleh asisten) hingga uterus berkontraksi dengan baik.
c) PEMBERIAN UTEROTONIKA
Oksitosin
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.
Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan
meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin
menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan
tetani. Oksitosin dapat diberikan secara im atau iv, untuk perdarahan aktif diberikan lewat
infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU
intramiometrikal. Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea
dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Dengan menggunakan terapi uterotonika yang sesuai dan tepat waktu, mayoritas
wanita dengan atonia uterus dapat menghindari intervensi bedah. Stimulasi kontraksi uterus
biasanya dicapai dengan pemijatan uterus bimanual dan injeksi oksitosin (baik secara
intramuskuler atau intravena), dengan atau tanpa ergometrine. oksitosin melibatkan stimulasi
dari segmen uterus bagian atas untuk kontraksi secara ritmik. Karena oksitosin mempunyai
half-life dalam plasma pendek (rata-rata 3 menit), infus intravena secara kontinu diperlukan
untuk menjaga uterus berkontraksi . Dosis biasa adalah 20 IU dalam 500 ml larutan
kristaloid, dengan tingkat dosis disesuaikan dengan respon (250 ml / jam). Ketika diberikan
secara intravena, puncak konsentrasi dicapai setelah 30 menit. Sebaliknya, jika diberikan
secara intramuskular mempunyai onset yang lebih lambat (3-7 menit) tetapi efek klinis
berlangsung lama (hingga 60 menit).
Methyl Ergometrine
Misoprostol
NO PROSEDUR
1. Informed consent dikerjakan
dengan benar :
o Kondisi ibu diinformasikan
o Prosedur tindakan dijelaskan
o Koordinasi ibu dan keluarga
diminta
2. Persiapan :
o Prinsip sterilisasi (PI)
dilaksanakan (scort & sarung
tagan DTT telah terpasang
dengan benar)
o Persiapan alat-alat :
1) Cairan RL
2) Infus set
3) Kondom
4) Hanskun 1 pasang
5) Folly cateter
6) Spekulum Sim 2
7) Tampon tang 1
8) Ring tang 1
9) Benang
3. Memasang kateter menetap
4. Memasang kondom pada kateter
kemudian diikat dengan benang
(ujung kateter sedikit dipotong,
beri jarak sekitar 2 cm antar ujung
kondom dan ujung kateter, bisa
gunakan 2 kondom untuk
antisipasi kondom robek)
B-Lynch C, Keith L.G., Lalonde A.B., Karoshi M (2006) Postpartum Hemorrhage 1st
Published. Sapiens Publishing,UK. 256-61.
Schuurmans, et al, 2000, SOGC Clinical Practice Guidelines, Prevention and Management of
postpartum Haemorrhage, No. 88, April 2000.
.
PENGISIAN LOGBOOK SUB POKOK BAHASAN ATONIA UTERI
Dapat menyebutkan bagian-bagian dari uterus dan bagian mana pada dinding uterus yang
berkaitan dengan perdarahan atonia uteri.
Jawaban :
1. Tanda-tanda vital :
2. Uterus :
3. Vagina :
4. Memahami faktor-faktor predisposisi penyebab perdarahan atonia uteri
Dapat menyebutkan dan menjelaskan faktor predisposisi penyebab perdarahan atonia uteri
Dapat menyebutkan dan menjelaskan penatalaksanaan atonia uteri dari gambar dan bagan
dibawah ini :
KBI
Penjelasan :
KBE
Penjelasan :
KAA
Penjelasan :
7. Menjelaskan penanganan perdarahan karena atonia uteri dengan selain KBI dan KBE