KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. yang telah
memberi kami nikmat sehat sehingga kami dapat menyelesaikan proposal “Pengaruh Sistem
Fullday School terhadap Kemampuan Bersosialisasi Siswa Sman 1 Tambun Selatan”.
Kami mencoba berusaha menyusun proposal ini sedemikian rupa dengan harapan
dapat membantu teman-teman semua untuk dapat mengerti apa itu sosialisasi dan lainnya.
Kami juga berharap proposal ini dapat dijadikan pengetahuan untuk dapat bermanfaat bagi
teman-teman semua.
Kami menyadari di dalam penyusunan proposal ini masih jauh dari kesempurnaan,
masih banyak kekurangan di dalamnya yang harus diperbaiki, baik dari segi tata bahasa
maupun dalam hal penataan proposal. Oleh karena itu kami meminta maaf yang sebesar-
besarnya atas ketidaksempurnaan dan juga kami memohon kritik dan saran untuk kami agar
kami dapat lebih baik dalam membuat proposal.
Harapan kami mudah-mudahan apa yang telah kami susun bisa memberi manfaat
untuk diri kami sendiri, teman-teman, serta orang lain. Akhir kata, kami ucapkan banyak
terimakasih.
BAB I
PENGANTAR
Pendidikan dini sekarang ini sudah hampir universal. Lebih dari 90% anak usia lima tahun dan lebih
dari 60% anak usia empat tahun warga Negara kita mengunjungi salah satu bentuk pendidikan dini.
Beberapa Negara bagian juga mendaftarkan anak-anak tiga tahun masuk sekolah program belajar
dini. Yakni bagian dari sekolah umum.
Program pendidikan dini bisa setengah hari (half day) atau sehari penuh (full day). Dengan
hadirnya full day school akan membantu mengamankan pendidikan anak dijenjang yang akan datang.
Program full day school popular karena memberikan kepada anak-anak lebih banyak waktu belajar
dan menjawab kebutuhan orangtua yang menghendaki pendidikan sehari penuh bagi anak-anak
mereka. Lebih dari 56% anak usia lima tahun mengunjungi program penuh dan sekitar seperempat
anak usia empat tahun mengunjugi program sehari penuh. Pada masyarakat perkotaan, sedikit sekali
ibu-ibu memiliki profesi sebagai ibu rumah tangga. Mereka umumnya berprofesi sebagai wanita
karier karena karyanya sedang ditunggu oleh masyarakat. Biasanya, sikecil diasuh oleh pembantu
atau baby sistter. Jika sikecil hanya dipercayakan pada pembantu atau baby sistter, kemungkinan
perkembangan dan pertumbuhan anak untuk masa yang akan datang kurang bisa dipertanggung
jawabkan. Perlu diingat bahwa dasar perkembangan anak terbentuk dalam usia balita. Salah
pendidikan dalam usia dini, maka jenjang pendidikan selanjutnya bisa berakibat fatal.
2. Rumusan masalah
LANDASAN TEORI
Dilihat dari makna dan pelaksanaannya full day school diatas, sebagian besar waktunya digunakan
untuk belajar tapi tidak kaku, menyenangkan bagi siswa yang bertujuan menggali potensi anak didik
secara total, dan menitik beratkan pada situasi dan kondisi dimana anak didik daapat mengikuti
proses belajar tapi juga bermain agar siswa tidak merasa terbebani dan bosan berada disekolah.
Karena full day school banyak memiliki metode pembelajaran-dimana proses belajar tidak selalu
dilakukan dikelas akan tetapi siswa diberi kebebasan untuk memilih tempat belajar yang
diinginkannya. Sekedar untuk ketertiban belajar mengajar maka dibuatlah jadwal dan semua itu
membutuhkan kreatifitas dan inovasi dari guru untuk mengatur metode pembelajaran. Karena belajar
yang efektif bagi anak hanya 3-4 jam sehari (dalam suasana formal) dan 7-8 jam sehari (dalam
suasana informal).
2. Teori Perkembangan
Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak berkembang dan berfungsi sehingga
dapat berfikir. Jean Piaget (1886-1980), seorang ahli biologi dari perancis yang kemudian tertarik
pada bidang psikologi anak, memberi sumbangan pikiran yang tak ternilai bagi pemahaman
perkembangan kognitif anak. Ia adalah seorang ilmuwan yang kaya akan tulisan ilmiah. Menurut
Piaget semua anak memiliki pola perkembangan kognitif yang sama yaitu melalui empat tahapan : a.
sensorimotor, b. preoperasional, c. konkret operasional, dan d. formal operasional. Keempat tahapan
tersebut berlaku serentak disemua bidang perkembangan kognitif. Untuk lebih jelasnya, tahapan
perkembangan anak menurut teori Piaget tersebut dibahas satu persatu.
Pada tahap ini anak lebih banyak menggunakan gerak refleks dan inderanya untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Kelak hasil pengalaman berinteraksi dengan lingkungan ini sangat berguna untuk
berfikir lebih lanjut. Piaget membagi tahapan ini menjadi empat seperti berikut.
Tahap ini disebut demikian karena dua hal : a) anak melakukan gerak refleks terhadap anggota
badannya (primary), dan b) anak mengulang gerak tersebut (circular). Sebagai contoh anak tidak
sengaja memasukkan jempol tangannya ke mulut. Hal ini kemudian diulanginya sampai menjadi
perilaku.
Anak usia 4-8 bulan mulai menaruh perhatian tidak saja pada anggota badannya, tetapi juga menaruh
perhatian terhadap benda-benda disekelilingnya (secondary). Ia mulai memperhatikan wajah ibunya,
suara ibunya, dan memperhatikan botol susu. Ia juga mulai memegang benda-benda yang ada
disekelilingnya dan mulai memainkannya.
Anak usia ini mulai menggunakan memory hasil pengalaman sebelumnya untuk mereaksi suatu
rangsang. Hal ini tentu dimulai dari rangsang yang sama atau yang pernah dikenalnya. Ia mulai
memperhatikan perilaku orang lain dan belajar menirunya. Misalnya, ia akan melambaikan tangan
jika orang lain melambaikan tangan kepadanya. Ia juga mulai senang diajak bermain.
Pada akhir tahap sensorimotor, anak sudah menunjukkan tingkah laku inteligen, sekalipun masih
dalam batas aktivitas motorik sebagai reaksi tehadap stimulasi sensoris. Selain itu, mulai tampak
adanya diferensiasi antara subjek dan objek, atau antara anak dengan lingkungannya. Ciri khas
perkembangan tahap ini ditunjukkan dengan segala objek yang telah permanen, anak masih mengenali
objek diotaknya meskipun objek tersebut secara riil tidak ada lagi disekitarnya.
Pada tahap ini anak mulai menunjukkan proses berfikir yang lebih jelas. Ia mulai mengenali beberapa
symbol dan tanda termasuk bahasa dan gambar. Anak menunjukkan kemampuannya melakukan
permainan simbolis (symbolic play atau pretend play). Misalnya, dia pura-pura minum disebuah
cangkir mainan yang kosong atau menggerakkan balok kayu sambil menirukan bunyi mobil seakan-
akan balok itu adalah mobil. Dengan demikian, anak sudah menggunakan memorinya tentang mobil
dan menggunakan balok untuk mengekspresikan pengetahuan itu.
Anak usia 5 tahun, menurut Piaget (1972) memiliki pola berfikir yang disebut precausal reasoning.
Istilah ini digunakan untuk menerangkan hubungan sebab akibat. Tipe-tipe pola pikir ini sebagai
berikut :
1. Motivasi
Menurut pola pikir ini, hubungan sebab akibat didasarkan atas suatu tujuan tertentu. Kalau anak
ditanya, “Mengapa matahari bersinar?” Anak mugkin menjawab, “Sebab Tuhan mengirimnya agar
(dunia ini) terang.”
2. Final
Cara berfikir final ini didasarkan atas pengertian bahwa hubungan sebab akibat terjadi karena
memang harus terjadi. Sebagai contoh, anak ditanya, “Mengapa kaca ini berserakan dilantai?” Anak
mugkin akan menjawab, “Karena Pecah”.
3. Fenomenalisme
Cara berfikir ini didasarkan atas kepercayaan yang sering diceritakan pada anak. Misalnya, dulu
sewaktu kecil, ayah dan ibu saya selalu menasehati saya agar menghabiskan makanan yang saya
makan, sebab kalau tidak, ayam saya akan mati. Anak kecil akan percaya kalau makanan tidak habis,
ayamnya akan mati.
4. Moralisme
Anak menerangkan sebab akibat sebagai fungsi dari suatu benda. Sebagai contoh, anak ditanya,
“Mengapa mobil itu bergerak? Agar dapat membawa kita ke mana-mana. Mengapa matahari bersinar?
Agar matahari itu menerangi kita. Mengapa hujan turun? Agar kita memperoleh air darinya.”
5. Artifisial
Anak menerangkan hubungan sebab akibat ditinjau dari kepentingannya terhadap manusia. Misalnya
anak ditanya “Mengapa jarum jam bergerak? Agar kita dapat mengetahui waktu. Mengapa matahari
terbit dari timur? Manusia yang membuatnya. Mengapa matahari tidak terlihat di malam hari?
Seseorang menyimpannya.”
6. Animisme
Cara berfikir ini didasarkan atas anggapan bahwa segala sesuatu (termasuk benda-benda tak hidup) itu
hidup. Anak pada usia ini atau dibawahnya umumnya bingung membedakan konsep hidup dengan
gerak. Sesuatu yang kelihatannya bergerak biasanya dikatakan hidup. Mengapa awan itu bergerak ?
Sebab ia hidup. Hal ini berlaku untuk benda-benda yang bergerak lainnya, seperti mobil, matahari,
lampu, radio, bahkan gunung sering dikatakan hidup.
7. Dinamisme
Anak pada usia ini masih sulit membedakan antara konsep gaya dengan konsep hidup. Kalau ditanya
mengapa sungai mengalir dari gunung ke laut? Karena gunung mendorong air di sungai ke laut
(bukan karena gaya grafitasi bumi).
Pada tahap ini anak sudah dapat memecahkan persoalan-persoalan sederhana yang bersifat konkret. Ia
telah dapat berfikir refersibel. Yang dimaksud dengan berfikir refersibel (berkebalikan) ialah anak
dapat berpikir balik (dua arah). Sebagai contoh anak, kalau anak memahami 2+3=5, maka ia akan
tahu kalau 5-3=2 atau 5-2=3. Ia juga mengerti bahwa jumlah suatu benda tidak berubah karena
penataannya. Ia juga dapat memahami volume benda padat atau cair tetap sama meskipun bentuk atau
tempatnya berubah. Pada tahap perkembangan ini anak sudah dapat mengklasifikasikan dan
mengurutkan. Mengklasifikasikan dan mengurutkan memerlukan keterampilan berfikir tertentu.
Pertama, anak harus dapat mengenali persamaan dan perbedaan objek, ketiga, anak harus dapat
memilih salah satu atribut sebagai dasar klasifikasi, misalnya warna. Untuk memacu keterampilan
berfikir ini guru guru dapat menggunakan pattenning, yaitu anak dilatih untuk menemukan dan
membuat pola. Anak pada usia ini akan dapat memecahkan berbagai persoalan secara lebih baik
berdasarkan objek dan kejadian yang nyata (Piaget, 1972). Oleh karena itu, penting bagi guru
menggunakan objek dan pengalaman langsung dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut Piaget (1972) tahap ini dicapai anak usia 11-15 tahun. Pikiran anak tidak lagi terbatas pada
benda-benda dan kegiatan yang terjadi didepan matanya. Pikiran anak telah terbebas dari kegiatan
langsung. Ia dapat menjumlahkan dan mengurangi angka dalam kepalanya dengan menggunakan
operasi logisnya. Pada tahap ini anak dapat melakukan hal-hal berikut.
Anak dapat membuat hipotesis dari suatu teori. Ia dapat membuat kesimpulan secara logis dan
premis-premis yang ada. Misalnya, semua binatang yang beranak adalah mamalia. Kalau ia
menjumpai suatu gambar binatang yang belum pernah ia jumpai, tetapi ada keterangan bahwa
binatang itu beranak maka ia dapat menyimpulkan bahwa binatang tersebut tergolong mamalia. Jika
A>B, dan B>C maka A>C.
Pada tahap ini anak dapat berfikir secata abstrak dan reflektif. Hal ini dapat dipahami saat kita
menghadapi suatu persoalan. Pikiran kita akan bekerja untuk mencari berbagai alternative pemecahan
masalah berupa strategi. Otak bekerja menghubung-hubungkan berbagai memori pengetahuan dan
pengalaman serta informasi yang kita miliki untuk mencari strategi pemecahan masalah tersebut.
Kalau strategi itu sudah kita dapatkan, kita akan mengurutkan strategi tersebut berdasarkan besar-
kecilnya probabilitas terselesaikannya masalah tersebut. Semua itu dapat dilakukan di dalam pikiran.
Pada tahap ini anak telah mampu memahami analogi. Anak akan mencoba menghubungkan analogi
tersebut dengan kenyataan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, pada tahap ini guru dapat
menggunakan berbagai analogi, symbol-simbol, serta gambar-gambar untuk menerangkan suatu
pokok persoalan.
Salah satu kemampuan anak pada tahap ini ialah merenungkan kembali apa-apa yang telah dilakukan,
serta mengevaluasinya. Hal itu dilakukan, dengan mencari segi-segi positif dan negatifnya. Dengan
cara demikian anak dapat memperbaiki cara berfikirnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Hal ini diperlukan jika anak kesepian dirumah, misalnya karena teman sebayanya sedikit.
Play group biasanya menyediakan sarana bermain yang lebih lengkap dan edukatif, baik untuk
kemampuan motorik kasar anak maupun motorik halusnya. Misalnya, papan seluncur, mobil-mobilan,
dan motor-motoran yang biasa dinaiki oleh anak, puzzle, buku-buku dan sebagainya.
c. Mendapatkan pendidikan budi pekerti yang baik saat ini, banyak anak sepanjang hari bersama
pembantu atau baby sistternya dan televisi saja. Tontonan, obrolan dan tingkah lakupun menyerupai
“mbaknya” alias pembantu. Anak yang ayah ibunya bekerja, akan belajar budi pekerti yang lebih baik
lagi jika disekolahkan di pendidikan dini. Dalam hal ini, bukan semua perilaku pembantu itu tidak
baik.
Ada beberapa manfaat dengan adanya pendidikan formal sebelum anak memasuki usia sekolah.
Berikut ini beberapa manfaat bagi sikecil mengikuti pendidikan dini.
a. Memberikan kesempatan bagi anak untuk berkumpul dengan teman sebayanya dengan lebh
baik.
b. Anak dapat mengembangkan kemampuan fisik dan kecerdasan melalui kegiatan yang diberikan
guru.
d. Dengan beragam akivitas dan minat anak, akan merangsang kemampuannya mengolah
informasi.
a. Terlalu banyak memusatkan kegiatan disekolah daripada di rumah dengan orangtua dan
keluarga lainnya.
c. Anak akan mudah stress karena setiap hari dituntut untuk memenuhi kegiatan-kegiatan penuh
disekolah.
e. Perkembangan anak dalam hal sosial kurang, karena anak seharian berada disekolah.
Untuk meminimalkan dampak negatif di atas, upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan full
day school bagi perkembangan anak yaitu dengan pengembangan kurikulum dan pengelolaan sesuai
dengan alokasi waktu, kebutuhan, dan perkembangan anak agar full day dapat mengoptimalkan
perkembangan anak
Kurikulum sekarang ini didasarkan pada pemahaman bahwa ide anak-anak dapat
membentuk/membangun pengetahuan mereka sendiri. Untuk itu, program-program belajar usia dini
harus terus mempersiapkan anak-anak dengan program kurikulum yang direncanakan dengan baik
agar dapat memenuhi kebutuhan semua anak. Kurikulum untuk program belajar usia dini sekarang ini
melakukan hal-hal berikut:
a. Memasukkan tujuan untuk dicapai dalam semua bidang, meliputi bidang sosial, emosi,
kognitif, dan fisik supaya mampu mempersiapkan anak-anak unuk berperan sebagai warga Negara.
g. Membangun pengetahuan di atas apa yang sudah diketahui anak dan mampu
mengkonsolidasikan belajar mereka dan memajukan pencapaian konsep dan keterampilan baru.
Untuk mengembangkan kurikulum anak usia dini perlu diperhatikan prinsip-prinsip pengembangan
Kurikulum Satuan Pendidikan Anak Usia Dini sebagai berikut:
a. Bersifat komprehensif
Kurikulum harus menyediakan pengalaman belajar yang meningkatkan perkembangan anak secara
menyeluruh dalam berbagai aspek perkembangan.
Kurikulum harus menyediakan berbagai kegiatan dan interaksi yang tepat didasarkan pada usia dan
tahapan perkembangan setiap anak. Program menyediakan berbagai sarana dan bahan untuk anak
dengan berbagai kemampuan.
Keterlibatan orang tua sebagai pendidik utama bagi anak. Oleh karena itu peran orang tua dalam
pendidikan anak usia dini sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan.
Kurikulum harus memperhatikan kebutuhan setiap anak sebagai anggota dari keluarga dan nilai-nilai
budaya suatu masyarakat.
Kurikulum yang dikembangkan harus dapat mengembangkan kompetensi anak. Standar kompetensi
sebagai acuan dalam menyiapkan lingkungan belajar anak.
Kurikulum yang dikembangkan hendaknya memperhatikan semua anak termasuk anak-anak yang
berkebutuhan khusus.
Kurikulum hendaknya dapat menunjukkan bagaimana membangun sinergi dengan keluarga dan
masyarakat sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.
Kurikulum yang dibangun hendaknya memperhatikan aspek keamanan dan kesehatan anak saat anak
berada disekolah.
Kurikulum hendaknya dapat menggambarkan proses manajemen pembinaan sumber daya manusia
yang terlibat di lembaga
Kurikulum dapat menggambarkan penyediaan sarana dan prasarana yang dimiliki lembaga.
a. Orangtua tidak akan khawatir akan kualitas pendidikan dan kepribadian putra-putrinya karena
anak-anaknya dididik oleh tenaga kependidikan yang terlatih dan profesional.
b. Orangtua tidak merasa khawatir dengan keberadaan putra-putrinya antara lain: pengaruh
negative kegiatan anak diluar sekolah dapat dikurangi seminimal mugkin karena waktu pendidikan
anak disekolah lebih lama terencana dan terarah.
c. Orangtua tidak merasa khawatir karena harus meninggalkan anaknya saat mereka bekerja.
a. Orangtua tidak terlalu dekat dengan anaknya, bahkan sang anak lebih dekat dengan gurunya.
b. Orangtua tidak terlalu peduli dengan perkembangan anaknya, karena sedikitnya waktu bertemu
antara orangtua dan anaknya.
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui manfaat, dampak positif dan negatif full
day school bagi perkembangan anak baik didalam maupun diluar negeri. Penelitian mulai dilakukan
sekitar tahun 1980-an di Amerika Serikat. Bidang akademik yang paling banyak digunakan dalam
pembelajaran full day school adalah membaca, berhitung dan keterampilan. Dalam pembelajaran
membaca dan berhitung full day lebih unggul darihalf day, dan salah satu penyebabnya adalah
banyaknya waktu bersama antara anak dan guru.
Temuan penelitian di Indiana, hasil penelitian nasional menyatakan bahwa fullday school efektif bagi
perkembangan anak. Bukti yang mendukung efektifitas program ini adalah program-program berikut :
kehadiran, prestasi akademik, presensi kelas dan rujukan pendidikan khusus, dampak sosial dan
perilaku dan efek kepada anak didik yang kurang mampu. Penelitian lain di Indiana juga mendukung
program full day school. Pertemuan antara guru dan murid yang lebih intens akan memberikan
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Julie Saam dan Jeffry A. Nowaq di Midwestern, Amerika
Serikat. Hasil penelitian ini tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam hal capaian
akademik dan capaian kemampuan sosial anak. Hal ini menunjukkan bahwa program half day tidak
kalah kualitasnya dengan full day.
Keempat hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa ketiganya mendukung program full day.
Hanyasaja penelitian yang memandang sama antara program half daydan full day dalam tingkat
keefektifan pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Penelitian serupa juga banyak dilakukan oleh
mahasiswa di Indonesia dalam rangka memenuhi tugas akhir mereka dengan hasil yang beragam.
BAB IV
KESIMPULAN
Dilihat dari makna dan pelaksanaannya full day school diatas, sebagian besar waktunya digunakan
untuk belajar tapi tidak kaku, menyenangkan bagi siswa yang bertujuan menggali potensi anak didik
secara total, dan menitik beratkan pada situasi dan kondisi dimana anak didik daapat mengikuti
proses belajar tapi juga bermain agar siswa tidak merasa terbebani dan bosan berada disekolah.
Karena full day school banyak memiliki metode pembelajaran-dimana proses belajar tidak selalu
dilakukan dikelas akan tetapi siswa diberi kebebasan untuk memilih tempat belajar yang
diinginkannya. Sekedar untuk ketertiban belajar mengajar maka dibuatlah jadwal dan semua itu
membutuhkan kreatifitas dan inovasi dari guru untuk mengatur metode pembelajaran. Karena belajar
yang efektif bagi anak hanya 3-4 jam sehari (dalam suasana formal) dan 7-8 jam sehari (dalam
suasana informal).
Manfaat atau tidaknya penyelenggaraan full day school itu tergantung dariperencanaan program yang
tepat dan terarah. Pelaksanaan full day school membutuhkan pemikiran-pemikiran analitis dalam
penyusunan rencana strategis yang membutuhkan kreatifitas dan inovasi guru, sehingga kebutuhan-
kebutuhan dan pelaksanaannya dapat terpenuhi pada saat ini dan masa yang akan datang. Kunci
keberhasilan sekolah full dayini sebenarnya terletak pada kemampuan (SDM) dalam merealisasikan
konsep-konsep ideal yang tertuang dalam kurikulum. Seharusnya Sekolah-sekolah yang menerapkan
program full day mampu mencermati, meneliti, menerima para siswa yang secara ekonomi tidak
mampu tapi berprestasi terutama masyarakat kelas bawah. Pendidikan seharusnya memberikan
kesempatan yang sama pada masyarakat untuk mengenyam pendidikan. Dengan kata lain,
Keberhasilan dalam pengembangan program full day akan membantu orangtua mengoptimalkan
perkembangan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Maimunah Hasan. 2010. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Yogyakarta. Diva Press.
Drs. Slamet Suyanto, M.Ed. 2005. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta. Hikayat
Publishing.
Salim, Peter. 1988. Advanced English – Indonesia Dictionary. Jakarta: Modern English Press.
Carol Seefelt & Barbara A. Wasik. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini: Menyiapkan Anak Usia Tiga,
Empat, dan Lima Tahun Masuk Sekolah. Jakarta. Indeks.
Pusat Kurikulum Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Pembinaan TK dan SD
Universitas Negeri Jakarta Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kerangka Dasar Kurikulum
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta.
http://gudangmakalah.blogspot.com/2010/06/tesis-pelaksanaan-full-day-school-di-sd.html diakses
pada tanggal 30 April 2018