Anda di halaman 1dari 5

C.

   Jalan Menuju Pengenalan Kepada Allah


Agar manusia dapat mengenal Allah, ia harus tahu jalan yang benar untuk menujunya. Karena
bila jalannya salah bisa jadi ia akan kesasar. Orang yang benar jalannya hingga ia sampai pada
tujuan yang sebenarnya, ia menjadi orang yang ma’rifah dan semakin yakin serta
membenarkan keimanannya. Sedangkan orang-orang yang tersesat jalannya, tentu tidak akan
sampai pada tujuan yang sebenarnya, yaitu berma’rifah kepada Allah. Mereka kemudian
menjadi orang yang penuh keragu-raguan (al irtiyab), hingga kemudian menjadi orang-orang
kafir mengingkari keberadaan Allah.

1.    Jalan yang dilalui bukan atas dasar petunjuk Islam

Dari dahulu hingga sekarang ada orang-orang yang masih beranggapan bahwa Allah tidak ada,
hanya gara-gara mereka tidak dapat melihat-Nya dengan panca inderanya sendiri (al hawas),
dengan alasan mereka tidak mempercayai sesuatu yang ghaib. Padahal panca indera kita
sangat terbatas kemampuannya dalam menganalisa benda-benda yang nampak, apalagi
terhadap benda-benda yang tidak nampak.

Hanya dengan berbekal panca indera, mereka tidak akan dapat mengenal Allah. Manusia
hanya dapat melihat-Nya di surga nanti bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Mereka tidak mampu
melihat-Nya, bahkan karena kesesatannya lalu mereka menjadikan benda-benda lain yang
mempunyai kekuatan tertentu yang mempengaruhi kehidupannya sebagai Tuhan mereka selain
Allah (ghairullah). Tersebutlah kemudian kepercayaan akan adanya dewa-dewa yang
menguasai matahari, bintang, langit, air, udara dan lainnya. Selain itu ada pula yang karena
jenuh mencari namun tak juga berhasil, lalu berkesimpulan bahwa Tuhan tidak ada. Pencarian
tak tentu arah ini lalu menimbulkan sikap skeptis. Segala sesuatu yang berhubungan dengan
diri dan juga gejala-gejala alam yang terjadi dalam lingkungan kehidupannya dipandangnya
dengan nalarnya semata. Inilah yang mereka anggap lebih ilmiah dari pada harus mempercayai
hal-hal yang bersifat ghaib, mistik, takhayul dan sebagainya. Ilmu filsafat kemudian muncul
memuaskan segala nafsu dan akal manusia.

Akal manusia bisa jadi akan mampu mengenal keberadaan Allah melalui tanda-tanda
kekuasaan-Nya yang tersebar di pelosok bumi. Namun karena mereka tidak mempunyai
keimanan, segala pengetahuan itu kemudian dijadikan diskursus ilmu semata.

Penggambaran yang salah terhadap metode untuk mengenal Allah ini, dulu maupun sekarang,
merupakan faktor terbesar yang menjauhkan manusia dari metode iman yang benar kepada
Allah. Padahal penggambaran macam ini jelas-jelas salah. Secara aksiomatik, akal
mengatakan bahwa Allah adalah pencipta materi tetapi Dia bukan materi. Sebab materi tidak
bisa menciptakan materi. Jika puncak pencerapan indera di dalam kehiduapan dunia kita hanya
terbatas pada materi yang tercerap secara inderawi saja, maka Allah tidak akan bisa menjadi
obyek pengetahuan kita. Yang jelas pada bangsa atau orang kafir manapun juga pasti akan
muncul kekacauan di seputar metode inderawi untuk mengenal Allah ini. Itulah sebabnya
mengapa di zaman sekarang kita mendengar ada orang-orang tertentu yang menjadikan “tidak
bisa dilihat oleh mata” menjadi sebab musabab timbulnya atheisme.  Demikian pula, kita
mendengar beberapa negara tertentu menegaskan demikian, seperti yang dilakukan oleh
siaran Uni Soviet ketika meluncurkan satelit industrinya yang pertama ke ruang angkasa.  

Kedua jalan tersebut, yaitu al hawas (panca indera) dan aqli (akal pemikiran) karena tidak
diikuti dengan keimanan terhadap hasil pencariannya itu, timbullah sakwasangka dan keragu-
raguan (al irtiyab) dan pada akhirnya membuat mereka menjadi kafir.

2.    Jalan yang dilalui berdasarkan petunjuk Islam 

Jalan mengenal Allah telah ditunjukkan oleh Islam dengan menggunakan prinsip keimanan dan
akal pemikiran melalui tanda-tanda (al ayat), yaitu melalui ayat-ayat qauliyah (Al Qur’an dan
hadits), ayat-ayat kauniyah (alam semesta), dan melalui mu’jizat.

Dari ayat-ayat qauliyah, Allah mewahyukan firman-Nya kepada para utusan-Nya. Ada yang
berupa shuhuf, al kitab dan juga hadits qudsi. Dalam Al Qur’an kita dapati maklumat Allah
mengenai keberadaan diri-Nya.

 “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah selain Aku, maka mengabdilah pada-Ku
dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”. (QS. Thaha: 14).

Dari ayat-ayat kauniyah, kita dapati keyakinan adanya Allah melalui apa-apa yang ada di alam
semesta dan juga pada diri kita sendiri. (lihat QS. Adz Dzariyat : 21-22 dan QS. Fushshilat :53).

Misalnya adalah yang ada pada telapak tangan kita. Ruas-ruas tulang jari (tapak tangan
maupun telapak kaki) kita terkandung jejak-jejak nama Allah, Tuhan yang sebenar pencipta
alam semesta ini. 
Perhatikan salah satu tapak tangan kita (bisa kanan bisa kiri). Perhatikan lagi dengan seksama:
Jari kelingking                                     = membentuk huruf alif
Jari manis, tengah dan jari telunjuk       = membentuk huruf lam (double)
Jari jempol (ibu jari)                            = membentuk huruf ha
Jadi jika digabung, maka bagi Anda yang mengerti huruf Arab akan mendapati bentuk tapak
tangan itu bisa dibaca sebagai Allah (dalam bahasa Arab).

Garis utama kedua telapak tangan kita, bertuliskan dalam angka Arab yaitu :
IɅ pada telapak tangan kanan, artinya : 18; dan ɅI pada telapak tangan kiri, artinya : 81. Jika
kedua angka ini dijumlahkan, 18+81 = 99, 99 adalah jumlah nama/sifat Allah, Asmaul Husna
yang terdapat dalam Al-Quran !

Mengenai sidik jari, polisi dapat mengidentifikasi kejahatan berdasarkan sidik jari yang
ditinggalkan oleh pelaku di tubuh korban. Hal ini disebabkan struktur sidik jari setiap orang
berbeda satu dengan lainnya. Bila kelak penjahat itu telah ditemukan maka untuk membuktikan
kejahatannya sidik jarinya akan dicocokkan dengan sidik jari yang ada dalam tubuh korban.
Maka si penjahat tidak dapat memungkiri perbuatannya di hadapan polisi.

Keistimewaan pada jari jemari manusia menunjukkan kebenaran firman Allah yang menyatakan
bahwa segala sesuatu ada bekasnya. Allah tidak akan menyia-nyiakan bekas-bekas ini untuk
dituntut di yaumil akhir nanti.

Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah
mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami
kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Yaasin:12).

Adapun mengenai mu’jizat yang Allah berikan kepada para rasul dan nabi-Nya, telah cukup
memperkuat eksistensi Allah. Mu’jizat terbesar yang hingga kini masih ada adalah Al Qur’an.
Berikut adalah beberapa contoh mu’jizat yang terdapat dalam Al Qur’an.

-          Asal mula alam raya :

 “Kemudian Dia menuju pada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan kabut, lalu
Dia berkata, “Datanglah kepada-Ku baik dengan suka maupun terpaksa”. Keduanya berkata,
“Kami datang dengan suka hati.” (QS. Fushshilat : 11).
 
 Tak seorangpun ahli saint mengira bahwa langit, bintang dan planet-planet itu dasarnya adalah
kabut (dukhan) setelah alat-alat ilmiah berkembang pesat. Para peneliti menyaksikan sisa-sisa
kabut yang hingga kini selalu membentuk bintang-gemintang.

-          Bulan dan mentari :

 “Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu kami hapuskan tanda malam, kami
jadikan tanda siang itu terang”. (QS. Al Isra: 12).

Para pakar ilmu astronomi pada saat ini telah menemukan bahwa rembulan dulunya menyala
kemudian padam dan sinarnya sirna. Cahaya yang keluar dari rembulan di malam hari
hanyalah pantulan dari lampu (siraj) lain yaitu matahari.

 “Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang Dia juga menjadikan
padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (QS.Al Furqan: 61).

Di sini Allah menyatakan bahwa matahari bersinar, sehingga dikatakannya “pelita/lampu”. Jika
bulan bersinar pula, tentu Allah akan berkata ‘dua lampu” (as sirajain). 

-          Kurangnya oksigen di langit :

 “Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Dia menjadikan dadanya sesak


lagi sempit seolah-olah sedang mendaki ke langit”. (QS. Al An’am: 125).

Dahulu orang-orang beranggapan bahwa orang yang naik ke atas merasa sesak napas karena
udara buruk yang tidak sehat. Tetapi manakala manusia berhasil membuat pesawat ruang
angkasa super canggih dan ia mampu naik ke langit, diketahuilah bahwa orang yang naik ke
langit dadanya terasa sesak, bahkan amat sesak, dikarenakan udara (oksigen) berkurang dan
bahkan hampa. Karena itu para astronot harus memakai tabung oksigen ketika mengangkasa.

Setelah mengkaji beberapa contoh hubungan kitabullah dengan sains modern, pahamlah kita
bahwa Al Qur’an benar-benar suatu mukjizat yang tiada bandingnya. Mereka yang memiliki hati
nurani akan merasa takjub dengan keangungan-Nya. Sungguh benar firman Allah :
 “Sesungguhnya telah Kami datangkan kepada kamu suatu kitab yang telah Kami jelaskan
berdasarkan ilmu (dari kami), sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Al
A’raf: 52).

Manusia yang beriman dan berakal lurus akan merasakan keberadaan Allah dan membenarkan
keimanannya kepada Allah (tashdiqul mu’min ilallah) . Sehingga rukun iman yang enam perkara
yang selalu kita hapalkan itu, bukan hanya keimanan dalam lafadz semata, tapi juga telah
tertashdiq (dibenarkan) dalam hati dan pola tingkah kita sehari-hari. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat 53:11 ,”Hatinya tidak mendustai apa yang telah dilihatnya”.

http://trimssukron.blogspot.com/2013/05/marifatullah-mengenal-allah.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai