Anda di halaman 1dari 10

Laporan Kasus

KANDIDIASIS INTERTRIGINOSA

Oleh:

Muhammad Halil Gibran

NIM. 1930912310127

Pembimbing:

dr. Sukses Hadi, Sp.KK, FINSDV, FAADV

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Oktober, 2020
LAPORAN KASUS
Kandidiasis Intertriginosa

Muhammad Halil Gibran/1930912310127


SMF Kulit dan Kelamin
FK ULM/RSUD Ulin Banjarmasin

Pendahuluan

Kandidiasis (kandidosis) adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh Candida spp
misalnya spesies Candida albicans. Infeksi dapat mengenai kulit, kuku, membran
mukosa, traktus gastrointestinal, vagina, uretra, serta dapat menyebabkan kelainan
sistemik. Jamur Candida spp hidup sebagai flora normal (saprofit), terutama Candida
albicans pada manusia bersifat komensal dan berubah menjadi patogen pada kondisi
daya tahan tubuh pejamu terhadap infeksi menurun, lokal maupun sistemik. Infeksi
kandida dapat bersifat superfisial, local invasive maupun diseminata.1
Penyakit ini terdapat disuruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki
maupun perempuan. Sumber agen penyebab utama adalah pasien, namun transmisi dapat
terjadi melalui kontak langsung dan fomites. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak
jelas tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang yang beriklim tropis
dengan kelembaban udara yang tinggi pada musim hujan.1,2
Salah satu klasifikasi kandidiasis (kandidosis) yang akan dibahas di sini adalah
kandidiasis intertriginosa yaitu kandidiasis (kandidosis) yang terjadi di daerah lipatan
kulit ketiak, genitokrural, intergluteal, lipatan payudara, interdigital, dan umbilikus, serta
lipatan kulit dinding perut berupa becak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan
eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustule-
pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah erosif, dengan pinggir yang
kasar dan berkembang seperti lesi primer.1
Faktor-faktor predisposisi yang dihubungkan dengan meningkatnya insidensi
kolonisasi dan infeksi kandida yaitu: (1) Perubahan fisiologi: usia sangat muda/sangat
tua, kehamilan, menstruasi. (2) Faktor mekanis: trauma (luka bakar, abrasi), oklusi total
kelembaban atau maserasi, dan kegemukan. (3) Faktor nutrisi: avitaminosis, defisiensi
zat besi, malnutrisi. (4) Penyakit sistemik: endokrinopati (diabetes mellitus, sindroma
cushing), sindrom down, acrodermatitis enteropatika, uremia, keganasan dan
imunodefisiensi. (5) Iatrogenik: pemasangan kateter, radiasi sinar X, obat-obatan
(kortikosteroid dan imunosupresi lainnya, antibiotika spektrum luas).1
Diagnosis kandidiasis intertriginosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik terhadap ujud kelainan kulit yang muncul. Jika diagnosis masih belum
bisa ditegakkan menggunakan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan langsung dengan kerokan kulit
menggunakan larutan KOH 10-20% guna melihat budding yeast cells dan pseudohifa,
pewarnaan gram, kultur menggunakan media Sabouraud Dextrose Agar, dan
pemeriksaan histopatologi yaitu diwarnai dengan PAS (Periodic Acid Schiff) guna
melihat adanya subcorneal pustule.1,2
Tujuan penulisan laporan kasus ini ialah melaporkan suatu kasus Kandidiasis
Intertriginosa dengan gambaran klinis eritematosa yang berbatas tegas, dan terdapat
skuama beserta lesi satelit.
KASUS
Seorang perempuan usia 29 tahun, bangsa Indonesia, suku Banjar, ibu rumah tangga,
alamat Jl. Kampung melayu Banjarmasin datang ke poliklinik Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal 29 September 2020 dengan keluhan
utama gatal di ketiak.

(I) ANAMNESIS
Pasien mengeluhkan adanya rasa gatal di ketiak kiri sejak 12 hari yang lalu. Pasien
mengaku awalnya terdapat bercak kemerahan dan terasa gatal pada ketiak kiri, kemudian
muncul bintil merah yang semakin banyak dan berubah menjadi bersisik dan meluas.
Pasien yang seorang ibu rumah tangga cenderung sering berkeringat dan merasakan gatal
bertambah saat berkeringat. Pasien memiliki kebiasaan mandi dua kali dalam sehari tetapi
pasien mengaku tidak sering mengganti baju jika berkeringat. Orang-orang di sekitar
pasien tidak ada yang mengalami hal serupa. Pasien mengaku selalu menggunakan sandal
saat pergi keluar rumah. Pasien tidak memiliki kucing peliharaan dan tidak pernah kontak
langsung dengan kucing. Pasien juga menyebut dia tidak menggunakan barang-barang
seperti handuk atau pakaian secara bersamaan dengan anggota keluarga. Diketahui pasien
juga memiliki riwayat diabetes mellitus tidak terkontrol sejak dua tahun yang lalu. Selain
DM, pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain. Sejauh ini belum ada upaya yang
dilakukan untuk mengurangi keluhan gatal yang dialami.

(II)PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESEN
Keadaan Umum : Baik RR : 20x/menit
Kesadaran : Compos Mentis Suhu : 36,5oC
Tekanan Darah : 120/80 mmHg SpO2 : 98% (tanpa suplementasi O2)
HR : 84x/menit

STATUS GENERALIS
Kepala : normosefali, alopesia (-), rambut hitam, ikal
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), nystagmus (-)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Thorax : jantung dalam batas normal, bising jantung (-), paru dalam batas normal,
vesikular, ronki (-), wheezing (-).
Abdomen : datar, spider nevi (-), benjolan (-), timpani, bising usus 6x/m, nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas: hangat edema


+ + --
++ --

STATUS DERMATO-VENEROLOGIK

Inspeksi dan Palpasi


1) Gambaran Umum :
Warna Kulit : kuning langsat
Turgor kulit : cepat kembali

2) Gambaran
khusus Lokasi:
 Regio axilla sinistra
UKK I : makula eritematosa batas tegas dengan
ukuran plakat.
UKK II: skuama mengkilat, erosi (-), lesi satelit(+),
central healing (-).

(III) DIAGNOSIS BANDING


1. Kandidiasis intertriginosa
2. Eritrasma
3. Tinea corporis

(IV) DIAGNOSIS SEMENTARA


Kandidiasis intertriginosa

(V) PEMERIKSAAN LAB/ USULAN PEMERIKSAAN


1. Kerokan kulit di daerah lesi dengan KOH 20%
2. Pemeriksaan dengan lampu wood
3. Pemeriksaan pewarnaan Gram
4. Pemeriksaan laboratorium gula darah
(VI) DIAGNOSIS KERJA
Kandidiasis intertriginosa

(VII) PENGOBATAN

1. Ketokonazole tablet 1 x 200 mg selama 4 minggu.


2. Ketokonazole krim 2%, 2 kali sehari, selama 4 minggu.
3. Loratadine tablet 1 x 10 mg (sampai gatalnya hilang).

(VIII) PROGNOSIS
1. Ad Vitam : ad bonam
2. Ad Sanationam : dubia ad malam
3. Ad Cosmeticum : dubia ad bonam

(IX) ANJURAN/SARAN
1. Minum obat sesuai anjuran

2. Sebisa mungkin kurangi untuk menggaruk kulit


3. Hindari penggunaan handuk, pakaian, peralatan mandi, dan alat pribadi dengan orang
lain

4. Pengecekan rutin kadar gula darah, mengendalikan kada gula darah dengan konsumsi
obat-obatan yang teratur dan diet yang tepat. Jika perlu rujuk untuk konsultasi dengan
dokter spesialis penyakit dalam
5. Kontrol kembali jika obat yang diberikan telah habis

PEMBICARAAN

Diagnosis kandidiasis intertriginosa pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis penderita ialah wanita berumur 29 tahun. Hal ini
sesuai dengan kepustakaan bahwa kandidiasis intertriginosa dapat terjadi pada anak-anak
maupun orang dewasa.1,2

Pasien mengeluhkan gatal di ketiak kiri sejak 12 hari yang lalu. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyatakan bahwa kandidiasis intertriginosa adalah gatal di daerah
perlipatan kulit, seperti di lipatan kulit ketiak, genitokrural, intergluteal, lipat payudara,
interdigital, dan umbilikus, serta lipatan kulit dinding perut. Kandidiasis intertriginosa
memiliki ujud kelainan kulit yang khas yaitu makula eritematosa dan juga lesi satelit berupa
vesikopustule. Predileksi kelainan kulit pada pasien ini yaitu pada lipatan ketiak dan lipatan
siku sesuai dengan predileksi kandidiasis.3 Gambaran khusus/khas dari lesi kulit penderita
kandidiasis intertriginosa adalah bercak makula eritematosa berbatas tegas, bersisik (skuama)
dan meluas disertai lesi satelit berupa vesikel-vesikel atau pustula-pustula kecil di
sekelilingnya.2
Keluhan gatal yang memberat ketika pasien berkeringat dan kebiasaan pasien yang
tidak mengganti pakaian ketika sedang berkeringat merupakan salah satu faktor predisposisi
eksogen dari kandidiasis intertriginosa. Selain itu, faktor predisposisi endogen seperti kondisi
diabetes mellitus yang tidak terkontrol juga merupakan pencetus tersering dari kandidiasis
intertriginosa.2
Pada pemeriksaan penunjang berupa kerokan kulit yang ditetesi KOH 20% ketika
dilihat di bawah mikroskop ditemukan blastopsora dan pseudohifa. Ketika dilakukan
pewarnaan Gram terlihat blastospora dan pseudohifa Gram (+). Pemeriksaan lain yang
digunakan untuk menunjang diagnosis kandidosis intertriginosa adalah lampu Wood yang
hasilnya akan menunjukkan fluoresensi warna merah merah terang (cherry red).1
Diagnosis banding eritrasma dapat disingkirkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan penunjang. Eritrasma merupakan suatu infeksi dangkal kronik yang biasanya
menyerang daerah yang banyak keringat. Biasanya timbul pada usia dewasa muda dengan
frekuensi pria dan wanita sama. Penyebabnya adalah Corynebacterium minutissimum. Pada
anamnesis umumnya keluhan tidak begitu menonjol, lebih sering asimptomatik gatal dan
menyangat pada daerah ketiak, dan terjadi pada usia lanjut. Namun, dari faktor predisposisi
endogen seperti diabetes mellitus dan keadaan imunosupresi serta faktor predisposisi eksogen
personal higiene yang kurang dan hiperhidrosis akibat iklim lembab bisa mengarahkan
diagnosis kepada eritrasma. Pada pemeriksaan fisik, pada eritrasma dapat ditemukan ujud
kelainan kulit berupa eritema hingga kecoklatan luas berbatas tegas dengan skuama halus
dan terkadang erosif. Jika letaknya berada di sela-sela jari, bisa ditemukan ujud kelainan kulit
berupa fisura dan maserasi putih. Pada pemeriksaan penunjang dengan lampu Wood, lesi
pada eritrasma menunjukkan fluoresensi merah gelap (coral red). Ini berbeda dengan hasil
pemeriksaan lampu Wood pada kandidosis intertriginosa yang menunjukkan fluoresensi
merah terang (cherry red).1,4 Pemeriksaan lain yang bisa digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis eritrasma apabila lampu Wood tidak tersedia adalah pewarnaan Gram.
Corynebacterium minutissimum pada pewarnaan Gram akan tampak sebagai bakteri batang
pendek Gram positif di stratum korneum.1
Diagnosis banding tinea corporis dapat disingkirkan melalui anamnesis, pemeriksaan
klinis, dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien menyebutkan bahwa di sekitarnya tidak ada
orang-orang yang mengalami keluhan serupa dengannya juga tidak menggunakan barang-
barang pribadi seperti pakaian dan handuk bersamaan dengan orang lain. Pasien juga selalu
menggunakan sandal dan tidak pernah kontak langsung dengan kucing. Karena tinea corporis
disebabkan oleh jamur dermatofitosis yang merupakan patogen dari luar, maka tidak ada
sumber penularan yang bisa diidentifikasi.1
Pada pemeriksaan fisik, tinea corporis sering tampak sebagai lesi bulat atau lonjong,
berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama halus berwarna putih, kadang-kadang dengan
vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang (central healing). Kadang-
kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-
bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi
dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Distribusi lesi
bisa di seluruh badan (generalisata) atau hanya di area tertentu saja (lokalisata). 1,3 Ini berbeda
dengan lesi pada kandidiasis yang tidak memiliki area central healing pada lesinya serta
memiliki lokasi predileksi khas yaitu di area lipatan tubuh. 1 Pada pemeriksaan penunjang,
perbedaan yang didapatkan antara tinea corporis dengan kandidiasis adalah pada hasil
pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 20%. Pada kandidosis intertriginosa
ditemukan blastospora dan pseudohifa, sedangkan pada tinea korporis ditemukan athrospora
(spora berderet) dan hifa.1
Setelah menegakkan diagnosis kandidiasis intertriginosa, diusahakan pasien diedukasi
untuk menghindari kontak dengan faktor pencetusnya. Dalam kasus ini adalah riwayat
penyakit diabetes mellitus pasien yang menyebabkan penurunan sistem imun, kondisi yang
menyebabkan mudah berkeringat, serta meminta pasien menjaga higiene dengan mengganti
pakaiannya ketika ia sedang bekeringat banyak. Walaupun lesi pasien ini minimal, tetapi ia
memiliki penyakit sistemik (diabetes mellitus ) sehingga terapi kausal yang diberikan adalah
terapi sistemik dan topikal berupa ketokonazole tablet 1 x 200 mg selama 4 minggu dan
ketokonazole krim 2% dua kali sehari selama 4 minggu. Selain itu, untuk mengatasi keluhan
gatal, pasien bisa diberikan antihistamin berupa loratadin 1x10 mg per harinya hingga
keluhan gatal hilang sebagai terapi simptomatik.1,5
Prognosis kandidiasis intertriginosa bergantung pada keparahan penyakit dan ada atau
tidaknya penyakit sistemik yang mendasari. Prognosis secara umum baik, namun relaps dapat
terjadi pada kepatuhan berobat yang buruk serta faktor endogen dan eksogen yang tidak
diatasi. Pada pasien ini prognosisnya meragukan, selama penyakit sistemik yang mendasari
belum diobati/tidak terkontrol.
RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus kandidiasis intertriginosa dengan gambaran klinis rasa
gatal diikuti bercak kemerahan disertasi sisik pada daerah ketiak kiri pada seorang wanita
berumur 29 tahun. Keluhan bertambah saat berkeringat dan ditemukan riwayat penyakit
diabetes mellitus pada pasien. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis. Pengobatan yang diberikan adalah ketokonazole tablet 1 x 200 mg selama
4 minggu sebagai terapi sistemik, ketokonazole krim 2% dua kali sehari selama 4 minggu
sebagai terapi topikal, dan loratadine tablet 1 x 10 mg (sampai gatalnya hilang) sebagai terapi
simptomatik. Penanganan dan pencegahan secara non-farmakologi juga perlu dilakukan agar
penyakit tidak relaps, yaitu edukasi terkait pengobatan dan menghindari faktor pencetusnya.
Prognosis pada pasien ini meragukan.

Dibacakan tanggal : 1 Oktober 2020


Mengetahui :
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed. Jakarta:
Badan Penerbit FK UI; 2015.
2. Widasmara D. Intisari Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin. Malang: UB Press; 2018.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017.
4. Tiyas M, Basuki R, Rantaningrum K. Kandidosis. Buku Ajar Sitem Integumen.
Semarang: Unismus Press, 2017; p. 27-8.
5. Puspitasari A, Kawilarang AP, Ervianti E, Rohiman A. Profil pasien baru kandidiasis.
BIKKK-Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin-Periodical of Dermatology and
Venereology. 2019; 31(1): 24-34.

Anda mungkin juga menyukai