Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan Vol. 3, No. 1, 2019, hal.

1-5

Ekstraksi Minyak Mikro-Algae Skeletonema costatum


dengan Bantuan Gelombang Ultrasonik

Wara Dyah Pita Rengga 1,*), Ade Bintang Prayoga 1), Agus Asnafi 1), dan Bayu Triwibowo1)
1)
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang
Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Indonesia
*)
Penulis korespondensi : wdpitar@mail.unnes.ac.id

Abstract

Micro-Algae Oil Extraction Skeletonema Costatum With Ultrasonic Waves Aid. n the
current conditions, the amount of petroleum is running low, so that new alternative energy is
needed to support the availability of fuel oil in Indonesia. One such alternative energy is
biodiesel, which is liquid fuel for diesel motors from plants or animals. Making this biodiesel
needs raw materials in the form of oil. The oil used in this study is the Skeletonema costatum
microalgae oil available in Jepara. Oil extraction is carried out utilizing dried microalgae
then extracted with the help of ultrasonic waves. The extraction temperature used was 50, 60,
70, 80 ° C for 60, 120, 180 minutes and using hexane solvents. The results showed that the
longer the extraction time according to the contraction temperature which was close to the
boiling point of hexane showed an increase in the amount of microalgae oil produced. The
extracted microalgae oil yield obtained optimally at 70oC for 180 minutes was 18.44%. The
dominant microalgae oil content is palmitic acid as much as 74.48%, followed by oleic acid
as much as 7.21%.
Keywords: extraction; microalgae oil;ultrasonic wave; Skeletonema costatum

Abstrak

Pada kondisi saat ini sumber minyak bumi jumlahnya semakin menipis sehingga diperlukan
suatu energi alternatif baru dalam rangka untuk menunjang ketersediaan bahan bakar
minyak di Indonesia. Salah satu energi alternatif tersebut adalah biodiesel yaitu bahan bakar
cair untuk motor diesel dari tumbuhan atau hewan. Pembuatan biodiesel ini sangat
membutuhkan bahan baku berupa minyak. Minyak yang digunakan pada penelitian ini
adalah minyak mikroalga jenis Skeletonema costatum yang tersedia di Jepara. Pengambilan
minyak dilakukan dengan cara mikroalga dikeringkan kemudian diekstraksi dengan
berbantuan gelombang ultrasonik. Suhu ekstraksi yang digunakan adalah 50, 60, 70, 80°C
selama 60, 120, 180 menit dan menggunakan pelarut heksana. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semakin lama waktu ekstraksi sesuai dengan suhu ekatraksi yang mendekati titik didih
dari heksana menunjukkan peningkatan jumlah minyak mikroalga yang dihasilkan. Yield
minyak mikroalga hasil ekstraksi diperoleh optimal pada 70oC selama 180 menit sebesar
18,44%. Kandungan minyak mikroalga yang dominan adalah asam palmitat sebanyak
74,48%, diikuti asam oleat sebanyak 7,21%.
Kata kunci: ekstraksi; minyak mikroalga; gelombang ultrasonik; Skelonema costatum

PENDAHULUAN sumber energi minyak bumi akan semakin menipis.


Energi merupakan salah satu kebutuhan yang Hal ini disebabkan oleh bahan bakar yang umum
sangat penting bagi manusia saat ini. Semakin dipakai bersumber dari minyak bumi yang tidak dapat
bertambah banyaknya konsumsi energi, maka saat ini diperbaharui. Biodisel merupakan salah satu sumber

Diterima 22 Juli 2017, Disetujui 5 Desember 2018, Diterbitkan online 29 April 2019
2019 Universitas Brawijaya, e-ISSN: 2548-2181, p-ISSN : 2548-2300

1
Rengga, dkk. Jurnal Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan Vol. 3, No. 1, 2019, hal 1-5

energi alternatif pengganti bahan bakar mesin diesel mempercepat reaksi karena efek yang di timbulkan
yang bersifat biodegradable serta mempunyai mampu memberi efek kavitasi, panas, dan penetrasi
beberapa keunggulan dari segi lingkungan apabila zat terlarut ke dalam sel (Putri dkk, 2014).
dibandingkan dengan solar. Penggunaan gelombang ultrasonik memungkinkan
Bahan baku pembuatan biodisel berasal dari proses dilakukan pada tekanan dan temperatur lebih
minyak nabati yang juga dapat digunakan sebagai rendah, mengurangi pemakaian bahan baku dan
bahan pangan dan bahan non pangan. Bahan pangan di meningkatkan keaktifan katalis sehingga
Indonesia sangat melimpah dan tersebar di seluruh memungkinkan penggunaan energi yang lebih efisien.
wilayah termasuk bahan penghasil minyak. Bahan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pangan penghasil minyak nabati yang tumbuh subur di pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap hasil
Indonesia misalnya kelapa sawit (Anshary dkk, 2012). rendemen minyak mikroalga Skeletonema costatum
Sementara ini untuk bahan baku non pangan dapat dengan berbantuan sonikasi.
bersumber dari biji jarak pagar (Mariyamah, 2017),
biji nyamplung (Chandra dkk, 2013), biji karet METODE PENELITIAN
(Rengga dkk, 2015), dan biji kapok (Salamah, 2014). Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Namun, bahan penghasil minyak nabati tersebut seperangkat alat Ultrasonic cleaning batch, beaker
memiliki beberapa kelemahan yang mengakibatkan glass, erlenmeyer, kertas saring, pipet tetes,
kurang optimalnya produksi minyak, seperti massa seperangkat alat distilasi, piknometer, seperangkat alat
panen yang lama, memerlukan lahan yang luas. Oleh titrasi, labu alas bulat dan pipet ukur. Bahan yang
sebab itu, perlu dicari bahan penghasil minyak nabati digunakan dalam penelitian ini adalah mikroalga
yang dapat mengatasi kelemahan tersebut. Skeletonema costatum, heksana teknis 98%, aquades,
Salah satu bahan penghasil minyak nabati yang etanol teknis 97%, HCl 0,1 N, indikator pp, KOH 0,1
tersebar luas di Indonesia yaitu mikroalga. Kandungan N, dan asam oksalat.
minyak yang cukup tinggi mencapai 70% dari berat Metode yang digunakan dalam penelitian ini
kering dan tidak membutuhkan tanah subur justru yaitu metode eksperimental yang dilakukan dengan
menjadikan mikroalga sebagai salah satu bahan yang melakukan analisis pengaruh variasi suhu dan waktu
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel ekstraksi terhadap yield yang dihasilkan. Proses
maupun untuk produk kesehatan, kecantikan, dan lain ekstraksi dilakukan suhu 50°C , 60°C, 70°C, 80°C
sebagainya (Matakupan. 2010). selama waktu 60, 120, dan 180 menit.
Kandungan minyak nabati pada mikroalga Analisis sifat fisika kimia yang digunakan ada
yang besar mengidentifikasikan tingginya kandungan lima, yaitu uji densitas, kelarutan dalam alkohol,
asam lemak dalam alga. Mikroalga memiliki analisa bilangan asam dan analisa bilangan
produktivitas lebih tinggi sehingga produktif penyabunan, serta untuk mengetahui kandungan asam
menghasilkan minyak. Minyak mikroalga dari lemak dalam minyak dilakukan analisa GCMS.
beberapa spesial sudah diteliti untuk dapat dibuat Peralatan untuk proses ekstraksi minyak mikroalga
menjadi biodiesel yaitu Chlorella vulgaris (Widyastuti jenis Skeletonema costatum disajikan pada Gambar 1.
dan Dewi, 2015)
Salah satu jenis mikroalga yang menghasilkan
minyak yaitu Skeletonema costatum. Alga ini
merupakan diatom yang bersifat eurytermal yaitu
mampu tumbuh pada kisaran suhu 3–30OC dan
temperatur optimal 25-27 OC (Uddin dan zafar, 2007).
Skeletonema costatum dapat menghasilkan yield asam
lemak dan lipida 28,2 % (Rekha dkk., 2012).
Mikroalga Skeletonema costatum menunjukkan
kandungan lemak mencapai 24,4% (Perez dkk, 2017).
Metode dalam pengambilan minyak mikroalga
yang digunakan harus mempertimbangkan beberapa
hal, diantaranya yaitu waktu yang dibutuhkan selama
proses ekstraksi dan efisiensi energi yang digunakan,
sehingga dibutuhkan metode alternatif yang digunakan
untuk memberi keuntungan yang lebih besar Gambar 1. Rangkaian Alat Ekstraksi Ultrasonik
dibanding dengan metode pada umumnya. Metode (a) kondensor, (b) Termometer, (c) Air
alternatif tersebut harus mampu mengekstrak minyak pendingin keluar (d) air pendingin masuk,
mikroalga dengan cepat sehingga meminimalkan (e) Labu alas datar leher 2, (f) Serbuk
penggunaan energi. Salah satu metode pengambilan mikroalga Skeletonema costatum yang sudah
minyak mikroalga yang mempunyai kelebihan tertentu dikeringkan, (g) Air, (h) Chamber ekstraksi
yaitu dengan melalui metode sonikasi. Metode ini Ultrasonik
adalah metode ekstraksi yang dibantu dengan
gelombang ultrasonik sehingga dapat membantu Cara kerja dari penelitian ini adalah diawali
dengan menimbang mikroalga Skeletonem costatum

2
Rengga, dkk. Jurnal Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan Vol. 3, No. 1, 2019, hal 1-5

yang sudah dikeringkan dan dihaluskan 250 mesh ekstraksi dengan menggunakan variasi suhu
sebanyak 18 g. Selanjutnya serbuk mikroalga kering berdampak pada rendemen yang dihasilkan.
itu ditempatkan pada labu alas bulat yang sudah Peningkatan suhu, mengakibatkan difusi yang terjadi
dirangkai dengan beberapa alat sesuai dengan Gambar juga semakin besar, sehingga proses ekstraksi semakin
1. Ekstraksi dilakukan dengan tambahan heksana dan cepat. Ketika suhu meningkat maka sifat fisik pelarut
dibantu oleh ultrasonik dari sonikator. Frekuensi 50/60 yaitu viskositas dan densitas dapat menurun sehingga
Hz, yang dipanaskan pada suhu 60,70,80oC selama 60, terjadi peningkatan transfer massa. (Shalmashi, 2009).
120, dan 180 jam. Setelah itu dilakukan penyaringan Pada suhu yang berbeda akan menghasilkan densitas
antara ampas dan filtrat kemudian dari filtrat tersebut yang lebih rendah pada suhu ekstraksi yang tinggi
diuapkan dengan evaporator untuk memisahkan antara pada fasa air untuk heksana yaitu 70oC sehingga
pelarut (air) dan minyak. gelombang ultrasonik akan merambat pada suhu yang
berbeda juga. Terjadinya penurunan viskositas dapat
HASIL DAN PEMBAHASAN membantu peningkatan rambatan gelombang
Pengaruh Variasi Suhu Esktraksi terhadap ultrasonik (Manan dkk, 2017) sehingga menambah
Rendemen jumlah rendemen pada fasa cair yang mendekati titik
Pada penelitian ekstraksi ini digunakan didih heksana. Oleh karena itu, suhu 70oC merupakan
beberapa variasi suhu, diantaranya yaitu 50°C , 60°C, suhu optimal untuk ekstraksi sonikasi pada serbuk
70°C, 80°C. Hasil dari ekstraksi dengan beberapa alga Skeletonema costatum.
suhu tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Pengaruh Variasi Waktu terhadap Rendemen
Pemilihan dan penggunaan waktu dalam
ekstraksi yang tepat diharapkan dapat menghasilkan
rendemen yang tinggi. Pada penelitian ini, kami
mencoba menggunakan waktu yang cukup lama agar
hasil dari ekstraksi tersebut dapat menghasilkan
rendemen yang baik pula. Gambar 3 terlihat rendemen
minyak mikroalga pada variasi waktu dan suhu untuk
ekstraksi dengan Skeletonema costatum dapat
diketahui. Hasil rendemen terbesar terjadi pada
ekstraksi dengan lama waktu 180 menit dengan
rendemen 18,44%. Selama waktu 60 menit, rendemen
minyak mikroalga yang dihasilkan bervariasi yaitu
Gambar 2. Hubungan suhu ekstraksi mikroalga dari 4,55% hingga 8,94% dengan beberapa variasi
berbantuan gelmobang ultrasonik suhu. Penambahan 60 menit kemudian yaitu total
terhadap rendemen waktu 120 menit, rendemen minyak mikroalga terjadi
peningkatan dari 7,3% sampai 17,83%. Sementara itu
Berdasarkan gambar 2, dapat dilihat bahwa pada ekstraksi selama 180 menit juga bervariasi antara
proses ekstraksi optimum didapat pada suhu ekstraksi 7,72% - 18,44%, dan dicapai pada suhu 80oC.
70oC dengan rendemen 18,44%. Sementara itu untuk Keseluruhan menunjukkan kecenderungan semakin
suhu 50oC hanya 8,68%. Pada suhu lainnya yaitu suhu lama ekstraksi lama terjadi tumbukan dan difusi untuk
ekstraksi 60°C lebih baik dari suhu 50oC dengan mengambil lipida dan asam lemak bebas semakin
rendemen sebesar 14,55%. dan pada suhu 80°C banyak.
mengahsilkan rendemen terbesarnya yaitu sebesar
15,11%. Pada penelitian yang menggunakan sampel
basis kering nampak bervariasi yang didapat dengan
rendemen 28,2% (Rekha dkk., 2012) dan 11,24%
(Sharmin dkk, 2016), 24,4% (Perez dkk, 2017), dan
31,15% (Putri dkk, 2009).
hasil data disimpulkan bahwa semakin suhu
naik maka hasil rendemenpun relatif semakin banyak
pada kondisi ekstraksi serbuk alga kering. Kontak
antara pelarut heksana dan serbuk alga akan maksimal
pada kondisi fasa cair dan suhu mendekati titik didih
dari pelarutnya. Titik didih heksana adalah 69oC yang
mendekati suhu 70oC, dimana suhu optimal reaksi
tumbukannya maksimal. Namun jika suhu dinaikkan
menjadi 80oC, fasa heksana cenderung menjadi gas Gambar 3. Hubungan pengaruh waktu ekstraksi
dan kontak antara fasa padat cair dan gas kurang mikroalga berbantuan gelombang
optimum dengan lipida dan asam lemak dibawa ke ultrasonik terhadap rendemen
fasa cair. Hal ini juga didukung bahwa proses

3
Rengga, dkk. Jurnal Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan Vol. 3, No. 1, 2019, hal 1-5

Perbedaan rendemen ini dipengaruhi oleh menjadi biodisel jika direkasi kan dengan alkohol
waktu ekstraksi sonikasi dikarenakan ultrasonik dapat jenis metanol ataupun etanol.
meningkatkan kemampuan reaksi ekstraksi atau proses
tumbukan antar atom – atom dan molekul dalam Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Minyak
sistem. Adanya ultrasonik pada proses ekstraksi pada Mikroalga
serbuk kering alga berfungsi untuk memecah serbuk Karakteristik Hasil Ejim dan Kamen,
padatan itu dari energi yang ditimbulkannya yang analisis 2013
berakibat luas permukaan serbuk itu menjadi lebih Densitas (g/mL) 0,808 0,892
besar sehingga laju ekstraksi meningkat (Rismiarti Angka asam 1,23 1,9
dkk, 2016). Jika waktu sonikasi semakin lama maka Angka penyabunan 250,9 200
ukuran partikel cenderung lebih homogen dan
mengecil yang akhirnya menuju ukuran nanopartikel Analisis GCMS digunakan untuk megatahui
yang stabil serta penggumpalan pun semakin kandungan senyawa kimia minyak mikroalga jenis
berkurang. Hal ini disebabkan karena gelombang kejut Skeletonema costatum. Hasil uji GC-MS pada minyak
pada metode sonikasi dapat memisahkan mikroalga jenis Skeletonema costatum dengan
penggumpalan partikel dan terjadi dispersi sempurna. gelombang ultrasonik dapat dilihat pada Gambar 4.
Daya ultrasonik meningkatkan perubahan kimia dan Hasil analisis GCMS dapat dilihat bahwa
fisika dalam pelarut heksana melalui generasi dan beberapa puncak mengindikasikan kandungan
pecah dari gelembung kavitasi. Gelombang ultrasonik komponen dalam minyak alga tersebut yaitu asam
disebarkan melalui serangkaian kompresi dalam heksadekanoat sebanyak 74,48%. Komponen lainnya
molekul heksana yang dilewatinya. Pada daya yang dapat disajikan dalam Tabel 1.
cukup tinggi siklus penghalusan dapat melebihi
kekuatan menarik dari molekul cairan dan kavitasi Gambar 4. Kromatogram Minyak Skeletonema
gelembung dapat terbentuk. Gelembung tersebut
tumbuh dengan proses yang dikenal sebagai difusi
yang dikoreksi yaitu sejumlah kecil uap (atau gas) dari
heksana memasuki gelembung selama fase ekspansi
dan tidak sepenuhnya dikeluarkan selama kompresi.

Karakteristik Minyak Skeletonema costatum


Minyak mikroalga yang diperoleh dianalisis
sifat fisika-kimianya yaitu dengan uji densitas,
kelarutan dalam alkohol, bilangan asam, bilangan
penyabunan dan uji GCMS. Pada Tabel 1 yang Costatum
menunjukan hasil karakterisasi minyak Skeletonema
costatum sebagai minyak mikroalga dibandingkan Tabel 2. Komponen dari Minyak Mikroalga Skeletonema
dengan minyak mikroalga lainnya. costatum
Angka asam menunjukan jumlah asam lemak %berat
bebas pada minyak. Jika semakin kecil nilai angka Komponen Widianingsih
Riset
asam menunjukan kualitas minyak hanya sedikit , dkk (2013)
kandungan asam lemaknya yang sangat disarankan Asam miristat (C14:0) 0 9,34
untuk produk biodisel. Apabila tingkat keasaman Asam palmitat (C16:0) 74,48 43,34
tinggi dapat menyebabkan biodisel bersifat korosif Asam palmitoleat (C16:1) 1,02 1,17
Asam stearat (C18:0) 2,43 5,11
maka dapat menimbulkan kerusakan pada sistem
Asam oleat (C18:1) 7,21 0,62
bahan bakar sehingga asam lemak pada minyak mikro
Asam linoleat (C18:2) 1,52 1,41
alga harus kecil. Angka asam disyaratkan 2% untuk Asam linolenat (C18:3) 2,06 25,31
biodiesel. Dalam penelitian ini diperoleh bilangan Asam arakidat (C20:0) 1,73 1,14
penyabunan setelah dilakukan pengujian yaitu sebesar Asam behenoat (C22:0) 1,42 0
250,9. Hasil ini menunjukkan kan bahwa rantai asam
lemak yang menyusun trigliserida lebih panjang atau
lebih besar berat molekulnya dari minyam mikroalga KESIMPULAN
Ejim dan Kamen (2013). Hasil rendemen terbesar untuk memperoleh
Hasil analisis kandungan asam lemak pada minyak mikralga jenis Skeletonema costatum dengan
minyak mikro alga jenis Skeletonema costatum dapat proses ekstraksi dengan bantuan sonikasi dilakukan
dilihat pada Tabel 2. Asam lemak terbesar dalam suhu 70°C selama 180 menit adalah 18,44% pada
minyak alga adalah asam palmitat sebesar 74,48%. berat kering.. Karakteristik mikroalga sesuai dengan
Hal ini sesuai dengan minyak mikroalga jenis yang SNI terutama pada densitas,, angka asam dan angka
sama dengan kandungan asam palmitat tertinggi penyabunan. Kandungan asam lemak terbesar adalah
namun hanya mencapai 43,34% (Widianingsih dkk, asam palmitat sebanyak 74,48%..
2013). Senyawa asam lemak ini yang berfungsi untuk

4
Rengga, dkk. Jurnal Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan Vol. 3, No. 1, 2019, hal 1-5

DAFTAR PUSTAKA
Putri, T.W., Raya, I., Natsir, H. dan Mayasari, E.,
Anshary, M.I., Damayanti, O., dan Roesyadi, A.
(2017) Fatty Acid Extraction of Skeletonema costatum
(2012) Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa
by Using Avocado Oil as Solvent and Its Application
Sawit dengan Katalis Padat Berpromotor Ganda
as an Anti-Aging Cream, Oriental Journal Of
Dalam Reaktor Fixed Bed. Jurnal Teknik Pomits. 1(1),
Chemistry, 33(6), 2848-2857.
1-4.
Rengga, W.D.P., Handayani, P.A., Kadarwati, S.,
Chandra, B.B., Setiawan, F., Gunawan, S., dan
Feinnudin, A. (2015). Kinetic Study on Catalytic
Widjaja, T. (2013) Pemanfaatan Biji Buah Nyamplung
Cracking of Rubber Seed (Hevea brasiliensis) Oil to
(Callophylum Inophylum) Sebagai Bahan Baku
Liquid Fuels, Bulletin of Chemical Reaction
Pembuatan Biodisel, Jurnal Teknik Pomits, 2(1), B13-
Engineering & Catalysis, 10(1), 50-60.
B15.
Rismiarti, Z.,, Yuniati, Y.,dan Alfanaar, R. (2016)
Ejim, I.F. and Kamen, F.L. (2013). Physiochemical
Penerapan Metode Sonikasi terhadap Adsorpsi Fe (III)
Characterization of Algae Oil from Microalgae of
pada Zeolit Alam Teraktivasi, Alchemy, 5(2), 63-68.
Nike Lake Enugu, Journal of Engineering and
Applied Science, 5(1), 181-187.
Salamah, S. (2014) Kinetika Reaksi Esterifikasi
Minyak Biji Kapuk pada Pembuatan Biodiesel
Maran, J.P, Manikandan, S., Nivetha, C.V., Dinesh, R.
Shalmashi, A. (2009) Ultrasound‐ Assisted Extraction
(2017) Ultrasound assisted extraction of bioactive
of Oil from Tea Seeds, Journal of Food Lipids, 16(4),
compounds from Nephelium lappaceum L. fruit peel
465-474.
using central composite face centered response surface
design. Arabian Journal of Chemistry, 10(supp 1),
Sharmin, T., Hasan, CMM, Aftabuddin, S., Rahman,
S1145-S1157.
M.A. Khan, M. 2016. Growth, Fatty Acid, and Lipid
Composition of Marine Microalgae Skeletonema
Mariyamah. (2017) Analisa Konsumsi Penggunaan
costatum Available in Bangladesh Coast:
Bahan Bakar Campuran Biodiesel Jarak Pagar dan
Consideration as Biodiesel Feedstock, Journal of
Solar pada Boiler. Alkimia, 1(1), 37-42
Marine Biology, 6832847, 1-8.
Pérez, L., Salgueiro, J.L., González, J., Parralejo, A.I.,
Widianingsih, Hartati, R., Endrawati, H., Mamuaja, J.
Maceiras, R., Cancela, A. 2017, Scaled up from
(2013) Fatty acid composition of marine microalgae in
indoor to outdoor cultures of Chaetoceros gracilis and
Indonesia, Journal of Tropical Biology and
Skeletonema costatum microalgae for biomass and oil
Conservation, 10, 75-82.
production, Biochemical Engineering Journal,
127(15), 180-187
Widyastuti, C.R., dan Dewi C.D. (2015) Sintesis
Biodiesel dari Minyak Mikroalga Chlorella Vulgaris
Pratiwi, A.R., Syah, B., Hardjito, L., Panggabean,
Dengan Reaksi Transesterifikasi Menggunakan
L.M.G., dan Suhartono, M.T., Hayati, (2009) Fatty
Katalis KOH. Jurnal Bahan Alam Terbarukan, 4(91)
acid synthesis by Indonesian marine diatom,
29-33.
Chaetoceros gracilis. Journal Bioscience, 16(4),151-
156

Anda mungkin juga menyukai