PENDAHULUAN
A. Tujuan Percobaan
1. Menentukan formulasi yang tepat dalam pembuatan sediaan injeksi volume kecil sediaan
injeksi furosemid 1% dan sediaan injeksi salbutamol sulfat 0,05%
2. Dapat melakukan pembuatan sediaan infus dengan teknik sterilisasi akhir dengan baik dan
benar.
3. Menentukan hasil evaluasi sediaan injeksi volume kecil sediaan injeksi furosemid 1% dan
sediaan injeksi salbutamol sulfat 0,05%
2. Terapi Intravena
Persyaratan sediaan injeksi antara lain isotonis, isohidris, bebas dari endotoksin
bakteri dan bebas pirogen (Lachman, 1993). Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan
steril melalui jarum, langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit
(natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth,
2002). Terapi intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah
jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau
zat-zat makanan dari tubuh.
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat
menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme
dan memberikan medikasi (Perry & Potter., 2005).
Pembuatan sediaan obat selalu diawali dengan preformulasi bahan aktif artinya data
mengenai bahan aktif dicari selengkap mungkin, antara lain: pemerian, kelarutan, stabilitas
terhadap cahaya, pH, air/hidrolisis dan udara/oksidasi. Dengan demikian dapat merancang
permasalahan dan penyelesaian sediaan berdasarkan data-data preformulasi bahan aktif
untuk menjamin keberhasilan pembuatan sediaan.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan sediaan volume kecil sediaan
injeksi h a r u s Memenuhi persyaratan lain yang tertera pada injeksi. Kecuali dinyatakan
lain, syarat injeksi meliputi:
Keseragaman volume
Keseragaman bobot
Pirogenitas
Sterilitas
Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal
Penandaan: etiket menyatakan konsentrasi mosmol total dalam satuan
mosmol/L (Departemen Kesehatan RI, 1995).
Tetapan Isotonis :
Tabel II.1. Tetapan Isotonis
Sumber : Farmakope Indonesia Edisi IV (1995)
Osmolarita (M osmole/Liter) Tonisitas
> 350 Hipertonis
329 – 350 Sedekit hipertonis
270 – 328 Isotonis
250 – 269 Sedikit hipotonis
0 – 249 Hipotonis
4. Preformulasi Furosemid
A. PREFORMULASI ZAT AKTIF
B. PREFORMULASI EKSIPIEN
- Natrium Hidroksida(NaOH) (Farmakope Indonesia Ed. IV, 589-590).
Pemerian Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk
pellet, serpihan, batang, atau bentuk lain; keras,
rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur; bila
dibiarkan di udara akan cepat menyerap CO2 dan
lembab (FI IV:589)
Massa putih atau praktis putih, tersedia dalam
bentuk pellet, serpihan atau batang, atau bentuk lain.
Kelarutan Larut dalam air dan etanol (FI IV:589)
1:7,2 dalam etanol;
Tidak
larut
dalam
eter;
Larut
dalam
gliserin
;
1: 4,2 dalam metanol;
1:0,9 dalam air;
1:0,3 pada 100°C.
Stabilitas
Panas Melebur pada suhu 318°C (HOPE 6th ed., p. 649)
Hidrolisis/oksidasi -
Cahaya Stabil terhadap cahaya
Kesimpulan:
Air dapat bereaksi dengan obat atau eksipien lain yang dapat terhidrolisis. Air
dapat bereaksi dengan logam alkali dan secara cepat dengan logam alkali tanah dan
oksidanya, seperti kalium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan
garam anhidrat untuk membentuk hidrat dengan berbagai komposisi dengan
material organik tertentu. (Handbook of Pharmaceutical Excipients hlm. 802-806)
C. Persiapan alat/wadah/bahan
Wadah
Larutan NaOH 0,1 M dibuat dengan melarutkan m gram padatan NaOH ke dalam 50 ml
aqua for injection.
Hidrolisis/oksidasi pH = 3,4 – 5.
pH stabilitas = 3,5.
pKa= 9,3 (kelompok amino) dan 10,3 (kelompok
Cahaya fenolik). Harus terlindung dari cahaya.
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994)
Kesimpulan : Salbutamol larut dalam air, tidak larut atau
sedikit larut dalam eter, kloroform, dan etanol
Bentuk zat aktif yang digunakan : Serbuk
Bentuk sediaan : Ampul
Cara sterilisasi sediaan : Dengan autoklaf 121℃selama 15 menit
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 104 – 1043)
Kemasan : Ampul berwarna cokelat 5 mL, tertutup baik.
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 1041 – 1043)
Ekivalensi Salbutamol
Massa salbutamol = Mr x BM x volume
= 108 x 239,311 x 0,075= 1938,419 g
% Massa dalam 50 mL larutan = 1938,419 x 100%= 2584,55 %
75 mL
= 2584,55 % x 0,005
= 12,92
Kesimpulan :
Perhatian yang harus dicantumkan dalam informasi obat : Waspada terhadap ibu
kehamilan/mengusui
2. Dapar
Jenis dapar/kombinasi Dapar sitrat
Target pH 3,5
Kapasitas dapar 0,01
β = 2,303C = Ka ¿¿
7,447 x 10−4 . 10−3,5
0,01 = 2,303C −4 −3,5 2
(7,447 x 10 +10 )
C= 0,021 M
[Garam]
pH = pKa + log pH = pKa + log
asam
[Garam]
3,5 = 3,128 + log
asam
[Garam]
0,372 = log
asam
[garam] = 2,355 [asam]
Perhitungan :
1) Pendekatan Formula
Stabilitas: Tahan panas hingga suhu 804 ⁰C. pH 6,7-7,3 pada larutan jenuh.
Panas
Hidrolisis
Cahaya Harus terlindung dari cahaya.
Inkompatibilitas
Kesimpulan: Natrium klorida berfungsi sebagai pengisotonis, sangat larut dalam air
dan tidak tahan terhadap cahaya.
Cara sterilisasi : Larutan yang mengandung natrium klorida dapat disterilisasi akhir
menggunakan autoklaf. Bila dalam bentuk serbuk, maka disterilisasi dengan oven pada
suhu 170⁰C selama 1 jam (The Pharmaceutical Codex, 1994 hlm. 164)
Kemasan : Disimpan dalam wadah yang terlindung dari cahaya, kering dan tertutup
rapat.
Pemerian Air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang
sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan
tambahan lainnya. Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan Bercampur dengan banyak pelarut polar
Stabilitas
- Panas Tahan panas hingga suhu 804 ⁰C.
- Hidrolisis pH 6,7-7,3 pada larutan jenuh.
- Cahaya Harus terlindung dari cahaya.
Kesimpulan:
Air dapat bereaksi dengan obat atau eksipien lain yang dapat terhidrolisis. Air
dapat bereaksi dengan logam alkali dan secara cepat dengan logam alkali tanah dan
oksidanya, seperti kalium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan
garam anhidrat untuk membentuk hidrat dengan berbagai komposisi dengan
material organik tertentu. (Handbook of Pharmaceutical Excipients hlm. 802-806)
Asam Klorida
Asam Sitrat
Kemasan : Harus disimpan dalam wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan kering
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 182)
Natrium Sitrat
Inkompatibilitas : Akan bereaksi dengan zat asam tidak cocok dengan basa, zat pereduksi,
dan zat pengoksidasi. (The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 642)
Kemasan :
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 642)
NaOH
Persiapan alat/wadah/bahan
alat:
Wadah
No Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi
1 Vial 5 mL 6 Autoklaf 121℃ selama 15 menit
2) Penimbangan Bahan
Volume terpindahkan tiap botol : 0,3 mL (Farmakope Indonesia ed. IV, 1995, hlm.1044) Total
sediaan : 75 mL
- 6 ampul x 5 mL = 30 mL
- Volume terpindahkan 6 x 0,3 mL = 1,8 mL
- Sisanya sebagai volume antisipasi untuk penyaringan membrane
No Nama Bahan Jumlah yang Ditimbang
1 Salbutamol sulfat 37,5 mg
2 NaCl 592 mg
3 HCl 0,1 N q.s.
4 NaOH q.s.
5 Asam sitrat 90 mg
6 Natrium sitrat 232,5 mg
7 Aqua pro injection Ad 75 mL
BAB II
JALANNYA PERCOBAAN
Alat : Kaca arloji, Batang pengaduk, Gelas kimia 50 ml (pyrex), Gelas kimia 100
ml(iwaki), Erlenmeyer 1L (iwaki), Erlenmeyer 500ml (pyrex), Corong (pyrex),
Spatula, Pipet tetes, Termometer (Allafrance), Kertas saring, Kertas membran 0,45µm
(Whatman), Kertas membran 0,22µm (whatman), Ampul 5 ml, Pinset, spatel, Kertas
Perkamen, Karet Pipet Tetes, Buret, jarum buret, Alumunium foil, kertas pH, Gelas ukur 10
ml, Gelas ukur 25 ml, Gelas ukur 50 mL, Gelas kimia 250 mL(pyrex), Mikroskop cahaya
(olympus), vial 5 ml dan pH meter (atc).
B. Cara Kerja
1. Furosemid 1%
Semua alat dan wadah disterilisasi dengan cara masing- masing dilapisi dengan kertas
koran, lalu Gelas kimia ditara terlebih dahulu sebelum disterilisasi. Kemudian membuat air
steril pro injeksi (API) dengan cara ambil 1500 ml aquabidest disterilkan dengan autoklaf
121ºC selama 15 menit. Lalu Pembuatan air bebas pirogen dengan cara Memindahkan 1500
ml air pro injeksi ke dalam erlenmeyer 2 L kemudian tambahkan 1,5 g Carbo adsorbens lalu
tutup dengan kaca arloji, sisipi dengan batang pengaduk. Panaskan pada suhu 60-70°C selama
15 menit (gunakan termometer). Saring larutan dengan kertas saring rangkap 2, lalu
disterilisasi membran melalui kolom G3 dengan membran filter 0,22 µm. Air steril bebas
pirogen ini digunakan untuk membilas alat dan wadah yang telah disterilisasi dan
menggenapkan volume sediaan. Setelah itu Furosemide ditimbang sebanyak 1 g menggunakan
kaca arloji steril, Furosemid sebanyak 1 g dilarutkan dengan 15 mL aqua pro injeksi bebas
pirogen ke dalam gelas kimia A 100 mL dan diaduk dengan batang pengaduk hingga zat larut.
Natrium Hidroksida sebanyak 200 mg dilarutkan dengan 50 mL aqua pro injeksi bebas
pirogen ke dalam gelas kimia B 50 mL dan diaduk dengan batang pengaduk hingga zat larut
sempurna. Kemudian Larutan NaOH ditambahkan tetes demi tetes ke dalam gelas kimia A
sambil diaduk sampai semua Furosemid terlarut. Selanjutnya Natrium Klorida sebanyak 624 mg
dilarutkan dengan 20 ml aqua pro injeksi bebas pirogen ke dalam gelas kimia C 50 mL add
mencapai 40 mL. Larutan NaCl dalam gelas kimia C dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam
gelas kimia A. Aqua for injection ditambahkan hingga volume larutan dalam gelas kimia A
mencapai kurang lebih 40 mL. Kemudian Lakukan pengecekan pH dengan beberapa tetes
larutan menggunakan pH indikator atau pH meter. Bila nilai pH belum mencapai nilai yang
diharapkan, tambahkan larutan NaOH 0,1 N atau HCl 0,1 N hingga pH larutan mencapai 8 – 9,3.
Lalu genapkan dengan air pro injeksi bebas pirogen hingga 100 ml. Larutan kemudian disaring
menggunakan membran filter berpori 0,45 μm untuk meminimalkan jumlah kontaminan
partikulat (beberapa tetes pertama larutan yang disaring dibuang). Selanjutnya lakukan
pemeriksaan kejernihan dan pengecekan pH pada larutan yang telah disaring. Siapkan Buret dan
bilas dengan aquabides terlebih dahulu. Bilas dengan kurang lebih 3 mL sediaan. Ujung buret
dibersihkan dengan alkohol 70%. Sediaan dimasukkan ke dalam buret. Ampul diisi dengan
volume masing-masing 5,3 mL. Masing-masing ampul yang telah diisi larutan ditutup dengan
alumunium foil. Ampul yang telah ditutup dimasukkan ke dalam beaker glass yang dilapisi
kertas saring, kemudian dibawa ke grey area (ruang penutupan) melalui transfer box. Masing-
masing ampul ditutup menggunakan mesin penutup ampul atau dengan membakar ujung ampul
dengan api bunsen.Sediaan dibawa ke ruang sterilisasi melalui transfer box.Sediaan dimasukkan
ke dalam 1 botol ampul yang telah ditara sebanyak 5,3 mL. Dilakukan pengecekan pH dengan
menggunakan pH indikator atau pH meter. Sterilisasi akhir dilakukan dengan menggunakan
autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15 menit kemudian dilakukan pemeriksaan kebocoran dengan
membalik posisi sediaan. Sediaan diberi etiket dan kemasan, lalu dilakukan evaluasi pada
sediaan yang telah diberi etiket dan kemasan. Evaluasi pertama adalah uji kejernihan langkah
pertama ambil sediaan, kemudian siapkan latar hitam dan putih, sinari sediaan menggunakan
lampu dengan latar hitam dan putih, bila ada pantulan cahaya berarti sediaan jernih, bila tidak
ada berarti sediaan tidak jernih. Evaluasi yang kedua uji kebocoran yaitu dengan cara masukkan
botol ke dalam larutan metilen blue dalam bejana yang cukup untuk merendam, kemudian
rendam sediaan selama 15 menit, lalu periksa apakah ada perubahaan warna atau tidak, jika tidak
ada berarti sediaan tidak mengalami kebocoran, bila sediaan berwarna biru berarti terdapat
kebocoran dalam sediaan. Evaluasi yang ketiga adalah pengecekan pH langkah pertama, siapkan
25 mL tiap sediaan dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian siapkan pH meter yang sudah
di kalibrasi, setelah itu lakukan pengecekan pH dengan mencelupkan pH meter ke dalam sampel,
lalu catat angka yang muncul dan lakukan duplo pada sediaan. Evaluasi yang keempat adalah uji
bahan partikulat siapkan 50 mL sediaan, kemudian lakukan filtrasi menggunakan alat filter, lalu
amati kertas filter di bawah mikroskop, hitung jumlah partikel yang ada pada kertas filter, setelah
itu lakukan duplo atau dua kali pada sediaan.
Semua alat dan wadah disterilisasi dengan cara masing- masing dilapisi dengan kertas
koran, lalu Gelas kimia ditara terlebih dahulu sebelum disterilisasi. Kemudian membuat air
steril pro injeksi (API) dengan cara ambil 1500 ml aquabidest disterilkan dengan autoklaf
121ºC selama 15 menit. Lalu Pembuatan air bebas pirogen dengan cara Memindahkan
1500 ml air pro injeksi ke dalam erlenmeyer 2 L kemudian tambahkan 1,5 g Carbo adsorbens
lalu tutup dengan kaca arloji, sisipi dengan batang pengaduk. Panaskan pada suhu 60-70°C
selama 15 menit (gunakan termometer). Saring larutan dengan kertas saring rangkap 2, lalu
disterilisasi membran melalui kolom G3 dengan membran filter 0,22 µm. Air steril bebas
pirogen ini digunakan untuk membilas alat dan wadah yang telah disterilisasi dan
menggenapkan volume sediaan. Setelah itu Salbutamol sulfat ditimbang sebanyak 37,5 mg
menggunakan kaca arloji steril dilarutkan dengan 10 mL aqua pro injeksi bebas pirogen ke
dalam gelas kimia yang telah ditara 75 mL. NaCl sebanyak 592 mg dilarutkan dengan 10 ml
aqua pro injection digelas kimia terpisah sambil diaduk dengan batang pengaduk hingga larut.
Asam sitrat sebanyak 90 mg dilarutkan dengan 10 ml aqua pro injection digelas kimia terpisah
sambil diaduk dengan batang pengaduk hingga larut. Natrium sitrat sebanyak 232,5 mg
dilarutkan dengan 10 ml aqua pro injection digelas kimia terpisah sambil diaduk dengan batang
pengaduk hingga larut. Kemudian masukkan larutan asam sitrat ke dalam larutan salbutamol
tetes demi tetes hingga terlarut. Lalu tambahkan Natrium sitrat sambil diaduk hingga homogen.
Selanjutnya tambahkan larutan NaCl sambil diaduk hingga larut. Lalu tambahkan API hingga 40
mL, dilakukan pengecekan pH. pH sediaan yang diharapkan 4,5. Jika diperlukan, tambahkan
larutan NaOH sampai target pH sediaan tercapai. Kemudian tambahkan API hingga batas tara
yang diharapkan. Larutan disaring dengan membran filter berpori 0,45 µm untuk meminimalkan
jumlah kontaminan. Lalu dilakukan pemeriksaan kejernihan dan pH pada larutan yang telah
disaring. Selanjutnya siapkan buret bilas dengan air bersih. Lalu bilas dengan 3 mL sediaan.
Ujung buret dibersihkan dengan alkohol 70%. Masukkan sediaan ke dalam buret. Vial diisi
masing-masing 5,3 mL. Filtrat dimasukkan ke dalam 1 wadah vial yang telah ditara sebanyak
5,3 mL. selanjutnya dilakukan pengecekan pH dengan menggunakan pH indikator atau pH
meter. Sterilisasi akhir dilakukan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15
menit kemudian dilakukan pemeriksaan kebocoran dengan membalik posisi sediaan. Sediaan
diberi etiket dan kemasan, lalu dilakukan evaluasi pada sediaan yang telah diberi etiket dan
kemasan. Evaluasi pertama adalah uji kejernihan langkah pertama ambil sediaan, kemudian
siapkan latar hitam dan putih, sinari sediaan menggunakan lampu dengan latar hitam dan putih,
bila ada pantulan cahaya berarti sediaan jernih, bila tidak ada berarti sediaan tidak jernih.
Evaluasi yang kedua uji kebocoran yaitu dengan cara masukkan botol ke dalam larutan metilen
blue dalam bejana yang cukup untuk merendam, kemudian rendam sediaan selama 15 menit,
lalu periksa apakah ada perubahaan warna atau tidak, jika tidak ada berarti sediaan tidak
mengalami kebocoran, bila sediaan berwarna biru berarti terdapat kebocoran dalam sediaan.
Evaluasi yang ketiga adalah pengecekan pH langkah pertama, siapkan 25 mL tiap sediaan
dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian siapkan pH meter yang sudah di kalibrasi, setelah
itu lakukan pengecekan pH dengan mencelupkan pH meter ke dalam sampel, lalu catat angka
yang muncul dan lakukan duplo pada sediaan. Evaluasi yang keempat adalah uji bahan
partikulat siapkan 50 mL sediaan, kemudian lakukan filtrasi menggunakan alat filter, lalu amati
kertas filter di bawah mikroskop, hitung jumlah partikel yang ada pada kertas filter, setelah itu
lakukan duplo atau dua kali pada sediaan.
Berikut ini adalah skema pembuatan sediaan injeksi Salbutamol sulfat 0,05% :
Prosedur Pembuatan sediaan injeksi Furosemide 1% dan sediaan injeksi Salbutamol sulfat 0,05%
Furosemide 1%
Keterangan : penimbangan
dilakukan di atas kaca arloji
steril, lalu ditutup dengan
alumunium foil.
Transfer box (ruang Semua alat, wadah yang telah
penimbangan) disterilkan dipindahkan ke
ruang pencampuran (white
area) melalui transfer box.
Dilakukan pemeriksaan
kejernihan dan pengecekan pH
pada larutan yang telah disaring.
Evaluasi :
Pengujian pH
Salbutamol Sulfat 0,05%
NaCl : 592 mg
HCl 0,1 N : qs
NaOH : qs
Asam sitrat : 90 mg
Keterangan : penimbangan
dilakukan di atas kaca arloji steril,
lalu ditutup dengan alumunium
foil.
a. Siapkan 50 mL sediaan
b. Lakukan filtrasi
Tidak
menggunakan alat filter
Memenuhi
c. Amati kertas filter di
4. Uji Bahan syarat, karena
bawah mikroskop,
Partikulat terdapat
hitung jumlah partikel
partikulat
yang ada pada kertas
>10
filter.
d. Lakukan duplo
PEMBAHASAN
Dalam praktikum pembuatan sediaan steril infus Manitol 5%, natrium Bikarbonat
1,39%, dan amonium Klorida 0,5%, alat-alat yang akan digunakan harus disterilisasikan
terlebih dahulu, bahan yang tahan pemanasan dan untuk mengukur disterilisasikan
menggunakan metode sterilisasi panas kering dengan menggunakan oven pada suhu 170°C
selama 1 jam. Alat yang tidak tahan panas atau alat yang digunakan untuk mengukur
disterilisasikan menggunakan metode panas basah dengan menggunakan autoklaf pada suhu
121°C selama 15 menit.
Digunakan WFI (Water for Injection) sebagai pembawa, sebelumnya WFI harus
dilakukan depirogenasi dengan menggunakan karbon absorben. Cara kerja karbon absorben
dengan menyerap pirogen yang ada dalam WFI. Zat aktif bersifat higroskopis perlu
ditambahkan agen pengkelat untuk mencegah kekeruhan pada sediaan, agen pengkelat yang
digunakan adalah Dinatrium EDTA sebanyak 0,2 %.
Pembuatan dengan sterilisasi akhir pada tahap sterilisasi dan penimbangan dilakukan
di Grey area, pencampuran bahan dan pengisian dilakukan di White area kelas C,
pemasangan etiket, evaluasi, dan pemasangan kemasan sekunder dilakukan pada ruang C
atau Grey area. Penutupan botol flakon dengan menggunakan tutup karet flakon steril
dilakukan di ruang Grey area. Pada saat bahan-bahan yang telah ditimbang di kaca arloji
harus tertutup. Pada saat pencampuran bahan harus memperhatikan prosedur kerja yang baik
agar terhindar dari kontaminan terhadap sediaan. Sediaan yang telah jadi harus disaring
dengan menggunakan filter berukuran 0,45 µm sebanyak dua kali kemudian dilanjutkan
dengan filtarsi berukuran 0,22 µm. Kemudian ditutup dengan menggunakan tutup karet dan
tutup aluminium. Sediaan diberi label dan disterilisasi kembali dengan menggunakan
Autoklaf pada suhu 121° C selama 15 menit.
KESIMPULAN
Pada praktikum pembuatan sediaan infus Manitol 5% formulasi yang dibuat untuk
Manitol sebagai zat aktif 5%, NaCl sebagai pengisotonis 0,0135%, NaOH sebagai pengatur
pH 0,25 mL, dan Aqua pro injeksi sebagai pelarut add 700 mL. Berdasarkan hasil pecobaan
yang telah dilakukan, pada sediaan infus Manitol 5% tidak dilakukan evaluasi dikarenakan
sudah rusaknya sediaan yang telah dibuat.
Pada praktikum pembuatan larutan Natrium Bikarbonat 1,39% formulasi yang dibuat
adalah Natrium bikarbonat 1,39% jadi bahan ditimbang sebanyak 8,34 g dengan
penambahan zat eksipien WFI sebagai pembawa dan carbon adsorben sebagai
menghilangkan pirogen dalam sediaan. Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan
sediaan infus Natrium bikarbonat 1,39% adalah menggunakan teknik sterilisasi akhir dengan
Autoklaf pada suhu 121℃ selama 15 menit dan dalam oven 170°C selama 1 jam .
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, pada evaluasi sediaan dengan uji
kejernihan diperoleh hasil memenuhi syarat yang berlaku untuk pembuatan sediaan parenteral
karena pada latar belakang hitam dan putih, hasil keduannya positif jernih dan tidak ada
partikel atau bebas partikulat pada sediaan. Pada evaluasi sediaan dengan uji pH diperoleh
hasil tidak memenuhi persyaratan. Ini menunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian dengan
yang tercantum pada Farmakope Indonesia edisi III yaitu infus natrium bikarbonat pHnya
berkisar 7 sampai 8,5. Pada evaluasi sediaan uji kebocoran sudah memenuhi syarat yang
berlaku untuk sediaan parenteral karena larutan infus natrium bikarbonat yang ditempatkan
pada botol kaca tidak bocor ketika botol dimasukkan kedalam larutan yang berisi metilen
blue. Dan pada evaluasi sediaan uji bahan partikulat tidak memenuhi syarat dikarenakan
terdapat banyak partikulat-partikulat pada kertas filtrasi yang diamati oleh mikroskop.
Pada praktikum pembuatan sediaan infus Amonium Klorida 0,5% Formulasi yang tepat
untuk sediaan infus Amonium Klorida 0,5% adalah Amonium Klorida sebagai zat aktif 0,5%,
Dekstrosa sebagai pengisotonis 2,03125%, Dinatrium EDTA sebagai Penstabil NH4CL
0,2%, Karbon aktif sebagai depirogenasi 0,1%, NaOH dan HCL sebagai Adjust pH
secukupnya dan Aqua pro injection sebagai pelarut add 600 mL. Jenis sterilisasi yang
digunakan dalam pembuatan sediaan infus amonium klorida 0,5% adalah menggunakan
teknik sterilisasi akhir dengan Autoklaf pada suhu 121℃ selama 15 menit dan dalam oven
170°C selama 1 jam. Dari keseluruhan evaluasi didapatkan hasilnya bahwa sediaan amonium
klorida 0,5% yang dibuat adalah tidak memenuhi syarat, Dibuktikan dari uji kejernihan yaitu
Mengamati kejernihan larutan amonium klorida dengan penerangan yang cukup, maka hasil
yang didapat sediaan tidak memenuhi syarat, larutan terdapat banyak partikulat yang
mengendap di atas dan di bawah permukaan. Selanjutnya dari uji kebocoran yaitu apakah
terdapat kebocoran pada sediaan infus amonium klorida 0,5% saat direndam pada bejana
yang sudah diberi larutan metilen blue selama 15 menit. Hasil yang didapat sediaan
memenuhi persyaratan karena tidak adanya kebocoran pada sediaan infus Amonium Klorida
0,5%. Pada penetapan pH adalah dengan menggunakan pH meter apakah pH sediaan yang
dibuat sudah mencapai pH yang dituju, hasil dari uji ini adalah tidak memenuhi persyaratan
dikarenakan pengujian menunjukkan pH 3,2 sedangkan pH yang dituju sediaan adalah pH 4,6
sampai 6,0. Selanjutnya dari uji partikulat yaitu menghitung jumlah partikel yang ada pada
sediaan dengan penerangan yang baik dilakukan dengan 2 kali pengamatan, maka hasil yang
didapat adalah tidak memenuhi persyaratan karena mengandung rata-rata partikel lebih dari
sama dengan 10 dari 2 kali pengamatan.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim. 2009. Martindale The Complete Drug Reference, 36th Edition. Pharmaceutical
Press, London.
Anonim., 2016. Penuntun Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Steril. Tangerang :
STF Muhammadiyah Tangerang
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi ke 4. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia
Brunner and Suddarth., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa : Agung
Waluyo, dkk, Edisi 8. Jakarta : EGC
DepKes., 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
DepKes., 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Hadioetomo, R. S., 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta : PT. Gramedia
Lachman, Lieberman, Kanig., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia
Lukas, Syamsuni, H.A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Potter, P.A, Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 4. Volume 2, Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk. Jakarta : EGC
Priyambodo, B., 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global Pustaka Utama
Reynolds, J.E.F (editor)., 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, Edisi 28. London :
The Pharmaceutical Press
Smith, Blaine Templar., 2016. Remington Education, Physical Pharmacy. London : The
Pharmaceutical Press
Voight, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press