Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


PEMBUATAN SEDIAAN OBAT STERIL INJEKSI VOLUME
KECIL

(SEDIAAN INJEKSI FUROSEMID 1% DAN SEDIAAN INJEKSI


SALBUTAMOL SULFAT 0,05%)

 Agustina Manalu 1724001


 Dara Alvina 1724002
 Ikalita Utami 1724003
 Komala Putri 1724005

POLITEKNIK META INDUSTRI CIKARANG


PROGRAM STUDI FARMASI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan Percobaan
1. Menentukan formulasi yang tepat dalam pembuatan sediaan injeksi volume kecil sediaan
injeksi furosemid 1% dan sediaan injeksi salbutamol sulfat 0,05%
2. Dapat melakukan pembuatan sediaan infus dengan teknik sterilisasi akhir dengan baik dan
benar.
3. Menentukan hasil evaluasi sediaan injeksi volume kecil sediaan injeksi furosemid 1% dan
sediaan injeksi salbutamol sulfat 0,05%

B. Latar belakang disertai dengan Tinjauan Pustaka


1. Injeksi volume kecil
adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau kurang
(FI IV) Furosemid merupakan salah satu diuretik dengan aksi yang sangat cepat.
Furosemid bekerja menghambat reabsorpsielektrolit, terutama pada thick-ascending-limb
dari lengkung Henle dan tubulus renal distal pada ginjal. Furosemid juga memiliki efek
langsung terhadap tubulus proksimal. Ekskresi dari ion-ion natrium, kalium, kalsium, dan
klorida meningkat dan pengeluaran atau eksreksi air juga meningkat dengan pemberian
Furosemid ini. Injeksi Furosemid merupakan larutan steril dari Natrium Furosemid,
dimana injeksi Furosemid disiapkan dengan melarutkan Furosemid dengan sejumlah
Natrium Hidroksida (FI IV, hal.402). Injeksi furosemid digunakan dalam pengobatan
terhadap edema jantung, paru, ginjal, hepar, hipertensi ringan hingga sedang.

2. Terapi Intravena
Persyaratan sediaan injeksi antara lain isotonis, isohidris, bebas dari endotoksin
bakteri dan bebas pirogen (Lachman, 1993). Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan
steril melalui jarum, langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit
(natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth,
2002). Terapi intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah
jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau
zat-zat makanan dari tubuh.

Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat
menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang dirperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme
dan memberikan medikasi (Perry & Potter., 2005).

3. Prinsip Pembuatan Sediaan Volume Kecil


Injeksi terbagi menjadi dua jenis, yaitu larutan injeksi volume besar (Large Volume
Parenteral) dan volume kecil (Small Volume Parenteral). Larutan injeksi volume besar
digunakan untuk intravena dengan dosis tunggal dan dikemas dalam wadah bertanda
volume lebih dari 100 ml. Larutan injeksi volume kecil adalah sediaan parenteral
volume kecil yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau kurang dan biasa
disebut dengan injeksi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Kemampuan membuat sediaan
obat steril injeksi volume kecil penting untuk dimiliki jika Anda bekerja di industri farmasi
khususnya pada divisi Riset dan Pengembangan Sediaan Steril atau di bagian produksi
sediaan obat steril.

Pembuatan sediaan obat selalu diawali dengan preformulasi bahan aktif artinya data
mengenai bahan aktif dicari selengkap mungkin, antara lain: pemerian, kelarutan, stabilitas
terhadap cahaya, pH, air/hidrolisis dan udara/oksidasi. Dengan demikian dapat merancang
permasalahan dan penyelesaian sediaan berdasarkan data-data preformulasi bahan aktif
untuk menjamin keberhasilan pembuatan sediaan.

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan sediaan volume kecil sediaan
injeksi h a r u s Memenuhi persyaratan lain yang tertera pada injeksi. Kecuali dinyatakan
lain, syarat injeksi meliputi:

 Keseragaman volume
 Keseragaman bobot
 Pirogenitas
 Sterilitas
 Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal
 Penandaan: etiket menyatakan konsentrasi mosmol total dalam satuan
mosmol/L (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Tetapan Isotonis :
Tabel II.1. Tetapan Isotonis
Sumber : Farmakope Indonesia Edisi IV (1995)
Osmolarita (M osmole/Liter) Tonisitas
> 350 Hipertonis
329 – 350 Sedekit hipertonis
270 – 328 Isotonis
250 – 269 Sedikit hipotonis
0 – 249 Hipotonis

4. Preformulasi Furosemid
A. PREFORMULASI ZAT AKTIF

Zat Aktif Furosemid


Nama Kimia 4-Chloro-2-[(furan-2-ylmethyl)amino]-5- sulphamoylbenzoic
acid.
Struktur

Rumus molekul C12H11ClN2O5S


Titik lebur 120° C, dengan dekomposisi (BP 2007)
Pemerian Serbuk hablur, putih sampai hampir kuning, tidak berbau
(FI IV:401)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam larutan alkali
hidroksida; agak sukar larut dalam etanol(FI IV:401)
Larut dalam 75 bagian etanol 95% Larut dalam larutan alkali
hidroksida (FI III: 262)
Stabilitas Titik leleh 203-210 ℃ dengan dekomposisi (The
 Panas Pharmaceutical Codex, 1994: 878)

 Hidrolisis/oksidasi Terhidrolisis pada larutan asam (pH < 7)


 Cahaya Tidak stabil terhadap cahaya (USP30-NF25, hlm.2197),
dapat terdekomposisi oleh cahaya UV (The
Pharmaceutical Codex, 1994: 876)
Injeksi furosemid stabil pada pH 8,0 - 9,3 (FI IV:403); Stabil
 Ph pada pH 7-10. Dapat mengendap pada larutan dengan pH < 7.
(AHFS, 2008, 2759
Inkompatibilitas Larutan furosemid untuk injeksi adalah alkalin dan tidak bisa
dicampurkan atau dilarutkan dengan injeksi glukosa atau
larutan asam lainnya (Martindale ed 36 :1292)
Keterangan lain Injeksi furosemid tidak stabil dalam larutan asam (misal pH
5,5) karena akan mengalami presipitasi (Analytical Profiles of
Drug Substances, hlm.155)Injeksi furosemid (10mg/ml)
dalam 25% albumin
manusia stabil selama 48 jam pada temperatur kamar ketika
terlindung dari cahaya, dan selama 14 hari dalam lemari
pendingin. (Martindale ed.36: 1292)
Kesimpulan : Titik leleh 203-210 ℃ dengan dekomposisi . Terhidrolisis pada larutan
asam (pH < 7)
Tidak stabil terhadap cahaya, dapat terdekomposisi oleh cahaya UV. Injeksi
furosemid Stabil pada pH 8,0 - 9,3; Stabil pada pH 7-10. Dapat mengendap pada larutan
dengan pH < 7. Larutan furosemid untuk injeksi adalah alkalin tidak bisa dicampurkan atau
dilarutkan dengan injeksi glukosa atau larutan asam lainnya.
Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) :garam (dengan penambahan
NaOH membentuk garam Na-furosemid)
Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) : larutan jernih, tidak berwarna
(FI IV:403)
Cara sterilisasi sediaan : Sterilisasi akhir dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit
Kemasan : dalam wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya (FI IV:402); disimpan di tempat
sejuk, terlindung dari cahaya pada suhu 25°C (AHFS Drug Information 2005, p.2759)

A. PERMASALAHAN DAN PENYELESAIAN MASALAH


Permasalahan Penyelesaian Masalah
Menurut Farmakope Indonesia, sediaan
injeksi sebisa mungkin dibuat sesuai dengan
pH darah yaitu 7,4 (isohidris). Namun, yang
paling utama adalah pH sediaan yang dibuat
disesuaikan dengan pH stabilitas bahan aktif.
Berdasarkan data preformulasi, pH sediaan
injeksi furosemid adalah 8,0 sampai 9,3. pH
sediaan yang akan dibuat tidak diubah
menyesuaikan terhadap pH stabilitas bahan
aktif namun harus dicantumkanpada etiket
bahwa cara pemberian obat dengan perlahan-
lahan. pH injeksi Furosemida yang akan
dibuat adalah 8,0.
Sediaan ini menggunakan pembawa air dan
zat yang terkandung di dalamnya tahan
terhadap oksidasi, serta tidak terkandung
minyak ataupun bahan lain yang mudah
teroksidasi. Dengan demikian, tidak
diperlukan zat antioksidan.
Pengawet atau antimikroba harus
diberikan pada sediaan injeksi bila injeksi
yang dikemas dalam dosis ganda dan pada
sediaan yang tidak dilakukan sterilisasi akhir.
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-
masing monografi atau kecuali bahan
aktifnya sendiri sudah berupa antimikroba.
Sediaan yang akan dibuat merupakan
sediaan injeksi volume kecil dengan dosis
tunggal (ampul) dan dilakukan metode
sterilisasi akhir pada pembuatan sediaan.
Dengan demikian, pengawet tidak
ditambahkan pada sediaan.
Furosemid praktis tidak larut dalam air
namun mudah larut dalam alkali hidroksida.
Dengan demikian, pada saat pembuatan
Furosemid dilarutkan dalam NaOH sehingga
terbentuk garam Furosemid yang larut air

B. PREFORMULASI EKSIPIEN
- Natrium Hidroksida(NaOH) (Farmakope Indonesia Ed. IV, 589-590).
Pemerian Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk
pellet, serpihan, batang, atau bentuk lain; keras,
rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur; bila
dibiarkan di udara akan cepat menyerap CO2 dan
lembab (FI IV:589)
Massa putih atau praktis putih, tersedia dalam
bentuk pellet, serpihan atau batang, atau bentuk lain.
Kelarutan Larut dalam air dan etanol (FI IV:589)
1:7,2 dalam etanol;
Tidak
larut
dalam
eter;
Larut
dalam
gliserin
;
1: 4,2 dalam metanol;
1:0,9 dalam air;
1:0,3 pada 100°C.
Stabilitas
 Panas Melebur pada suhu 318°C (HOPE 6th ed., p. 649)
 Hidrolisis/oksidasi -
 Cahaya Stabil terhadap cahaya

Stabil terhadap suhu. Padatan NaOH sebaiknya


disimpan dalam tempat sejuk.
Bersifat higroskopis sehingga dapat mengikat
karbondioksida dan air dari udara. Padatan NaOH
sebaiknya disimpan dalam tempat kering
Keterangan lain pH 12 - 14 (HOPE 6th ed., hlm. 649)
Cara sterilisasi eksipien : Sterilisasi akhir dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15
menit
Kemasan : dalam wadah tertutup rapat (FI IV:590) ; disimpan dalam wadah non
logam yang terlindung dari udara, kering dan tertutup rapat (HOPE 6th ed., hlm. 649)

Natrium Klorida (NaCl) (The Handbook of Pharmaceutical Excipients hlm. 637)


Pemerian Serbuk hablur putih atau kristal tidak berwarna,
mempunyai rasa asin (FI IV:584)
Kelarutan Mudah larut dalam air, sedikit mudah larut dalam air
mendidih, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol (FI
IV:585)
Sedikit larut dalam etanol
1: 250 dalam etanol 95%
1:10 dalam gliserin
1:2,8 dalam air
1:2,6 dalam air 100°C
Stabilitas
 Panas Tahan panas hingga suhu 804 ⁰C. pH 6,7-7,3 pada larutan
 Hidrolisis jenuh.
 Cahaya
Harus terlindung dari cahaya.

Melebur pada suhu 804°C (HOPE 6th ed., hlm.: 638)


Stabil terhadap cahaya

Natrium klorida berfungsi sebagai pengisotonis, sangat


Kesimpulan larut dalam air dan tidak tahan terhadap cahaya.
Cara sterilisasi eksipien : Larutan natrium klorida dapat disterilisasi dengan metode autoklaf
atau filtrasi (HOPE 6th ed.,hlm.: 639). Larutan yang mengandung natrium klorida dapat
disterilisasi akhir menggunakan autoklaf. Bila dalam bentuk serbuk, maka disterilisasi
dengan oven pada suhu 170⁰C selama 1 jam (The Pharmaceutical Codex, 1994 hlm. 164)
Kemasan : Disimpan dalam wadah yang terlindung dari cahaya, kering dan tertutup rapat
(FI IV:585)

- Aqua pro injection (Farmakope Indonesia Ed. IV, 112-113).


Pemerian Air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang
sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan
tambahan lainnya. Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan Bercampur dengan banyak pelarut polar
Stabilitas
- Panas Tahan panas hingga suhu 804 ⁰C.
- Hidrolisis pH 6,7-7,3 pada larutan jenuh.
- Cahaya Harus terlindung dari cahaya.

Kesimpulan:
Air dapat bereaksi dengan obat atau eksipien lain yang dapat terhidrolisis. Air
dapat bereaksi dengan logam alkali dan secara cepat dengan logam alkali tanah dan
oksidanya, seperti kalium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan
garam anhidrat untuk membentuk hidrat dengan berbagai komposisi dengan
material organik tertentu. (Handbook of Pharmaceutical Excipients hlm. 802-806)

C. Persiapan alat/wadah/bahan

No Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi


1 Pinset 2 Oven pada suhu 170°C selama 1 jam
2 Spatel logam 5 Oven pada suhu 170°C selama 1 jam
3 Batang pengaduk 3 Oven pada suhu 170°C selama 1 jam
4 Kaca arloji 6 Oven pada suhu 170°C selama 1 jam
5 Labu erlenmeyer 2 Mulut labu Erlenmeyer ditutup dengan
alumunium foil, lalu dimasukkan ke dalam
autoklaf (121°C selama 20 menit)
6 Pipet tetes 5 Oven pada suhu 170°C selama 1 jam
7 Karet penutup pipet 5 Direndam dalam etanol 70% selama 24 jam
tetes
8 Gelas ukur 10 ml, 25 4 Mulut gelas ukur ditutup dengan
ml, 50 ml kertasperkamen kemudian diikat dengan
benang kasur dan dilakukan sterilisasi
autoklaf 121°C selama 20 menit
9 Corong 2 Oven pada suhu 170°C selama 1 jam
10 Kertas perkamen 5 Dimasukkan dahulu ke dalam plastik tahan
panas kemudian Autoklaf 121°C selama 20
menit
11 Gelas kimia, 50 ml, 3 Permukaan gelas kimia ditutup dengan
100 ml kertas perkamen lalu diikat dengan benang
kasur, Autoklaf 121°C selama 20 menit
12 Membran filter 0,45 5 Dimasukkan dahulu ke dalam plastik tahan
μm panas kemudian Autoklaf 121°C selama 20
menit
13 Buret 1 Direndam etanol 70% selama 24 jam
14 Alumunium foil Secukupnya Oven pada suhu 170°C selama 1 jam
15 Kertas pH Secukupnya Sinar UV

Wadah

No Nama alat Jumlah Carasterilisasi (lengkap)


1 Ampul 5 8 Mulut ampul ditutup dengan kertas aluminium foil
ml kemudian di Oven pada suhu 170°C selama 1 jam

D. FORMULA YANG DIUSULKAN

No Bahan Jumlah % Fungsi /Alasan penambahan bahan


1 Furosemid 1 Sebagai zat aktif, diuretikum(Farmakope
Indonesia ed. III, 1979, hlm.263)
2 NaoH 0,12 Agen pembasa, dapar (HOPE 6th ed.:
648)
3 Nacl 0,624 Pengatur tonisitas (Handbook
ofPharmaceutical Excipients 6th ed.,
2009, hlm. 637)
4 API Add 100 ml Pembawa

Larutan NaOH 0,1 M dibuat dengan melarutkan m gram padatan NaOH ke dalam 50 ml
aqua for injection.

Perhitungan Tonisitas Dan Osmolaritas


Tonisitas
Metode : Ekivalensi NaCl
Perhitungan :

Zat Jumla Ekivalensi (E) Massa (g) Tonisitas


h
Furosemid 1% 17 x Liso 1 0,1634
E=
Na Bm
(Uni-
univalen 17 x 3,4
→ E=
353,74
Liso =
3,4 ) E= 0,1634

NaOH 0,12 % 17 x Liso 0,12 0,1734


E=
(Uni- BM
univalen→ 17 x 3,4
Liso = E=
40
3,4 ) E= 1,445
TOTAL 0,3368

Untuk 100 ml sediaan


Jumlah NaCl yang ditambahkan dalam 100 ml sediaan agar isotonis
= 0, 9 - 0, 3368 g = 0, 5632 g (setara dengan 0,5632% NaCl)
 Kesimpulan :
Sediaan bersifat hipo-iso-hipertonis :
hipotonis, maka perlu ditambahkan 0,5632 g NaCl sebagai pengisotonis. Perhatian yang harus
dicantumkan dalam informasi obat :
Furosemid tidak boleh digunakan dengan anestetika lokal, alkaloid, antihistamin, meperidin,
morfin, obat-obat hipnofisis (Analytical Profiles of Drug Substances).
 Dapar
Sediaan tidak menggunakan dapar. pH akhir sediaan di-adjust sampai pH 8,0.
 Penimbangan Bahan
Sediaan yang dibuat adalah 8 ampul dengan @ 5 ml. Kelebihan volume yang dianjurkan
untuk cairan encer pada volume ampul 5 ml adalah 0,3 ml. Jadi volume sediaan 8 x (5 + 0,3) =
42,4 mL. Karena adanya kemungkinan volume yang hilang saat proses pembuatan dan dalam
pembilasan buret, volume sediaan yang akan dibuat 100 mL.

N Nama bahan Jumlah yang ditimbang


o
1 Furosemid 10 mg/ml x 100 ml = 1000 mg
2 NaOH 200 mg
3 NaCl 624 mg
4 Aqua pro injection Ad 100 ml

5. Preformulasi Salbutamol sulfat (C13H21NO3)2.H2SO4 BM = 576,70 g/mol


A. Preformulasi Zat Aktif
Pemerian Serbuk berbentuk kristal, putih atau hampir putih.
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994,
hlm.1042)
Kelarutan Larut baik dalam air dengan perbandingan 1:4; tidak larut
atau sedikit larut dalam eter, kloroform, etanol.
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994,
hlm.1042)
Stabilitas
 Panas Stabil dalam rentang suhu 55 – 85 °C; tahan panas hingga
165 °C.

 Hidrolisis/oksidasi pH = 3,4 – 5.
pH stabilitas = 3,5.
pKa= 9,3 (kelompok amino) dan 10,3 (kelompok
 Cahaya fenolik). Harus terlindung dari cahaya.
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994)
Kesimpulan : Salbutamol larut dalam air, tidak larut atau
sedikit larut dalam eter, kloroform, dan etanol
Bentuk zat aktif yang digunakan : Serbuk
Bentuk sediaan : Ampul
Cara sterilisasi sediaan : Dengan autoklaf 121℃selama 15 menit
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 104 – 1043)
Kemasan : Ampul berwarna cokelat 5 mL, tertutup baik.
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 1041 – 1043)

Penyimpanan : Pada suhu ruangan 30℃ ,terlindung dari cahaya


(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 1041 – 1043)

Bahan Konsentrasi(% Liso BM E E untuk 100


) mL
Salbutamol 0,05% 3,4 0,05 x 0,100 =
E= 17x
576,7
Sulfat 0,005
57,8
= =
576,7
0,100
Natrium q.s. qs qs
Hidroksida
Asam Sulfat q.s. qs qs
Asam Sitrat 0,131% 2,0 192 2 0,131 x 0,18
E= 17x
192
0,023
= 0,18
Natrium Sitrat 0,423% 3,4 214 3,4 0,423 x 0,27 =
E= 17x
214
0,114
= 0,27
Total

 Ekivalensi Salbutamol
Massa salbutamol = Mr x BM x volume
= 108 x 239,311 x 0,075= 1938,419 g
% Massa dalam 50 mL larutan = 1938,419 x 100%= 2584,55 %
75 mL

Ekivalensi asam sitrat = % x E

= 2584,55 % x 0,005
= 12,92

Jumlah NaCl yang dibutuhkan agar sediaan isotonis adalah

0,9 % – (12,92 + 0,02124 + 0,0837)% = 13,024 % = 0,13 g dalam 100 mL

Kesimpulan :

Sediaan bersifat hipo-iso-hipertonis : Hipotonis

Perhatian yang harus dicantumkan dalam informasi obat : Waspada terhadap ibu
kehamilan/mengusui

2. Dapar
Jenis dapar/kombinasi Dapar sitrat
Target pH 3,5
Kapasitas dapar 0,01
 β = 2,303C = Ka ¿¿
7,447 x 10−4 . 10−3,5
 0,01 = 2,303C −4 −3,5 2
(7,447 x 10 +10 )
C= 0,021 M

[Garam]
 pH = pKa + log pH = pKa + log
asam
[Garam]
3,5 = 3,128 + log
asam
[Garam]
0,372 = log
asam
[garam] = 2,355 [asam]

Perhitungan :

1) Pendekatan Formula

No Bahan Jumlah Fungsi / Alasan Penambahan Bahan

1 Salbutamol Sulfat 0,05 % Zat aktif

2 NaCl 0,79 % Pengatur Tonisitas

3 NaOH 0,1 N q.s. Adjust pH

4 HCl 0,1 N q.s. Adjust pH


5 Asam sitrat 0,12 % Pengendali pH
Pengatur keasaman dan
6 NaH2C6H5O7 0,31 % pengendali pH
7 Aqua pro injection Ad 75 mL Pelarut

- Natrium Klorida (The Handbook of Pharmaceutical Excipients hlm. 637)


Pemerian Serbuk hablur putih atau kristal tidak berwarna, mempunyai rasa
asin.
Kelarutan Sedikit larut dalam etanol
1: 250 dalam etanol 95%
1:10 dalam gliserin
1:2,8 dalam air
1:2,6 dalam air 100°C

Stabilitas: Tahan panas hingga suhu 804 ⁰C. pH 6,7-7,3 pada larutan jenuh.
Panas
Hidrolisis
Cahaya Harus terlindung dari cahaya.
Inkompatibilitas
Kesimpulan: Natrium klorida berfungsi sebagai pengisotonis, sangat larut dalam air
dan tidak tahan terhadap cahaya.
Cara sterilisasi : Larutan yang mengandung natrium klorida dapat disterilisasi akhir
menggunakan autoklaf. Bila dalam bentuk serbuk, maka disterilisasi dengan oven pada
suhu 170⁰C selama 1 jam (The Pharmaceutical Codex, 1994 hlm. 164)
Kemasan : Disimpan dalam wadah yang terlindung dari cahaya, kering dan tertutup
rapat.

- Aqua pro injection (Farmakope Indonesia Ed. IV, 112-113).

Pemerian Air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang
sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan
tambahan lainnya. Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan Bercampur dengan banyak pelarut polar
Stabilitas
- Panas Tahan panas hingga suhu 804 ⁰C.
- Hidrolisis pH 6,7-7,3 pada larutan jenuh.
- Cahaya Harus terlindung dari cahaya.

Kesimpulan:
Air dapat bereaksi dengan obat atau eksipien lain yang dapat terhidrolisis. Air
dapat bereaksi dengan logam alkali dan secara cepat dengan logam alkali tanah dan
oksidanya, seperti kalium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan
garam anhidrat untuk membentuk hidrat dengan berbagai komposisi dengan
material organik tertentu. (Handbook of Pharmaceutical Excipients hlm. 802-806)

Asam Klorida

Pemerian Cairan, tidak berwarna, berasap, bau merangsang. Jika


diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau menghilang.
Kelarutan Larutan yang sangat encer masih bereaksi asam kuat terhadap
kertas lakmus P.
Stabilita
Panas Melebur pada suhu 114,2 ℃ (HOPE 6th ed., hlm.: 638)
Hidrolisis
Cahaya Stabil terhadap cahaya
Inkompatibilitas : bereaksi dengan alkali, logam
(Handbook of Pharmaceutical Excipients hlm 309)

Asam Sitrat

Pemerian Asam sitrat monohidrat terjadi sebagai Kristal tidak berwarna


tembus cahaya, mengandung kristalit cair, bubuk serbuk yang
bercahaya.
Kelarutan Larut dalam 1 bagian etanol 95% dan 1 bagian air, hemat dalam eter
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 182)
Stabilitas :
Panas
Tahan panas sekitar 408℃
Hidrolisis
Sedikit tahan di udara lembab
Cahaya
Inkompatibilitas : Tidak sesuai dengan kalium tartrat, akali dan alkali tanah karbonat
dan bikarbonat, asetat dan sulfida.
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 182)

Kemasan : Harus disimpan dalam wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan kering
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 182)

Natrium Sitrat

Pemerian Tidak berbau, tidak berwarna, kristal monoklinik, atau bubuk


kristal putih dengan pendingin, rasa asin. (The
Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 641)
Kelarutan Larut 1 dari 1,5 bagian air, 1 dari 0,6 bagian air panas, praktis
tidak larut dalam etanol 95% (The Pharmaceutical CODEX
Twelfth Edition, 1994, hlm. 642)
Stabilitas :
Panas, Tahan panas dapat disterilisasi dengan autoklaf
Hidrolisis
Cara Sterilisasi : Dengan menggunakan autoklaf 121℃ selama 15 menit

Inkompatibilitas : Akan bereaksi dengan zat asam tidak cocok dengan basa, zat pereduksi,
dan zat pengoksidasi. (The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 642)

Kemasan :
(The Pharmaceutical CODEX Twelfth Edition, 1994, hlm. 642)

NaOH

Pemerian Massa putih atau praktis putih, tersedia dalam bentuk


pellet, serpihan atau batang, atau bentuk lain.
Struktur NaOH
Kelarutan 1:7,2 dalam etanol;
Tidak larut
dalam eter;
Larut dalam
gliserin;
1: 4,2 dalam metanol;
1:0,9 dalam air;
1:0,3 pada 100°C.
Stabilitas Stabil terhadap suhu. Padatan NaOH sebaiknya disimpan
dalam tempat sejuk.

Hidrolisis Bersifat higroskopis sehingga dapat mengikat


karbondioksida dan air dari udara. Padatan NaOH
sebaiknya disimpan dalam tempat kering.
Titik leleh 318° C
Kegunaan Zat tambahan
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan komponen yang mudah terhidrolisis
dan teroksidasi.bereaksi dengan eter,asam dan eter.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat.
Kesimpulan NaOH bersifat higroskopis sehingga dapat meningat
karbondioksida dan air dri udara,namun mudah terhidrolisis
dan teroksidasi.bereaksi dengan eter dan asam.
Cara sterilisasi Dalam oven 170°C selama 1 jam

Kemasan Dalam wadah tertutup baik.


HCL

Pemerian Cairan, tidak berwarna, berasap, bau merangsang. Jika


diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau menghilang.
Struktur HCL
Kelarutan Larutan yang sangat encer masih bereaksi asam kuat terhadap
kertas lakmus P.
Stabilitas Harus disimpan dalam gelas yang tertutup rapat, atau wadah
lembab pada suhu di bawah 30° C .Penyimpanan didekat alkali
terkonsentrasi, logam, dan sianida harus dihindari.
Titik leleh -114,2° C
Kegunaan Zat tambahan
Inkompatibilitas Asam klorida bereaksi keras dengan alkali, juga bereaksi dengan
banyak logam, membebaskan hidrogen.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat.
Kesimpulan Asam klorida bereaksi keras dengan alkali, juga bereaksi dengan
banyak logam, membebaskan hidrogen. Harus disimpan dalam
gelas yang tertutup rapat, atau wadah lembab pada suhu di
bawah 30° C .
Cara sterilisasi Dalam oven 170°C selama 1 jam
Kemasan Dalam wadah tertutup baik.

Persiapan alat/wadah/bahan
alat:

Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi (lengkap)


No
1 Gelas kimia 50 mL 3 Dalam Autoklaf 121℃
selama 15 menit
2 Gelas kimia 250 mL 4 Dalam Autoklaf 121℃
selama 15 menit
3 Gelas ukur 50 mL 1 Dalam Autoklaf 121℃
selama 15 menit
4 Gelas ukur 10 mL 1 Dalam Autoklaf 121℃
selama 15 menit
6 Kaca arloji 4 Dalam oven 170℃
selama 15 menit
7 Pipet tetes 4 Dalam oven 170℃
selama 15 menit
8 Karet pipet tetes 4 Direndam dalam etanol
70% selama 24 jam
9 Buret 1 Direndam dalam etanol
70% selama 24 jam
10 Jarum buret 1 Dalam Autoklaf 121℃
selama 15 menit
11 Batang pengaduk 2 Dalam Autoklaf 121℃
selama 15 menit
12 Spatel 2 Dalam Autoklaf 121℃
selama 15 menit
13 Penyaring 0,22 µm 2 Dalam oven 170℃
selama 15 menit
14 Corong 1 Dalam Autoklaf 121℃
selama 15 menit

Wadah
No Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi
1 Vial 5 mL 6 Autoklaf 121℃ selama 15 menit

2) Penimbangan Bahan

Jumlah sediaan yang dibuat : 6 ampul @ 5 mL

Volume terpindahkan tiap botol : 0,3 mL (Farmakope Indonesia ed. IV, 1995, hlm.1044) Total
sediaan : 75 mL

- 6 ampul x 5 mL = 30 mL
- Volume terpindahkan 6 x 0,3 mL = 1,8 mL
- Sisanya sebagai volume antisipasi untuk penyaringan membrane
No Nama Bahan Jumlah yang Ditimbang
1 Salbutamol sulfat 37,5 mg
2 NaCl 592 mg
3 HCl 0,1 N q.s.
4 NaOH q.s.
5 Asam sitrat 90 mg
6 Natrium sitrat 232,5 mg
7 Aqua pro injection Ad 75 mL

BAB II

JALANNYA PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


Bahan : Furosemid, NaOH, NaCl, API, Salbutamol sulfat, NaOH 0,1 N, HCl 0,1 N, Asam
Sitrat, Natrium Sitrat, dan Metilen Blue.

Alat : Kaca arloji, Batang pengaduk, Gelas kimia 50 ml (pyrex), Gelas kimia 100
ml(iwaki), Erlenmeyer 1L (iwaki), Erlenmeyer 500ml (pyrex), Corong (pyrex),
Spatula, Pipet tetes, Termometer (Allafrance), Kertas saring, Kertas membran 0,45µm
(Whatman), Kertas membran 0,22µm (whatman), Ampul 5 ml, Pinset, spatel, Kertas
Perkamen, Karet Pipet Tetes, Buret, jarum buret, Alumunium foil, kertas pH, Gelas ukur 10
ml, Gelas ukur 25 ml, Gelas ukur 50 mL, Gelas kimia 250 mL(pyrex), Mikroskop cahaya
(olympus), vial 5 ml dan pH meter (atc).

B. Cara Kerja
1. Furosemid 1%

Semua alat dan wadah disterilisasi dengan cara masing- masing dilapisi dengan kertas
koran, lalu Gelas kimia ditara terlebih dahulu sebelum disterilisasi. Kemudian membuat air
steril pro injeksi (API) dengan cara ambil 1500 ml aquabidest disterilkan dengan autoklaf
121ºC selama 15 menit. Lalu Pembuatan air bebas pirogen dengan cara Memindahkan 1500
ml air pro injeksi ke dalam erlenmeyer 2 L kemudian tambahkan 1,5 g Carbo adsorbens lalu
tutup dengan kaca arloji, sisipi dengan batang pengaduk. Panaskan pada suhu 60-70°C selama
15 menit (gunakan termometer). Saring larutan dengan kertas saring rangkap 2, lalu
disterilisasi membran melalui kolom G3 dengan membran filter 0,22 µm. Air steril bebas
pirogen ini digunakan untuk membilas alat dan wadah yang telah disterilisasi dan
menggenapkan volume sediaan. Setelah itu Furosemide ditimbang sebanyak 1 g menggunakan
kaca arloji steril, Furosemid sebanyak 1 g dilarutkan dengan 15 mL aqua pro injeksi bebas
pirogen ke dalam gelas kimia A 100 mL dan diaduk dengan batang pengaduk hingga zat larut.

Natrium Hidroksida sebanyak 200 mg dilarutkan dengan 50 mL aqua pro injeksi bebas
pirogen ke dalam gelas kimia B 50 mL dan diaduk dengan batang pengaduk hingga zat larut
sempurna. Kemudian Larutan NaOH ditambahkan tetes demi tetes ke dalam gelas kimia A
sambil diaduk sampai semua Furosemid terlarut. Selanjutnya Natrium Klorida sebanyak 624 mg
dilarutkan dengan 20 ml aqua pro injeksi bebas pirogen ke dalam gelas kimia C 50 mL add
mencapai 40 mL. Larutan NaCl dalam gelas kimia C dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam
gelas kimia A. Aqua for injection ditambahkan hingga volume larutan dalam gelas kimia A
mencapai kurang lebih 40 mL. Kemudian Lakukan pengecekan pH dengan beberapa tetes
larutan menggunakan pH indikator atau pH meter. Bila nilai pH belum mencapai nilai yang
diharapkan, tambahkan larutan NaOH 0,1 N atau HCl 0,1 N hingga pH larutan mencapai 8 – 9,3.
Lalu genapkan dengan air pro injeksi bebas pirogen hingga 100 ml. Larutan kemudian disaring
menggunakan membran filter berpori 0,45 μm untuk meminimalkan jumlah kontaminan
partikulat (beberapa tetes pertama larutan yang disaring dibuang). Selanjutnya lakukan
pemeriksaan kejernihan dan pengecekan pH pada larutan yang telah disaring. Siapkan Buret dan
bilas dengan aquabides terlebih dahulu. Bilas dengan kurang lebih 3 mL sediaan. Ujung buret
dibersihkan dengan alkohol 70%. Sediaan dimasukkan ke dalam buret. Ampul diisi dengan
volume masing-masing 5,3 mL. Masing-masing ampul yang telah diisi larutan ditutup dengan
alumunium foil. Ampul yang telah ditutup dimasukkan ke dalam beaker glass yang dilapisi
kertas saring, kemudian dibawa ke grey area (ruang penutupan) melalui transfer box. Masing-
masing ampul ditutup menggunakan mesin penutup ampul atau dengan membakar ujung ampul
dengan api bunsen.Sediaan dibawa ke ruang sterilisasi melalui transfer box.Sediaan dimasukkan
ke dalam 1 botol ampul yang telah ditara sebanyak 5,3 mL. Dilakukan pengecekan pH dengan
menggunakan pH indikator atau pH meter. Sterilisasi akhir dilakukan dengan menggunakan
autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15 menit kemudian dilakukan pemeriksaan kebocoran dengan
membalik posisi sediaan. Sediaan diberi etiket dan kemasan, lalu dilakukan evaluasi pada
sediaan yang telah diberi etiket dan kemasan. Evaluasi pertama adalah uji kejernihan langkah
pertama ambil sediaan, kemudian siapkan latar hitam dan putih, sinari sediaan menggunakan
lampu dengan latar hitam dan putih, bila ada pantulan cahaya berarti sediaan jernih, bila tidak
ada berarti sediaan tidak jernih. Evaluasi yang kedua uji kebocoran yaitu dengan cara masukkan
botol ke dalam larutan metilen blue dalam bejana yang cukup untuk merendam, kemudian
rendam sediaan selama 15 menit, lalu periksa apakah ada perubahaan warna atau tidak, jika tidak
ada berarti sediaan tidak mengalami kebocoran, bila sediaan berwarna biru berarti terdapat
kebocoran dalam sediaan. Evaluasi yang ketiga adalah pengecekan pH langkah pertama, siapkan
25 mL tiap sediaan dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian siapkan pH meter yang sudah
di kalibrasi, setelah itu lakukan pengecekan pH dengan mencelupkan pH meter ke dalam sampel,
lalu catat angka yang muncul dan lakukan duplo pada sediaan. Evaluasi yang keempat adalah uji
bahan partikulat siapkan 50 mL sediaan, kemudian lakukan filtrasi menggunakan alat filter, lalu
amati kertas filter di bawah mikroskop, hitung jumlah partikel yang ada pada kertas filter, setelah
itu lakukan duplo atau dua kali pada sediaan.

Berikut ini adalah skema pembuatan sediaan injeksi Furosemid 1% :

Sterilisasi Alat & Membuat API


Timbang Bahan
Bahan (Air Pro Injeksi)

Disaring kertas filter Sediaan dilarutkan


menggunakan kolom Sediaan dipanaskan dengan API
G3 (Air Pro Injeksi)

Beri etiket &


Dimasukkan ke Masukkan Sediaan
Dievaluasi
dalam ampul dan brosur ke dalam
kemasan

2. Salbutamol Sulfat 0,05%

Semua alat dan wadah disterilisasi dengan cara masing- masing dilapisi dengan kertas
koran, lalu Gelas kimia ditara terlebih dahulu sebelum disterilisasi. Kemudian membuat air
steril pro injeksi (API) dengan cara ambil 1500 ml aquabidest disterilkan dengan autoklaf
121ºC selama 15 menit. Lalu Pembuatan air bebas pirogen dengan cara Memindahkan
1500 ml air pro injeksi ke dalam erlenmeyer 2 L kemudian tambahkan 1,5 g Carbo adsorbens
lalu tutup dengan kaca arloji, sisipi dengan batang pengaduk. Panaskan pada suhu 60-70°C
selama 15 menit (gunakan termometer). Saring larutan dengan kertas saring rangkap 2, lalu
disterilisasi membran melalui kolom G3 dengan membran filter 0,22 µm. Air steril bebas
pirogen ini digunakan untuk membilas alat dan wadah yang telah disterilisasi dan
menggenapkan volume sediaan. Setelah itu Salbutamol sulfat ditimbang sebanyak 37,5 mg
menggunakan kaca arloji steril dilarutkan dengan 10 mL aqua pro injeksi bebas pirogen ke
dalam gelas kimia yang telah ditara 75 mL. NaCl sebanyak 592 mg dilarutkan dengan 10 ml
aqua pro injection digelas kimia terpisah sambil diaduk dengan batang pengaduk hingga larut.
Asam sitrat sebanyak 90 mg dilarutkan dengan 10 ml aqua pro injection digelas kimia terpisah
sambil diaduk dengan batang pengaduk hingga larut. Natrium sitrat sebanyak 232,5 mg
dilarutkan dengan 10 ml aqua pro injection digelas kimia terpisah sambil diaduk dengan batang
pengaduk hingga larut. Kemudian masukkan larutan asam sitrat ke dalam larutan salbutamol
tetes demi tetes hingga terlarut. Lalu tambahkan Natrium sitrat sambil diaduk hingga homogen.
Selanjutnya tambahkan larutan NaCl sambil diaduk hingga larut. Lalu tambahkan API hingga 40
mL, dilakukan pengecekan pH. pH sediaan yang diharapkan 4,5. Jika diperlukan, tambahkan
larutan NaOH sampai target pH sediaan tercapai. Kemudian tambahkan API hingga batas tara
yang diharapkan. Larutan disaring dengan membran filter berpori 0,45 µm untuk meminimalkan
jumlah kontaminan. Lalu dilakukan pemeriksaan kejernihan dan pH pada larutan yang telah
disaring. Selanjutnya siapkan buret bilas dengan air bersih. Lalu bilas dengan 3 mL sediaan.
Ujung buret dibersihkan dengan alkohol 70%. Masukkan sediaan ke dalam buret. Vial diisi
masing-masing 5,3 mL. Filtrat dimasukkan ke dalam 1 wadah vial yang telah ditara sebanyak
5,3 mL. selanjutnya dilakukan pengecekan pH dengan menggunakan pH indikator atau pH
meter. Sterilisasi akhir dilakukan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15
menit kemudian dilakukan pemeriksaan kebocoran dengan membalik posisi sediaan. Sediaan
diberi etiket dan kemasan, lalu dilakukan evaluasi pada sediaan yang telah diberi etiket dan
kemasan. Evaluasi pertama adalah uji kejernihan langkah pertama ambil sediaan, kemudian
siapkan latar hitam dan putih, sinari sediaan menggunakan lampu dengan latar hitam dan putih,
bila ada pantulan cahaya berarti sediaan jernih, bila tidak ada berarti sediaan tidak jernih.
Evaluasi yang kedua uji kebocoran yaitu dengan cara masukkan botol ke dalam larutan metilen
blue dalam bejana yang cukup untuk merendam, kemudian rendam sediaan selama 15 menit,
lalu periksa apakah ada perubahaan warna atau tidak, jika tidak ada berarti sediaan tidak
mengalami kebocoran, bila sediaan berwarna biru berarti terdapat kebocoran dalam sediaan.
Evaluasi yang ketiga adalah pengecekan pH langkah pertama, siapkan 25 mL tiap sediaan
dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian siapkan pH meter yang sudah di kalibrasi, setelah
itu lakukan pengecekan pH dengan mencelupkan pH meter ke dalam sampel, lalu catat angka
yang muncul dan lakukan duplo pada sediaan. Evaluasi yang keempat adalah uji bahan
partikulat siapkan 50 mL sediaan, kemudian lakukan filtrasi menggunakan alat filter, lalu amati
kertas filter di bawah mikroskop, hitung jumlah partikel yang ada pada kertas filter, setelah itu
lakukan duplo atau dua kali pada sediaan.

Berikut ini adalah skema pembuatan sediaan injeksi Salbutamol sulfat 0,05% :

Sterilisasi Alat & Membuat API


Timbang Bahan
Bahan (Air Pro Injeksi)

Sediaan dilarutkan Disaring kertas


dengan API Sediaan dipanaskan filter menggunakan
(Air Pro Injeksi) kolom G3

Beri etiket &


Dimasukkan ke masukkan Sediaan
Dievaluasi
dalam Vial dan brosur ke
dalam kemasan

Prosedur Pembuatan sediaan injeksi Furosemide 1% dan sediaan injeksi Salbutamol sulfat 0,05%
Furosemide 1%

Ruang Prosedur Hasil


Grey area Peralatan, wadah sediaan, dan
(ruang sterilisasi) aquabidest yang akan
digunakan disterilisasikan
dengan cara sterilisasi yang
sesuai.

Grey area Furosemid ditimbang 1000 mg


(ruang penimbangan) Natrium klorida ditimbang 624
mg Natrium hidroksida
ditimbang 200 mg

Keterangan : penimbangan
dilakukan di atas kaca arloji
steril, lalu ditutup dengan
alumunium foil.
Transfer box (ruang Semua alat, wadah yang telah
penimbangan) disterilkan dipindahkan ke
ruang pencampuran (white
area) melalui transfer box.

Ruang pencampuran Furosemid yang telah


ditimbang dimasukkan dalam
(white area) 15 mL aqua for injection dalam
gelas kimia A yang telah ditara
pada volume akhir sediaan
(100 mL). 200 mg NaOH
dilarutkan 50 mL dalam aqua
for injection dalam gelas kimia
B. Larutan NaOH ditambahkan
tetes demi tetes ke dalam
gelas kimia A sambil diaduk
sampai semua Furosemid
terlarut. 624 mg NaCl
dilarutkan dalam 20 mL aqua
for injection dalam gelas kimia
C.

Larutan NaCl dalam gelas


kimia C dimasukkan sedikit
demi sedikit ke dalam gelas
kimia A.

Aqua for injection ditambahkan


hingga volume larutan dalam
gelas kimia A mencapai kurang
lebih 40 mL. Dilakukan
pengecekan pH. pH sediaan
yang diharapkan adalah 8-9.3.
Jika diperlukan, tambahkan
larutan NaOH sampai target pH
sediaan tercapai.

Volume larutan dalam gelas


kimia A digenapkan hingga
mencapai batas volume yang
telah ditara dengan
menambahkan aqua for
injection.

Larutan kemudian disaring


menggunakan membran filter
berpori 0,45 μm untuk
meminimalkan jumlah
kontaminan partikulat
(beberapa tetes pertama
larutan yang disaring dibuang).

Dilakukan pemeriksaan
kejernihan dan pengecekan pH
pada larutan yang telah disaring.

Buret disiapkan, dan dibilas


dengan aquabides terlebih
dahulu. Bilas dengan kurang
lebih 3 mL sediaan. Ujung
buret dibersihkan dengan
alkohol 70%. Sediaan
dimasukkan ke dalam buret.

Ampul diisi dengan volume


masing-masing 5,3 mL.
Masing-masing ampul yang
telah diisi larutan ditutup
dengan alumunium foil.

Ampul yang telah ditutup


dimasukkan ke dalam
beaker glass yang dilapisi
kertas saring, kemudian
dibawa ke grey area (ruang
penutupan) melalui transfer
box.

Grey area Masing-masing ampul


(Ruang penutupan) ditutup menggunakan mesin
penutup ampul atau dengan
membakar ujung ampul
dengan api bunsen.

Sediaan dibawa ke ruang


sterilisasi melalui transfer box.
Grey area Sterilisasi sediaan menggunakan
(Ruang sterilisasi) autoklaf pada suhu 121°C selama
20 menit. Kemudian dilakukan

pemeriksaan kebocoran dengan


membalik posisi sediaan.
Grey area Sediaan diberi etiket dan
(Ruang evaluasi) kemasan, lalu dilakukan evaluasi
pada sediaan yang telah diberi
etiket dan kemasan.

Evaluasi :
Pengujian pH
Salbutamol Sulfat 0,05%

Ruang Prosedur Hasil


Grey area Peralatan, wadah sediaan, dan
(ruang sterilisasi) aquabidest yang akan digunakan
disterilisasikan dengan cara sterilisasi
yang sesuai.

Grey area Bahan Aktif dan eksipien ditimbang


(ruang penimbangan) sesuai kebutuhan menggunakan
kaca arloji yang sudah disterilisasi :

Salbutamol Sulfat : 37,5 mg

NaCl : 592 mg

HCl 0,1 N : qs

NaOH : qs

Asam sitrat : 90 mg

Natrium Sitrat : 232,5 mg

Aqua pro injection ad 75 mL

Keterangan : penimbangan
dilakukan di atas kaca arloji steril,
lalu ditutup dengan alumunium
foil.

Transfer box (ruang Semua alat, wadah yang telah


penimbangan) disterilkan dipindahkan ke ruang
pencampuran (white area) melalui
transfer box.
Ruang pencampuran 1. 1.Pada gelas kimia A 10 mL,
dimasukkan salbutamol sulfat,
(white area) lalu dimasukkan 10 mL aqua pro
injection ke dalam gelas kimia
sedikit sedikit sambil diaduk. Bilas
kaca arloji dengan aqua pro
injection.

2. Pada gelas kimia B 10 mL yang


lain, dimasukkan NaCl dan
ditambahkan 2 mL aqua pro
injection sambil diaduk hingga
larut. Bilas kaca arloji dengan aqua
pro injection.

3. Pada gelas kimia C 10 mL yang


lain, dimasukkan Asam sitrat lalu
tambahkan aqua pro injection 0,5
ml sambil diaduk hingga larut. Bilas
kaca arloji dengan aqua pro
injection.

4. Pada gelas kimia D 10 mL yang


lain, masukkan Natrium Sitrat, lalu
tambahkan 0,5 mL aqua pro
injection sambil diaduk hingga
larut. Bilas kaca arloji dengan aqua
pro injection.

5. Pada gelas kimia E 25 mL,


campurkan larutan gelas kimia C
dan gelas kimia D terlebih dahulu,
sedikit demi sedikit lalu diaduk
hingga homogen. Bilas gelas kimia
C dan D dengan Aqua pro injection.
Tambahkan larutan gelas kimia B
sambil diaduk hingga homogen.
Bilas gelas kimia B dengan aqua pro
injection. Tambahkan larutan gelas
kimia A sambil diaduk hingga
homogen. Bilas gelas kimia A
dengan aqua pro injection.

6. tambahkan aqua pro injection


hingga tercapai volume sediaan 10
ml

7. Dilakukan pengecekan pH. pH


sediaan yang diharapkan 4,5. Jika
diperlukan tambahkan larutan
NaOH sampai target pH sediaan
tercapai.

8. Volume larutan dalam gelas


kimia E digenapkan hingga
mencapai batas volume yang telah
ditara pada volume akhir sediaan
(75 mL) dengan menambahkan
aqua pro injection

9. Larutan kemudian disaring


menggunakan membran filter berpori
0,45 μm untuk meminimalkan jumlah
kontaminan partikulat (beberapa
tetes pertama larutan yang disaring
dibuang).

10. Persiapkan buret steril (dengan


membuang larutan desinfektan,
bilas dengan aqua pro injection
steril dan selanjutnya dengan
sedikit sediaan jadi), jarum buret
diseka menggunakan tissue yang
dibasahi etanol 70%. sediaan
dimasukkan kedalam buret steril

11. Vial diisi dengan volume


masing-masing 5,3 mL. Masing-
masing vial yang telah diisi larutan
ditutup dengan alumunium foil.

12. Vial yang telah ditutup


dimasukkan ke dalam beaker glass
yang dilapisi kertas saring, kemudian
dibawa ke grey area (ruang
penutupan) melalui transfer box.

Grey area Masing-masing vial ditutup


(Ruang penutupan) menggunakan mesin penutup vial

Sediaan dibawa ke ruang


sterilisasi melalui transfer box.

Grey area Sterilisasi sediaan menggunakan


(Ruang sterilisasi) autoklaf pada suhu 121°C selama 20
menit. Kemudian dilakukan

pemeriksaan kebocoran dengan


membalik posisi sediaan.
Grey area Sediaan diberi etiket dan kemasan,
(Ruang evaluasi) lalu dilakukan evaluasi pada sediaan
yang telah diberi etiket dan kemasan.
Evaluasi : Pengujian pH
BAB III
HASIL PERCOBAAN
a. Data Pengamatan evaluasi sediaan injeksi furosemid 1%

No Jenis Jumlah Hasil Syarat

Evaluasi Prinsip Evaluasi Sampel Pengamatan


1 Uji Wadah diletakkan 4 Hanya sediaan vial Tidak satu ampul
kebocoran dengan posisi terbalik. yang di uji pun bocor.
kebocorannya karena
ampul tidak dibakar
maka tidak
dilakukakan uji
kebocoran.
2 Volume Sediaan dipindahkan 4 Rata-rata tidak
terpindahkan dari ampul ke dalam kurang dari
(Farmakope gelas ukur dan dilakukan
100% dan tidak
Indonesia IV, pengamatan volume
1089) yang terpindahkan. satupun kurang
dari 95%.
3 Uji partikulat Memerlukan sistem 4 Tidak memenuhi Jumlah
(Farmakope elektronik penghitung syarat karena terdapat partikel/mL:
Indonesia IV, partikel pengotor cairan banyak partikulat
982-985) yang dilengkapi dengan pada sediaan. >50 μm: negatif
alat untuk memasukkan >25 μm: <1000
contoh yang sesuai.
>10 μm: <10000
4 Uji kejernihan Wadah sediaan akhir 4 Memenuhi syarat Tidak ditemukan
larutan disinari dari samping karena pada latar adanya serat atau
(Farmakope dengan latar belakang belakang hitam tidak pengotor.
Indonesia IV, warna hitam untuk ada partikel pada
998) melihat partikel sediaan, begitu juga
berwarna putih dan dengan latar putih
latar belakang putih tidak terdapat adanya
untuk melihat partikel partikel pada sediaan.
berwarna.
5 Uji pH sediaan Dengan pH meter. 4 Tidak memenuhi
(Farmakope syarat karena pH yang
Indonesia IV, dituju seharusnya 8,0-
1039) 9,3 namun hasil dari
evaluasi yang didapat
pH 10, yang akan
terjadi stabilitasnya
terganggu pada
sediaan tersebut.
No Jenis Cara Kerja Hasil
Gambar Evaluasi
evaluasi pengamatan
Memenuhi
syarat. Pada
a. Ambil sediaan latar
b. Siapkan latar hitam dan belakang
putih hitam dan
1. Uji
c. Sinari sediaan putih, hasil
Kejernihan
menggunakan lampu keduannya
dengan latar hitam dan positif jernih
putih. dan tidak ada
partikel pada
sediaan.
memenuhi
a. Masukkan botol ke syarat, Tidak
dalam larutan metilen ada
blue dalam bejana yang perubahaan
cukup untuk warna dalam
2. Uji
merendam. sediaan
Kebocoran
b. Rendam sediaan selama selama
15 menit direndam,
c. Periksa apakah ada yang berarti
perubahaan warna tidak ada
kebocoran.
Pengecekan a. Siapkan 25 mL tiap Tidak
3. pH sediaan memenuhi
b. Siapkan pH meter yang syarat,
sudah di kalibrasi Karena pH
c. Lakukan pengecekan yang didapat
pH dengan pada saat
mencelupkan pH meter pengecekan
ke dalam sampel selama dua
d. Catat angka yang kali 10,2
seharusnya
muncul dan lakukan pH yang
duplo pada sediaan. dituju antara
7 sampai 8,5.

a. Siapkan 50 mL sediaan
b. Lakukan filtrasi
Tidak
menggunakan alat filter
Memenuhi
c. Amati kertas filter di
4. Uji Bahan syarat, karena
bawah mikroskop,
Partikulat terdapat
hitung jumlah partikel
partikulat
yang ada pada kertas
>10
filter.
d. Lakukan duplo

a. Data Pengamatan evaluasi Sediaan Salbutamol 0,05%


No Jenis Cara Kerja Hasil Gambar Evaluasi
Evaluasi Pengamatan
1 Uji a. Ambil sediaan Memenuhi
Kejernihan syarat, Pada
b. Siapkan latar hitam dan
Latar belakang
putih hitam dan putih
hasil keduanya
c. sinari sediaan
positif Jernih,
menggunakan lampu dengan tidak ada
partikel di
latar hitam dan putih
dalam sediaan.
d. Periksa ada tidaknya
partikel
2 Uji a. Masukkan botol ke dalam Memenuhi
Kebocoran syarat, karena
larutan metilen blue dalam
tidak ada
bejana yang cukup untuk perubahan pada
sediaan yang
merendam
berarti tidak ada
b. Rendam sediaan selama 15 kebocoran.
menit
c. Periksa apakah ada
perubahan warna
3 Pengecekan a. Siapkan 25 ml tiap sediaan Tidak
pH memenuhi
b. siapkan pH meter yang
syarat, karena
sudah dikalibrasi pH yang didapat
pada saat
c. Lakukan pengecekan pH
pengecekan
dengan mencelupkan pH selama dua kali
hasilnya 8.
meter ke dalam sampel
Seharusnya pH
d. Catat angka yang muncul yang dituju
dan lakukan duplo pada antara 4,5.
sediaan.

4 Uji Bahan a. Siapkan 50 ml sediaan Tidak


Partikulat memenuhi
b. kemudian lakukan Filtrasi
syarat, karena
menggunakan alat filter jumlah partikel
yang terdapat
c. Amati kertas filter di
pada kertas
bawah mikroskop hitung saring ¿ 10.
jumlah partikel yang ada
pada kertas filter.
d. Lakukan Duplo
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam praktikum pembuatan sediaan steril infus Manitol 5%, natrium Bikarbonat
1,39%, dan amonium Klorida 0,5%, alat-alat yang akan digunakan harus disterilisasikan
terlebih dahulu, bahan yang tahan pemanasan dan untuk mengukur disterilisasikan
menggunakan metode sterilisasi panas kering dengan menggunakan oven pada suhu 170°C
selama 1 jam. Alat yang tidak tahan panas atau alat yang digunakan untuk mengukur
disterilisasikan menggunakan metode panas basah dengan menggunakan autoklaf pada suhu
121°C selama 15 menit.

Digunakan WFI (Water for Injection) sebagai pembawa, sebelumnya WFI harus
dilakukan depirogenasi dengan menggunakan karbon absorben. Cara kerja karbon absorben
dengan menyerap pirogen yang ada dalam WFI. Zat aktif bersifat higroskopis perlu
ditambahkan agen pengkelat untuk mencegah kekeruhan pada sediaan, agen pengkelat yang
digunakan adalah Dinatrium EDTA sebanyak 0,2 %.

Pembuatan dengan sterilisasi akhir pada tahap sterilisasi dan penimbangan dilakukan
di Grey area, pencampuran bahan dan pengisian dilakukan di White area kelas C,
pemasangan etiket, evaluasi, dan pemasangan kemasan sekunder dilakukan pada ruang C
atau Grey area. Penutupan botol flakon dengan menggunakan tutup karet flakon steril
dilakukan di ruang Grey area. Pada saat bahan-bahan yang telah ditimbang di kaca arloji
harus tertutup. Pada saat pencampuran bahan harus memperhatikan prosedur kerja yang baik
agar terhindar dari kontaminan terhadap sediaan. Sediaan yang telah jadi harus disaring
dengan menggunakan filter berukuran 0,45 µm sebanyak dua kali kemudian dilanjutkan
dengan filtarsi berukuran 0,22 µm. Kemudian ditutup dengan menggunakan tutup karet dan
tutup aluminium. Sediaan diberi label dan disterilisasi kembali dengan menggunakan
Autoklaf pada suhu 121° C selama 15 menit.

Sediaan yang telah distelisasikan dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan


pada sediaan infus meliputi :
a. Uji Kejernihan
b. Uji Kebocoran
c. Pengecekan pH
d. Uji Bahan Partikulat
Prinsip dari uji kejernihan yaitu membandingkan kejernihan larutan natrium
bikarbonat dengan penerangan yang cukup dengan latar hitam dan putih, maka hasil yang
didapat sediaan lolos uji, larutan tidak berubah tetap jernih. Hasil yang didapat dari latar
hitam dan putih adalah jernih tidak ada partikel.
Prinsip dari uji partikulat yaitu menghitung jumlah partikel yang ada pada sediaan
dengan penerangan yang baik dilakukan dengan 2 kali (duplo) pengamatan, maka hasil
yang didapat adalah tidak lolos uji karena mengandung rata-rata partikel lebih dari sama
dengan 10 dari 2 kali pengamatan.
Prinsip dari penetapan pH adalah dengan menggunakan pH meter dimasukkan ke
dalam larutan natrium bikarbonat, jika pH dalam sediaan asam sekitar 2 sampai 3 maka
diteteskan NaOH secukupnya, namun jika pH dalam sediaan basa sekitar 8-9 maka
diteteskan HCL secukupnya. Dari hasil uji ini sediaan tidak lolos uji dikarenakan
pengujian menunjukkan pH 7,4 sedangkan pH target sediaan adalah pH 10,2. Stabilitas
bahan aktif pada pH 7 sampai 8,5 maka, dipastikan pada pH 10,2 bahan aktif sudah tidak
stabil lagi.
Prinsip dari pengujian kebocoran yaitu masukkan botol ke dalam larutan metilen
blue dalam bejana yang cukup untuk merendam. Direndam selama 15 menit. Hasil yang
didapat tidak ada perubahaan warna dalam sediaan selama direndam, yang berarti tidak
ada kebocoran.
Salbutamol merupakan suatu senyawa yang selektif merangsang reseptor B2
adrenergik terutama pada otot bronkus. Golongan B2 agonis ini merangsang produksi
AMP siklik dengan cara mengaktifkan kerja enzim adenil siklase. Efek utama setelah
pemberian peroral adalah efek bronkodilatasi yang disebabkan terjadinya relaksasi otot
bronkus. Dibandingkan dengan isoprenalin, salbutamol bekerja lebih lama dan lebih
aman karena efek stimulasi terhadap jantung lebih kecil maka bisa digunakan untuk
pengobatan kejang bronkus pada pasien dengan penyakit jantung atau tekanan darah
tinggi.
BAB V

KESIMPULAN

Pada praktikum pembuatan sediaan infus Manitol 5% formulasi yang dibuat untuk
Manitol sebagai zat aktif 5%, NaCl sebagai pengisotonis 0,0135%, NaOH sebagai pengatur
pH 0,25 mL, dan Aqua pro injeksi sebagai pelarut add 700 mL. Berdasarkan hasil pecobaan
yang telah dilakukan, pada sediaan infus Manitol 5% tidak dilakukan evaluasi dikarenakan
sudah rusaknya sediaan yang telah dibuat.

Pada praktikum pembuatan larutan Natrium Bikarbonat 1,39% formulasi yang dibuat
adalah Natrium bikarbonat 1,39% jadi bahan ditimbang sebanyak 8,34 g dengan
penambahan zat eksipien WFI sebagai pembawa dan carbon adsorben sebagai
menghilangkan pirogen dalam sediaan. Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan
sediaan infus Natrium bikarbonat 1,39% adalah menggunakan teknik sterilisasi akhir dengan
Autoklaf pada suhu 121℃ selama 15 menit dan dalam oven 170°C selama 1 jam .
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, pada evaluasi sediaan dengan uji
kejernihan diperoleh hasil memenuhi syarat yang berlaku untuk pembuatan sediaan parenteral
karena pada latar belakang hitam dan putih, hasil keduannya positif jernih dan tidak ada
partikel atau bebas partikulat pada sediaan. Pada evaluasi sediaan dengan uji pH diperoleh
hasil tidak memenuhi persyaratan. Ini menunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian dengan
yang tercantum pada Farmakope Indonesia edisi III yaitu infus natrium bikarbonat pHnya
berkisar 7 sampai 8,5. Pada evaluasi sediaan uji kebocoran sudah memenuhi syarat yang
berlaku untuk sediaan parenteral karena larutan infus natrium bikarbonat yang ditempatkan
pada botol kaca tidak bocor ketika botol dimasukkan kedalam larutan yang berisi metilen
blue. Dan pada evaluasi sediaan uji bahan partikulat tidak memenuhi syarat dikarenakan
terdapat banyak partikulat-partikulat pada kertas filtrasi yang diamati oleh mikroskop.

Pada praktikum pembuatan sediaan infus Amonium Klorida 0,5% Formulasi yang tepat
untuk sediaan infus Amonium Klorida 0,5% adalah Amonium Klorida sebagai zat aktif 0,5%,
Dekstrosa sebagai pengisotonis 2,03125%, Dinatrium EDTA sebagai Penstabil NH4CL
0,2%, Karbon aktif sebagai depirogenasi 0,1%, NaOH dan HCL sebagai Adjust pH
secukupnya dan Aqua pro injection sebagai pelarut add 600 mL. Jenis sterilisasi yang
digunakan dalam pembuatan sediaan infus amonium klorida 0,5% adalah menggunakan
teknik sterilisasi akhir dengan Autoklaf pada suhu 121℃ selama 15 menit dan dalam oven
170°C selama 1 jam. Dari keseluruhan evaluasi didapatkan hasilnya bahwa sediaan amonium
klorida 0,5% yang dibuat adalah tidak memenuhi syarat, Dibuktikan dari uji kejernihan yaitu
Mengamati kejernihan larutan amonium klorida dengan penerangan yang cukup, maka hasil
yang didapat sediaan tidak memenuhi syarat, larutan terdapat banyak partikulat yang
mengendap di atas dan di bawah permukaan. Selanjutnya dari uji kebocoran yaitu apakah
terdapat kebocoran pada sediaan infus amonium klorida 0,5% saat direndam pada bejana
yang sudah diberi larutan metilen blue selama 15 menit. Hasil yang didapat sediaan
memenuhi persyaratan karena tidak adanya kebocoran pada sediaan infus Amonium Klorida
0,5%. Pada penetapan pH adalah dengan menggunakan pH meter apakah pH sediaan yang
dibuat sudah mencapai pH yang dituju, hasil dari uji ini adalah tidak memenuhi persyaratan
dikarenakan pengujian menunjukkan pH 3,2 sedangkan pH yang dituju sediaan adalah pH 4,6
sampai 6,0. Selanjutnya dari uji partikulat yaitu menghitung jumlah partikel yang ada pada
sediaan dengan penerangan yang baik dilakukan dengan 2 kali pengamatan, maka hasil yang
didapat adalah tidak memenuhi persyaratan karena mengandung rata-rata partikel lebih dari
sama dengan 10 dari 2 kali pengamatan.
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Agoes, Goeswin. 2009. Sediaa Farmasi Steril. ITB, Bandung.

Anonim, 2009. British Farmakopea. London.

Anonim. 2009. Martindale The Complete Drug Reference, 36th Edition. Pharmaceutical
Press, London.

Anonim, 2004, Farmakologi dan Terapi Edisi IV, UI Press. Jakarta.

Anief, Moh., 2008. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Press

Anonim., 2016. Penuntun Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Steril. Tangerang :
STF Muhammadiyah Tangerang

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi ke 4. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia

Brunner and Suddarth., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa : Agung
Waluyo, dkk, Edisi 8. Jakarta : EGC

DepKes., 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia

DepKes., 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia

Hadioetomo, R. S., 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta : PT. Gramedia

KemenKes., 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia

Lachman, Lieberman, Kanig., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia

Lukas, Syamsuni, H.A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Potter, P.A, Perry, A.G., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 4. Volume 2, Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk. Jakarta : EGC

Priyambodo, B., 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global Pustaka Utama

Reynolds, J.E.F (editor)., 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, Edisi 28. London :
The Pharmaceutical Press

Smith, Blaine Templar., 2016. Remington Education, Physical Pharmacy. London : The
Pharmaceutical Press

Voight, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press

Anda mungkin juga menyukai