Anda di halaman 1dari 2

No :FRM-SKP/042

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN Tanggal :


Revisi : 00
MUHAMMADIYAH GOMBONG Halaman : 1 dari 2

FORM LAPORAN REFLEKSI KASUS

Nama mahasiswa : Yunita Ekawati Hari/ Tanggal : Senin, 26 Oktober


2020
Tempat pelaksanaan :Daring (Via Whatsap Grup) Tema : kurangnya frekuensi
pemeriksaan DJJ pada
ibu pada kala I fase
laten

Komponen Uraian
1. Latar Belakang Angka kematian bayi merupakan indikator yang penting untuk
Kasus mengukur derajat kesehatan suatu negara. Hal ini karena bayi sangat rentan
terhadap keadaan kesehatan atau kesejahteraan yang buruk. Salah satu cara
untuk menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan oleh penyulit-
penyulit hipoksia janin dalam rahim antara lain dengan melakukan pemantauan
kesejahteraan janin. Tujuan pemantauan janin adalah untuk mendeteksi dini
ada tidaknya faktor-faktor resiko kematian prenatal tersebut (hipoksia/asfiksia,
gangguan pertumbuhan, cacat bawaan, dan infeksi).
Frekuensi denyut jantung janin pada usia 25 minggu adalah 150
x/menit. Sedangkan pada saat aterm adalah 110-150x/menit, dan sebelum akhir
periode tersebut, 160 kali/ menit dianggap sebagai batas maksimum frekuensi
denyut jantung normal. Denyut jantung janin dasar menurun tajam seiring
peningkatan usia gestasi sebagai akibat maturnya tonus parasimpatis.
Pemeriksaan denyut jantung janin diukur 1 menit penuh. Namun pada
kenyataan di lapangan sering ditemukan pengukuran DJJ pada pemeriksaan
kehamilan hanya untuk mengetahui ada tidaknya bunyi, tanpa mengetahui
frekuensinya, sehingga tidak bisa mendeteksi jika ada kemungkinan
ketidakteraturan atau frekuesinya lebih kecil dari 110, dan lebih besar dari 160.
DJJ kurang dari 110x/menit dianggap sebagai bradikardia janin. Sedangkan
pada kondisi takhikardia janin apabila terjadi peningkatan frekuensi DJJ di atas
160x/menit, yang disebabkan oleh berbagai factor, di antaranya hipoksia janin,
anemia, dan obat-obatan.
2. Ringkasan Kasus Di ruang VK terdapat pasien persalinan pada kala I dimana pada kala I dilakukan
tindakan observasi sebelum pembukaan lengkap diantaranya ada pemeriksaan DJJ
setiap 1 jam sekali, frekuensi dan lamanya kontraksi diperiksa setiap 1 jam sekali,
nadi diperiksa setiap 30-60 menit sekali, suhu tubuh, tekanan darah diperiksa setiap 4
jam sekali dan pembukaan servik dan penurunan kepala diperiksa setiap 4 jam sekali.
Pada kasus tersebut pemeriksaan DJJ pada janin tidak dilakukan oleh perawat/ bidan 1
jam sekali. Melainkan dicek apabila sudah pembukaan dan ada indikasi.

3. Refleksi Kasus Pada pasien bersalin seharusnya dilakukan tindakan pemeriksaan patograf
selama 1 jam sekali tetapi pada pasien tersebut tidak dilakukan satu jam sekali, dalam
hal pengisian patograf merupakan suatu hal yang sangat penting untuk petugas
kesehatan yang menangani persalinan dimana digunakan untuk mengidentifikasi
baiknya persalinan maupun masalah patologis. Peran penting penggunaan patograf
untuk memonitor ketepatan persalinan dan pengambilan tindakan sesuai indikasi yang
diperlukan agar komplikasi dihindari. Jika prosedur patograf tidak didokumentasikan
dengan baik dan efektif serta memiliki interpretasi yang salah dapat meningkatkan
komplikasi kehamilan yang sebenarnya dapat dicegah atau diobati sedini mungkin,
atau bisa jadi jika tidak dilakukan pemeriksaan dengan tepat bisa terjadi gawat janin.
4. Solusi/ Tindak Seorang perawat/ bidan ataupun tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
Lanjut kesehatan harus sesuai dengan prosedur serta dalam proses ibu bersalin, akan lebih
baik dilakukan suatu pelatihan seperti pada bagian pengisian dan pengambilan
keputusan berdasarkan patograf, dan menekankan pengisian untuk patograf serta
mengetahui kapan permulaan pencatatan, kapan mengambil keputusan dan kapan
membuat keputusan.

Gombong, 4 Oktober 2020


Mahasiswa Ners

(Yunita Ekawati)

Anda mungkin juga menyukai