Anda di halaman 1dari 76

KROMATOGRAFI GAS

Hermini Tetrasari
2017
KROMATOGRAFI GAS
PENDAHULUAN
I. KLASIFIKASI DAN MEKANISME PEMISAHAN
II. INSTRUMENTASI : Gas Pembawa, Injektor,
Headspace Sampling, Kolom, Detektor, Sistem
Pengolahan Data.
III. PENERAPAN ANALISIS
IV. PARAMETER KUALITAS PEMISAHAN :Waktu
Retensi, Faktor Kapasitas, Faktor Ikutan atau Faktor
Asimetri, Faktor Selektifitas, Jumlah Lempeng
Teoritis, Resolusi. 2
Pendahuluan
 Metode pemisahan campuran komponen yang melibatkan
dua fase yang tidak bercampur (fase diam dan fase gerak
berupa gas)
 Untuk analisis senyawa yang berwujud gas atau senyawa
yang mudah menguap.
 Pemisahan pada GC dipengaruhi:
 Volatilitas dan polaritas senyawa analit.
 Senyawa titik didih < 350°C umumnya masih dapat
dianalisis dengan GC
 Untuk senyawa yang tidak mudah menguap atau mempunyai
BM tinggi harus dilakukan diderivatisasi terlebih dahulu
menjadi senyawa turunan yang mudah menguap.
Contoh: Analisa Asam Lemak menjadi Fatty Acid Methyl
Ester (FAME) 3
I. Klasifikasi Kromatografi Gas berdasarkan
Wujud Fase Gerak dan Fase Diam
GC sebagian Berupa gas, disebut:
besar dalam Fase
bentuk GLC
• Gas pembawa
gerak • carrier gas

GC • Berupa Cairan (Gas


Fase Liquid Chromatography
diam = GLC)
• Padatan (Gas Solid
Chromatography= GSC)
Berdasarkan bentuk pendukung
fase diam, KG termasuk
kromatografi kolom tertutup.
Prinsip Dasar Analisa secara
Kromatografi Kolom

 Cuplikan diinjeksikan kedalam injektor.


 Aliran gas dari gas pembawa akan membawa
cuplikan yang telah diuapkan masuk ke dalam kolom.
 Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen -
komponen dari cuplikan.
 Komponen-komponen tersebut dideteksi oleh detektor
dan sinyal yang dihasilkan detektor akan direkam
oleh pencatat.
5
Klasifikasi Kromatografi Gas berdasarkan
Jenis Detektor

• FID (Flame ionization Detektor)


• ECD (Electron Capture Detector)
Detektor
konvensional • TCD (Thermal Conductivity
Detector)
• FPD (Flame Photometric Detector)

GC
• Mass Spectrometry (GC-MS)
Detektor
modern • Tandem Mass Spectrometry
(GC-MS/MS)
Kromatografi Gas
Keunggulan Kelemahan
 Aliran gas pembawa memiliki  Banyak analit yang mudah
kecepatan atau tekanan terdekomposisi pada suhu
terkontrol/terkendali. tinggi  sulit dianalisa secara
 Banyak pilihan kolom yang GC.
digunakan (jenis, panjang,  Banyak analit yang sulit
jenis fase diam, diameter); menjadi bentuk uapnya.
suhu dapat diatur/deprogram. (atsiri).
 Hasil pemisahan sangat bagus.  Hanya terbatas untuk zat-zat
 Waktu Analisa singkat. yang mudah menguap.
 Banyak pilihan detector.  Reaksi derivatisasi tidak
mudah dilakukan.
 Hyphenated instrument:
GC/FT-IR/MS, GC-MS/MS. 7
I. Mekanisme Pemisahan
 Pemisahan komponen dalam kolom berdasarkan perbedaan laju
migrasi masing-masing komponen akibat adanya perbedaan
kesetimbangan distribusi masing-masing komponen di antara fase
gerak dan fase diam.
 Secara kuantitatif kesetimbangan tersebut dinyatakan dengan
Koefisien Distribusi (K)
K = Cs / Cm
K = Koefisien distribusi
Cs = Konsentrasi komponen dlm fase diam
Cm = Konsentrasi komponen dlm fase gerak
 Jika K1 > K2 → Komponen 1 relatif tertahan pada fase diam
sehingga berada lebih lama di dalam kolom dibandingkan dengan
komponen 2
 Afinitas komponen dalam fase diam menentukan waktu retensi →
karakter spesifik suatu senyawa → dasar analisis kualitatif,
sedangkan luas puncak menunjukkan konsentrasi komponen →
dasar analisis kuantitatif. 8
Mekanisme Pemisahan
 Pemisahan komponen dalam kolom berdasarkan perbedaan laju
migrasi masing-masing komponen akibat adanya perbedaan
kesetimbangan distribusi masing-masing komponen di antara fase
gerak dan fase diam.
 Secara kuantitatif kesetimbangan tersebut dinyatakan dengan
Koefisien Distribusi (Kd)

 Jika Kd1 > Kd2  Komponen 1 relatif tertahan pada fase diam
sehingga berada lebih lama di dalam kolom dibandingkan dengan
komponen 2
 Afinitas komponen dalam fase diam menentukan waktu retensi 
karakter spesifik suatu senyawa  dasar analisis kualitatif,
sedangkan luas puncak menunjukkan konsentrasi komponen 
9
dasar analisis kuantitatif.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETENSI

 Migrasi solut/komponen melalui kolom dipengaruhi


oleh distribusi spesi solut dalam fase diam dan fase
gerak.
 Oleh karena itu retensi dikendalikan oleh faktor-faktor
yang mempengaruhi distribusi yaitu
 komposisi fase gerak
 sifat alami fase diam
 suhu
 tekanan yang mempengaruhi distribusi solut

10
Interaksi selama pemisahan

 Retensi atau migrasi dikendalikan oleh interaksi antara


solut dengan fase diam. Solut fase diam
 Fase gerak tidak turut dalam pemisahan, hanya berfungsi
sebagai pembawa solut melalui kolom.
 Pada fase diam non polar kromatografi gas :
 Molekul solut non polar ditahan secara kuat
dibandingkan dengan molekul solut polar.
 Maka molekul polar terelusi lebih awal karena
migrasinya lebih cepat atau diretensi kurang kuat
dibanding molekul non polar.
11
Interaksi selama pemisahan (Lanjutan)

 Perbedaan dalam interaksi antara solut dengan fase diam


non polar (disebut daya dispersi London) terlihat pada
titik didih / tekanan uap komponen-komponen dalam
sampel yang akan dipisahkan.

 Dua jenis molekul solut (polar dan non polar) akan


terpisahkan. Molekul solut yang mempunyai titik didih
rendah (tekanan uap tinggi) akan terelusi lebih awal dari
molekul solut yang mempunyai titik didih tinggi.

12
Interaksi selama pemisahan (Lanjutan)
 Fase diam polar kromatografi gas :
- Molekul solut polar memperlihatkan afinitas sangat besar karena
adanya interaksi dipol-dipol. Oleh karena itu molekul polar akan
terelusi lambat (retensi kuat) dan molekul non polar akan terelusi
cepat karena afinitasnya kecil dengan fase diam polar.
- Molekul yang dapat terpolarisasi dapat memunculkan interaksi
dipol-dipol terinduksi dan retensinya tergantung pada derajat
interaksi yang muncul.
 Dengan fase diam polar, titik didih (tekanan uap) kurang
berpengaruh terhadap retensi dibandingkan dengan interaksi
polar-polar 13
II. Instrumentasi Kromatografi Gas
Komponen instrumen GC dan masing-masing fungsinya
perlu dipahami agar diperoleh hasil pemisahan yang optimal.

Kromatograf gas terdiri dari:


 Sumber Gas (Tabung gas pembawa)
 Pengatur aliran Gas (Regulator)
 Gerbang suntik (Injektor, inlet)
 Kolom
 Detektor
 Oven
 Rekorder / Pencatat / PC
14
PERALATAN KROMATOGRAFI GAS

syringe

regulator rekorder
detektor
trap injektor Data sistem
kolom
Make up gas
Sumber gas
Kolom oven
15
1. Gas Pembawa (Carrier gas)
 Umumnya gas pembawa disimpan
dalam tabung gas bertekanan
tinggi, dilengkapi dgn regulator &
dihubungkan dgn penyaring/trap.
 Selama operasional aliran gas
harus tetap. Aliran diatur dan
dikontrol oleh regulator /
penunjuk tekanan.
1. Gas Pembawa
Tabung gas dihubungkan ke
instrument melalui pipa
(tubing) dari tembaga.
Hindari pemakaian tubing
dari plastik karena dapat
terjadi oksidasi oleh oksigen.

Syarat gas sebagai gas pembawa :


 Inert
 Kemurnian tinggi (UHP) > 99,995 % akan memperpanjang
umur kolom dan meningkatkan sensitifitas detektor.
 Koefisien difusi gas yang rendah
 Tidak merusak senyawa yang dianalisa
 Cocok dengan detektor yang dipakai
 Mudah didapat dan murah 17
1. Gas Pembawa
 Diperlukan make up gas untuk sistem kapiler agar diperoleh
sensitifitas yang baik dan puncak yang tajam.
 Make up gas yang digunakan biasanya sama dengan
gas pembawa atau gas pendukung.
 Gas pembawa umumnya mengandung kontaminan oksigen,
uap air dan hidrokarbon. Pemurnian dapat dilakukan dengan
menggunakan filter dan “oxygen and water trap”
 Penyaring/impurities trap yang harus dipasang pada saluran
gas, dapat berupa
 Molecular sieve moisture trap (untuk pengering)
 Hidrocarbon trap (penangkap hidrokarbon)
 Oxytrap (penangkap oksigen untuk detektor ECD) 18
Kecepatan alir gas pembawa
 Hk. Van Deemter: menyatakan hubungan antara
HETP (High Equivalent to a theoretical plate) atau
disingkat H dengan laju aliran fase gerak (µ)

H = A + B/µ + C.µ
A = difusi pusaran (Eddy diffusion)
B = difusi molekul fase gerak
C = tahanan alih massa
µ = kecepatan alir fase gerak

 Pada kolom kapiler : nilai A = 0  Hukum Golay


Pemilihan
Kecepatan alir
gas pembawa

 Kecepatan alir gas pembawa dipilih pada nilai H yang minimum


agar diperoleh efisiensi pemisahan yang tinggi
 Berdasarkan nilai H dan kecepatan liniernya  Gas hidrogen
lebih baik daripada Helium. Gas helium lebih baik daripada
Nitrogen
2. Injektor / Inlet
 Merupakan tempat memasukan sampel ke dalam kolom yang
dilengkapi dengan :
 Septum yang terbuat dari karet tahan panas tinggi yang
berfungsi untuk menahan difusi balik dari gas.
 Glass insert yang didalamnya diberi sedikit glasswool guna
menahan partikel sisa pembakaran / sisa pemanasan agar tidak
masuk ke dalam kolom.
 Graphite ferrule yang digunakan pada ujung glass insert ko-
kolom kapiler (juga terdapat di kedua ujung kolom kapiler, di
kedua ujung kolom kemas kaca dan di FID nozzle jet).
 Suhu injektor dapat diatur hingga mencapai 400°C, disesuaikan
dengan sifat fisika kimia sampel, biasanya 50°C lebih tinggi dari
titik didih tertinggi komponen (cukup panas untuk menguapkan
cuplikan tetapi tidak merusak komponen) 21
Sistem Injeksi pada Kolom Kapiler
 Split / Splitless Injection
 On-Column Injection
 Wide Bore Direct Injection
 Programmed Temperature Vaporizer
(PTV) Injection

Sistem Injeksi pada Kolom Kemas


 On-Column Injection
 Glass Insert Injection
22
a. Split/Splitless Injector
 Didisain untuk kolom
kapiler.
 Sampel yg diakomodasi
oleh kolom ini sangat
terbatas sehingga sampel
yang diinjeksikan harus
kecil.
 Sampel mengalami flash
vaporization dalam Glass
liner.
 Sistem injeksi: split,
splitless atau split/splitless.
 Penyuntikan melalui
septum ke dalam glass
liner.
Injeksi Split/Splitless
Injeksi Split:
 Digunakan untuk analit
konsentrasi relatif besar
(major component) 
hanya sebag sampel yang
masuk ke dalam kolom dan
untuk mencegah terjadinya
penumpukan sampel.
 Contoh Split ratio 1: 50 
berarti hanya se per 50 bag
dari sampel masuk ke dalam
kolom.

Injeksi Splitless :
 Digunakan untuk analit konsentrasi sangat rendah  semua sampel (95%)
masuk ke dalam kolom. Split ditutup beberapa saat, dengan diset sampling
time, kemudian proses selanjutnya sama dengan sistem split.
Kerugian Split Injector
 Terjadi sample discrimination : Sampel yang sulit menguap
tidak semua masuk ke dalam kolom, sampel sebagian menempel
di syringe  sampling tidak representatif
 Hasil kurang kuantitatif khususnya untuk sampel yang
mengandung komponen-komponen yang memiliki perbedaan
titik didih jauh

Sampel sulit
Sampel mudah
menguap
menguap

Peak
fronting
Septum GC
 Menghindari gas keluar dari kolom.
 Sebagai seal untuk menjaga tekanan gas pembawa sebelum
masuk ke dalam kolom  flow rate konstan.

 Jenis Septum yang sering digunakan:


 Red rubber (bleeding ± 250ºC).
 Thermogreen (dapat digunakan
sampai 300ºC).
 High-temperature blue (dapat
digunakan sampai > 300ºC).
 Septum harus sering diganti untuk
menghindari gangguan analisis
De-activated glass liner

 Jika dipakai logam 


dapat terjadi reaksi antara
sampel dan logam
 Liner dari gelas 
Mencegah reaksi antara
sampel dengan logam
 Dapat diganti atau
dibersihkan dengan
mudah
b. Cold On-Column Injection
 Penyuntikan langsung pada
kolom.
 Untuk mengatasi masalah
diskriminasi sampel.
 Tidak digunakan flash
vaporizer  penyuntikan
dilakukan pada suhu rendah
 Sangat menguntungkan untuk
analisa zat-zat yg thermolabil
dan sampel dengan perbedaan
titik didih komponen yg tinggi
pada konsentrasi sangat
rendah
c. Megabore Direct Injection

 Konversi dari packed column


injector untuk kolom megabore
(0.45 – 0.53 mm ID)
 Relatif sederhana dan trouble
free
 Volume injeksi: 5-6 μL dan
konsentrasi 1 – 10 μg
 Menguntungkan untuk analisis
cemaran

29
 Umum digunakan untuk senyawa mudah 3. Headspace
menguap dari sampel bentuk padat / cair Sampling
 Sampel (cair atau padat) diletakkan dalam vial
tertutup atau headspace autosampler,
umumnya 10-20 ml. Analit volatil dibiarkan
berdifusi ke dalam ruang headspace.
 Sampel langsung dapat dianalisis tanpa
preparasi terlebih dahulu
 Jika konsentrasi analit dalam headspace telah mencapai
kesetimbangan, sebagian diambil dan disuntikkan ke dalam
instrumen GC
 Pengambilan sampel dari ruang headspace dapat dilakukan secara
manual dengan gas tight syringe disebut SPME (Solid Phase Micro
Extraction) atau secara otomatis dengan Headspace sampler.
 Cara ini disebut Static Headspace Extraction atau Equilibrium
Headspace Extraction atau secara sederhana disebut Headspace
Static Headspace Extraction

Sampling secara otomatis


dengan headspace sampler

Sampling secara manual dengan


gas tight syringe atau SPME
Tahap-tahap Sampling pada Headspace GC
Analisa Headspace GC
 Untuk tujuan analisis kualitatif, sampel dimasukkan ke
dalam vial tanpa preparasi sampel terlebih dahulu

 Untuk tujuan analisis kuantitatif, kesetimbangan


konsentrasi analit antara headspace dan matriks sampel
harus mencapai kondisi optimum.

 Sampel padat dapat dipreparasi dengan penggerusan atau


dipotong-potong terlebih dahulu

 Sampel padat dilarutkan atau didispersikan ke dalam


pelarut yang sesuai.
Dynamic Headspace Extraction
 Disebut juga Purge and Trap

 Umum digunakan untuk analit konsentrasi sangat rendah


(trace analysis) atau jika diperlukan ekstraksi sempurna.

 Analit volatil tidak dibiarkan mencapai kesetimbangan


antara fase gas dan matriks tetapi analit volatil diambil dari
sampel secara kontinyu melalui gas yang mengalir.

 Digunakan untuk sampel cair dan padat meliputi sampel


lingkungan (air dan tanah), biologis, pertanian dan farmasi.
Teknik sampling pada Purge and Trap
Headspace-Gas Chromatography (HSGC)
Keunggulangan headspace sampling:
 Preparasi sampel sangat sederhana atau bahkan tidak
diperlukan preparasi sampel
 Dapat menghindari pengambilan sampel bentuk padat dan
cair secara langsung
 Matriks sampel yang kompleks dapat disederhanakan atau
bahkan dieliminasi pada fase gasnya
 Berbagai teknik tersedia, misalnya:
 vial pressurization for static headspace sample transfer.
 multiple headspace extraction (MHE) in static headspace.
 Contoh aplikasi bid. farmasi: Analisa residual solvent (USP)
4. KOLOM
 Merupakan jantung kromatografi (the heart of the
chromatography) karena didalamnya terjadi pemisahan komponen
 Pemilihan kolom tergantung sifat komponen, senyawa polar
biasanya dipisahkan pada fase diam non polar dan senyawa
nonpolar pada fase diam polar
 Suhu kolom 10 – 25°C diatas titik didih tertinggi komponen, tapi
lebih rendah dari suhu maksimum kolom.
 Kolom yang lebih panjang dapat memisahkan lebih baik namun
waktu analisis bertambah. Semakin kecil diameter dalam,
semakin baik pemisahan.
 Teori Giddings : Koefisien partisi sangat bergantung pada suhu,
umumnya kenaikan suhu 30°C dapat membagi 2 koefisien partisi
sehingga waktu retensi (Rt) akan menjadi setengahnya. Pengaruh
suhu terhadap Rt dapat dilihat dalam gambar berikut: 37
Suhu Kolom
a. 20% Liquid Phase at 30oC
30oC

b. 20% Liquid Phase at 40oC


40OC

c. 20% Liquid Phase at 50oC


50OC

d. 20% Liquid Phase at 60oC

60oC

Waktu retensi versus Suhu


38
Sistem Pemanasan Kolom (OVEN)
 Mengatur suhu kolom agar tetap konstan, pemisahan
dipengaruhi oleh suhu kolom.
 Syarat oven yang baik :
 Keseragaman suhu yang baik
 Kestabilan suhu yang baik
 Rentang suhu yang lebar
 Dapat untuk analisa ISOTERM (suhu diatur tetap
selama analisa)
 Juga untuk analisa TEMPERATUR PROGRAM
untuk meningkatkan resolusi, efisiensi kolom dan
menyederhanakan pengerjaan analisa.
 Berguna dalam mendapatkan keberulangan waktu retensi.
39
JENIS KOLOM

1. Kolom Kemas (Packed Column)


 Berupa tabung terbuka, panjang 1 –
5 m & diameter dalam 2,6 – 3,2 mm.
 Umumnya berbentuk gulungan atau
huruf U agar dapat dipasang pada
ruang oven kolom yang terbatas
 Efisiensi relatif rendah sehingga kurang sesuai untuk
pemisahan campuran analit dalam matriks sampel yang
kompleks
 Saat ini pemakaiannya terbatas, digantikan kolom kapiler
fused silica
40
JENIS KOLOM
2. Kolom Kapiler (Capillary Column) : WCOT, SCOT dan PLOT
a. WCOT
 Dibuat dr fused silica tubing,
bag luar dilapisi Polyimide
 lebih kuat, tidak mudah
putus, bag dalam dilapisi
dengan cairan fase diam.
 Yang sering digunakan ID 0,1 – 0,53 mm panjang 30 – 100 m,
tebal fase diam 0,10 – 1,5 m yang dikemas melingkar dan
disanggah dengan kawat

41
Wall Open Coated Tubular Column (Capillary GC)

Injection Panjang Kolom Detector


Klasifikasi WCOT
Berdasarkan internal diameter :
 Narrow bore (ID 0,1 – 0,32 mm)
 Wide bore  ID 0,53 mm

Berdasarkan ketebalan fase diam (film thickness) :


 Thin film (tebal fase diam sekitar 0.2m)
 Thick film (tebal fase diam >1 m)

Berdasarkan polaritas fase diam :


 Non polar
 Semipolar
 Polar

Berdasarkan Panjang kolom :


 Bervariasi (10 – 150 m)
JENIS KOLOM
2. Kolom Kapiler (Capillary Column) : WCOT, SCOT dan PLOT
b. PLOT
 Efisiensi kolom kapiler
jauh lebih besar dibanding
packed column.
 Mengandung material
padatan, tidak
mengandung cairan
 Umumnya digunakan
untuk analit sangat mudah
menguap seperti gas CH4,
CO2, CO atau molekul
atom C sedikit (C1-C3)
44
Phase Ratio
Kolom GC
Phase Ratio :
β < 100 = Volatiles Column
β ~ 250 = General Column
β > 400 = High Mass Column

Film
0.10 0.25 0.50 1.0
0.10 250 100 50 25
0.25 625 250 125 63
ID
0.32 800 320 160 80
0.53 1325 45530 265 133
Contoh Phase Ratio (β) Kolom

46
Masing-masing kolom memiliki
rentang suhu  Jangan dioperasikan
di luar rentang
Pemilihan Kolom
Sampel Bahan pengisi kolom
Gol Alkohol PEG 1000, PEG 6000, Porapak Q, QV-17
Chromasorb 101
Gol Aldehid PEG 1000, PEG 6000, Porapak Q, Chromosorb
105
Gol Amin Porapak Q, Versamid, Quadrol,Chromosorb 103
Gol Hidrokarbon Squalene, Apiezone, SE-30,OV-101, PEG 1000
Gol Alkaloid OV-17, OV-1, SE-30
Asam amino EGA, OV-17, NGS
Steroid OV-1, OV-17, OV-225
Pestisida OV-17, XE-60, OV-1, SE-30
Zat dengan titik SE-30, OV-1, OV-17, Versamid 900
didih tinggi 49
Beberapa Jenis Fase Cair

Sangat polar Polar Semi polar Non polar

Carbowaxes Zonyl E-7 Polyester SE-30


Versamid 900 XE-60 SAIB DC-200
20M-TPA Amine-220 OF-1 DOW 11
Hallomid XF-1150 Polyphenyleter Apiezon
FFAP Epon 1001 OV-17 OV-1

50
5. DETEKTOR
 Untuk mendeteksi komponen yang telah dipisahkan dan keluar
dari kolom dengan mengubah menjadi signal listrik yang
proporsional dengan intensitas komponen.
 Suhu detektor harus cukup panas sehingga komponen cuplikan
tidak mengembun. Pelebaran puncak dan menghilangnya pun-
cak komponen merupakan ciri khas terjadinya pengembunan.
 Ciri detektor yang dikehendaki :
1. Mempunyai kepekaan yang tinggi
2. Mempunyai limit deteksi yang rendah
3. Respon liniear dalam rentang kadar yang lebar
4. Tanggap terhadap semua jenis senyawa
5. Tak peka terhadap perubahan aliran dan suhu
6. Stabil dalam jangka waktu yang lama 51
JENIS-JENIS DETEKTOR
1. FID (Flame Ionization Detector)
Prinsip: ion-ion yang terbentuk pada nyala hidrogen dan
oksigen akan menurunkan tahanan listrik diantara
kedua elektroda sehingga terjadi arus listrik.
Sensitif terhadap senyawa organik hidrokarbon, ikatan C−H

2. ECD (Electron Capture Detector)


Prinsip: sejumlah elektron (hasil radiasi gas pembawa
dengan 63Ni) diabsorbsi oleh komponen yang
dianalisa. Kehilangan elektron merupakan ukuran
jumlah senyawa yang dianalisis.
Sensitif terhadap gugus elektronegatif dalam suatu molekul
(senyawa halogen dan logam organik), biasanya untuk
analisa pestisida organoklorin, herbisida dll. 52
JENIS-JENIS DETEKTOR (Lanjutan)
3. FTD/NPD (Flame Thermionic Detector)
Prinsip : senyawa N dan P menambah arus dalam plasma.
Sensitif terhadap senyawa fosfor organik dan nitrogen organik,
biasanya untuk analisis pestisida organofosfat.
4. FPD (Flame Photometric Detector)
Prinsip : P dan S yang dibakar dengan nyala hidrogen – oksigen
akan memancarkan panjang gelombang tertentu.
Sensitif terhadap senyawa fosfor organik dan sulfur organik,
biasanya untuk analisa pestisida ditiokarbamat serta polutan
udara dan air
5. TCD (Thermal Condutivity Detector)
Prinsip : perbedaan daya hantar panas gas pembawa dengan zat
yang dianalisa.
Sensitif terhadap senyawa organik dan anorganik mis. alkohol.
53
Flame Ionization Detector H 2 , O 2 Flame
CH  O  CHO   e -
(FID)
 Membutuhkan gas hidrogen dan
oksigen (compressed air)
 Analit mengalami pembakaran pada
nyala H2 dan O2 menghasilkan ion-
ion.
 Ion CHO+ terkumpul pd katoda 
terjadi arus listrik  diubah
menjadi signal.
 Pd kolom kapiler  diperlukan
makeup gas (mis. He, Nitrogen)
 Make-up gas berfungsi agar aliran gas pembawa optimal dan
untuk pendinginan detektor
 Rentang dinamik linier pada FID adalah 10.000.000 (107) 54
FID-NP
 Untuk mendeteksi senyawa-senyawa organik yang
mengandung nitrogen dan fosfor.

 Konstruksi detektor FID-NP serupa dengan detektor


FID, hanya saja ada tambahan suatu elemen aktif
yang terbuat dari Rubidium atau Cesium yang
dilapiskan pada silinder kecil aluminium.

 Detektor ini tidak sensitif terhadap ikatan C-H, tetapi


sensitif terhadap senyawa yang mengandung N
(nitrogen) dan P (fosfor)
Electron Capture Detector (ECD)
 Non-destruktif
 Umumnya gas pembawa yang
dipakai adalah campuran metana
dan argon.
 Terdiri dari sel dgn elektroda 63Ni
dan elektroda kolektor. Elektron
bergerak dr elektrode ke elektroda
kolektor. Jika ada sampel yang
bersifat elektronegatif (C-X) 
terjadi pengikatan elektron 
menyebabkan perubahan arus
listrik  terjadi signal. 56
Thermal Conductivity Detector (TCD)
 Termasuk detektor universal dan
non destruktif
 Carrier gas memiliki konduktivitas
termal tertentu .
 Jika terjadi perubahan
konduktivitas termal pada kolom
 tahanan pada filamen berubah .
 Adanya analit pada carrier gas 
dapat merubah konduktivitas
termal gas (misalnya He)
 Ada filamen kedua sebagai
pembanding 57
Flame Photometric Detector (FPD)
 Untuk senyawa yang
mengandung atom sulfur
dan fosfor seperti pada
pestisida dan polutan
udara dan air

 Dapat digunakan untuk


deteksi logam Cr, Se dll.

 Pengukuran signal dengan


Photo Multiplier Tube
(PMT)
KONDISI OPERASIONAL DETEKTOR GC
Tipe Detektor dan Jenis Gas yang
Dibutuhkan

Capillary
Gas Gas
Detektor Gas pembawa Make-up
pembakar pendukung
gas
TCD H2, He, Ar - - He
dan N2
FID N2, Ar, He H2 Udara N2
FPD He, N2 H2 Udara N2
FTD/NPD He, N2 H2 Udara He, N2
ECD He, N2 - - N2

61
6. Sistem Pengolah Data
Sinyal yang didapat dari detektor akan direkam dalam
bentuk kromatogram dan diolah.

Gas
Chromatograph
Sample: mixture of
volatile liquids (~1 L)

Kromatogram GC
Respon Detektor

A B C E

Waktu (menit) 62
III. PENERAPAN ANALISIS
 Analisis kualitatif :
 Identifikasi berdasarkan perbandingan waktu retensi cuplikan
dengan baku pada kondisi yang sama.
 Senyawa dengan waktu retensi yang sama dikonfirmasi dengan
mengganti kolom yang polaritasnya berbeda.
 Analisis kuantitatif :
 Sebaiknya digunakan baku internal untuk mengurangi
kesalahan akibat perbedaan volume pada penyuntikan ulang.
 Baku internal yang digunakan harus stabil, mempunyai sifat
mirip dengan baku analit dan tidak terkandung dalam sampel.
 Kurva kalibrasi baku seri : rasio area baku analit / area baku
internal diplot terhadap kadar baku analit.
 Untuk menghitung kadar sampel, digunakan rasio area analit
dalam sampel / area baku internal dalam sampel. 63
Kromatogram
Data :
Respon Detektor

tR-1  tR : waktu retensi


(parameter kualitatif)
tR-2  Luas peak = Peak area
 parameter kuantitatif
 Peak height (tinggi peak)
 parameter kuantitatif
waktu
 Width = lebar peak

Waktu retensi  bukan spesifik


Waktu retensi analit sama dengan waktu retensi baku pembanding
 analit mungkin sama dengan baku pembanding
IV. Parameter Kualitas Pemisahan
secara Kromatografi Gas

1. Waktu Retensi (tR )


2. Faktor Kapasitas (k’)
3. Faktor Ikutan (Tf) atau Faktor
Asimetri (As)
4. Faktor Selektifitas (α)
5. Jumlah Lempeng Teoritis (N)
6. Resolusi (Rs)
65
1. Waktu Retensi (t R)

 Waktu retensi (tR) adalah waktu yang diperlukan untuk


membawa keluar suatu komponen dari dalam kolom
kromatografi sehingga yang keluar dari kolom adalah
tepat pada konsentrasi maksimum.

 Waktu retensi netto (tR’) adalah Corrected / Adjusted


retention time t ’ = t – to
R R

to = waktu retensi zat yang tidak ditahan oleh fase diam


= tM = hold-up time (dead time). Pada GC dapat
diukur dengan menyuntikkan gas metana.
66
2. Retention Factor = Capacity factor (k’A)

tR  tM
k 'A 
tM

Menggambarkan kecepatan elusi analit pada kolom


Jika k’A < 1  elusi terlalu cepat.
Jika k’A > 10  elusi terlalu lambat
k’A sebaiknya antara 2 dan 6
3. Tailing Factor (Tf) =
Hubungan tR dan tM Symmetry Factor (As)
Vs
t R to (1Kd )
Vm
Kd = Koefisien Distribusi
Vs = Volume fase diam
Vm = Volume fase gerak

 Kondisi GC berbeda 
Tf = 1.0  Puncak simetri
tR berbeda-beda untuk
masing-masing analit Tf < 1.0  Fronting
Tf > 2.0  Tailing
Tailing, Fronting, Symmetry, Width Peak
 Lebar garis dasar (baseline) = Wb
 Lebar tengah puncak (W0.5)
4. Faktor Selektivitas (α)
 Selektif berarti mampu menahan berbagai komponen dengan
kekuatan yang cukup berbeda, sehingga faktor kapasitas
masing-masing komponen juga berbeda.
 Merupakan ukuran atau selektivitas pemisahan dua komponen,
dinyatakan sebagai Waktu retensi relatif.
 Harga a > 1 berarti dua puncak terpisah
 Dipengaruhi jenis fase gerak, jenis fase diam, suhu

k 'B (t R ) B  t M
a 
k 'A (t R ) A  t M

Faktor kapasitas (k’) yang


lebih besar digunakan
sebagai pembilang.
5. Jumlah Lempeng Teoritis ( N )
 Merupakan ukuran efisiensi pemisahan pada kolom.
 Menghitung N dari kromatogram :

 Menghitung N dari integrasi secara elektronik :

 Nilai N yang dapat diterima adalah N ≥ 10.000 / m


71
Jumlah Lempeng Teoritis (Lanjutan)
 Teori lempeng (the plate teory) menganalogkan kolom
kromatografi (fase diam) terdiri dari irisan-irisan yang disebut
Lempeng dan tebal dari tiap lempeng tersebut dinyatakan sebagai
Height Equivalent to a Theoritical Plate (HETP) = H
HETP = H = L / N
L = panjang kolom dalam centimeter (cm)

 Kekurangan teori yang dikembangkan oleh Martin dan Synge ini:


tidak menghubungkan ukuran partikel, difusi, laju alir dan
viskositas pelarut dengan kinerja kolom. Kekurangan teori ini
diisi oleh Teori Laju. 72
Jumlah Lempeng Teoritis (Lanjutan))
 Teori laju mempelajari kinetika perubahan yang terjadi dalam
sistem kromatografi dan mengidentifikasi faktor-faktor yang
mengendalikan pelebaran / dispersi pita.
 Pelebaran pita disebabkan oleh :
- pengaruh neka alur (the multi-path effect) atau difusi pusaran
/ Eddy (suku A) yaitu Aneka jalur migrasi yang mungkin
ditempuh komponen di dalam kolom dengan panjang atau
jarak yang berbeda.
- pengaruh difusi molekular dari komponen (suku B)
- pengaruh terhadap pemindahan massa komponen pada fasa
diam dan fase gerak (suku C) .
 Persamaan dasar Van Deemter : HETP = A + B/µ + C µ
µ = laju alir fase gerak dalam kolom
73
6. Resolusi ( Rs )
 Daya pisah antara dua puncak kromatogram.

Rs = 2 (tr1 – tr2) / (W1 + W2)


tr1 dan tr2 adalah waktu retensi komponen 1 dan 2
W1 dan W2 adalah lebar puncak pada alas untuk komponen 1
dan 2

 Ada keterkaitan antara faktor kapasitas optimum (k’), faktor


selektifitas (α) dan efisiensi kolom (N) agar terjadi suatu
pemisahan dua puncak kromatogram.

Rs = 0,25 √N (α-1/α) (k’/k’+1)


 Syarat : Rs > 1,5 74
Hubungan Resolusi dengan N

1. Dipengaruhi ukuran partikel, panjang kolom,


kondisi kolom.
2. Faktor selektivitas (α)  tergantung analit dan
fase diam.
3. Faktor kapasitas (k’)  kondisi pemisahan
76

Anda mungkin juga menyukai