Proses TDM terdiri dari empat komponen utama yang dimulai dan diakhiri
dengan pelayanan pasien (patient care). Komponen tersebut meliputi pre
analisis, analisis, post analisis dan pengaturan lingkungan. Pengaturan
lingkungan merupakan kondisi dan atmosfer disekitar proses analisis. Pre
analisis terdiri dari empat tahap.
C.Fungsi Therapeutic Drug Monitoring (TDM)
TDM memiliki beberapa fungsi antara lain dalam hal
pemilihan obat, perancangan aturan dosis, penilaian respon penderita,
pemantauan konsentrasi obat dalam serum, penilaian secara
farmakokinetik kadar obat, penyesuaian kembali aturan dosis, dan
adanya persyaratan khusus
1. Jika penderita tidak memberikan reaksi terhadap terapi obat seperti yang
diharapkan, maka obat dan aturan dosis hendaknya ditinjau kembali dari segi
kecukupan, ketelitian, dan kepatuhan penderita. Dokter hendaknya
menentukan perlu atau tidak konsentrasi obat dalam serum penderita diukur,
karena tidak semua respon penderita dikaitkan dengan konsentrasi obat dalam
serum. Contoh : alergi dan rasa mual ringan.
2. Bila “therapeutic window” suatu obat sempit, maka individualisasi dosis
menjadi sangat penting, karena perbedaan dosis yang kecil saja sudah dapat
menimbulkan perbedaan nyata dalam respon pasien.
3. Dalam beberapa kasus, patofisiologi penderita mungkin tidak stabil, apakah
membaik atau memburuk, misalnya klirens ginjal terhadap obat
4. Pasien dengan penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi kadar obat di
dalam darah.
5. Jika pasien menggunakan obat tertentu.
A. Obat Yang Perlu Therapeutic Drug Monitoring (TDM)
1. Punya Indeks terapi sempit
2. Ada kegagalan terapi (tidak efektif, toksik)
3. Ada variasi individu yang besar
4. Kadar obat dalam plasma dapat diukur dan Teknik analitik yang tepat,
mudah, tersedia dan murah
5. Dugaan non compliance
6. Obat non limier / saturasi
7. Ada gangguan fungsi organ
Seorang pria 42 tahun dengan diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi dirujuk ke
klinik untuk assassment (penilaian) mixed hyperlipidemia yang ditemukan dalam
pemeriksaan rutinnya. Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan di klinik menunjukan
hasil yang biasa. Pasien tidak memiliki xanthomatous. Riwayat keluarga ada yang
menderita diabetes melitus tipe 2. Pengobatan saat ini ramipril, glyburide, dan
hydroclorthiazide. Hasil analisis sampel darah (puasa) kolesterol total 356,34 mg/dL,
total trigliserida 5927,4 mg/dL, HDL-c 23,4 mg/dL, TSH 0,94 mIU/L. Urea,
kreatininm elektrolit, bilirubin, AST, ALT normal. HbA1c 9,5%. Kemudian dokter
meresepkan fenofibrate, metformin, dan rosuvastatin termasuk ramipril, glyburide,
dan hydroclorothiazide. Empat minggu kemudian lipid profil pasien mengalami
peningkatan. Hasil laboratorium menunjukkan kadar kolesterol total 213,45 mg/dL,
trigliserida 825,5 mg/dL, HDL-c 37,05 mg/dL. Dengan terus dilakukan follow up, 3
bulan kemudian kolesterol total 145,9 mg/dL, trigliserida 330,4 mg/dL, HDL-c 27,84
mg/dL.
Penyelesaian
A. Subjek
Pria berusia 55 tahun
1. Past Medical History
Diabetes melitus tipe 2
Hipertensi
2. Medication History (Dosis tidak dicantumkan di dalam jurnal
Ramipril
Glyburide
Hydrochlorothiazide
3. Physical Examination
Results of our physical examination were unremarkable
B. Objek
Data Laboratorium (Puasa)
Saat pertama Nilai uji Nilai normal
Kolestrol Total 536.34 mg/dL 146.94 - 201.08 mg/dL
Trigliserida 5927.4 mg/dL 31.15 - 151.3 mg/dL
HDL-c 23.4 mg/dL 35.1 - 93.6 mg/dL
TSH 0.94 mIU/L 0.49 - 4.67 mIU/L
HbA1c 9.5% < 6,5%
Urea, kreatininm elektrolit,
bilirubin, AST, ALT normal
4 minggu kemudian
Kolestrol Total 213.45 mg/dL 146.94 - 201.08 mg/dL
Trigliserida 825.5 mg/dL 31.15 - 151.3 mg/dL
HDL-c 37.05 mg/dL 35.1 - 93.6 mg/dL
3 minggu kemudian
Kolestrol Total 145.9 mg/dL, 146.94 - 201.08 mg/dL
Trigliserida 330.4 mg/dL 31.15 - 151.3 mg/dL
HDL-c 27.84 mg/dL 35.1 - 93.6 mg/dL
C. Assassment
Pasien mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus tipe 2 dan
hipertensi. Glyburide (dosis tidak dicantumkan) digunakan untuk
terapi diabetes pasien. Ramipril dan hydroclorothiazide (dosis
tidak dicantumkan) digunakan untuk terapi hipertensi pasien.
Berdasarkan data diatas, kolesterol total dan trigliserida pasien
sangat tinggi sementara kadar HDL-c dibawah normal.
Menurut NCEP (National Cholestrol Education Program)
kolesterol total normal < 200 mg/dL, trigliserida normal < 150
mg/dL, dan HDL-c 35-93 mg/dL. Hal ini mengindikasikan bahwa
pasien menderita hiperlipidemia (mixed hyperlipidemia).
Diabetes melitus tipe 2 yang diderita pasien merupakan salah satu
penyebab terjadinya hiperlipidemia sekunder karena kondisi
tersebut dapat menyebabkan meningkatnya level VLDL dan
menurunkan HDL (Rader & Hobbs, 2012).
Menurut Koda-Kimble et al (2005), pemakaian obat hipertensi
golongan tiazid juga menyebabkan peningkatan kolestrol 5-7% dan
peningkatan trigliserida 30-50%. Sementara menurut Martin et al.
2009, pasien dengan kadar trigliserida > 2001,77 mg/dL semuanya
hampir memiliki hiperlipidemia sekunder dan primer. Dokter
meresepkan fenofibrate (dosis tidak dicantumkan) untuk mengatasi
hiperlipidemia. Saat pemeriksaan HbA1c pasien sebesar 9,5% maka
dokter memberi metformin (dosis tidak dicantumkan) tambahan obat
untuk diabetes pasien. Rusovastatin (dosis tidak dicantumkan) untuk
terapi mixed hyperlipidemia.
D. Plan
Tujuan terapi yang ingin dicapai dalam pengobatan adalah penurunan kadar
kolesterol total dan trigliserida, meningkatkan kadar HDL-c, menormalkan kadar
gula darah dan tekanan darah tinggi serta mengurangi resiko pertama atu berulang
dari infark miokardiak, angina, gagal jantung, stroke iskemia, dan kejadian lain
pada penyakit arterial (karotid stenosis atau aortik abdominal)
1. Terapi hiperlipidemia
Fenofibrate
Dosis inisial yang biasa digunakan dalam terapi mixed hyperlipidemia yaitu
sebesar 300 mg per hari dan dapat ditingkatkan menjadi 400 mg perhari. Dosis
pemeliharan 200 mg per hari. Obat diminum setelah makan.
Rusovastatin
Dosis inisial yang biasa digunakan yaitu 20 mg per hari. Range dosis 5 – 40 mg
per hari dan tidak lebih dari 40 mg perhari. Obat sebelum atau setelah makan.
Drug Related Problem dalam Kasus 1
Pasien dengan mixed hyperlipidemia , diabetes metitus tipe 2 dan
hipertensi dalam kasus ini menerima 6 macam obat dalam
pengobatannya. Walaupun dokter tetap melakukan follow up terhadap
pasien tersebut, analisis DRP tetap harus dilakukan untuk mencegah
pasien mengalami kegagalan terapi dan kejadian DRP yang dapat
merugikan pasien. Adapun analisis DRP antara lain: indikasi tanpa
obat, obat tanpa indikasi, ketidaktepatan pemilihan obat, kelebihan
dosis obat, interaksi obat, efek samping obat, dan kegagalan pasien
menerima terapi.
1. Indikasi tanpa obat
Pasien menderita mixed hyperlipidemia, diabetes melitus tipe 2, dan hipertensi. Dari data
hasil laboratorium dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya indikasi penyakit lain.
Pemantauan kadar obat (TDM) adalah praktik klinis yang melibatkan pengukuran
kadar obat dalam darah atau plasma pasien pada waktu yang ditentukan untuk.
Memberikan panduan tentang rejimen. Dosis yang diperlukan untuk mempertahankan
kadar rentang terapi.
TDM memiliki beberapa fungsi antara lain dalam hal pemilihan obat,
perancangan aturan dosis, penilaian respon penderita, pemantauan konsentrasi obat
dalam serum, penilaian secara farmakokinetik kadar obat, penyesuaian kembali
aturan dosis, dan adanya persyaratan khusus.
Terima Kasih…