Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SOSIOLOGI POLITIK

“REKRUTMEN POLITIK”

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD RIZKY ANOM NIM : 16612011137

MUHAMMAD FEBRIAN SAPUTRA NIM : 17612011191

ARKAN ZAID AL GHOZI NIM : 18612011429

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

MANAJEMEN 03

FAKULTAS EKONOMI
TAHUN AKADEMIK 2020
UNIVERSITAS ANTAKUSUMA PANGKALAN BUN
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
kasih‐Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk‐
Nya sehingga kami diberikan kemampuan dan kemudahan dalam penyusunan
Makalah Ekonomi Koperasi tentang Rekrutmen Politik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum cukup baik, kami
menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. kami juga
menyadari bahwa kami masih banyak mempunyai keterbatasan pengetahuan dalam
materi, sehingga menjadikan keterbatasan bagi saya pula untuk memberikan
penjelasan yang lebih dalam tentang masalah ini, oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.

Akhir kata, kami mohon maaf sebesar-besarnya bila terdapat kekurangan dan
kesalahan. semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita dan juga dapat
menambah pengetahuan kita agar dapat lebih luas lagi.

Pangkalan Bun, 30 Oktober 2020

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................i

Daftar Isi.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah.........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Rekrutmen Politik........................................................................3


2.2 Teori Pengrekrutan Politik.........................................................................4
2.3 Sistem Pengrekrutan Politik......................................................................6
2.4 Tujuan Rekrutmen Politik.........................................................................11
2.5 Objek Rekrutmen Politik...........................................................................12
2.6 Mekanisme Rekrutmen Politik..................................................................13
2.7 Contoh Kasus.............................................................................................15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................17
3.2 Saran..........................................................................................................18

Daftar Pustaka............................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proporsi individu dalam suatu masyarakat tertentu yang aktif pada
tingkatan tertinggi dalam partisipasi politik, yaitu mereka yang menduduki
jabatan-jabatan politik dan administratif yang hanya merupakan kelompok
minoritas dari penduduk seluruhnya. Proporsi ini boleh dikatakan hampir-
hampir tidak bertambah bila mereka yang mencari jabatan politik dan jabatan
administratif dimasukkan, seperti yang seharusnya jika melakukan penilaian
terhadap pengrekrutan politik yang efektif.
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang secara politik paling aktif,
merupakan minoritas dalam masyarakat, dan mereka itu besar artinya
disebabkan oleh dua alasan, yaitu pertama, karena hal tersebut merupakan ciri
utama dari semua sistem politik, dengan kemungkinan pengecualian sistem-
sistem yang ada dalam beberapa masyarakat primitif, dan kedua, karena hal itu
merupakan basis dari sejumlah teori penting yang berusaha menjelaskan
bekerjanya sistem-sistem politik sehubungan dengan oligarki-oligarki, kaum
elite, dan kelas-kelas.
Akan tetapi, bagaimanapun juga keabsahan teori-teori ini salah satu
perhatian utama dari sosiologi politik, adalah untuk menyelidiki dan
menerangkan hal pengrekrutan orang-orang yang menjalankan kekuasaan
politik. Penting untuk menyelidiki pengrekrutan bagi satu birokrasi bukan
hanya karena perbedaan antara politikus dan administrator. Penataan
kelembagaan setiap sistem politik merupakan faktor relevan lain dalam
pengrekrutan politik.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi rekrutmen politik?
1.2.2 Bagaimana teori pengrekrutan politik?
1.2.3 Bagaimana sistem pengrekrutan politik?
1.2.4 Apa tujuan rekrutmen politik?
1.2.5 Apa objek dari rekrutmen politik?
1.2.6 Bagaimana mekanisme rekrutmen polirtik?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari rekrutmen politik.
1.3.2 Untuk mengetahui teori pengrekrutan politik.
1.3.3 Untuk mengetahui sistem pengrekrutan politik.
1.3.4 Untuk mengetahui tujuan dari rekrutmen politik.
1.3.5 Untuk mengetahui dan memahami objek dari rekrutmen politik.
1.3.6 Untuk mengetahui dan memahami mekanisme rekrutmen politik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Rekrutmen Politik


Rekrutmen politik berasal dari dua kata, yaitu rekrutmen dan politik.
Rekrutmen berarti penyeleksian dan politik berarti urusan negara. Jadi,
rekrutmen politik adalah peneleksian rakyat untuk melaksanakan urusan
Negara. Dalam kams besar Bahasa Indonesia, rekrutmen politik adalah
pemilihan dan pengangkatan orang untuk mengisi peran tertentu dalam sistem
sosial berdasarkan sifat dan status (kedudukan), seperti suku, kelahiran,
kedudukan sosial dan prestasi atau kombinasi dari semuanya.
Kajian ini meliputi melihat dan mempelajari peristiwa-peristiwa politik
dengan cermat tentang bagaimana para partisipan atau peserta sampai
terakomodasi dalam suatu keanggotaan institusi politik, dari mana asal mereka,
dengan jalan apa, gagasan-gagasan, keterampilan-keterampilan yang
dipersyaratkan dan hubungan-hubungan yang mereka peroleh atau mereka
korbankan.dengan demikian, rekrutmen politik merupakan suatu proses
pertahanan sistem yang dilembagakan, yang sebagian besar dipelajari melalui
sistem pemagangan (apprenticeship).
Pengrekrutan politik ialah proses dengan mana individu-individu
menjamin atau mendaftarkan diri untuk menduduki suatu jabatan. Pengrekrutan
merupakan proses dua arah dan sifatnya bisa formal maupun tidak formal.
Proses dua arah karena individu-individu mungkin mampu mendapatkan
kesempatan atau mungkin didekatioleh orang lain dan kemudian bisa menjabat
posisi-posisi tertentu. Pengrekrutan bisa formal, kalau para individu direkrut
dengan terbuka melalui cara institusional berupa seleksi ataupun pemilihan.
Pengrekrtan Informal dilakukan apabila para individunya direkrut secara prive
(sendirian) tanpa melalui atau sedikit sekali melalui cara institusional.

3
Rekrutmen politik adalah proses pengisian jabatan-jabatan pada
lembaga-lembaga politik termasuk partai politik dan administrasi atau birokrasi
oleh orang-orang yang akan menjalankan kekuasaan politik (Suharno, 2004:
117). Sedangkan menurut Cholisin, rekrutmen politik adalah seleksi dan
pengangkatan seseorang atau kelompok untuk melaksanakan sejumlah peran
dalam system politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya
(Cholisin, 2007: 113).
Pada referensi yang lain, kita bisa menemukan definisi atau pengertian
rekrutmen politik yang lebih memperhatikan sudut pandang fungsionalnya,
yaitu “The process by which citizens are selected for involvement in politics”.
Pengertian tersebut di atas menjelaskan bahwa rekrutmen politik adalah proses
yang melibatkan warga negara dalam politik.

2.2 Teori Pengrekrutan Politik


Terlepas dari adanya tuntutan hak, katakanlah lebih banyak duduknya
anggota-anggota wanita di Parlemen atau dikurangi adanya ahli hukum dalam
kongres adalah juga penting untuk menimbang, apakah pengadaan melampaui
atau justru berada dibawah permintaan. Ini tidak berarti bahwa karena
rendahnya permintaan akan anggota wanita di Parlemen maka berarti kurang
terwakilinya wanita dalam parlemen.
Daya penyediaan dan permintaan juga dipengaruhi oleh berbagai badan
seperti agensi pengrekrutan politik. Kriteria yang mungkin digunakan dan oleh
kadar sejauh mana proses itu dapat di kontrol. Beberapa agensi ini sedikit atau
banyak bekerja secara formal, yang lain seluruhnya bersifat informal. Mungkin
juga karena tidak adanya agensi pengrekrutan administratif yang dapat
dibandingkan dengan partai kelas pekerja pada umumnya mengakibatkan secara
tegas tidak adanya orang-orang yang berasal dari kelas sosio ekonomis
bawahan duduk sebagai pemegang jabatan administratif. Badan-badan

4
pengrekrutan informal yang terpenting bagi kelompok belakang ini sering kali
adalah lembaga pendidikan khusus yang mempersiapkan individu dengan
kualifikasi-kualifikasi formal yang diperlukan dan dengan insentif informal
mempertimbangkan suatu karier dalam dinas pemerintah.
Badan-badan agensi pengrekrutan biasanya akan menetapkan beraneka
ragam kriteria, meliputi ciri-ciri dan keterampilan yang mereka anggap layak
dan harus dikuasai oleh pejabat yang bersangkutan. Kriteria ini tentu saja akan
mencerminkan permintaan tetapi mereka juga akan mempengaruhi sistem
pengadaan dengan jalan mendorong atau dengan cara menakut-nakuti orang
dengan karakteristik atau keterampilan khusus tadi.
Karena banyaknya partai tentunya akan menimbulkan politisi yang
berlatar belakang berbeda-beda. Donald Matthews umpamanya menggaris
bawahi para senator Amerika, dibagi dalam empat tipe :
1. Kaum ningrat, yang datang dari keluarga politik dengan status sosial yang
cukup tinggi dan terdapat dalam kedua partai.
2. Kaum amatir, yang biasanya berasal dari status sosial agak bawahan, namun
sering adalah hartawan dan menampilkan lebih banyak angota Republiken
daripada Demokrat.
3. Kaum professional, yang telah menempuh jalan naik melalui aneka ragam
jabatan politik dan menyediakan lebih banyak anggota Demokrat daripada
anggota Republiken.
4. Kaum Agigator, biasanya mempunyai asal sosial yang rendah dan
memperoleh jabatan dengan usaha-usaha sendiri.
Demikian pula kriteria yg digunakan oleh partai yang sama di distrik
pemilihan yang berbeda-beda, mungkin dapat berbeda banyak sekali.
Sejauh mana pengrekrutan politik itu mengalami berbagai tipe
pengawasan adalah penting dalam mempengaruhi sistem pengadaan dan
permintaan. Seperti telah kita nyatakan, mungkin ada kualifikasi-kualifikasi
formal yang dituntut dari calon-calon pemegang jabatan tadi. Beberapa

5
diantaranya mungkin ditetapkan oleh agensi itu sendiri, sedang yang lainnya
mungkin ditetapkan oleh negara. Bagaimanapun juga kedua peristiwa itu
kiranya mempengaruhi proses pengrekrutan secara mendalam. Tetapi tidak
demikian halnya dalam masyarakat totaliter karena pengrekrutan politik itu
bidang yang penting dan vital, maka ia memperoleh pengawasan yang ketat.
Tentu saja seperti yang telah kita lihat perubahan ekstensif dalam personal
biasanya membutuhkan waktu, terutama dalam dalam bidang administratiif.
Akan tetapi salah satu metode yang paling penting dalam mempengaruhi
perubahan fundamental dalam sisem politk adalah lewat control terhadap proses
pengrekrutan politik. Demikianlah penguasa dalam masyarakat totaliter
berusaha mengawasi pengrekrutan semua pemegang jabatan politik dan
administratif, daripada menyerahkannya kepada badan-badan otonom atau semi
otonom.

2.3 Sistem Pengrekrutan Politik


Sistem pengrekrutan politik memiliki keragaman yang tiada terbatas
walaupun dua cara khusus, seleksi pemilihan melalui ujian serta latihan dapat
dianggap sebagai yang paling penting. Kedua cara ini tentu saja memiliki
banyak sekali keragaman dan banyak diantaranya memiliki implikasi penting
bagi pengrekrutan politik. Suatu metode pengrekrutan lain yang sudah berjalan
lama, yang umum terdapat banyak sistem politik adalah perebutan kekuasaan
dengan jalan menggunakan atau dengan kekerasan. Penggulingan dengan
kekerasan suatu rezim politik, apakah hal itu dapat berlangsung dengan cukup
ketat, revolusi, intervensi militer dari luar, pembunuhan atau kerusuhan rakyat,
sering kali walaupun tidak selalu bisa dijadikan sarana untuk mengefektifkan
perubahan radikal pada personil di tingkat-tingkat lebih tinggi dalam partisipasi
politiknya. Akibat yang paling langsung dan nyata dari metode-metode
sedemikian itu adalah penggantian para pemegang jabatan politik, akan tetapi

6
perubahan-perubahan dalam personil birokrasi biasanya menimbulkan hasil
lebih lambat, terutama bila berlangsung dalam masyarakat yang kompleks dan
sangat maju.
Berbeda dengan sistem patronage, akan tetapi juga cenderung untuk
mengekalkan tipe-tipe personil tertentu, ada lagi satu alat pengrekrutan yang
jelas dapat disebutkan sebagai mampu memunculkan pemimpin-pemimpin
alamiah. Walaupun sekarang dapat dikemukakan bahwa pemimpin partai
konservatif di Inggris itu tidak timbul lagi sejak adanya pemilihan oleh suara
anggota-anggota parlemen konservatif, sistem politiknya tetap memaksakan
sejumlah pembatasan kontekstual dengan cara mengurangi jumlah pemimpin-
pemimpin konservatif potensial dari mana pilihan tersebut dimunculkan.
Suatu metode yang lebih terbatas di mana pemimpin-pemimpin yang ada
dapat membantu pelaksanaan pengrekrutan tipe-tipe pemimpin tertentu adalah
dengan jalan “Koopsi”. Secara tepat “Koopsi” itu meliputi pemilihan seseorang
ke dalam suatu badan oleh anggota-anggota yang ada dan walaupun hal ini
hampir umum terdapat dalam lembaga-lembaga politik. Metode pengangkatan
anggota. Badan Kehakiman biasanya dianggap kurang bervariasi daripada
halnya para pemegang jabatan politik dan pejabat-pejabat administratif.
Bagaimanapun juga cara-cara pemilihan yang dipakai dalam sistem politik
sebagai sarana untuk memilih politikus dan pemegang jabatan administratif
atau kehakiman akan menjadi perhatian kita sekarang.
Suatu pemilihan dapat dinyatakan sebagai sarana untuk memilih di antara
dua alternatif atau lebih, dengan jalan pemberian suara, akan tetapi dengan
mengatakan hal sedemikian ini, pentinglah untuk mengakui adanya
keanekaragaman yang tiada terbatas pada sistem-sistem pemilihan. Hak untuk
ikut serta dalam pemilihan dapat dibatasi pada taraf yang berbeda-beda dan
metode khusus yang digunakan untuk memberikan suara serta menghitung
suara itu mengalami keserbaragaman yang banyak sekali. Beberapa pemilihan
dapat dilukiskan secara tidak langsung, yaitu para pemilih memberikan

7
suaranya untuk suatu kelompok individu yang kemudian merupakan satu badan
pemilih presiden dan wakil presiden, yang seterusnya memimpin pemilihan
kedua untuk menentukan siapa yang akan memegang jabatan yang
dipertaruhkan.
Semua itu mencakup peristiwa langsung dari para pemegang jabatan oleh
para pemilih, walaupun pilihan dari dari para pemilih tadi mungkin dibatasi
oleh kualifikasi-kualifikasi hukum yang ditetapkan bagi para pemegang jabatan
politik dan oleh metode-metode yang mana partai politik melakukan seleksi
terhadap para calon kandidat mereka. Hak pilih orang dewasa yang universal
merupakan dasar paling umum bagi pemberian suara pemilih, akan tetapi hal ini
biasanya dibatasi oleh faktor-faktor seperti kewarganegaraan, kesehatan jiwa
dan catatan kejahatan. Dalam beberapa sistem politik pembatasan seperti itu
dilakukan lebih luas lagi dan mencakup kriteria lain.
Pembatasan-pembatasan atas hak pilih kiranya mempunyai pengaruh
yang penting pada tingkah laku voting, karena itu juga terhadap pribadi yang
akan dipilih untuk menduduki jabatan politik. Pembatasan atas hak pilih secara
histories penting dalam membantu menjelaskan persekutuan-persekutuan partai
dan polarisasi elektoral. Dampaknya pun berbeda dengan dengan dampak cara
voting. Sistem-sistem pemilihan yang didasarkan atas pluralitas sederhana
terlalu membesar-besarkan perbandingan kursi yang diperoleh partai yang
menang dalam badan legislatif, sehubungan dengan suara dukungan yang
diberikan dengan akibat timbulnya kerugian dipihak lawan, terutama pada
partai politik ketiga atau partai-partai kecil lainnya.
Dibanyak negara lainnya, koalisi-koalisi merupakan norma dan
kemungkinan berlangsungnya sering diberi fasilitas-fasilitas dengan adanya
sistem-sistem pemilihan yang didasarkan pada perwakilan yang proporsional
sebanding. Keanekaragaman tipe dari perwakilan yang proporsional itu banyak
sekali.dan tipe-tipe diasosiasikan dengan hasil-hasil khusus. Hubungan antara
sistem-sistem pemilihan, tingkah laku, voting dan sistem-sistem partai sangat

8
komplek, yaitu bahwa ada hubungan memeng tidak dapat diragukan, akan
tetapi tidak dapat dikatakan umpamanya bahwa pluralitas sederhana
menyebabkan timbulnya sistem dua partai juga tidak dapat dinyatakan bahwa
perwakilan proporsional akan menyebabkan sistem multipartai. Sistem partai
adalah produk karakteristik sosial dari masyarakat yang bersangkutan, bukan
produk dari system pemilihannya.
Suatu faktor yang agak kurang penting adalah metode pemberian suara.
Ada juga faktor-faktor lain mengenai pemberian suara tetap merupakan
peristiwa penting. Pada kebanyakan peristiwa pemilihan terdapat pertandingan
yang berlangsung antara beberapa partai, seperti juga antara calon-calon
perorangan karena mayoritas para pemilih mengidentifikasikan dirinya dengan
suatu partai. Dibeberapa negara lain persaingan partai dilembagakan, dengan
jalan mencantumkan nama partai pada surat suara atau lebih penting lagi
dengan praktik menyodorkan daftar calon-calon partai pada para pemilih dan
meminta para pemberi suara untuk memilih calon dari partainya.
Karena itu pilihan yang dibuat oleh partai sangat penting. Selanjutnya,
urgensi pilihan ini menjadi semakin meningkat apabila sesuatu dukungan partai
dipusatkan dengan ketat, sebagaimana yang mungkin terjadi di distrik-distrik
pemilihan tertentu, sehingga untuk memperoleh pencalonan partai dalam distrik
pemilihan tanpa kecuali selalu akan merupak jaminan. Sistem pemilihan
didasarkan atas perwakilan proporsional biasanya menghasilkan lebih sedikit
partai-partai dan lebih sedikit calon-calon independen dengan kesempatan yang
lebih besar untuk dipilih tentunya.
Untuk menjamin pencalonan diperlukan dukungan dari satu partai karena
dukungan tersebut merupakan langkah penting menuju suksesnya hasil
pemilihan bagi calon-calon perorangan dan merupakan bagian penting dari
pengrekrutan politik. Kepemimpinan partai mencegah pencalonan seseorang
yang tidak disukai, sebaliknya menjadi sarana untuk jaminan pencalonan
seseorang yang disukainya.

9
Pengawasan regional atau local tidak perlu berarti seleksi terhadap para
calon yang tidak disukai oleh partai nasional, juga tidak menutup adanya
kerjasama anatara organisasi-organisasi partai tingkat nasional dan tingkat
lainnya. Secara normal hal itu berarti bahwa seleksi dilakukan dalam kerangka
prosedural umum terhadap partai sebagai keseluruhan dan sering kali diberi
supervisi oleh organisasi nasional akan tetapi hal itu juga berarti bahwa pilihan
calon yang efektif itu dilakukan pada tingkat regional atau tingkat lokal.
Penggunaan pemilihan pendahuluan dibandingkan dengan metode-
metode alternatif seleksi calon dapat dianggap penting. Kenyataan meunjukkan
bahwa pemilihan pendahuluan diharuskan secara hukum. Hal ini berarti bahwa
calon harus sudah siap untuk memeprjuangkan kampanye pemilihan umum
untuk menjamin pencalonannya. Betapun juga bentuk pemilihan pendahuluan
pasti berbeda pada beberapa peristiwa pemilihan pendahuluian berlangsung
terbuka dan setiap pemberi suara dapat berpartisipasi walaupun pada
kebanyakkan peristiwa hanya boleh memberikan suara dalam satu tempat
pemilihan pendahuluan dari satu partai saja. Selanjutnya walaupun pemilihan
pendahuluan tidak diragukan dapat memudahkan partisipasi politik, namun
penting untuk dicatat bahwa kehadiran pemilih ternyata sangat bervariasi.
Walaupun terdapat perbedaan, baik didalam walaupun diantara system
politik pada metode yang digunakan dalam melakukan seleksi para calon,
namun terdapat kecenderungan luas pada pengambilan keputusan penting
dalam seleksi calon untuk lebih banyak dipusatkan pada tingkat lokal atau
regional daripada tingkat nasional. Perbedaan yang lebih penting dalam banyak
hal tidak berasal dari padat pengawasan paratai atas pelaksanaan seleksi akan
tetapi dari doktrin konstitusional mengenai pemisahan dan fungsi kekuasaan.
Secara umum dapat dinyatakan semakin lama suatu partai berkuasa,
semakin besar pula kemungkinan mereka untuk menduduki jabatan
pemerintahan yang senior dan harus pula menyiapkan diri untuk menempuh
jalan hierarki kementrian. Betapapun juga jika suatu partai terlalu lama berada

10
dalam periode oposisi kemudian mendapat kesempatan untuk berkuasa maka
pengangkatan orang-orang yang tidak memiliki pengalaman sedemikian tadi
untuk pos-pos senior adalah lebih besar kemungkinannya.
Walaupun sistem politik negara berkembang telah memeperoleh
kemerdekaannya itu bebas dari dominasi kolonial selama sekian generasi.
Pertentangan dalam aktivitas pengrekrutan politik banyak terjadi di masyarakat
berkembang dan prosesnya cenderung berlangsung relatif dan tidak sistematis.
Sedang dalam masyarakat totaliter pengrekrutan tersebut berlangsung sangata
sistematis sekali.

2.4 Tujuan Rekrutmen Politik


Setiap sistem politik memiliki sistem atau prosedur rekrutmen yang
berbeda. Anggota kelompok yang rekrut/diseleksi adalah yang memiliki suatu
kemampuan atau bakat yang sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan atau fungsi
politik. Di Indonesia, perekrutan politik berlangsung melalui pemilu setelah
setiap calon peserta yang diusulkan oleh partainya diseleksi secara ketat oleh
suatu badan resmi. Seleksi ini dimulai dari seleksi administratif, penelitian
khusus (litsus), yaitu menyangkut kesetiaan pada ideologi negara.
Tujuan rekrutmen politik adalah terpilihnya penyelenggara politik
(pemimpin pemerintahan negara) dari tingkat pusat hingga tingkat terbawah
(lurah/desa) yang sesuai dengan kriteria (persyaratan) yang telah ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang ditentukan
melalui konvensi (hokum tidak tertulis) yang berlaku dalam masyarakat
(rakyat) Indonesia.
Rekrutmen politik atau representasi politik memegang peranan penting
dalam sistem politik suatu negara. Hal ini dikarenakan proses ini menentukan
siapa sajakah yang akan menjalankan fungsi-fungsi sistem politik negara itu

11
melalui lembaga-lembaga yang ada. Oleh karena itu, tercapai tidaknya tujuan
suatu sistem politik yang baik tergantung pada kualitas rekrutmen politik.
Kehadiran suatu partai politik dapat dilihat dari kemampuan partai
tersebut melaksanakan fungsinya. Salah satu fungsi yang terpenting yang
dimiliki partai politik adalah fungsi rekrutmen politik. Seperti yang
diungkapkan oleh pakar politik Ramlan Surbakti, bahwa rekrutmen politik
mencakup pemilihan, seleksi, dan pengangkatan seseorang atau sekelompok
orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada
umumnya dan pemerintah pada khususnya. Untuk itu partai politik memiliki
cara tersendiri dalam melakukan pengrekrutan terutama dalam pelaksanaan
sistem dan prosedural pengrekrutan yang dilakukan partai politik tersebut. Tak
hanya itu proses rekrutmen juga merupakan fungsi mencari dan mengajak
orang-orang yang memiliki kemampuan untuk turut aktif dalam kegiatan
politik, yaitu dengan cara menempuh berbagai proses penjaringan.

2.5 Objek Rekrutmen Politik


Masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban menjadi objek dalam
rekrutmen politik adalah seluruh masyarakat Indonesia yang sah sebagai warga
Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
lainnya. Dengan kata lain, setiap WNI, baik pria maupun wanita tetap
membedakan suku, agama, ras, warna kulit, dan lain-lainnya. Memiliki
kedudukan yang sama untuk memperoleh kesempatan mengikuti rekrutmen
politik di selruh tingkatan (hirarki) atau struktur politik yang ada.
Tentu saja seluruh WNI terlebih dahulu harus memenuhi kriteria
(persyaratan) yang telah ditetukan oleh UUD 1945 dan peraturan perundang-
undangan lainnya. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 27 ayat 2 yang
menyatakan bahwa “setiap warga Negara memiliki kedudukan yang sama
dalam hukum dan pemerintahan”.

12
2.6 Mekanisme Rekrutmen Politik
Mekanisme dalam melaksanakan rekrutmen politik ini dapat dibagi dalam
beberapa cara berikut:
a. Pemilihan umum merupakan salah satu pola rekrutmen politik yang khusus
dilakukan bagi setiap warga Negara yang memiliki hak politik (political
right) serta memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh UUD 1945
dan peraturan perundang-undang lainnya.
Peraturan perundang-undagan lainnya yang dimaksud adalah peraturan
perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan bidang politik yang
meliputi:
 Undang- Undang No.12 tahun 2002, tentang Pemilihan Umum
anggota DPR, DPD, dan DPRD;
 Undang-Undang No. 31 tahun 2002, tentang Partai Politik
 Undang-Undang No. 23 tahun 2003, tentang pemilihan umum
Presiden dan Wakil Presiden
 Undang-Undang tahun 2004, tentang susunan dan kedudukan
anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD
Pola rekrutmen ini dilakukan oleh pemerintah melalui Komisi Pemilihan
Umum yang ditujukan untuk menghasilkan pemimpin politik di seluruh
tingkatan (hierarki) pemerintahan Negara dalam arti yang luas (Legislatif
dan Eksekutif). Masa dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 periode
masa jabatan (UUD 1945) amandemen.
b. Fit and proper test, Pola rekrutmen yang dilakukan oleh legislative (DPR)
melalui mekanisme fit and proper test (uji kelayakan dan kepalutan)
ditujukan untuk memilih pimpinan eksekutif yang akan memimpin lembaga
tertentu. Lembaga tertentu yang dimaksud adalah lembaga tinggi negara
serta lembaga yang memiliki otoritas yang luas dan besar bagi

13
kesejahteraan rakyat. Contohnya BPK, MA, TNI, BUMN, Duta Besar, dan
lainnya
c. Seleksi CPNS, Pada rekrutmen ini adalah pola yang dilakukan oleh Institusi
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) RI. Semua peraturan
mengenai pelaksanaan tes penerimaan CPNS ditetapkan oleh MENPAN RI,
sedangkan Surat Keputusan pengangkatannya dikeluarkan oleh Badan
Kepegawaian Negara (BKN).
Penyelenggaraannya dapat dilakukan oleh MENPAN RI ataupun dapat juga
dilakukan oleh institusi pemerintahan Negara yang membutuhkan Pegawai
Negeri Sipil (PNS), baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Hasil rekrutmen ini ditujukan untuk mengisi formasi (lowongan) yang ada
dalam Birokrasi pemerintahan NKRI. Fungsinya adalah memberi pelayanan
kepada masyarakat umum dan memiliki status kepegawaian yang tetap
selama kinerja dan perilakunya tidak melanggar peraturan kepegawaian
Negara.
Dalam pengertian lain, Ada dua macam mekanisme rekrutmen politik,
yaitu rekrutmen yang terbuka dan tertutup. Dalam model rekruitmen terbuka,
semua warga Negara yang memenuhi syarat tertentu (seperti kemampuan,
kecakapan, umur, keadaan fisik) mempunyai kesempatan yang sama untuk
menduduki posisi-posisi yang ada dalam lembaga negara / pemerintah. Suasana
kompetisi untuk mengisi jabatan biasanya cukup tinggi, sehingga orang-orang
yang benar-benar sudah teruji saja yang akan berhasil keluar sebagai jawara.
Ujian tersebut biasanya menyangkut visinya tentang keadaan masyarakat atau
yang di kenal sebagai platform politiknya serta nilai moral yang melekat dalam
dirinya termasuk integritasnya. Sebaliknya, dalam sistem rekrutmen tertutup,
kesempatan tersebut hanyalah dinikmati oleh sekelompok kecil orang. Ujian
oleh masyarakat terhadap kualitas serta integritas tokoh masyarakat biasanya
sangat jarang dilakukan, kecuali oleh sekelompok kecil elite itu sendiri.

14
2.7 Contoh Kasus
Disini kami kelompok sepuluh mengambil contoh kasus dari penelitian
Ilham Anshari dan Dina Fadiyah yang berjudul “POLA REKRUTMEN
PARTAI POLITIK (STUDI KASUS: DEWAN PIMPINAN CABANG
PARTAI AMANAT NASIONAL KOTA BEKASI DALAM MENETAPKAN
CALON ANGGOTA LEGISLATIF DPR RI TAHUN 2014-2019”.
Penelitan ini akan membahas tentang Pola Rekrutmen Partai Politik
dengan mengambil Studi Kasus, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai
Amanat Nasional Kota Bekasi Dalam Menetapkan Calon Anggota Legislatif
Tahun 2014-2019. Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah (1) Untuk
mengetahui pola rekrutmen salah satu partai politik di Indonesia, yaitu Partai
Amanat Nasional (PAN) Kota Bekasi, dalam mengikuti kontestasi pemilihan
anggota legislatif tahun 2014. (2) Untuk mengetahui ranah secret garden yang
selama ini masih menjadi rahasia publik, dan hanya menjadi konsumsi pribadi
segelintir elit di dalam tubuh partai politik. (3) Untuk mengetahui dampak yang
ditimbulkan dari pola rekrutmen yang digunakan PAN dalam pileg 2014,
terhadap kelembagaan PAN di kota Bekasi. Penelitian ini menggunakan Teori
rekrutmen politik dan Teori pola rekrutmen politik. Metode Penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif dengan format penelitian studi kasus. Data
dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara dan studi pustaka serta
dokumentasi.
Hasil penelitian ini adalah adanya perbedaan pola rekrutmen yang
digunakan oleh PAN dengan partai politik lain, yang masih sangat bergantung
kepada keputusan pimpinan pusat. Dalam proses penetapan calon, DPP hanya
sebagai dewan pertimbangan sementara itu yang memiliki peranan besar adalah
pimpinan partai di tingkat daerah, seperti DPW, DPD, DPC dan ranting. PAN
memiliki dua cara dalam memilih calon kader yang akan maju dalam proses
pemilihan, yaitu memilih calon yang sudah dikenal oleh masyarakat dan putra

15
daerah. Daerah dipilih untuk menjadi pusat dalam pemilihan kandidat, karena
pimpinan pusat merasa perlu untuk melibatkan pimpinan partai di daerah
sebagai tingkatan organisasi yang paling dekat dengan masyarakat dan paling
mengetahui kebutuhan dan kondisi masyarakat di daerah.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rekrutmen politik adalah pemilihan
dan pengangkatan orang untuk mengisi peran tertentu dalam sistem sosial
berdasarkan sifat dan status (kedudukan). Pengrekrutan politik ialah proses
dengan mana individu-individu menjamin atau mendaftarkan diri untuk
menduduki suatu jabatan.
2. Donald Matthews umpamanya menggaris bawahi para senator Amerika,
dibagi dalam empat tipe :
a. Kaum ningrat, yang datang dari keluarga politik dengan status sosial
yang cukup tinggi dan terdapat dalam kedua partai.
b. Kaum amatir, yang biasanya berasal dari status sosial agak bawahan,
namun sering adalah hartawan dan menampilkan lebih banyak angota
Republiken daripada Demokrat.
c. Kaum professional, yang telah menempuh jalan naik melalui aneka
ragam jabatan politik dan menyediakan lebih banyak anggota Demokrat
daripada anggota Republiken.
d. Kaum Agigator, biasanya mempunyai asal sosial yang rendah dan
memperoleh jabatan dengan usaha-usaha sendiri.
3. Sistem pengrekrutan politik memiliki keragaman yang tiada terbatas
walaupun dua cara khusus, seleksi pemilihan melalui ujian serta latihan
dapat dianggap sebagai yang paling penting. Kedua cara ini tentu saja
memiliki banyak sekali keragaman dan banyak diantaranya memiliki
implikasi penting bagi pengrekrutan politik. Suatu metode pengrekrutan lain
yang sudah berjalan lama, yang umum terdapat banyak sistem politik adalah
perebutan kekuasaan dengan jalan menggunakan atau dengan kekerasan.

17
4. Tujuan rekrutmen politik adalah terpilihnya penyelenggara politik
(pemimpin pemerintahan negara) dari tingkat pusat hingga tingkat terbawah
(lurah/desa) yang sesuai dengan kriteria (persyaratan) yang telah ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang ditentukan
melalui konvensi (hukum tidak tertulis) yang berlaku dalam masyarakat
(rakyat).
5. Masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban menjadi objek dalam
rekrutmen politik adalah seluruh masyarakat Indonesia yang sah sebagai
warga Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundang-
undangan lainnya.
6. Mekanisme dalam melaksanakan rekrutmen politik ini dapat dibagi dalam
beberapa cara berikut:
a. Pemilihan umum merupakan salah satu pola rekrutmen politik yang
khusus dilakukan bagi setiap warga Negara yang memiliki hak politik
(political right) serta memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh
UUD 1945 dan peraturan perundang-undang lainnya.
b. Fit and proper test
c. Seleksi CPNS

3.2 Saran
Dari pembahasan di atas maka penulis menyarankan agar para pembaca
mengetahui dan memahami tentang “Pengrekrutan Politik”. Serta lebih
mengerti dan bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Masih banyak
kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik yang kami
sengaja maupun yang tidak kami sengaja. Maka dari itu sangat penulis
harapkan saran dari pembaca yang membangun demi kesempurnaan makalah

18
ini. Semoga dengan berbagai kekurangan yang ada ini tidak mengurangi nilai-
nilai dan manfaat dari mempelajari makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA
Anggara, sahya. 2013. Sistem Politik Indonesia. Bandung:CV Pustaka Setia
Supardan, dadang.2007. Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.
Jakarta: Bumi Aksara
Rush, Michael dan Phillip Althoff. 2008. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
file:///D:/pelajaran%20mata%20kuliah/semester%203/MAKALAH
%20SOSIALISASI%20POLITIK%20_%20BERBAGI%20ILMU
%20SOSIAL.htm
file:///D:/pelajaran%20mata%20kuliah/semester%203/MENUJU%20SUATU
%20TEORI%20PENGREKRUTAN%20POLITIK%20_%20Fungsi
%20Pendidikan.htm

Sahya Anggara, Politik Indonesia, Bandung:CV Pustaka Setia, 2013, hlmn 88.
Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural,
Jakarta: Bumi Aksara, 2007 hlmn 79.
Anshari Ilham, Fadiyah Dina, POLA REKRUTMEN PARTAI POLITIK (STUDI
KASUS: DEWAN PIMPINAN CABANG PARTAI AMANAT NASIONAL
KOTA BEKASI DALAM MENETAPKAN CALON ANGGOTA
LEGISLATIF DPR RI TAHUN 2014-2019)

20

Anda mungkin juga menyukai