Anda di halaman 1dari 122

BAB I

PANDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya

terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas

pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua

benda yang bisa dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan

konsumen. Terdapat beberapa alat pengukur volumetri diantaranya pipet volume,

labu takar dan buret. Ketelitian pengukuran merupakan cara pembacaan skala

yang tepat pada alat ukur volumetri (pipet volumterik, gelas ukur erlenmeyer,

maupun labu takar) memperhatikan angka signifikan, toleransi pembacaan skala,

dan ketelitian standar dari alat. Pembacaan skala pada alat ukur volumetri (pipet

volumetrik, gelas ukur, erlenmeyer maupun labu takar) harus benar-benar

diperhatikan, dalam hal melihat skala, kedudukan badan, jenis alat maupun jenis

larutan, dengan memperhatikan angka signifikan, toleransi pembacaan skala, dan

sifat ketelitian alat.

Kalibrasi dilakukan agar hasil pengukuran selalu sesuai dengan alat ukur

standar/alat ukur yang sudah ditera. Alat-alat analisis kimia dapat diartikan

sebagai alat-alat yang sering digunakan dalam pekerjaan analisis kimia seperti:

pipet volumetri, labu takar, gelas ukur, labu erlenmeyer, neraca analitik ataupun

neraca listrik/neraca digital, cawan krus, pembakar bunsen.


Alat-alat kimia yang lainnya sebagai pendukung pekerjaan analisis yaitu

gelas kimia, gelas ukur, pipet ukur, tabung reaksi, pipet, corong, maupun batang

pengaduk. Untuk memperoleh hasil yang baik dalam analisis kimia diperlukan

cara-cara yang khusus dalam pemakaian dan pemeliharaannya. Alat-alat analisis

kimia umumnya digunakan dalam pekerjaan titrasi, gravimetri, maupun analisis

secara instrumentasi. Adapun untuk pekerjaan analisis kuantitatif perlu ketelitian

lebih besar maka sebelum pemakaian alat-alat volumetri yang terbuat dari gelas

sebaiknya dilakukan dahulu kalibrasi alat. Kalibrasi dilakukan agar hasil

pengukuran selalu sesuai dengan alat ukur standar/alat ukur yang sudah

ditera.Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan percobaan mengenai peneraan

volumetri.

1.2 Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan peneraan

terhadap alat-alat ukur volumetrik.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan dari praktikum peneraan volumetrik ini adalah dilakukan

berdasarkan peneraan terhadap alat-alat ukur volume seperti buret, gelas ukur,

labu takar dan pipet volume.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kalibrasi

Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara

nilai yang ditunjukkan oleh instrumen pengukur atau sistem pengukuran atau nilai

yang diwakili oleh bahan ukur dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang

berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu. Dari hasil kalibrasi

diperoleh nilai kebenaran konvensional dari suatu alat ukur dan

ketidakpastiannya. Ketidakpastian adalah suatu rentang yang didalamnya terdapat

nilai-nilai yang mungkin merupakan nilai besaran ukur yang dicari. Suatu

pengukuran tidak dapat menentukan nilai dengan tepat, yang dapat dilakukan

hanya membuat perkiraan. Ketidakpastian pengukuran adalah hal yang terpenting

dalam hasil pengukuran. Toleransi adalah besarnya kesalahan atau penyimpangan

yang diizinkan dalam produk atau hasil kerja yang ditetapkan dalam desain,

peraturan, standar dan lain lain sehingga ketidakpastian pengukuran digunakan

untuk mengetahui apakah suatu produk memenuhi toleransi yang telah ditetapkan

(Darmawan, 2016).

2.2 Pengukuran

Pengukuran merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan nilai

suatu besaran. Kegiatan pengukuran mempunyai dampak yang luas terhadap ilmu

pengetahuan, kehidupan pribadi manusia dan masyarakat dalam meningkatkan

efisiensi. Kehidupan modern makin dicirikan oleh canggihnya perangkat untuk


memperoleh data. Manusia modern makin bergantung kepada kegiatan

mandapatkan data yang secara teknis dinamakan pengukuran (Tirtasari, 2017).

2.3 Ketidakpastian Pengukuran

Nilai ketidakpastian dapat diperoleh dengan cara mengkalibrasi alat ukur

khususnya timbangan. Kalibrasi merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan

menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukan alat ukur dengan cara

membandingkan terhadap standar ukur yang mampu tertelusur pada standar

nasional maupun internasional. Hasil yang didapatkan dari kegiatan kalibrasi

adalah mendapatkan kesalahan penunjukan, nilai pada tanda skala, faktor

kalibrasi, atau faktor kalibrasi lainnya (Setiyono, Joko 2018).

2.4 Aquades

Akuades atau air kondensat merupakan air hasil penyulingan yang bebas

dari zat-zat pengotor sehingga bersifat murni dalam laboratorium. Akuades biasa

digunakan sebagai pelarut dan untuk membersihkan alat-alat laboratorium dari zat

pengotor. Air murni diperoleh dengan cara destilasi, tujuan dari distilasi yaitu

memperoleh cairan murni dari cairan yang telah tercemari zat terlarut, atau

bercampur dengan cairan lain yang berbeda titik didihnya (Khotimah, dkk, 2017).

2.5 Pipet Volumetrik

Pipet volumetrik terbuat dari gelas transparan/tembus pandang. Kegunaan

pipet volemtrik ini adalah untuk mengambil dan memindahkan cairan dengan

volume tertentu sebagaimana tertera pada batang pipet volumetrik (Masri, 2013).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu

Praktikum Peneraan Alat-alat Volumetri (Kalibrasi Alat-alat Volumetri)

dilaksanakan pada hari Kamis 31 Oktober 2019 pukul 13.00 WITA-selesai,

bertempat di Laboratorium Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas ukur 10 mL, labu

ukur 25 mL, erlenmeyer 100 mL, statif, filler, timbangan, pipet skala, dan botol

semprot.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah aquades.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Peneraan Pipet Volume

Disiapkan pipet volume yang bersih serta kering. Kemudian diisi dengan

aqudes sampai batas teranya.Setelah itu, dikeluarkan isi airnya perlahan lahan dan

tampung di erlenmeyer yang bersih dan kering dan beratnya telah diketahui.
Kemudian ditimbang erlenmeyer berisi air tersebut dan ditentukan berat airnya

(berat air di udara).

3.3.2 Peneraan Buret

Langkah-langkah peneraan buret sama dengan peneraan pipet seukuran

tetapi harua ditentukan pada skala yang berurutan misalnya 5, 10, dan 20 mL,

kemudian ditentukan terlebih dahulu nilai beratnya.


.
3.3.3 Peneraan Labu Takar

Disiapkan labu takar yang kosong dan bersih serta kering. Lalu

,ditimbang labu takar dan catat beratnya. Kemudian,diisi labu takar tersebut

dengan aquades sampai batas tera. Setelah itu, ditentukan berat air di udara ( berat

labu takar - berat labu kosong ). Selanjutnya adalah ditentukan volume air pada

suhu kerja ( Vt ).

3.3.4 Peneraan Gelas Ukur

Disiapkan gelas ukur yang kosong dan bersih serta kering.Lalu ,ditimbang

labu takar dan dicatat beratnya. Kemudian,diisi gelas ukur tersebut dengan

aquades sampai batas tera. Setelah itu, ditentukan berat air di udara ( berat labu

takar - berat labu kosong ). Selanjutnya adalah ditentukan volume air pada suhu

kerja ( Vt ).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum

Tabel 1. Peneraan Pipet Volume


Kapasitas skala Erlenmeyer Erlenmeyer Berat air di
(mL) kosong (gram) berisi aquades udara pada suhu
(gram) penimbangan

100 mL 53,2150 gram 62,9697 gram 9,7547 Gram

Table 2. Peneraan Buret


Kapasitas Skala Erlenmeyer Erlenmeyer Berat air di
skala (mL) buret kosong berisi air dari udara pada
(gram) (gram) buret beret suhu
(gram) penimbangan
20 mL 5 mL 53,2150 gram 58,0706 gram 4,8556 gram
10 mL 53,2150 gram 63,4306 gram 10,2156 gram
20 mL 53,2150 gram 73,1359 gram 19,9209 gram

Table 3. Peneraan Labu Takar


Kapasitas skala Labu takar Labu takar Berat air di
(mL) kosong (gram) berisi aquades udara pada suhu
(gram) penimbangan

50 mL 20,6066gram 46,6805 gram 26,0739 gram

Table 4. Peneraan Gelas Ukur


Kapasitas skala Gelas ukur Gelas ukur Berat air di
(mL) kosong (gram) berisi aquades udara pada suhu
(gram) penimbangan

10 mL 32,3435 gram 39,6070 gram 7,2637 gram


4.2 Pembahasan

Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara

nilai yang ditunjukkan oleh instrumen pengukur atau sistem pengukuran atau nilai

yang diwakili oleh bahan ukur dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang

berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu. Dari hasil kalibrasi

diperoleh nilai kebenaran konvensional dari suatu alat ukur dan

ketidakpastiannya.

Praktikum ini dilakukan agar mahasiswa mampu melakukan peneraan

terhadap alat-alat volumetrik (kalibrasi alat-alat volumetrik). Percobaan pertama

yaitu peneraan pipet volume. Hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan

pipet volume yang bersih dan kering, kemudian diisi dengan aquades sampai

tanda peneraanya. Selanjutnya, airnya dikeluarkan perlahan-lahan dan ditampung

dalam erlenmeyer bersih dan kering yang beratnya telah diketahui. Kemudian,

erlenmeyer berisi air tersebut ditimbang agar diketahui berat airnya. Berat air di

udara dapat diketahui dari hasil pengurangan antara berat erlenmeyer berisi air

dengan berat erlenmeyer kosong. Karena berat erlenmeyer berisi air adalah

62,9687 gram dan berat erlenmeyer kosong adalah 53,2150 gram maka dapat

diketahui berat air di udara, yaitu 26,0739 gram. Kemudian suhu yang digunakan

adalah 9,756 dan volume sesungguhnya dari pipet volume adalah 9,7547.

Kesalahan pengukuran pada pipet volume adalah -0,25 sedangkan toleransi yang

diiznkan adalah 0,03 dan 0,06.

Percobaan kedua yaitu peneraan buret, dimana hal pertama yang dilakukan

yaitu menyiapkan buret bersih dan kering, lalu isi dengan aquades hingga batas
peneraannya. Pada percobaan ini dilakukan dalam tiga skala berbeda, yaitu 5, 10

dan 20 mL. Selanjutnya, buret yang berskala 5, 10 dan 20 mL dikeluarkan airnya

perlahan-lahan dan ditampung dalam erlenmeyer bersih dan kering yang beratnya

sudah diketahui. Kemudian erlenmeyer berisi air 5, 10 dan 20 mL ditimbang satu

persatu agar diketahui beratnya. Berat erlenmeyer berisi air 5 mL adalah 58,0706

gram, berat erlenmeyer berisi air 10 mL adalah 63,4306 gram dan berat

erlenmeyer berisi air 20 mL adalah 73,1359 gram. Selanjutnya berat air di udara

di hitung dengan cara mengurangkan berat erlenmeyer berisi air dengan

erlenmeyer kosong. Berat air di udara pada erlenmeyer berisi air 5 mL adalah

4,8556 gram dengan penyimpangan sebesar 0,1155 mL , berat air di udara pada

erlenmeyer berisi 10 mL adalah 10,2156 gram denga penyimpangan sebesar -0,24

mL dan berat air di udara pada erlenmeyer berisi 20 mL air adalah 19,9209 gram

dengan penyimpangan sebesar = -0,24 mL.

Percobaan ketiga yaitu peneraan labu takar. Hal pertama yang dilakukan

adalah menyiapkan labu takar, botol semprot dan pipet tetes yang bersih dan

kering. Selanjutnya, labu takar ditimbang agar diketahui beratnya. Kemudian,

labu takar diisi dengan aquades sampai tanda peneraanya, lalu ditimbang kembali.

Selanjutnya berat air di udara dihitung dengan cara mengurangkan antara berat

labu takar berisi air dengan berat labu takar kosong. Karena berat labu takar berisi

air adalah 46,6805 gram dan berat labu takar kosong adalah 53,2150 gram maka

dapat diketahui berat air di udara yaitu sebesar 26,0739 gram. Kemudian volume

sesungguhnya dari labu takar adalah 26,0680. Kesalahan pengukuran pada labu

ukur adalah 1,07 sedangkan toleransi yang diizinkan adalah 0,08 dan 0,16.
Percobaan keempat yaitu peneraan gelas ukur. Hal pertama yang dilakukan

adalah menyiapkan gelas ukur, botol semprot dan pipet tetes yang bersih dan

kering. Selanjutnya, gelas ukur ditimbang agar diketahui beratnya. Kemudian,

gelas ukur diisi dengan aquades sampai tanda peneraanya, lalu ditimbang kembali.

Selanjutnya berat air di udara dihitung dengan cara mengurangkan antara berat

gelas ukur berisi air dengan berat gelas ukur kosong. Karena berat gelas ukur

berisi air adalah 39,6070 gram dan berat gelas ukur kosong adalah 32,3435gram

maka dapat diketahui berat air di udara yaitu sebesar 7,2637 gram. Kemudian

volume sesungguhnya dari gelas ukur adalah 7,2621. Kesalahan pengukuran pada

gelas ukur adalah -2,74.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara

nilai yang ditunjukkan oleh instrumen pengukur atau sistem pengukuran atau nilai

yang diwakili oleh bahan ukur dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang

berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu. Peneraan pipet volume

diperoleh berat air di udara sebesar 9,7547 dan kesalahan pengukurannya dalah

-0,25. Peneraan buret diperoleh berat air di udara pada volume 5, 10 dan 20 mL

berturut-turut adalah 4,8856, 10,2156 dan 19,9209 gram serta penyimpangan

berturut-turut adalah 0,1155, -0,24 dan -0,24 mL Peneraan labu takar diperoleh

berat air di udara adalah 26,0739 dan kesalahan pengukurannya adalah 1,07.

Peneraan gelas ukur diperoleh berat air di udara sebesar 7,2637 gram dan

kesalahan pengukurannya adalah -2,74

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan yaitu agar para praktikan lebih tenang

dan tertib saat berada di dalam laboratorium agar praktikum dapat berjalan dengan

lancar tanpa ada hambatan.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak ion-ion terlarut yang kita temui di sekitar kita, misalnya pada air

laut, sungai, limbah ataupun dalam bentuk padatannya seperti pada tanah dan

pupuk. Unsure logam dalam larutannya akan membentuk ion positif atau kation,

sedangkan unsure non logam akan membentuk ion negative atau anion. Metode

yang digunakan untuk menentukan keberadaan kation dan anion tersebut dalam

bidang kimia disebut analisis kualitatif.

Banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan analisis

kualtiatif. Ion-ion dapat diidentifikasi berdasarkan sifat fisika dan kimianya.

Beberapa metode analisis modern menggunakan sifat fisika seperti warna,

spectrum absorpsi, spectrum emisi, atau medan magnet untuk mengidentifikasi

ion pada tingkat konsentrasi yang rendah. Namun, demikian kita juga dapat

menggunakan sifat fisika dan kimia untuk mengembangkan suatu metode analisis

kualitatif menggunakan alat-alat yang sederhana yang dipunyai hamper semua

laboratorium. Sifat fisika yang dapat diamati langsung seperti warna, bau,

terbentuknya gelembung gas ataupun endapan merupakan informasi awal yang

berguna untuk analisis selanjutnya.

Analisis sistematik kation diklasifikasikan dalam lima golongan

berdasarkan sifat-sifat kation itu terhadap beberapa reagen. Reagen yang pakai

untuk klasifikasi kation yang paling umum adalah asam klorida, hidrogen sulfida,
dan asam karbonat. Anion merupakan ion yang muatan totalnya negatif akibat

adanya kenaikan jumlah elektron. Misalnya, atom klorin (Cl) dapat memperoleh

tambahan satu elektron untuk mendapat ion klorida (Cl-). Namun, natrium klorida

(NaCl), yang dikenal sebagai garam dapur disebut senyawa ionik (ionik

compound) karena dibentuk dari kation dan anion. Berdasarkan pernyataan-

pernyataan di atas maka perlu dilakukan pengidentifikasian suatu suatu senyawa

kimia untuk menguji adanya kation dan anionnya.

1.2 Tujuan

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan analisis

kualitatif senyawa kimia melalui uji kation dan anion.

1.3 Prinsip Dasar

Adapun prinsip dasar dari percobaan praktikum uji kation dan anion ini

yaitu pengidentifikasian kation dan anion berdasarkan anilisis kulitatif pada

senyawa kimia tertentu.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Kualitatif

Analisis merupakan suatu bidang ilmu kimia yang mempelajari tentang

identifikasi suatu spesies, penentu komposisi dan elusidasi strukturnya.

Berdasarkan tujuannya analisis kimia dapat dapat diklasifikasi menjadi analisis

kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk

mengidentifikasi suatu spesies atau elusidasi struktur suatu spesies tersebut.

(Padmaningrum, 2010).

Analisis kualitatif dan kuantitatif unsur-unsur minor kation (Li +, Na+, NH4+,

K+, Ca2+ dan Mg2+) dalam berbagai jenis sampel air adalah salah satu parameter

untuk menentukan kualitas air. Ion aroganik bermuatan positif satu atau dua

tersebut adalah ion-ion yang paling umum ditemukan di hampir semua jenis air

alam (Amin,2016).

2.2 Kation

Sifat tukar kation secara efektif tergantung pada tingkat porositas ,

kerapatan tetrahedral, T (Al, Si), kerangka densitas dan efektifitas penukaraannya

dipengaruhi oleh perubahan struktur Kristal , angka banding Si / Al dan ukuran

pori efektif. Kapasitas tukar kation tidak dipengaruhi oleh faktor dalam saja

(internal struktur zeolit) , tetapi juga faktor ekstenal. Di dalam proses tukar kation,

dapat pula terjadi fenomena ion sieving, karena ketidaksesuaian ukuran pori

dengan ion yang masuk, dimana volume lorong atau chanel pada struktur zeolit
mampu mengakomodasi sejumlah kation; adanya pengikatan kation pada tempat

lain di luar lokasi pertukaran, serta adanya perubahan fase zeolit setelah proses

penukaran kation (Fatimah, 2004).

2.3 Anion

Spesies anion penukar dapat berupa anion organik atau anorganik,

sederhana atau kompleks. Parameter b merupakan muatan lapisan dan merupakan

jumlah molekul H2. Hidrostalsit uang masih jarang ditemukan di alam mempunyai

potensi untuk diteliti dana dikembangkan lebih lanjut. Bagian antar lapis pada

hidrotalsit berisi anion dan air yang bersifat bebas berpindah denan memutus

iktannya dan membentuk baru iar dapat dieliminasi tanpa merusak struktur inti

hidrotalsit. Muatan negatif anion tersebut dapat mengalami pertukran anion secara

reversibel. Penambahan kation dan molekul air terjadi daam pertukaran muatan

positif lapisan utama brucite (Roto, 2009).

2.4 Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium Hidroksida (NaOH) terbentuk dari oksidasi basa natrium oksida

yang dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang

kuat ketika dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida bersifat lembab cair dan

secera spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas (Reliantari, 2017).
2.5. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

Natrium tiosulfat (Na2S2O3) memiliki kemampuan yang lebih baik yakni

dapat mereduksi besi sebesar 77,95% daripada K 2C2O4yang mereduksi besi

sebesar 72,77%. Fisiana (2012) melakukan penelitian dengan menggunakan

pereduksi natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan timah (II) klorida (SnCl2) untuk

mereduksi Fe (III) menjadi Fe (II). Dari hasil yang diperoleh menunjukkan SnCl 2

lebih baik karena dapat mereduksi besi dengan baik sebesar 78,45% daripada

Na2S2O3 yang mereduksi besisebesar 78,23%, namun tidak jauh berbeda karena

keduanya sama-sama memiliki kemampuan yang kuat untuk mereduksi besi

(Pangastuti, 2017).

2.6 Tembaga (II) Sulfat

Tembaga (II) sulfat merupakan padatan kristal biru dengan struktur kristal

triklin. Pentahidratnya kehilangan lima molekul air pada suhu yang berbeda.

Kristal ini dapat dibuat dengan mereaksikan tembaga dengan asam sulfat dan

asam nitrat yang kemudian dipanaskan hingga terbentuk kristal. Selain dengan

bahan baku logam tembaga, kristal CuSO4.5H2O juga bisa dibuat dari tembaga

bekas ataupun tembaga dalam bentuk sponge yang diperoleh dari larutan CuCl2

(Rodiah, 2018)
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik dengan judul “Uji Kation dan Anion”

dilaksanakan pada hari Kamis, 7 November 2019 pukul 13.00 WITA-selesai,

bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi dan rak

tabung.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah NaOH 0,1 N, Na 2S2O3

dan CuSO4.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Langkah Pengujian Kation X

1 mL larutan kation x ditambahkan 1 mL larutan NaOH 0,1 N, terbentuk

endapan.
3.3.2 Langkah Pengujian Anion Y

1 mL larutan anion y ditambahkan 1 mL larutan Na 2S2O3 . Digoyangkan

dan diamati perubahannya.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan

4.1.1 Uji Kation

Gambar 3. Kation X

Tabel 5. Uji Kation X


No. Kode Perlakuan Pengamatan Kesimpulan
Sampel Sebelum Sesudah
Sampel 1 Kation x Biru Endapan Biru Kation x = Cu2+
Kation x +
NaOH

Analisis kualitatif adalah suatu proses dalam mengidentifikasi keberadaan

suatu senyawa kimia dalam suatu larutan/sampel yang tidak diketahui.  Analisis

kualitatif disebut juga analisa jenis yaitu suatu cara yang dilakukan untuk

menentukan macam, jenis zat atau komponen-komponen bahan yang dianalisa.

Tujuan analisis kualitatif adalah untuk memisahkan dan mengidentifikasi

sejumlah unsur/senyawa. Analisis kualitatif berhubungan dengan penetapan

banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Analisis kualitatif digunakan

untuk menganalisa komponen atau jenis zat yang ada dalam suatu larutan. Analisa

kualitatif merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mempelajari kimia
dan unsur-unsur serta ion-ionnya dalam larutan. Percobaan ini dilakukan untuk

mengidentifikasi kation x dan anion y pada suatu larutan melalui uji kation dan

anion.

Perlakuan pertama yaitu 1 mL kation x ditambahkan dengan dengan 1 mL

NaOH menghasilkan endapan berwarna biru. Hal ini menunjukkan bahwa kation

x adalah Cu2+ karena kation Cu2+ akan membentuk endapan berwarna biru ketika

senyawa CuSO42 dilarutkan dengan NaOH.

4.1.2 Uji Anion

Gambar 4. Uji Anion Y

Tabel 6. Uji Kation Y


No. Kode Perlakuan Pengamatan Kesimpulan
Sampel Sebelum Sesudah
1. Sampel 2 Anion y Bening Bening Anion y
2-
= SO4
Anion +
Na2S2O3

Tabel di atas menunjukkan bahwa anion y merupakan SO42-, karena sesuai

dengan ciri-ciri anion SO42- yaitu berwarna bening yang apabila dilarutkan dengan

Na2S2O3 akan megasilkan larutan berwarna bening juga, atau dengan kata lain

SO42- larut dalam Na2S2O3.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

kation x adalah Cu2+ dan anion y adalah SO42-.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah semoga kedepannya

sebelum melakukan praktikum, sebaiknya praktikan mempelajari terlebih semua

meteri yang berhubungan dengan uji kation dan anion agar bisa lebih mudah

untuk mengidentifikasi adanya kation dan anion pada dalam larutan.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakan

Kimia analitik adalah cabang ilmu kimia yang berfokus pada analisis

cuplikan material untuk mengetahui komposisi, struktur, dan fungsi kimiawinya.

Secara tradisional, kimia analitik dibagi menjadi dua jenis, kualitatif dan

kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui keberadaan suatu unsur

atau senyawa kimia, baik organik maupun anorganik, sedangkan analisis

kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau senyawa dalam

suatu cuplikan, contohnya yaitu analisis gravimteri.

Analisis gravimetri adalah suatu cara analisis kuantitatis dengan

penimbangan berat zat setelah diperlukan sedemikian rupa sehingga zat tersebut

diketahui rumus molekul dengan pasti dan berada dalam keadaan stabil.

Komponen yang ditentukan diubah menjadi suatu endapan yang stabil dan

selanjutnya dapat diubah menjadi bentuk senyawa yang mudah untuk ditimbang.

Suatu analisis gravimetri dilakukan apabila kadar analit yang terdapat dalam

sampel relatif besar sehingga dapat diendapkan dan ditimbang. Apabila kadar

analit dalam sampel hanya berupa unsur pelarut, maka metode gravimetri tidak

mendapat hasil yang teliti. Sampel yang dapat dianalisis dengan metode

gravimetri dapat berupa sampel padat maupun sampel cair.

Analisis gravimteri dapat dilakukan dengan metode pengendapan, yaitu

suatu sampel yang akan ditentukan secara gravimetri mula-mula ditimbang secara

kuantitatif, dilarutkan dalam pelarut tertentu kemudian diendapkan kembali


dengan reagen tertentu. Senyawa yang dihasilkan harus memenuhi syarat yaitu

memiliki kelarutan sangat kecil sehingga bisa mengendap kembali dan dapat

dianalisis dengan cara menimbang.

Endapan yang terbentuk harus berukuran lebih besar dari pada pori-pori

alat penyaring (kertas saring), kemudian endapan tersebut dicuci dengan larutan

elektrolit yang mengandung ion sejenis dengan ion endapan. Hal ini dilakukan

untuk melarutkan pengotor yang terdapat dipermukaan endapan dan

memaksimalkan endapan. Endapan yang terbentuk dikeringkan pada suhu 100-

130 derajat celcius atau dipijarkan sampai suhu 800 derajat celcius tergantung

suhu dekomposisi dari analit. Endapan yang digunakan pada percobaan ini adalah

endapan barium klorida (BaCl2) dan besi (II) sulfat (FeSO4).

Barium Klorida adalah senyawa anorganik dengan rumus molekul BaCl 2

yang dapat ditemukan dalam bentuk hidratnya BaCl2.2H2O. Barium klorida

merupakan salah satu garam borium yang paling umum larut dalam air.

Sedangkan besi (II) sulfat atau fero sulfat adalah senyawa kimia dengan rumus

FeSO4. Semua besi sulfat larut dalam air dan bersifat aquo complex [Fe(H2O)6]2+.

Besi sulfat mempunyai geometri molekul oktahedral dan bersifat paramagnetik.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas maka perlu dilakukannya praktikum

analisis gravimetri.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat melakukan analisis

kuantitatif dengan metode gravimetri


1.3 Prinsip Dasar Percobaan

Prinsip dari percobaan ini yaitu menentukan jumlah mol air kristal yang

terikat dalam suatu senyawa dengan metode pengendapan serta menentukan kadar

besi sebagai besi oksida dengan metode pengendapan.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Analisis Gravimetri

Metode gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan

hasil reaksi pengendapan. Langkah pengukuran pada gravimetri adalah

pengukuran berat. Analit secara fisik dipisahkan dari semua komponen lainnya

maupun dengan solvennya. Persyaratan yang harus dipenuhi agar gravimetri dapat

berhasil ialah terdiri dari proses pemisahan yang harus cukup sempurna sehingga

kualitas analit yang tidak mengendap secara analit tidak ditentukan dan zat yang

ditimbang harus mempunyai susunan tertentu dan harus murni atau mendekati

murni (Fatimah, 2014).

2.2 Kelebihan Analisis Gravimteri

Salah satu kelebihan metode gravimetri yaitu tidak membutuhkan zat

pembanding sehingga lebih mudah untuk penetapan kadar saponin. Pada peneltian

ini penetapan kadar saponin dilakukan sebanyak 3 kali dengan hasil perhitungan

kadar ratarata sebesar 3, 1258%. Saponin merupakan jenis glikosida yang banyak

ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi (Mien, 2015).

2.3 Besi (II) Sulfat (FeSO4)

Besi (II) sulfat mempunyai warna biru kehijauan, struktur kristal

monoklinik dan dapat larut dalam air. Titik lebur 64C dan pada suhu 90C air

hidrasi hilang membentuk monohidrat, serbuk berwarna putih yang disebut


mineral szomolnokite yang terjadi secara alami. Di industri besi sulfat merupakan

bahan kimia yang banyak digunakan sebagai koagulan dalam pemurnian air,bahan

pembuat tinta, insektisida, dan sebagainya (Sunardi, 2016).

2.4 BaCl2

Barium klorida dapat diserap ke dalam tubuh melalui penghirupan dan /

atau dengan menelan. Ini adalah iritasi kulit ringan. Ion barium dianggap sebagai

racun otot; melalui sistem saraf pusat pertama-tama merangsang otot yang terkena

dan kemudian menyebabkan kelumpuhan. Gejala keracunan barium dikaitkan

dengan hipokalemia yang diinduksi ion barium, mungkin karena transfer kalium

dari komponen ekstraseluler ke intraseluler (Sinonim, 2002)

2.5 Aquades

Akuades merupakan pelarut yang jauh lebih baik dibandingkan hampir

semua cairan yang umum dijumpai. Senyawa yang segera melarut di dalam

akuades mencakup berbagai senyawa organik netral yang mempunyai gugus

fungsional polar seperti gula, alkohol, aldehida, dan keton. Kelarutannya

disebabkan oleh kecenderungan molekul akuades untuk membentuk ikatan

hidrogen dengan gugus hidroksil gula dan alkohol atau gugus karbonil aldehida

dan keton. Akuades atau air kondensat merupakan air hasil penyulingan yang

bebas dari zat-zat pengotor sehingga bersifat murni dalam laboratorium. Akuades

biasa digunakan sebagai pelarut dan untuk membersihkan alat-alat laboratorium

dari zat pengotor. Air murni diperoleh dengan cara destilasi, tujuan dari distilasi
yaitu memperoleh cairan murni dari cairan yang telah tercemari zat terlarut, atau

bercampur dengan cairan lain yang berbeda titik didihnya (Khotimah, 2017).

2.6 Asam Klorida (HCl)

HCI merupakan jenis bahan pengasaman yang dapat digunakan sebagai

bahan dalam proses pickling pada penyamakan kulit selain H2SO4 dan HCOOH.

Asam klorida (HCl) sebagai bahan pengasaman merupakan salah satu jenis asam

kuat sehingga lebih banyak bereaksi dengan zat-zat didalam kulit yang

memudahkan dalam proses penyamakan (Pratiwi, 2015).

2.7 Besi (Fe)

Fe merupakan logam berat essensial yang keberadaannya dalam jumlah

tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang

berlebih dapat menimbulkan efek racun. Tingginya kandungan logam Fe akan

berdampak terhadap kesehatan manusia diantaranya bisa menyebabkan keracunan

(muntah), kerusakan usus, penuaan dini hingga kematian mendadak, radang sendi,

cacat lahir, gusi berdarah, kanker, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing,

mudah lelah, hepatitis, hipertensi, insomnia (Supriyantini, 2015).


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tampat

Praktikum Dasar-Dasar Kimia Analitik dengan judul Analisis Gravimetri

Menggunakan Metode Penimbangan untuk Menentukan Kadar Air Kristal

pada BaCl2.2H2O dan Penentuan Kadar Fe dalam FeO dilaksanakan pada hari

Kamis, 14 November 2019 pukul 13.00 WITA-selesai, bertempat di Laboratorium

Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah cawan porselin, botol

timbang, gegep, eksikator, spatula, pipet volume, pipet tetes, botol semprot, gelas

beker, timbangan analitik, tabung reaksi dan aluminium foil.

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah BaCl 2.XH2O, FeSO4,

aquades, HCl (1:1), NH3 dan HNO3 pekat.


3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Penentuan Air Kristal BaCl2.XH2O

Dipanaskan cawan poselin pada suhu 105C selama 30 menit, didinginkan

dalam eksikator selama 5 menit, kemudian ditimbang. Selanjutnya ditimbang zat

yang akan ditentukan air kristalnya sebanyak 2 gram ke dalam cawan porselin

yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan porselin yang berisi zat tersebut

dipanaskan dan dipijarkan, didinginkan didalam eksikator kemudian ditimbang.

Selanjutnya dihitung banyaknya molekul air yang terikat pada senyawa.

3.3.1 Penentuan Kadar Besi (Fe) sebagai Besi Oksida (FeO)

Ditimbang dengan teliti garam besi (II) sulfat sebanyak 1,0 gram, lalu

dimasukkan ke dalam gelas kimia dan dilarutkan dengan 50 mL air dan 10 mL

HCl (1:1). Kemudian ditambahkan 2 mL HNO3 pekat, lalu didihkan. Endapan

yang terbentuk dituang melalui kertas saring. Dicuci endapan beberapa kali

hingga bebas dari zat lain. Selanjutnya, endapan dimasukkan ke dalam cawan

porselin yang telah diketahui beratnya, lalu dipanaskan, dipijarkan, dan

didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang. Selanjutnya, dihitung kadar Fe

dalam senyawa.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

4.1.1 Penentuan Zat Kristal BaCl2.XH2O

Tabel 7. Penentuan Zat Kristal BaCl2.XH2O


No. Perlakuan Pengamatan
1. Dipanaskan cawan porselin pada suhu 105C, 48,11 gram
didinginkan, lalu ditimbang
2. Ditimbang 2 gram BaCl2.XH2O ke dalam cawan 50,11 gram,
berbentuk
porselin padatan putih dan bulat
3. Cawan yang berisi zat dipanaskan dan dipijarkan 49,84 gram,
zat yang
didinginkan, lalu ditimbang mengering sempurna
dan terlihat lebih
sedikit
4. Dihitung berat kristal 1,73 gram

4.1.2 Penentuan Kadar Fe dalam FeO

Tabel 8. Penentuan Kadar Fe dalam FeO


No. Perlakuan Pengamatan
1. Ditimbang FeCl3 1 gram Berwarna
putih, bulat
dan berbentuk padatan
2. Dimasukkan dalam gelas kimia 250 mL, dilarutkan Sebelum
ditambahkan
dengan 50 mL air dan 10 mL HCl (1:1) HCl (1:1) warnanya
kuning pekat dan
setelah ditambahkan
berwarna kuning cerah
3. Ditambahkan 2 mL HNO3 pekat, didihkan selama larut dan
berwana
5 menit kuning telur

4. Dituang endapan melalui kertas saring Terdapat


endapan pada
kertas saring
5. Ditimbang endapan yang telah dicuci 1,105 gram
4.1 Reaksi yang Terjadi

105C
BaCl2. 2H2O BaCl2 + 2H2O

Fe2  2 HCl  FeCl 2  2H 

FeCl2 + 2HNO3 → Fe(NO3)3 + 2H2O + HCl

Fe(NO3)3 + HN4OH → Fe(OH)3 + NH4NO3

4.3 Pembahasan

Metode gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara

penimbangan hasil reaksi pengendapan. Langkah pengukuran pada gravimetri

adalah pengukuran berat. Analit secara fisik dipisahkan dari semua komponen

lainnya maupun dengan solvennya. Persyaratan yang harus dipenuhi agar

gravimetri dapat berhasil ialah terdiri dari proses pemisahan yang harus cukup

sempurna sehingga kualitas analit yang tidak mengendap secara analit tidak

ditentukan dan zat yang ditimbang harus mempunyai susunan tertentu dan harus

murni atau mendekati murni. Percobaan ini diawali dengan menimbang berat

kosong cawan porselin, hal ini dilakukan untuk mengetahui bobot kosong dari

cawan yaitu 48,11 gram. Selanjutnya memasukkan cawan ke dalam oven selama

30 menit agar cawan kering kemudian dimasukkan ke dalam esikator selama 5

menit. Hal ini berfungsi untuk mendinginkan cawan dan menghilangkan kadar air

yang terdapat dalam cawan karena dalam esikator terdapat selika gel yang dapat

menyerap air. Kemudian menimbang kembali cawan yang telah diisi 2 gram

BaCl2.XH2O yaitu didapat beratnya sebesar 50,11 gram, lalu dipanaskan dan
dipijarkan, didinginkan dan ditimbang kembali yaitu didapat berat bobotnya

sebesar 49,84 gram, sehingga dapat ditentukan berat kristal BaCl2 yaitu sebesar

1,73 gram dan berat kristal air pada BaCl2.XH2O adalah 2,04.

Perlakuan kedua, yaitu melarutkan besi (II) sulfat (FeSO 4) sebanyak 1

gram, lalu dilarutkan dengan 50 mL air dan 10 mL HCl (1:1) yang menghasilkan

larutan berwarna kuning cerah, warna kuning cerah ini mendandakan bahwa besi

(II) sulfat, air dan HCl (1:1) saling bereaksi sehingga membentuk warna kuning

cerah. Kemudian setelah ditambahkan 2 mL HNO3 pekat dan didihkan, maka akan

menghasilkan larutan berwarna kuning telur (larut), perubahan warna dari kuning

cerah ke kuning telur ini disebabkan karena larutan bereaksi dengan HNO 3 dan

juga karena dididihkan. Selanjutnya, endapan dituang melalui kertas saring

kemudian endapan yang berada pada kertas saring dicuci dan ditimbang. Berat

endapan yang ditimbang setelah dicuci adalah 1,105 gram dan didapat kadar Fe

sebesar 86,19 %.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Metode gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara

penimbangan hasil reaksi pengendapan. Berat zat Kristal BaCl2 pada praktikum

ini adalah 1,73 gram dan berat kristal air pada BaCl 2.XH2O adalah 2,4 gram serta

diperoleh kadar Fe dalam FeO sebesar 86,19 %.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah agar kedepannya

praktikan bisa lebih teliti lagi dalam melakukan kegiatan praktikum dan mencatat

semua yang diteliti, misalnya mencatat berat kertas saring yang digunakan pada

saat praktikum agar nanti bisa lebih memudahkan membuat analis data dan

pembahasan pada laporan.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kimia analisis adalah studi pemisahan, identifikasi, dan kuantifikasi

komponen kimia dalam bahan alam maupun buatan. Analisis kualitatif

memberikan indikasi identitas spesies kimia di dalam sampel. Sedangkan analisis

kuantitatif ialah pekerjaan yang dilakukan untuk untuk mengetahui kadar suatu

senyawa dalam sampel, dapat berupa satuan mol, ataupun persentase dalam gram.

Teknik ini membutuhkan ketelitian yang tinggi karena kesalahan dalam

pengukuran akan menghasilkan kesalahan data dalam penelitian. Analisa

kuantitatif pada umumnya dilakukan setelah analisa kualitatif. salah satu bagian

dari analisis kuantitatif adalah analisis volumteri (Skoog, 2019).

Analisis volumetri (Titimetri) adalah metode analisis kimia yang

dilakukan untuk menentukan banyaknya volume larutan yang konsentrasinya

sudah diketahui dengan tepat yang bereaksi secara kuantitatif dengan larutan yang

dianalisis. Analisis volumetri dibagi dalam beberapa jenis, yaitu asidimetri (titrasi

terhadap larutan basa bebas dan larutan garam terhidrolisa dari asam lemah,

larutan standarnya asam), alkalimetri ( titrasi terhadap larutan asam bebas dan

larutan garam terhidrolisa dari basa lemah, larutan standarnya basa)

(Darsati, 2007).

Titrasi asam basa adalah penentuan kadar suatu larutan basa dengan

larutan asam yang diketahui kadarnya atau sebaliknya, kadar suatu larutan asam
dengan larutan basa yang diketahui, dengan didasarkan pada reaksi netralisasi.

Larutan yang diketahui konsentrasinya pada proses titrasi disebut larutan standar

atau larutan baku (Arhus, 2008).

Larutan standar atau larutan baku adalah suatu larutan yang mengandung

konsentrasi yang diketahui secara tepat dari unsur atau zat. Larutan standar

biasanya berfung/si sebagai titran sehingga ditempatkan buret, yang sekaligus

berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Titrasi dinyatakan berhasil

apabila proses titrasi telah mencapai titik akivalen dan titik akhir titrasi (Freiser,

2019).

Titik ekuivalen adalah titik yang menunjukkan saat titran yang

ditambahkan bereaksi seluruhnya dengan zat tang dititrasi. Dengan kata lain, pada

titik ekuivalen jumlah mol titran setara dengan jumlah mol titrat menurut

stoikiometri. Sedangkan titik akhir titrasi merupakan signal dimana

memberitahukan kita untuk memberhentikan penambahan larutan standar. Titik

akhir titrasi ini dapat diamati dengan menggunakan indikator (Ahmadmantiq,

2016).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat melakukan analisis

kuantitatif dengan metode titrasi asam basa.


1.3 Prinsip Dasar Percobaan

Prinsip dasar percobaan ini, yaitu didasarkan pada pembuatan kadar asam

asetat dengan metode titrasi hingga titik ekivalen tercapai yamg ditandai dengan

perubahan warna suatu larutan sampel dan penentuan konsentrasi asam asetat

dengan metode titrasi yang dilakukan dengan menggunakan indikator yang

berbeda hingga tercapai titik ekivalen yang ditandai dengan perubahan warna.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Volumetri

Analisa volumetri merupakan salah satu metode analisa kuantitatif, yang

sangat penting penggunaannya dalam menentukan konsentrasi zat yang ada dalam

larutan. Keberhasilan analisa volumetri ini sangat ditentukan oleh adanya

indikator yang tepat sehingga mampu menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat

(Harjanti, 2008).

2.2 Alkalimetri

Alkalimetri adalah suatu analisis penetapan secara volumetri kadar atau

jumlah total suatu asam/basa dalam suatu larutan yang dilakukan dengan cara

larutan standar basa/asam diteteskan ke dalam larutan asam/basa dengan

indikator asam-basa. Analisis keasaman di dalam limbah uranium cair dilakukan

dengan menambahkan ammonium oksalat jenuh sebagai larutan penyangga dan

dititrasi menggunakan larutan standar NaOH 0,3 N dengan indikator

phenolphthalein/PP (Ngatijo, 2017).

2.3 Indikator Fenolftalein

Fenolftalein merupakan senyawa kimia yang sering digunakan sebagai

indikator dalam titrasi alkalimetri. Pada abad 20, fenolftalein merupakan obat

yang populer digunakan sebagai pencahar. Pada bulan Agustus 1999, US Food

and Drug Administration (FDA) mengumumkan bahwa fenolftalein merupakan


obat yang secara umum tidak aman dan tidak dapat digunakan sebagai obat over

the counter (OTC) (Anugrah, 2016).

2.4 Jenis-Jenis Titrasi

Jenis-jenis titrasi yaitu: Titrasi asam-basa, reaksi dasar dalam titrasi asam-

basa adalah netralisasi, yaitu reaksi asam dan basa yang dapat dinyatakan: H+ +

OH= H2O Bila larutan asam dengan kepekatan tertentu digunakan sebagai penitar

maka titrasi ini disebut asidimetri, sedangkan bila yang diketahui sebagai

penitarnya adalah basa, maka titrasi ini disebut alkalimetri. Titrasi pengendapan

(presipitimetri). Dasar penitaran pengendapan adalah reaksi-reaksi yang

menghasilkan endapan yang sukar larut. Yang termasuk titrasi golongan ini antara

lain argentometri, yaitu penitaran dengan menggunakan AgNO3 sebagai penitar.

Titrasi kompleksometri disebut juga khelatometri, yaitu pembentukan senyawa

rangkai (kompleks) yang mantap dan larut dalam air, bila larutan baku bereaksi

dengan kation-kation yang ditetapkan kadarnya. Sampel pereaksi pengkompleks

yang banyak digunakan adalah Na-EDTA (Natrium Etilena Diamina Tetra

Asetat). Titrasi redoks, dalam reaksi ini terjadi perpindahan elektron atau

perubahan bilangan oksidasi (Rusgiono, 2013).

2.5 Asam Basa

Asam berkaitan dengan salah satu tanggapan indra pengecap kita terhadap

suatu rasa masam. Kata asam berasal dari bahasa latin yaitu acidus, yang berarti

masam. Secara kimia, asam didefinisikan sebagai senyawa yang menhasilkan ion

hidrogen ketika larut dalam pelarut (biasanya air). Asam merupakan salah satu
senyawa yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan. Asam biasa

digunakan dalam proses pembuatan pupuk, obat-obatan, bahan peledak, plastik

dan pembersihan permukaan logam-logam tertentu. Selain itu terdapat beberapa

asam orgaanik yang digunakan sebagai pengawet makanan, seperti asam asetat,

asam askorbat, asam propanoat, asam benzoat, dan beberapa asam organik lemah

lainya (dalam bidang industri). Sedangkan basa secara kimia dapat

diidentifikasikan sebagai senyawa yang menghasilkan ion hidroksida (OH) ketika

larut dalam pelarut air. Beberapa sifat basa yang dapat digunakan untuk

identifikasi antara lain rasanya pahit, terasa licin dikulit, mengubah warna

indikator (mengubah warna kertas lakmus merah menjadi biru), menghantarkan

arus listrik, dan menetralkan sifat asam dan memiliki kemampuan untuk

melarutkan minyak dan debu sehingga basa digunakan untuk berbagai keperluan,

seperti pembersih alat dapur dan pembersih lantai ( Lestari, 2016).

2.6 Titrasi Asam Basa

Titrasi adalah metode penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan

larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Dalam hal ini, suatu larutan

yang konsentrasinya telah diketahui secara pasti (larutan standar), ditambahkan

secara bertahap ke larutan lain yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi

kimia antara kedua larutan tersebut berlangsung sempurna. Sebelum basa

ditambahkan harga pH adalah larutan asam kuat, sehingga pH < 7 dan ketika basa

ditambahkan sebelum titik ekivalen, harga pH ditentukan oleh asam lemah. Pada

titik ekivalen jumlah basa yang ditambahkan secara stokiometri ekivalen terhadap

jumlah asam yang ada. Oleh karena itu pH ditentukan oleh larutan garam (pH=7).
Titik ekivalen dalam titrasi adalah titik keadaan (kuantitas) asam-basa dapat

ditentukan secara stokiometri (Chandra, 2012).

2.7 Indikator Titrasi

Titrasi asam basa merupakan salah satu metode analisis kuantitatif untuk

menentukan konsentrasi dari suatu zat yang ada dalam larutan. Keberhasilan

dalam titrasi asam-basa sangat ditentukan oleh kinerja indikator yang mampu

menunjukkan titik akhir dari titrasi. Indikator merupakan suatu zat yang

ditambahkan ke dalam larutan sampel sebagai penanda yang menunjukkan telah

terjadinya titik akhir titrasi pada analisis volumetrik. Suatu zat dapat dikatakan

sebagai indikator titrasi asam basa jika dapat memberikan perubahan warna

sampel seiring dengan terjadinya perubahan konsentrasi ion hidrogen atau

perubahan pH. Indikator asam basa yang sering digunakan di laboratorium untuk

titrasi asam basa merupakan indikator sintetis contohnya fenolftalein (PP) dan

metil jingga (MJ) (Ratnasari, 2016).

2.8 Larutan Standar

Larutan standar primer merupakan larutan standar yang dibuat darizat

standar dengan kemurnian sangat tinggi yang umumnya dipasok oleh

NIST,NIBCS yang dipakai untuk kalibrasi larutan standar y ang dibuat. Larutan

standar sekunder merupakan larutanyang konsentrasinya ditentukan dengan

metode analitik yang dapat dipercaya. Padau mumnya larutan standarkit RIA

komersil bisa berfungsi sebagai larutan standarsekunder, dan bisa digunakan

untuk kalibrasi bila larutan standar primer tidak tersedia (Darlina, 1998).
2.8 Asam Asetat

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah di mulia sejak

lama. Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air

dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2,

sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperti garam anorganik dan gula

maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan

iodin. Asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar

lainnya seperti air, klorofom dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan

bercampur dari asam asetat ini memuatnya digunakan secara luas dalam insudtri

kimia( Hasrianti, 2016).


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Dasar-Dasar Kimia Analitk dengan judul “Penentuan

Konsentrasi NaOH dan Asam Asetat dengan Metode Titrasi Asam Basa”

dilaksanakan pada hari Kamis, 21 November 2019 pada pukul 13.00 WITA-

selesai, bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini buret, gelas ukur,

Erlenmeyer, pipet tetes, labu takar, dan botol semprot.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kalium biftatat,

aquades, NaOH dan indikator PP.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N Dengan Kalium Biftatat

Ditimbang 0,5 gram kalium biftalat yang telah dikeringkan (kurang lebih 1

jam pada suhu 110C). Dimasukkan dalam Erlenmeyer lalu ditambahkan

indikator pp 2 tetes, kemudian melalui buret dititrasi dengan larutan NaOH yang

akan dibakukan sampai larutan tepat berwarna merah muda. Dicatat volume

NaOH yang digunakan, lalu dilakukan duplo. Kemudian ditentukan konsentrasi

NaOH dalam sampel.


3.3.2 Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Sampel

Dipipet 10 mL larutan asam asetat yang akan ditentukan kadarnya ke

dalam labu ukur 100 mL, lalu diencerkan dengan aquades sampai tanda garis.

Dipipet 25 mL larutan ini dan dimasukkan dalam Erlenmeyer. Kemudian,

ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein. Selanjutnya, dititrasi dengan larutan

baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna. Kemudian dicatat volume

yang digunakan dan dilakukan duplo.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

Tabel 9. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N dengan Kalium Biftatat


No Perlakuan Pengamatan
1. Dilarutkan 0,5 gram kalium Larutan berwarna bening
biftalat ke dalam 15 mL aquades
2. 10 mL larutan ditambahkan 3  Larutan mencapai
tetes indikator pp dan dititrasi titik akhir pada volume 19
menggunakan NaOH 0,1 N mL
(perlakuan ini dilakukan dua kali)  Larutan mencapai
titik akhir pada volume
22,5 mL
3. Dihitung rata-rata volume 22,25 Ml
NaOH yang dipakai
4. Dihitung konsentrasi NaOH 0,11 N
yang sebenarnya

Tabel 9. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Sampel


No. Perlakuan Pengamatan

1. Dipipet 10 mL larutan asam asetat ke Larutan berwarna bening


dalam labu ukur 100 mL, lalu diencerkan
dengan aquades sampai batas tera
2. Dipipet 25 mL larutan ke dalam Larutan berwarna bening
Erlenmeyer, lalu ditambahkan 3 tetes
indikator pp
3. Dititrasi dengan larutan baku NaOH  Mencapai
0,1 N sampai terjadi perubahan warna titik ekivalen pada
(dilakukan 3 kali) volume 18 mL
 Mencapai
titik akhir pada suhu
21 mL
 Mencapai
titik akhir pada suhu
4. Dihitung rata-rata volume NaOH yang
21,5 mL
dipakai untuk titrasi
 20,2 mL
5. Dihitung konsentrasi asama setat
0,202 N
dalam sampel
4.2 Reakasi Kimia

indikator pp
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

4.3 Pembahasan

Analisa volumetri merupakan salah satu metode analisa kuantitatif, yang

sangat penting penggunaannya dalam menentukan konsentrasi zat yang ada dalam

larutan. Keberhasilan analisa volumetri ini sangat ditentukan oleh adanya

indikator yang tepat sehingga mampu menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat.

Indikator merupakan suatu zat yang ditambahkan ke dalam larutan sampel sebagai

penanda yang menunjukkan telah terjadinya titik akhir titrasi pada analisis

volumetrik. Suatu zat dapat dikatakan sebagai indikator titrasi asam basa jika

dapat memberikan perubahan warna sampel seiring dengan terjadinya perubahan

konsentrasi ion hidrogen atau perubahan pH. Indikator asam basa yang sering

digunakan di laboratorium untuk titrasi asam basa merupakan indikator sintetis

contohnya fenolftalein (PP) dan metil jingga (MJ).

Titrasi adalah metode penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan

larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Dalam hal ini, suatu larutan

yang konsentrasinya telah diketahui secara pasti (larutan standar), ditambahkan

secara bertahap ke larutan lain yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi

kimia antara kedua larutan tersebut berlangsung sempurna. Sebelum basa

ditambahkan harga pH adalah larutan asam kuat, sehingga pH < 7 dan ketika basa
ditambahkan sebelum titik ekivalen, harga pH ditentukan oleh asam lemah. Pada

titik ekivalen jumlah basa yang ditambahkan secara stokiometri ekivalen terhadap

jumlah asam yang ada. Oleh karena itu pH ditentukan oleh larutan garam (pH=7).

Titik ekivalen dalam titrasi adalah titik keadaan (kuantitas) asam-basa dapat

ditentukan secara stokiometri.

Perlakuan pertama pada percobaan ini adalah standarisasi larutan NaOH

0,1 N dengan kalium biftatat. Tujuan dilakukannya standarisasi ini adalah agar

diketahui konsentrasi sebenarnya dari larutan NaOH 0,1 N, karena larutan NaOH

0,1 N sudah bereaksi dengan udara bebas. 10 mL larutan NaOH dan ditmbahkan 3

tetes indikator pp dan dititrasi sampai berubah warna menggunakan NaOH 0,1 N

(dilakukan duplo). Titrasi pertama mencapai titik akhir (berubah warna) pada

volume 19 mL sedangkan titrasi kedua mencapai titik akhir pada volume 22,5 mL,

sehingga didapat volume rata-rata NaOH 0,1 N sebesar 22,25 mL serta

konsentrasi sebenarnya dari NaOH sebesar 0,11 N. Ada sedikit perubahan

konsentrasi NaOH dari 0,1 N menjadi 0,11 N. Hal ini terjadi karena pada saat

pembuatan larutan NaOH 0,1 N, larutan NaOH yang dipipet pada larutan induk

untuk membuat larutan NaOH 0,1 N melebihi sekian mL dari volume yang

seharusya dipipet serta pada saat dilakukan titrasi, ada yang melebihi warna merah

muda yaitu berwarna ungu, sehigga volume yang dipakai juga pasti akan ikut

bertambah.

Perlakuan kedua, yaitu penentuan konsentrasi asam asetat dalam sampel,

yaitu dengan mengencerkan 10 mL asam asetat dalam 100 mL air, larutan

berwarna bening. Kemudian 25 mL dari larutan tersebut ditambahkan 3 tetes


indikator. Tujuan ditambahkannya inidikator pp ini adalah agar larutan dapat

berubah warna pada saat mencapai titik akhir. Selanjutnya, larutan dititrasi

menggunakan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna, dimana

proses titrasi ini dilakukan sebanyak tiga kali (triplo). Titrasi pertama mencapai

titik akhir pada volume 18 mL, sedangkan titrasi kedua mencapai titik akhir pada

volume 21 mL dan titrasi ketiga mencapai titik akhir pada volume 21,5 mL.

Sehingga didapat rata-rata volume NaOH yang dipakai untuk titrasi sebanyak 20,2

mL serta konsentrasi asam asetat dalam sampel sebesar 0,202 N.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa titrasi

asam basa merupakan salah satu metode analisis kuantitatif untuk menentukan

konsentrasi dari suatu zat yang ada dalam larutan. Keberhasilan dalam titrasi

asam-basa sangat ditentukan oleh kinerja indikator yang mampu menunjukkan

titik akhir dari titrasi. Indikator yang digunakan pada prcobaan ini adalah

indikator fenoftalein dan didapat konsentrasi NaOH 0,1 N yang sebenarnya adalah

0,11 N serta konsentrasi asam asetat dalam sampel adalah 0,202 N.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah agar praktikan bisa

lebih teliti lagi dalam menjaga kebersihan alat-alat laboratorium yang dipakai agar

tidak terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan praktikum, misalnya pada

proses pembuatan larutan yang akan digunakan, pipet tetes yang digunakan harus

benar-benar bersih setelah digunakan pada bahan lain karena jika tidak bersih

maka akan membawa pengaruh pada saat pembuatan larutan.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kimia analisis adalah studi pemisahan, identifikasi, dan kuantifikasi

komponen kimia dalam bahan alam maupun buatan. Analisis kualitatif

memberikan indikasi identitas spesies kimia di dalam sampel. Sedangkan analisis

kuantitatif ialah pekerjaan yang dilakukan untuk untuk mengetahui kadar suatu

senyawa dalam sampel, dapat berupa satuan mol, ataupun persentase dalam gram.

Teknik ini membutuhkan ketelitian yang tinggi karena kesalahan dalam

pengukuran akan menghasilkan kesalahan data dalam penelitian. Analisa

kuantitatif pada umumnya dilakukan setelah analisa kualitatif. Salah satu metode

yang digunakan pada analisis kuantitatif adalah titrasi redoks (reduksi-oksidasi).

Reaksi redoks adalah reaksikimia yang menyebabkan adanya perubahan

bilangan oksidasi pada suatu unsur, maupun molekul. Selain ditandai dengan

perubahan bilangan oksidasi, Reaksi ini juga ditandai dengan penambahan atau

pengurangan oksigen dalam suatu molekul. Reaksi redoks terjadi akibat adanya

reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi yang terjadi penurunan

bilangan oksidasi melalui penangkapan elektron atau pelepasan oksigen pada

suatu molekul, atom, maupun ion. Sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi yang

terjadi peningkatan bilangan oksidasi melalui pelepasan elektron atau

penambahan oksigen pada suatu molekul, atom, maupun ion. Ada dua macam
titrasi pada reaksi redoks yaitu titrasi oksidimetri (titrasi permanganomteri) dan

titrasi reduktometri (iodimetri dan iodometri).

Oksidimetri adalah teknik titrasi yang menggunakan titran sebagai suatu

oksidator. Salah satu teknik ini adalah permanganometri. Pada metode ini, titran

yang digunakan adalah ion permanganat, khususnya dalam bentuk garam kalium

permanganat. Ion permanganat bertindak sebagai oksidator dengan hasil reaksi

berupa ion Mn2+ (Skoog et al 2002). Metode ini biasa diterapkan pada proses

bleaching lemak, minyak, kapas, sutera, dan serat lainnya. Permanganometri

sering digunakan karena ion permanganat yangmemiliki kemam puan berubah

warna sehingga bias dijadikan sebagai indicator reaksi. Selain itu, harga

permanganate juga masih relatif murah (Patnaik 2004). Selain permanganometri,

contoh lain dari oksidimetri adalah metode ion cerium (IV). Reduktometri adalah

teknik titrasi yang menggunakan titran sebagai suatu reduktor. Salah satu teknik

ini adalah iodometri. Iodometri dibedakan menjadi iodometri langsung dan

iodometri tidak langsung (Harvey 2000). Pada iodometri langsung, I2 langsung

digunakan sebagai titran dan bahan yang dianalisis digunakan sebagai titrat.

Iodometri tidak langsung adalah metode titrasi berdasarkan reduksi zat analat oleh

ion iodium sehingga timbul I2. I2 kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat dan

ditentukan jumlahnya. Ion tiosulfat yang bereaksi dengan iodin membentuk ion

tetrationat (S4O82-) (Rouessac 2007). Keunggulan tiosulfat yang dipakai adalah

tidak mudah teroksidasi oleh udara. Baik iodometri langsung maupun iodometri

tidak langsung menggunakan amilum sebagai indikator perubahan warna.


Titrasi oksidi reduktometri merupakan teknik titrasi yang melibatkan

perpinda han elektron dengan pelibatan unsur yang mengalami perubahan tingkat

oksidasi. Titrasi I2 dan natrium sulfat merupakan salah satu teknik yang

menggunakan prinsip reduktometri. Dalam proses analitik, iodium digunakan

sebagai pereaksi oksidasi dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi.

Iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida

berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium (I 2) dibebaskan

seacara kuantitatif dan dititrasi dengan natrium tiosulfat (Na 2S2O3) standar) dan

indikator yang digunakan adalah amilum. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di

atas, maka perlu dilakukannya praktikum redoks.

1.2 Tujuan

Tujuandari praktikum ini yaitu agara mahasiswa dapat melakukan analisis

kuantitatif dengan metode redoks.

1.3 Prinsip Praktikum

Prinsip dari percobaan ini didasarkan pada reaksi redoks antara analit

dengan titran. Dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.

Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran yang berupa larutan

standar dari oksidator dan sebaliknya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi

Titrasi merupakan salah satu teknik analisis kimia kuantitatif yang

dipergunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan tertentu. Dimana

penentuannya menggunakan suatu larutan standar yang sudah diketahui

konsentrasinya secara tepat. Pengukuran volume dalam titrasi memegang peranan

yang amat penting sehingga adakalanya sampai saat ini banya korang yang

menyebut titrasi dengan nama analisis volumetri (Simanjuntak, 2018).

2.2 Titrasi Redoks

Oksidasi didefinisikan sebagai spesi dalam reaksi redoks yang mengalami

kehilangan elektron atau spesi yang mengalami kenaikan biloks. Reduksi adalah

spesi dalam reaksi redoks yang menerima elektron atau spesi yang mengalami

penurunan biloks. Umunya, jika reaksi oksidasi terjadi, maka reaksi reduksi juga

terjadi. Hal ini menerangkan mengapa reaksi seperti itu dinamakan reduksi-

oksidasi atau reaksi redoks (Sunarya, 2011).

Titrasi redoks tetap merupakan komponen penting dari kurikulum

laboratorium kimia analitik, karena metode yang relative mudah ini memberikan

hasil persis tinggi dengan ketidakpastian yang ditentukan eksperimental pada digit

ke-4. Ketepatan yang dapat dicapai semacam itu memudahkan pengembangan

tujuan belajar siswa umum untuk kimia analitik: menghasilkan hasil yang tepat

dan akurat (Randall, 2014).


2.3 Titrasi Iodimteri

Titrasi iodimetri merupakan titrasi redoks yang menggunakan larutan

standar I2 sebagai titran dalam suasana netral atau sedikit asam. Titrasi tersebut

juga dapat dikatakan dengan titrasi langsung karena dalam proses titrasi ini I2

berfungsi sebagai pereaksi. Dalam proses reaksi redoks harus selalu ada oksidator

dan reduktor, karena jika suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya

(melepaskan elektron), maka harus ada suatu unsur yang digunakan untuk

menangkap elektron yang terlepas. Sehingga dalam proses reaksi redoks tidak

mungkin hanya ada oksidator saja ataupun reduktor saja. Titrasi iodimetri

dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah sampai basa

lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) I2 dapat mengalami reaksi disproporsionasi

menjadi hipoiodat (Erwanto, 2018)

2.4 Natrium Tiosulfat

Pereduksi nastrium tiosulfat (Na2S2O3) digunakan karena merupakan

pereduksi yang kuat untuk besi dan pereduksi ini mudah didapat. Penggunaan

pereduksi natrium tiosulfat didasarkan pada hasil penelitian Puspaningtyas (2004)

yang menemukan bahwa pada kondisi pH 4,5 natrium tiosulfat 11 ppm sudah

mampu mereduksi larutan Fe3+ 5 ppm dengan prosen recovery sebesar 99,2438 %.

Habsoro (2012) melakukan penelitian dengan menggunakan pereduksi natrium

tiosulfat dan kalium oksalat untuk mereduksi Fe (III) menjadi Fe (II) dalam

analisis kadar total besi (Pangastuti, 2017).


2.5 Tembaga Sulfat Pentahidrat

Tembaga adalah logam yang ditemukan sebagai unsure atau berasosiasi

dengan tembaga dan perak. Tembaga ini terdapat dalam jumlah yang relative

besar dan ditemukan selama pemisahan dari bijihnya (coal) pada elektrolisis dan

pemurnian tembaga. Berbagai jenis lgam pada tailing dalam bentuk mineral yaitu

Cu, As, Pb, Zn, Fe, Hg. Unsur ini merupakan salah satu hasil sampingan dari

proses pengolahan bijih logam non besi terutama emas, yang mempunyai sifat

sangat beracun dengan dampak merusak lingkungan (Nuriadi, 2013).

Kristal CuSO4.5H2O merupakan salah satu bahan yang banyak dibutuhkan

di industri. Pemanfaatan dari CuSO4.5H2O ini sangat luas. Diantaranya yaitu

sebagai fungisida yang merupakan pestisida yang secara spesifik membunuh atau

menghambat cendawan akibat penyakit, reagen analisa kimia, sintesis senyawa

organik, pelapisan anti fokling pada kapal, sebagai kabel tembaga, electromagnet,

papan sirkuit, solder bebas timbal, dan magneton dalam oven microwave. Kristal

CuSO4.5H2O berupa padatan kristal biru ini dapat dibuat dengan mereaksikan

tembaga dengan asam sulfat dan asam nitrat yang kemudian dipanaskan dan

hingga terbentuk kristal. Selain dengan bahan baku logam tembaga

(Fitrony, 2013).
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik Percobaan V “Titrasi Redoks”

dilaksanakan pada hari Kamis, 28 November 2019Pukul 13.00 bertempat di

Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah labu Erlenmeyer 250 mL,

labu takar 100 mL dan 250 mL, gelas kimia500 mL dan 50 mL, botol semprot,

buret, statif, klem, filler pipet ukur 10 mL, spatula, batang pengaduk dan pipet

tetes.

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan, H 2SO40,1 N,

Na2S2O3 0,1 N, CuSO4.5H2O, padatan KI, dan indikator kanji, aluminium foil, dan

aquades.

3.2 Prosedur Kerja

3.3.1 Penentuan Ion Cu (II) dalam CuSO4

Ditimbang 2 gram CuSO4.5H2O, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL

dan dilarutkan dengan aquades sampai tanda garis.Kemudian dipipet 25 mL

larutan tersebut, dimasukkan dalam Erlenmeyer. Ditambahkan 10 mL H 2SO4 1 N

dan 2 gram KI.Setelah itu ditutup Erlenmeyer dan dikocok selama 10 menit,
didiamkan sampai reaksi sempurna pada tempat yang gelap. Dititrasi dengan

larutan baku Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berwarna kuning muda. Kemudian

ditambahkan 2 mL indikator kanji dan titrasi dilanjutkan sampai terjadi perubahan

warna
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan

Tabel 10. Penentuan Kadar Ion Cu (II) dalam CuSO4.5H2O


No Perlakuan Pengamatan
1. Padatan CuSO4.5H2O Padatan berwarna biru
2. Padatan 2 gram CuSO4.5H2O + 100 mL Larutan berwarna biru muda
aquades
3. Laeutan CuSO4.5H2O dipipet 25 ml + 10 mL Larutan tetap berwarna biru
H2SO4 1 N muda
4. Larurtan CuSO4.5H2O + H2SO4 1 N + 2 gram Larutan berubah warn
KI menjadi warna kuning
cokelat, ada endapan
5. Larutan CuSO4.5H2O + H2SO4 1 N + 2 gram Larutan berwarna
KI dititrasi dengan Na2S2O3 kuningnpekat
6. Larutan ditambahkan H2SO4 1 N Larutan berwarna kuning
muda

4.2 Reaksi Lengkap

Penetapan Kadar Cu (II)

2 CuSO4 + 4 KI 2 K2SO4 + 2 CuI

2 CuI + H2SO4 Cu2I2 + I2

I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6

4.3 Pemabahasan

Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu

redoktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analat

dan titran. Dalam titrasi redoks terbagi dua yaitu oksidimetri (titrasi

permanganometri) dan titrasi reduktometri (iodometri dan iodimetri). Praktikum


kali ini menggunakan titrasi iodimteri karena digunakan KI. Titrasi iodimetri

sendiri merupakan titrasi redoks yang menggunakan larutan standar I2 sebagai

titran dalam suasana netral atau sedikit asam. Titrasi tersebut juga dapat dikatakan

dengan titrasi langsung karena dalam proses titrasi ini I 2 berfungsi sebagai

pereaksi. Dalam proses reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor,

karena jika suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan elektron),

maka harus ada suatu unsur yang digunakan untuk menangkap elektron yang

terlepas. Sehingga dalam proses reaksi redoks tidak mungkin hanya ada oksidator

saja ataupun reduktor saja.

Perlakuan pertama pada percobaan ini adalah dengan melarutkan padatan

CuSO4.5H2O dalam 100 ml aquades, hasil dari pencampuran ini adalah larutan

berarna biru muda dimana iodium dilepas dan mengikat Cu 2+ sehingga menjadi

2CuI yang kemudian berrwarna kuning cokelat serta terbentuk endapan setelah

ditambahkan 10 mL H2SO4 1 N dan 2 gram KI. Endapan yang terbentuk karena

adanya penambahan KI sedangkan warna kuning cokelat disebabkan karena

penambahan H2SO4 1 N. Selanjutnya larutan dititrasi dengan Na 2S2O3, dan pada

volume ke 2 mL titrasi dihentikan pada saat larutan berwarna kuning pekat.

Kemudian ditambahkan 2 mL dengan tujuan untuk mengidentifikasi ion Cu2+.

Penambahan indikator amilum juga bertujuan untuk memudahkan larutan berubah

warna saat dititrasi Perubahan warna merupakan tanda bahwa larutan telah

mencapai titik akhir titrasi. Setelah penambahan 2 mL indikator amilum, larutan

kembali dititrasi dan berubah warna menjadi kuning muda pada volume ke 8 mL,

dimana warna kuning muda ini merupakan warna khas dari ion Cu2+.
Percobaan ini dinyatakan berhasil karena hasil sesuai dengan teori yaitu

keberhasilan suatu titrasi sangat ditentukan oleh kinerja indikator yang mampu

menunjukkan titik akhir dari titrasi. Indikator merupakan suatu zat yang

ditambahkan ke dalam larutan sampel sebagai penanda yang menunjukkan telah

terjadinya titik akhir titrasi pada analisis volumetrik. Suatu zat dapat dikatakan

sebagai indikator titrasi asam basa jika dapat memberikan perubahan warna

sampel.

Namun, kadar ion Cu (II) yang dihasilkan adalah 57,8 7% dan ini tidak

sesuai dengan teori karena seharusnya kadar Cu dalam CuSO 4 adalah 39,81 %.

Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan

praktikan saat melakukan percoban, misalnya larutan Na 2S2O3 sebagai titran

(larutan standar atau larutan baku) tidak distandarisasi terlebih dahulu sebelum

menitrasi larutan CuSO4 + KI + H2SO4 serta pada saat pencampuran larutan CuSO4

+ KI + H2SO4 dicampur di tempat yang terang bukan di tempat yang gelap,

sementara ion Cu (II) mudah teroksidasi oleh cahaya sehingga ion Cu 2+ sudah

teroksidasi dahulu oleh cahaya sebelum ditirasi.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Titrasi

redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau

sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analat dan titran. Kadar

Cu(II) dalam CuSO4 dapat ditentukan dengan titrasi iodometri, dimana ion iodida sebagai

reduktor dan natrium tiosulfat sebagai titran, dari reaksi ini secara tidak langsung dapat

ditentukan kadar ion Cu(II) yaitu 57,87 %.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini adalah agar praktikan

lebih teliti lagi pada saat melakukan titrasi agar perubahan warna yang terjadi

pada sampel saat mencapai titik akhir sesuai dengan teori.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Titrasi merupakan salah satu teknik analisis kimia kuantitatif yang

dipergunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan tertentu. Dimana

penentuannya menggunakan suatu larutan standar yang sudah diketahui

konsentrasinya secara tepat. Pengukuran volume dalam titrasi memegang peranan

yang amat penting sehingga adakalanya sampai saat ini banya korang yang

menyebut titrasi dengan nama analisis volumetri (Simanjuntak, 2018). Salah satu

contoh titrasi adalah titrasi argentometri.

Titasi argentometri merupakan titrasi dengan menggunakan larutan perak

nitrat untuk menentukan kadar halogen. Titrasi argentometri dengan mengunakan

metode Mohr yakni mula-mula Ag+ yang ditambahkan bereaksi membentuk

endapan AgCl berwarna putih. Apabila Cl- sudah habis bereaksi maka kelebihan

Ag+selanjutnya bereaksi dengan CrO42- yang berasal dari indikator K2CrO4yang

ditambahkan dan membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah bata,

berarti titik akhir titrasi sudah tercapai (Antara, 2008). Pada titrasi argentometri

digunakan suatu indikator demi keberhasilan suatu titrasi.

Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran

sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah bata yang menunjukkan titik

akhir karena warnanya berbeda dengan warna endapan analat dengan Ag+. Pada

analisis Cl- mula-mula terjadi reaksi: Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl (s) Sedangkan pada
titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi berikut : 2 Ag+(aq) + CrO42-(aq)

Ag2CrO4(s) Menurut Harjadi (1993), Selama titrasi mohr larutan harus diaduk

dengan baik karena jika tidak maka secara lokal terjadi kelebihan titran yang

menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai dan dioklusi

oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian sehingga titik akhir menjadi tidak

sharp (Lisa, 2017).

Indikator merupakan suatu senyawa kompleks yang dapat bereaksi dengan

asam maupun basa dengan adanya perubahan warna sesuai dengan konsentrasi ion

hidrogen melalui proses titrasi. Indikator yang digunakan pada titrasi basa kuat-

asam kuat biasanya berupa indikator sintetis, misalnya indikator fenolftalein (pp).

Indikator ini merupakan indikator sintetis yang dijual di pasaran dengan harga

yang relatif mahal, dapat menyebabkan polusi kimia, ketersediaan yang terbatas

dan biaya produksi yang tinggi (Apriani, 2016). Metode yang dapat digunakan

pada titrasi argentometri adalah metode mohr.

Metode mohr merupakan salah satu bentuk metode titrasi argentometri,

yaitu metode titrasi untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang

dilakukan dengan pembentukan endapan bersama ion Ag+. Prinsip kerja

penentuan konsentrasi NaCl dengan menggunakan metode mohr adalah mentitrasi

ion klorida yang terdapat pada NaCl dengan menggunakan larutan AgNO 3 dengan

menggunakan K2CrO4 sebagai indikator (Agung, 2009). Menurut Underwood dan

Day (1992), Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masingmasing

merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna. Ketika NaCl ditambahkan

dengan aquades larutan tetap jernih dan tidak berwarna dan aquades tersebut larut
dalam larutan. Penambahan aquades ini dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu

asam ataupun terlalu basa. Setelah ditambahkan indikator K2CrO4, larutan

kemudian berubah warna menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang

ditambahkan. Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan

berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan

AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi

dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah

keruh. Endapan tersebut adalah endapan AgCl. Setelah semua ion Cl- mengendap

dengan sempurna, kelebihan 1-2 tetes larutan AgNO3 akan bereaksi dengan ion

kromat membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah (Yusmita, 2017).

Perak nitrat merupakan sebuah senyawa anorganik dengan rumus kimia

AgNO3. Senyawa ini adalah senyawa paling serbaguna di antara senyawa perak

lainnya, dan digunakan pada fotografi. Senyawa ini lebih tidak sensitif terhadap

sinar matahari daripada perak halida. Senyawa ini dulu disebut lunar kaustik

karena perak dulunya disebut luna oleh para alkemis kuno yang percaya bahwa

perak berasosiasi dengan bulan. Berdasarkan uraian di atas maka perlu

dilakukannya praktikum titrasi pengendapan atau argentometri.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu, agar mahasiswa dapat melakukan anlisis

kuantitatif dengan metode titrasi pengendapan atau argentometri.


1.3 Prinsip Dasar

Prinsip dari percobaan ini yaitu menentukan titik akhir titrasi pengendapan

atau argentometri dan menentukan kadar NaCl dalam larutan garam dan kadar

klorida dalam air laut dengan cara mohr.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Argentometri

Titrasi argentometri merupakan titrasi pengendapan yang melibatkan

pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titran dan analit.

Hasil yang diperlukan dari titrasi jenis argentometri adalah pencapaian

keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit,

tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi dan titik akhir titrasi mudah

diamati .Prinsip Argentometri Mohr adalah reaksi pengendapan dimana senyawa

klorida dalam NaCl berada pada suasana netral dengan tambahan larutan baku

sekunder perak nitrat (AgNO3) dan penambahan larutan indikator kalium kromat

(K2CrO4) pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida setelah titik

ekuivalen, maka dengan penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan

kromat dan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah kecokelatan.

Penambahan Indikator kalium kromat (K2CrO4) bertujuan untuk mengetahui

warna dari titik akhir titrasi (Santoso,2017).

2.2 Metode Mohr

Metode mohr merupakan salah satu bentuk metode titrasi argentometri,

yaitu metode titrasi untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang

dilakukan dengan pembentukan endapan bersama ion Ag+. Prinsip kerja

penentuan konsentrasi NaCl dengan menggunakan metode mohr adalah mentitrasi

ion klorida yang terdapat pada NaCl dengan menggunakan larutan AgNO 3 dengan
menggunakan K2CrO4 sebagai indikator. Larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada

awalnya masing-masing merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna.

Ketika NaCl ditambahkan dengan aquades larutan tetap jernih dan tidak berwarna

dan aquades tersebut larut dalam larutan. Penambahan aquades ini dimaksudkan

agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa. Setelah ditambahkan

indikator K2CrO4, larutan kemudian berubah warna menjadi kuning mengikuti

warna K2CrO4 yang ditambahkan. Setelah dititrasi dengan AgNO 3, awalnya

terbentuk endapan berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah

habis bereaksi dengan AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih ada, maka AgNO3

kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan Ag2CrO4 yang

berwarna merah keruh. Endapan tersebut adalah endapan AgCl. Setelah semua ion

Cl- mengendap dengan sempurna, kelebihan 1-2 tetes larutan AgNO3 akan

bereaksi dengan ion kromat membentuk endapan perak kromat yang berwarna

merah (Yusmita, 2017).

Metode mohr terdiri atas titrasi klorida dengan larutan perak nitrat

berlebih, dengan kalium kromat sebagai indikator metode ini diaplikasikan dalam

medium netral kisaran konsentrasilebih dari 30 mg. Metode Charpentier-Volhard,

yang terdiri dari presipitasi klorida dengankelebihanperak nitrat di hadapan asam

nitrat dan titrasi kelebihan ini dengan standarlarutan amonium tiosianat. Metode

ini digunakan ketika fosfatberadahadir dalam sampel, dalam kisaran hingga 30 mg

(Iacoban, 2005).

Metode mohr merupakan salah satu bentuk metode titrasi argentometri,

yaitu metode titrasi untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang
dilakukan dengan pembentukan endapan bersama ion Ag+. Prinsip kerja

penentuan konsentrasi NaCldengan menggunakan metode Mohr adalah mentitrasi

ion klorida yang terdapat pada NaCl dengan menggunakan larutan AgNO 3 dengan

menggunakan K2CrO4 sebagai indikator (Yusmita, 2017).

2.3 Indikator Titrasi

Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran

sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah bata yang menunjukkan titik

akhir karena warnanya berbeda dengan warna endapan analat dengan Ag+. Pada

analisis Cl- mula-mula terjadi reaksi: Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl (s) Sedangkan pada

titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi berikut : 2 Ag+(aq) + CrO42-(aq)

Ag2CrO4(s) Menurut Harjadi (1993), Selama titrasi mohr larutan harus diaduk

dengan baik karena jika tidak maka secara lokal terjadi kelebihan titran yang

menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai dan dioklusi

oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian sehingga titik akhir menjadi tidak

sharp (Yusmita, 2017).

Indikator merupakan suatu senyawa kompleks yang dapat bereaksi dengan

asam maupun basa dengan adanya perubahan warna sesuai dengan konsentrasi ion

hidrogen melalui proses titrasi. Indikator yang digunakan pada titrasi basa kuat-

asam kuat biasanya berupa indikator sintetis, misalnya indikator fenolftalein (pp).

Indikator ini merupakan indikator sintetis yang dijual di pasaran dengan harga

yang relatif mahal, dapat menyebabkan polusi kimia, ketersediaan yang terbatas

dan biaya produksi yang tinggi (Apriani, 2016).


2.4 Kalium Kromat

Kalium kkromat (K2CrO4) adalah suatu

senyawa yang mempunyai kegunaan luas bagi

kehidupan manusia. Contoh dari penggunaaan

kaliumdikromat yang umum dijumpai yaitu

pada industripenyamakan kulit, bahan celup

untuk lukisan,hiasan pada porselin,


Gambar 1. Kalium Kromat (K2CrO4)
percetakan, photolithography,warna print,

bahan untuk petasan, bahanpembuatan korek api, penjernihan minyak

kelapa,jalan, spon, dan untuk baterai serta depolarisatorpada sel kering.Kalium

dikromat ini merupakangaram kalium tidak stabil dalam bentuk bebas danjuga

merupakan oksidator kuat, khususnya dalam larutan asam (Siti, 2015).

2.5 NaCl

NaCl adalah kristal dan memiliki

kualitas penyerapan panas yang tinggi karena

kualitas fisik dan kimianya yang khusus.

Garam memiliki titik leleh sekitar 750 – 800

°C pada suhu ini garam berubah menjadi

garam cair. Dan garam memiliki titik didih

yang lebih tinggi didekat sekitar 1400-1450° Gambar 2. Natrium Klorida (NaCl)

Approx. Pada suhu ini garam berubah menjadi

uap seperti yang dapat dilihat garam dapat menyerap banyak sekali panas sebelum
mengalami perubahan fasa dari padat menjadi cair dan cair menjadi uap

(Rathod, 2015).

2.6 Air Laut

Air laut adalah cairan yang bersifat agak basa (pH 7,5-8,4) yang

merupakan campuran lebih dari 80 unsur,gas dan senyawa organik terlarut.

Konsentrasi campuran unsur-unsur tersebut beragam dan berbeda tergantung pada

faktor tempat (geografis) dan fisik pengukuran salinitas air laut dalam ppt (%)

yang menunjukkan konsentrasi senyawa terlarut. Ion-ion utama penyusun air laut

adalah: natrium 55%, klor 31%,sulfat 8%, magnesium 4%, kalsium 1% dan

kalium 1%. Laut di garis lintang subtropis memiliki salinitas tertinggi sebagai

akibat dari suhu yang lebih tinggi, sedanng laut di kawasan sedang (temperate)

memiliki salinitas lebih rendah karena rendahnya evaporasi (Paweka, 2017).

2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengendapan

Titrasi argentometri dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pembentukan endapan. Faktor-faktor tersebut antara lain: (1)

Temperatur, Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan

meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan

banyak endapan yang berada pada larutannya. (2) Sifat alami pelarut garam

anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti

alkohol atau asam asetat. (3) Pengaruh ion sejenis, kelarutan endapan akan

berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis

dibandingkan dalam air saja. (4) Pengaruh pH, kelarutan endapan garam yang
mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan

karena penggabungan proton dengan anion endapannya. (5) Pengaruh hidrolisis,

Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan

konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut

mengalami hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut. (6)

Pengaruh ion kompleks (Sari, 2014).

2.8 Teknik Pengambilan Sampel

Ranked Set Sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan

peringkat. Ranked Set Sampling diperkenalkan pertama kali oleh McIntyre (1952).

Secara garis besar Ranked Set Sampling dapat digunakan pada data yang diamati

dan pada data dengan variabel konkomitan. Menurut Patil et al. (1994), ide dasar

dari Ranked Set Sampling dan Ranked Set Sampling konkomitan adalah

pembagian secara random dari sampel yang diambil dari populasi ke dalam

himpunan berukuran dengan masing – masing himpunan (set) berisi unit sampel.

Selanjutnya sampel dari masing masing himpunan diurutkan berdasarkan

peringkat yang diberikan, kemudian dilakukan pemilihan sampel yaitu sampel ke-

diambil dari peringkat ke- pada himpunan kelangkah pengambilan sampel tersebut

diulang sebanyak kali putaran (cycle) untuk mendapatkan ukuran sampel yang

diharapkan (Wijayanti, 2013).


BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik Percobaan VI dengan judul “Titrasi

Pengendapan atau Argentometri” dilaksanakan pada hari Kamis, 5 Desember

2019 pukul 13.00- selesai bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah labu Erlenmeyer 250 mL,

botol semprot, buret, statif, klem, filler, pipet ukur 10 mL dan pipet tetes.

Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah air laut, K2CrO4 2%,

AgNO3 0,1 M, NaCl 0,01 N dan aquades.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Penentuan Kadar NaCl dalam Larutan Garam

Larutan NaCl 0,01 N dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam

labu Erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan 2 tetes K 2CrO4 sebagai

indikator. Selanjutnya dititrasi dengan AgNO 4 0,1 N dengan perlahan-lahan

sampai berubah warna dan terbentuk endapan merah bata.


3.3.2 Penentuan Kadar Klorida dalam Air Laut

Dilarutkan 2 mL air laut dengan aquades kurang lebih 5 mL di dalam

Erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan 1 mL K2CrO4 2% sebagai indikator.

Selanjutnya, dititrasi dengan AgNO3 0,1 N sampai berubah warna dan terbentuk

endapan berwarna putih.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

4.1.1 Penentuan Kadar NaCl dalam Larutan NaCl 0,01 N

Tabel 11. Penentuan Kadar NaCl dalam Larutan NaCl 0,01 N


No Perlakuan Pengamatan
.
1 Dipipet 5 mL larutan NaCl 0,01 N dan Berwarna bening
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
2 Ditambahkan dengan 5 mL aquades Berwarna bening
3 Ditambahkan dengan 2 tetes indikator K2CrO4 Berwarna kekuningan
2%
4 Dititasi dengan larutan AgNO3 0,1 N Larutan berubah warna
menjadi warna merah
merah bata dan terdapat
endapan merah bata
pada volume 16 mL.

Titasi argentometri merupakan titrasi dengan menggunakan larutan perak

nitrat untuk menentukan kadar halogen (Antara, 2008). Metode mohr merupakan

salah satu bentuk metode titrasi argentometri, yaitu metode titrasi untuk

menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan pembentukan

endapan bersama ion Ag+. Prinsip kerja penentuan konsentrasi NaCl dengan

menggunakan metode Mohr adalah mentitrasi ion klorida yang terdapat pada

NaCl dengan menggunakan larutan AgNO3 dengan menggunakan K2CrO4 sebagai

indikator (Yusmita, 2017).

Perlakuan pertama pada praktikum ini adalah dengan memipet larutan

NaCl 0,01 N sebanyak 5 mL dan ditambahklan 2 tetes indikator K2CrO4 2%


sehingga menghasilkan larutan berwarna bening kekuningan. Warna kuning ini

merupakan warna yang berasal dari K 2CrO4 2%. Selanjutnya larutan dititrasi

dengan AgNO3 0,1 N hingga mencapai titik akhir. Larutan berubah warna menjadi

merah bata dan terdapat endapan merah bata saat larutan mencapai titik akhir pada

volume 16 mL. Endapan awalnya berwarna putih yang merupakan AgCl yang

terbentuk dari hasil reaksi antara Ag+ dan Cl-, akan tetapi ketika NaCl havis

bereaksi dengan AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih ada maka kemudian

AgNO3 bereaksi dengan K2CrO4 2% membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna

merah bata. Kadar NaCl dalam larutan garam ini adalah sebesar 93,6%. Titrasi ini

dinyatakan berhasil karena sesuai dengan teori argentometri yang menggunakan

metode mohr.

Titrasi argentometri dengan mengunakan metode mohr yakni mula-mula

Ag+ yang ditambahkan bereaksi membentuk endapan AgCl berwarna putih.

Apabila Cl- sudah habis bereaksi maka kelebihan Ag+selanjutnya bereaksi dengan

CrO42- yang berasal dari indikator K2CrO4 yang ditambahkan dan membentuk

endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah bata, berarti titik akhir titrasi sudah

tercapai (Antara, 2008).

Metode mohr merupakan salah satu bentuk metode titrasi argentometri,

yaitu metode titrasi untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang

dilakukan dengan pembentukan endapan bersama ion Ag+. Prinsip kerja

penentuan konsentrasi NaCl dengan menggunakan metode mohr adalah mentitrasi

ion klorida yang terdapat pada NaCl dengan menggunakan larutan AgNO 3 dengan

menggunakan K2CrO4 sebagai indikator (Agung, 2009). Menurut Underwood dan


Day (1992), larutan AgNO3 dan larutan NaCl pada awalnya masing-masing

merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna. Ketika NaCl ditambahkan

dengan aquades larutan tetap jernih dan tidak berwarna dan aquades tersebut larut

dalam larutan. Penambahan aquades ini dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu

asam ataupun terlalu basa. Setelah ditambahkan indikator K2CrO4, larutan

kemudian berubah warna menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang

ditambahkan. Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan

berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan

AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi

dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah

keruh. Endapan tersebut adalah endapan AgCl. Setelah semua ion Cl- mengendap

dengan sempurna, kelebihan 1-2 tetes larutan AgNO3 akan bereaksi dengan ion

kromat membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah (Yusmita, 2017).

4.1.2 Penentuan Kadar Klorida dalam Air Laut

Tabel 12. Penentuan Kadar Klorida dalam Air Laut


No Perlakuan Pengamatan
.
1 Dipipet 5 mL air laut dan dimasukkan ke dalam Berwarna bening agak
Erlenmeyer keruh
2 Ditambahkan dengan 25 mL aquades Berwarna bening
3 Ditambahkan dengan 1 mL indikator K2CrO4 Berwarna kekuningan
2%
4 Dititasi dengan larutan AgNO3 0,1 N Larutan berubah warna
menjadi warna putih
dan terdapat endapan
putih pada volume 1,2
mL.
Perlakuan kedua pada percobaan ini dilakukan untuk menentukan kadar

klorida dalam air laut denga cara memipet 5 mL air laut dan ditambahkan 2 tetes

indikator K2CrO4 2% sehingga larutan berwarna kuning mengikuti warna

indikator K2CrO4 2% . Tujuan ditambahkan indikator K2CrO4 2% ini adalah agar

memudahkan larutan air laut mencapai titik akhir atau berubah warna. Setelah

ditambahkan indikator K2CrO4 2%, maka selanjutnya larutan dititrasi

menggunakan AgNO3 0,1 N hingga mencapai titik akhir. Larutan mencapai titik

akhir pada volume 1,2 mL yaitu ditandai dengan perubahan warna dari warna

kuning menjadi warna putih dan terdapat endapan putih. Kadar klorida dalam air

laut pada percobaan ini adalah sebesar 852 ppm (mg/L). Titrasi ini dinyatakan

berhasil karena sesuai dengan teori.

Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran

sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah bata yang menunjukkan titik

akhir karena warnanya berbeda dengan warna endapan analat dengan Ag+. Pada

analisis Cl- mula-mula terjadi reaksi: Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl (s) Sedangkan pada

titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi berikut : 2 Ag+(aq) + CrO42-(aq)

Ag2CrO4(s) Menurut Harjadi (1993), Selama titrasi mohr larutan harus diaduk

dengan baik karena jika tidak maka secara lokal terjadi kelebihan titran yang

menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai dan dioklusi

oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian sehingga titik akhir menjadi tidak

sharp (Lisa, 2017).


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Argentometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang

bertujuan untuk mengetahui konsentrasi analit dengan menggunakan larutan

standar yang mengandung unsur perak. Dasar titrasi argentometri adalah

pembentukkan endapan tidak mudah larut antara titran dengan analit. Pada

penentuan kadar NaCl dalam larutan garam 0,01 N, larutan mencapai titik akhir

pada volume 16 mLdan didapat kadar NaCl sebesar 93,6%, sedangkan pada

penentuan kadar klorida dalam air laut mencapai titik akhir pada voluke 1,2 mL

dengan jumlah kadar klorida sebanyak 852 ppm (mg/L)

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah sebaiknya pada

praktikum selanjutnya dilakukan dua metode argentometri bukan hanya metode

mohr saja tetapi juga metode fajans ataupun metode argentometri lainnya
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Titrasi merupakan salah satu teknik analisis kimia kuantitatif yang

dipergunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan tertentu. Dimana

penentuannya menggunakan suatu larutan standar yang sudah diketahui

konsentrasinya secara tepat. Pengukuran volume dalam titrasi memegang peranan

yang amat penting sehingga adakalanya sampai saat ini banya korang yang

menyebut titrasi dengan nama analisis volumetri (Simanjuntak, 2018). Salah satu

contoh titrasi adalah titrasi komplesometri.

Titrasi kompleksometri merupakan salah satu jenis titrasi yang didasarkan

pada reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam target dengan zat

pembentuk kompleks. Zat pembentuk kompleks yang umum digunakan adalah

asam etilena diamina tetra asetat (EDTA) yang akan membentuk kompleks kuat

dengan perbandingan 1:1 dengan logam. pH larutan dalam titrasi kompleksometri

harus dikontrol, karena akan menentukan selektivitas pembentukan kompleks

antara EDTA dengan logam target. BSN (2004) merekomendasikan nilai pH

larutan 12-13 untuk analisis kadar kalsium (Taufik, 2018). Keberhasilan suatu

titrasi sangat ditentukan oleh indikator yang digunakan.

Indikator merupakan suatu senyawa kompleks yang dapat bereaksi dengan

asam maupun basa dengan adanya perubahan warna sesuai dengan konsentrasi ion

hidrogen melalui proses titrasi. Indikator yang digunakan pada titrasi basa kuat-
asam kuat biasanya berupa indikator sintetis, misalnya indikator fenolftalein (pp).

Indikator ini merupakan indikator sintetis yang dijual di pasaran dengan harga

yang relatif mahal, dapat menyebabkan polusi kimia, ketersediaan yang terbatas

dan biaya produksi yang tinggi (Apriani, 2016). Indikator yang dapat digunakan

pada titrasi kompleksometri adalah indikator eriochrome black T.

Eriochrome black T adalah indikator kompleksometri yang digunakan

dalam titrasi kompleksometri, mis. dalam proses penentuan kekerasan air. Ini

adalah pewarna azo. Eriochrome adalah merek dagang dari Huntsman

Petrochemical, LLC. Dalam bentuk deprotonasinya, Eriochrome Black T

berwarna biru. Melalui titrasi komplesometri maka kita dapat menentukan nilai

kesadahan suatu senyawa.

Kesadahan merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion

(kation) logam valensi dua yang mampu bereaksi dengan sabun membentuk kerak

air. Definisi dari kesadahan total adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya

ion Ca2+ dan Mg2+ secara bersama-sama. Air berdasarkan tingkat kesadahannya

diklasifikasikan sebagai berikut: kesadahan < 50 mg/L tergolong air lunak, 50-150

mg/L tergolong air menengah, dan > 300 mg/L merupakan air sangat sadah

(Musiam, 2015).

1.2 Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan analisis

kuantitatif dengan metode titrasi kompleksometri.


1.3 Prinsip Dasar Percobaan

Dari percobaan ini adalah penetapan ion-ion secara titrasi kompleksometri

dengan menggunakan komplekson III (EDTA) sebagai zat pembentuk khelat yang

akan bereaksi dengan ion logam polyvalent, serta perubahan warna dari indikator

logam sebagai titik akhir dari titrasi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi

Titrasi merupakan salah satu teknik analisis kimia kuantitatif yang

dipergunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan tertentu. Dimana

penentuannya menggunakan suatu larutan standar yang sudah diketahui

konsentrasinya secara tepat. Pengukuran volume dalam titrasi memegang peranan

yang amat penting sehingga adakalanya sampai saat ini banya korang yang

menyebut titrasi dengan nama analisis volumetri (Simanjuntak, 2018).

2.2 Titrasi Kompleksometri

Titrasi kompleksometri merupakan salah satu jenis titrasi yang didasarkan

pada reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam target dengan zat

pembentuk kompleks. Zat pembentuk kompleks yang umum digunakan adalah

asam etilenadiaminatetraasetat (EDTA) yang akan membentuk kompleks kuat

dengan perbandingan 1:1 dengan logam. pH larutan dalam titrasi kompleksometri

harus dikontrol, karena akan menentukan selektivitas pembentukan kompleks

antara EDTA dengan logam target. BSN (2004) merekomendasikan nilai pH

larutan 12-13 untuk analisis kadar kalsium (Taufik, 2018).

Kompleksometri merupakan proses pengikatan logam dalam suatu cairan

oleh suatu senyawa yang memiliki lebih dari satu pasangan bebas. Pengiktan ion

logam tersebut menyerupai penjepit, senyawa yang menjepit disebut senyawa

pengelat dan ion logam dinamakan ion pusat, karena berada di titik pusat.
Mekanisme pengelatan ini terjadi karena adanya penggunaan elektron bersama

antara ion logam dan ion bahan pengkelat. Metode tersebut dinamakan metode

kompleksometri, karena terbentuknya senyawa kompleks antara logam dengan

bahan pengelat (Septiana, 2012).

Sejauh mana logam terikat dalam kompleks organik harus dipastikan

secara eksperimental, yaitu dengan melakukan titrasi kompleksometri. Dengan

cara ini, kuantitatif model kimia untuk kelimpahan relatif spesies logam yang

bebas dan kompleks dalam sampel air yang dianalisis dapat diturunkan secara

empiris. Keakuratan model tersebut, bagaimanapun, sangat bergantung pada data

metode analisis yang digunakan dan keterampilan penerapannya Di antara

komunitas peneliti yang terlibat dalam spesiasi logam jejak analisis, beberapa

pendekatan berbeda dan program khusus biasanya digunakan untuk memodelkan

data titrasi kompleksometri (Pizeta, 2015).

Reaksi kompleksometri mungkin menggunakan kimia analitik namun

aplikasi klasiknya ada dalam titrasi kompleksometri. Disini ion logam bereaksi

dengan ligan yang sesuai untuk membentuk titik akhir yang kompleks dan

ditentukan oleh indikator atau dengan metode instrumental yang sesuai,

kebanyakan ligan anorganik sederhana tidak diketahui yang dapat menyebabkan

stabilitas kompleks yang rendah dan titik akhir yang tidak jelas. Sebagai titran,

ligan multidentade, terutama yang memiliki 4 atau 6 kelompok donor memiliki

dua keuntungan dibandingkan rekan mereka yang tidak dikenal. Pertama, mereka

umumnya bereaksi lebih sempurna dengan kation dan dengan demikian

memberikan titik akhir yang lebih tajam. Kedua, mereka biasanya bereaksi
dengan ion logam dalam satu proses langkah tunggal, sedangkan formasi

kompleks dengan ligan tak dikenal biasanya dengan melibatkan dua atau lebih

spesies perantara (Sangale, 2014).

2.3 Senyawa Kompleks

Senyawa kompleks dilaboratorium dapat disintesa dengan mereaksikan

ligan yang merupakan suatu basa dan mempunyai pasangan elektron bebas

dengan logam yang merupakan penerima pasangan elektron yang didonorkan oleh

ligan. Berdasarkan banyak elektron yang didonorkan oleh ligan maka ligan dapat

diklasifikasikan menjadi ligan monodentat, ligan bidentat dan ligan multidentat.

Ligan monodentat tak hanya dapat mendonorkan sepasang elektron yang

dimilikinya ke logam.Ligan bidentat dapat mendonorkan dua pasang elektron

yang dimilikinya ke logam, sedangkan banyak elektron yang bisa didonorkan ke

logam pada ligan multidentat. Ligan-ligan multidentat ini pula yang dapat

membentuk struktur kelat dalam kimia koordinasi oleh karena banyaknya

pasangan elektron yang bisa didonorkan kelogam (Saria, 2012).

Kestabilan dari senyawa komplek yang terbentuk tergantung dari sifat

kation dan pH dari larutan, sehingga titrasi harus dilakukan pada pH tertentu.

Untuk menetapkan titik akhir titrasi (TAT) digunakan indikator logam, yaitu

indikator yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam, yaitu

indikator yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam.Ikatatan

kompleks antara indikator dan ion logam harus lebih lemah daripada ikatan

kompleks atau larutan titer dan ion logam. Larutan indikator bebas mempunyai

warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator. Indikator yang banyak
digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah kalkon, asam kalkon karboksilat,

hitam eriokrom-T dan jingga xilenol. Untuk logam yang dengan cepat membentuk

senyawa kompleks pada umumnya titrasi dilakukan secara langsung, sedang yang

lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan titrasi kembali

(Triwahyuni, 2015).

2.4 Air Sadah

Air sadah adalah istilah yang diguna-kan pada air yang mengandung

kationpenyebab kesadahan. Pada umumnya kesadahan disebabkan oleh adanya

logam-logam atau kation-kation yang bervalensi 2, seperti Fe, Sr, Mn, Ca dan Mg,

tetapi penyebab utama dari kesadahan adalah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).

Kalsium dalam air mempunyai kemungkinan bersenya-wa dengan bikarbonat,

sulfat, khlorida dan nitrat, sementara itu magnesium dalam air kemungkinan

bersenyawa dengan bikarbonat, sulfat dan khlorida (Marsidi, 2001).

Kesadahan merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion

(kation) logam valensi dua yang mampu bereaksi dengan sabun membentuk kerak

air. Definisi dari kesadahan total adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya

ion Ca2+ dan Mg2+ secara bersama-sama. Air berdasarkan tingkat kesadahannya

diklasifikasikan sebagai berikut: kesadahan < 50 mg/L tergolong air lunak, 50-150

mg/L tergolong air menengah, dan > 300 mg/L merupakan air sangat sadah

(Musiam, 2015).
2.5 Na2EDTA

Na2EDTA (dinatrium etylen diamin tetra asetat) yang dalam titrasi dapat

bereaksi dengan logam Ca dengan bantuan indikator Eriochrome Black T (EBT)

pada pH 10 – 11 maka larutan tersebut berwarna merah anggur.Titik akhir titrasi

ditandai dengan perubahan warna dari merah muda rmenjadi merah

ungu.Standarisasi Na2EDTA dengan mentitrasi menggunakan larutan kalsium

klorida 50 ppm sehingga diperoleh nilai molaritas Na2EDTA 0.017M.Standarisasi

dilakukan bertujuan menentukan molaritas larutan Na2EDTA (Sobirin, 2016).


BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu Dan Tempat

Praktikum Dasar-Dasar Kimia Analitik Percobaan VII Penenttuan

Konsentrasi Logam dalam Air Keran menggunakan Metode Titrasi

Kompleksometri dilaksanakan pada hari Kamis, 6 Desember 2019 pukul 13.00

WITA-selesai, di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, UniversitasHalu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adala Erlenmeyer, gelas kimia, labu ukur, buret,

filler, batang pengaduk, spatula, pipet tetes, statif dan klem, pipet skala, botol

semprot.

Bahan yang digunakan adalah air keran, buffer ammonia pH=10, dan

komplekson III 0,05 M (garam dinatrium dari EDTA), dan aquades.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Penentuan Konsentrasi Logam dalam Air Keran

Dipipet 5 mL sampel air keran, lalu dituangkan kedalam erlenmeyer 250

mL dan ditambahkan dengan akuades sebanyak 5 mL.Kemudian, ditambahkan 5

mL buffer ammonia (pH = 10) dan ditetesi EBT sebanyak 2 tetes. Selanjutnya,

dititrasi dengan larutan standar EDTA 0,05 M (komplekson III) sambil dikocok

kuat-kuat sampai larutan tepat berubah warna biru.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Konsentrasi Logam dalam Air Keran

Tabel 13. Penentuan Konsentrasi Logam dalam Air Keran


N Perlakuan Pengamatan
o
1 Air keran dipipet sebanyak 5 mL, dimasukkan Larutan bening
kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 5 mL
aquades
2 Ditambahkan dengan 1 mL larutan buffer Larutan bening
ammonia (PH=10)
3 Ditambahkan dengan seujung spatula indikator Larutan berwarna
EBT dan kemudian digoyangkan anggur merah
4 Dititasi dengan larutan standar EDTA 0,05 M Larutan berubah warna
dari warna anggur
merah menjadi warna
biru
V1 = 0,4 mL
V2 = 0,2 mL

4.2 Rekasi- Reaksi Kimia

1. H2Y2- (Ca-EBT)2+ + H2Y2- 2 CaY + 6H+ + EBT

2. CaO + Na2CO3 + H2O CaO + 2NaOH

4.3 Pembahasan

Titrasi kompleksometri merupakan salah satu jenis titrasi yang didasarkan

pada reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam target dengan zat

pembentuk kompleks. Zat pembentuk kompleks yang umum digunakan adalah

asam etilenadiaminatetraasetat (EDTA) yang akan membentuk kompleks kuat

dengan perbandingan 1:1 dengan logam. pH larutan dalam titrasi kompleksometri


harus dikontrol, karena akan menentukan selektivitas pembentukan kompleks

antara EDTA dengan logam target (Taufik, 2018).

Perlakuan pertama pada percobaan ini adalah dengan memipet air keran

sebanyak 5 mL dan dan ditambahkan 5 mL aquades yang menghasilkan larutan

berwarna bening. Larutan berwarna bening karena air keran dan aquades sama-

sama berwarna bening. Selanjutnya ditambahkan 1 mL larutan buffer ammonia

(PH=10) dan seujung spatula indikator EBT dan kemudian digoyang hingga

berubah warna menjadi anggur merah. Tujuan ditambahkan indikator EBT adalah

agar memudahkan larutan berubah warna pada saat dititrasi. Indikator sangat

menentukan keberhasilan suatu titrasi.

Indikator merupakan suatu senyawa kompleks yang dapat bereaksi dengan

asam maupun basa dengan adanya perubahan warna sesuai dengan konsentrasi ion

hidrogen melalui proses titrasi. Indikator yang digunakan pada titrasi basa kuat-

asam kuat biasanya berupa indikator sintetis, misalnya indikator fenolftalein (pp).

Indikator ini merupakan indikator sintetis yang dijual di pasaran dengan harga

yang relatif mahal, dapat menyebabkan polusi kimia, ketersediaan yang terbatas

dan biaya produksi yang tinggi (Apriani, 2016).

Langkah selanjutnya yaitu dengan menitrasi larutan sampel menggunakan

larutan standar EDTA 0,05 M hingga larutan sampel mencapai titik akhir. Titrasi

ini dilakukan dua kali (duplo). Larutan mencapai titik akhir pada volume 0,4 mL

yang ditandai dengan perubahan warna dari warna anggur merah menjadi warna

biru. Sedangkan titrasi kedua mencapai titik akhir pada volume 0,2 mL. Sehingga

volume total larutan standar EDTA 0,05 M yang digunakan adalah sebanyak 0,6
mL dengan rata-rata 0,3 mL. Dengan mengetahui rata-rata volume EDTA 0,05 M

yang digunakan, maka dapat ditentukan kadar CaCO3, magnesium dan Kalsium

dalam sampel. Dimana kadar CaCO3 adalah 300 mg/L, kadar magnesium adalah

120,234 mg/L dan kadar kalsium adalah 48,6 mg/L.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data pengamatan dapat disimpulkan bahwa, titrasi

kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa komppleks.

Salah satu zat pembentuk kompleks adalah garam dinatrium etilendiamina

tetraasetat (EDTA). Dari hasil titrasi dapat di lihat bahwa terjadi perubahan warna

pada sampel setelah dititrasikan dengan EDTA 0,05 M. Volume rata-rata EDTA

0,05 M adalah 0,3 mL sehingga kadar logam CaCO3 adalah 300 mg/L, kadar

magnesium adalah 120,234 mg/L dan kadar kalsium adalah 48,6 mg/L.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah sebaiknya pada

praktikum selanjutnya meggunakan lebih dari satu sampel agar dapat diketahui

logam apa saja yang terkandung di dalamnya serta seberapa banyak jumlahnya

dalam sampel.
DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, R., Dewi, M. A. Dan Subekti, A. 2016. Analisis Kandungan


Fenolftalein pada Jamu Pelangsing. Jurnal Ilmiah Farmasi. 4(1)
ISSN:2502-3438.
Chandra, Dwiana dan Hendra Cordova ST, MT. 2012. Rancang Bangun Kontrol
pH Berbasis Self Tuning PID melalui Metode Adaptive Control Achmad.
Jurnal Teknik Pomits. 1(1).

Darlina. 1998. Pembuatan Larutan Standar dan Pereaksi Pemisah Kit Ria T3.
Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka. 1(2).

Darmawan dan Titik Istirohah. 2016. Studi Analisis Ketdakpastian Hasil Kalibrasi
Timbangan dan Mistar terhadap Keberterimaan Pengujian Gramatur
Kertas. Jurnal Selulosa. 6(2).

Erwanto, D., Yudho B.U., Farrady A.F., dan Mochtar Y. 2018. Pengolahan Citra
Digital untuk Menentukan Kadar Asam Askorbat pada Buah dengan
Metode Titrasi Iodimetri. Jurnal Ilmiah. 12(2).
Harjanti, R.S. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.)
dan Pemakaiannya sebagai Indikator Analisis Volumetri. Jurnal Rekayasa
Proses. 2(2).

Hasrianti, Nururrahmah dan Nurasia. 2016. Pemanfaatan Ekstrak Bawang Merah


dan Asam Asetat sebagai Pengawet Alami Bakso. Jurnal Dinamika. 7(1)
ISSN: 2087 –7889.

Fatimah A., Harmadi., dan Wildian. 2014. Perancangan Alat Ukur TSS (Total
Suspended Solid) Air menggunakan Sensor Serat Optik Secara Real Time.
Jurnal Ilmu Fisika (JIF). 6(2).

Fatimah, Dewi. 2004. Pengkajian Senyawa Aluminia Siliko – Fosfat sebagai


Pengolah Air Bermasalah: Studi Kasus Air Pantura (Bekasi dan
Karawang). Jurnal Zeolit Indonesia.3(2).

Fitrony. Fauzi, R., Qadariyah, L. Mahfud. 2013 Pembuatan Kristal Tembaga


Sulfat Pentahidrat (CuSO4.5H2O) dari Tembaga Bekas Kumparan. Jurnal
Teknilk Pomits. 2(1).

Khotimah, H., Erika W.A., dan Ari S. 2017. Karakterisasi Hasil Pengolahan Air
Menggunakan Alat. Jurnal Chemurgy. 1(2).

Masri, Teguh Perdana. 2013. Kalibrasi Internal Pipet Volumetrik 10 mL pada


Laboratorium Kimia Dasar Universitas Abdurrab Periode Mei Juni 2013.
Junal Chemstry.

Marsidi R. 2001. Zeolit untuk Mengurangi Kesadahan Air. Jurnal Teknologi


Lingkungan. 2(1).
Mien D.J, Wullur A.C., dan Poli A.F. 2015. Penetapan Kadar Saponin pada
Ekstrak Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain varietas S.
Laurentii) secara Gravimetri. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan. 2(2).

Musiam, Siska, D, Siti., dan Putra, A. M. P. 2015. Analisis Kuantitatif Kesadahan


Total Air Minum Isi Ulang yang Dijual di Wilayah Kayu Tangi Kota
Banjarmasin.Jurnal ilmiah manuntung. 1(2).
Ngatijo., Pranjono., Torowati., Waringin M.Y. 2017. Analisis Kadar Uranium dan
Keasaman untuk menentukan Kebutuhan Sodium Hidroksida pada
Penetralan Limbah Uranium Cair di Laboratorium Kimia Instalasi Elemen
Bakar Eksperimntal. Jurnal Chemistry.

Nuriadi. Napitupulu, M., Rahman, N. 2013. Analisis Logam Tembaga (Cu) pada
Buangan Limbah Tromol (Tailing) Pertambangan Poboya. J. Akad. Kim.
2(2).

Padmaningrum, Regina Tutik. 2010. Dasar-Dasar Kimia Analitik. Jurnal MIPA


UNY.

Pangastuti, D.D., Sugiarso K.S.D.R., Kurniawan F. 2017. Perbandingan Kondisi


Optimum Pereduksi Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) dan Hidroksilamin
Hidroklorida (NH2OH.HCl) pada Analisis Kadara Total Besi secara
Spektofotometri UVVis. Jurnal Sains dan Seni Its. 6(1).

Pizeta S.G. 2015. Interpretation of complexometric titration data: An


intercomparison of methods for estimating models of trace metal
complexation by natural organic ligands. Marine Chemistry. 173(1).
Pratiwi, N.D., Sumardianto., dan Romadhon. 2015. Pengaruh Penggunaan Asam
Klorida (HCl) sebagai Bahan Pengasaman terhadap Kualitas Kulit Ikan
Nila (Oreochromos Nitoticus) SAMAK. Jurnal Pengolahan dan
Bioteknologi Hasil Perikanan. 4(2).

Randall, D.W., dan Garibay, L.K. 2014. Statistical Comparison Of Results of


Redoks Titrations Using K2Cr2O7 and KIO3 in The Undergraduate
Analytical Chemistry Lab. Journal of Applicable Chemistry. 3(4) : 1329.
Ratnasari, S., Dede S., dan Vina A. 2016. Studi Potensi Ekstrak Daun Adam
Hawa (Rhoeo discolor) sebagai Indikator Titrasi Asam-Basa. Journal
Chimica et Natura Acta.4(1).

Reliantari, Ira F.,Herly Evanuarini., dan Imam Thohari. 2017.Pengaru Konsentrasi


Naoh Terhadap Ph, Kadar Protein Putih Telur dan Warna Kuning Telur
Pidan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 3(4).

Rodiah S., Annisa W.B., Desti E., Riska A., Ade O., Fitria W., Nurul K.,
Mariyamah., dan Rima D. 2018. Pembuatan Kristal Tembaga (II) Sulfat
Pentahidrat Dengan Variasi Ukuran Tembaga Bekas. Jurnal Sseminar
Nasional Sains dan Teknologi Terapan 2018.

Roto, Iqmal Tahir., dan Umi Nur Sholikhah. 2009. Aplikasi Pengolahan Polutan
Anion Khrom dengan Menggunakan Agen Penukar Ion. Jurnal Manusia
dan Lingkungan. Vol 16(1).

Saria, Y. Sintesis Senyawa Kobalt dengan Asetilasetonato. Jurnal Penelitian


Sains.15 (3).
Septiana A. A., Arienata F., Kumoro C. A. 2012. Potensi Jus Jeruk Nipis (Citrus
Aurantifolia) Sebagai Bahan Pengkelat Dalam Proses Pemurnian Minyak
Nilam (Patcouli Oil) dengan Metode Kompleksometri. Jurnal Teknologi
Kimia dan Industri. 2(2).
Setyono, Joko. 2018. Uji Kalibrasi (Ketidakpastian Pengukuran) Timbangan
Digital Mengacu pada Standar. Jurnal Teknik Mesin. 1(1).Simanjuntak,
Rosmidah.2018. Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada Sabun Mandi
Cair Merek “Lx” dengan Metode Titrasi Asidimetri. Jurnal Ilmiah Kohesi.
2(4).
Sinonim. 2002. Barium Chloride Dihydrate. Journal of Chemical Education.
79(5).

Sobirin M., Yulianto A., Aji P. M. 2016. Efek Penambahan Karbon Aktif pada
Magnetit dari Pasir Besi Sebagai Adsorpsi Ion Kalsium dalam Air.Unnes
Physics Journal.5(2).

Sunardi., Maria E.P., dan Sutrisno. 2016. Teachnopreneur Ferro Sulfat dari Scrap
Besi Bengkel Bubut bagi Siswa SMK. Journal Dianmas.5(2).

Sunarya, Yayan. 2011. Kimia Dasar 2. Bandung : Yrama Widya.


Supriyantini, E., dan Hadi E. 2015. Kandungan Logam Berat Besi (Fe) pada Air,
Sedimen, dan Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Tanjung Emas
Semarang. Jurnal Kelautan Tropis. 18(1).
Taufik M., Seveline., Saputri R. E. 2018. Validasi Metode Analisis Kadar
Kalsium pada Susu Segar secara Titrasi Kompleksometri. Agritech. 38(2).
Tirtasari, Ni Luh. 2017. Uji Kalibrasi (Ketidakpastian Pengukuran) Neraca
Analitik di Laboratorium Biologi FMIPA UNNES. Indonesian Journal of
Chemical Science. 6(2).
LAMPIRAN ANALISIS DATA PERCOBAAN I

1. Penaraan Pipet Volumetri

Pipet volumetrik 100 mL

Wt = 9,7547 gram

Wt Wt
Wo = Wt + 0,0012 ⟦ −
Bj (t) 8,4 ⟧
9,7547 9,7547
= 9,7547+ 0,0012 [ 1

8,4 ]
= 9,7547+ 0,0012 (9,7537 – 1,3547)

= 9,7547+ 0,0012 (8,4)

= 9,7547+ 0,0101

= 9,765

Penentuan volume pada suhu t

Wt
Vt=
Bj (t )

9,7547
=
1

= 9,756

Penentuan volume sesungguhnya

Vo = Vt + 0,000025 Vt (to – t)

= 9,756 + 0,000025 (9,756) (20 – 29)

= 9,756 + 0,000025 (9,756) (-9)

= 9,756 + (-0,0022)

= 9,7538
Penyimpangan = volume sesungguhnya – pipet yang digunakan
= 9,7538 – 10
= -0,45

2. Peneraan Labu Takar

Labu takar 25 mL

Penentuan berat air di udara (Wo)

Wt = 26,0739gram

Wt Wt
Wo = Wt + 0,0012 ⟦ −
Bj (t) 8,4 ⟧
26,0739 26,0739
= 26,0739 + 0,0012 [ 1

8,4 ]
= 26,0739 + 0,0012 (26,0739 – 3.1040)

= 26,0739 + 0,0012 (22,9699)

= 26,0739 + 0,0276

= 26,1015 gram

Penentuan volume pada suhu t

Wt
Vt =
Bj (t )

26,0739
=
1

= 26,0739

Penentuan volume sesungguhnya

Vo = Vt + 0,000025 Vt (to – t)

= 26,0739 + 0.000025 Vt (26,0739) (20 – 29)

= 26,0739 + 0,000025 (26,0739) (-9)


= 26,0739 + (-0,0059)

= 26,0680

Penyimpangan = volume sesungguhnya – alat yang digunakan (mL)


= 26,0680 – 25
= 1,07

3. Peneraan Gelas Ukur

Gelas ukur 10 mL

Wt = 7,2637 gram

Wt Wt
Wo= Wt + 0.0012 ⟦ −
Bj (t) 8,4 ⟧
7,2637 7,2637
= 7,2637 + 0,0012 [ 1

8,4 ]
= 7,2637 + 0,0012 (7,2637 – 0,8647)

= 7,2637 + 0,0012 (6,399)

= 7,2637 + 0,0077

= 7,2714

Penentuan volume pada suhu t

Wt
Vt=
Bj (t )

7,2637
=
1

= 7,2637

Penentuan volume sesungguhnya

Vo= Vt + 0,000025 Vt (to – t)

= 7,2637 + 0,000025 (7,2637) (20 – 29)


= 7,2637 + 0,000025 (7,2637) (-9)

= 7,2637 + (-0,0016)

= 7,2621

Penyimpangan = volume sesungguhnya – alat yang digunakan (mL)

= 7,2621 – 10

= 1,07

4. Peneraan Buret

Buret 5 mL

Penentuan berat air di udara (Wo)

Wt = 4,8556 gram

Wt Wt
Wo= Wt + 0.0012 ⟦ −
Bj (t) 8,4 ⟧
4,8556 4,8556
= 4,8556 + 0,0012 [ 1

8,4 ]
= 4,8556 + 0,0012 (4,8556 – 0,5780)

= 4,8556 + 0,0012 (4,2776)

= 4,8556 + 0,0051

= 4,8607

Penentuan volume pada suhu t

Wt
Vt=
Bj (t )

4,8556
=
1

= 4,8556
Penentuan volume sesungguhnya

Vo= Vt + 0,000025 Vt (to – t)

= 4,8556 + 0,000025 (4,8556) (20 – 29)

= 4,8556 + 0,000025 (4,8556) (-9)

= 4,8556 + (-0,0011)

= 4,8545

Penyimpangan = (5 mL – V0 ) – 0,03 mL

= (5 mL – 4,8545) – 0,03

= 0,1455 mL -0,03 mL

= 0,1155 mL

Buret 10 mL

Penentuan berat air di udara (Wo)

Wt = 10,2156 gram

Wt Wt
Wo= Wt + 0.0012 ⟦ −
Bj (t) 8,4 ⟧
10,2156 10,2156 ,
= 10,2156 + 0,0012 [ 1

8,4 ]
= 10,2156 + 0,0012 (10,2156 – 1,2161)

= 10,2156 + 0,0012 (8,9995)

= 10,2156 + 0,0108

= 10,2264

Penentuan volume pada suhu t


Wt
Vt=
Bj (t )

10,2156
=
1

= 10,2156

Penentuan volume sesungguhnya

Vo= Vt + 0,000025 Vt (to – t)

= 10,2156 + 0,000025 (10,2156) (20 – 29)

= 10,2156 + 0,000025 (10,2156) (-9)

= 10,2156 + (-0,0023)

= 10,2133

Penyimpangan = (10 mL – V0 ) – 0,03 mL

= (10 mL –10,2133) – 0,03 mL

= 0,1455 ml -0,03 mL

= -0,24 mL

Buret 20 mL

Penentuan berat air di udara (Wo)

Wt = 19,9209 gram

Wt Wt
Wo= Wt + 0.0012 ⟦ −
Bj (t) 8,4 ⟧
19,9209 19,9209
= 19,9209 + 0,0012 [ 1

8,4 ]
= 19,9209 + 0,0012 (19,9209 – 2,3715)

= 19,9209 + 0,0012 (17,5494


= 19,9209 + 0,0211

= 19,942

Penentuan volume pada suhu t

Wt
Vt=
Bj (t )

19,9209
=
1

= 19,9209

Penentuan volume sesungguhnya

Vo= Vt + 0,000025 Vt (to – t)

=19,9209 + 0,000025 (19,9209) (20 – 29)

= 19,9209 + 0,000025 (19,9209) (-9)

= 19,9209 + (-0,0045)

= 19,9164

Penyimpangan = (20 mL – V0 ) – 0,03 mL

= (20 mL–19,9164) – 0,03 mL

= 0,0536 mL

= -0,24 mL
LAMPIRAN ANALISIS DATA PERCOBAAN III

1. a. Penentuan Air Kristal BaCl2.XH2O

Dik:

Berat cawan kosong : x gram = 48,11 gram

Berat cawan + sampel : y gram = 50,11 gram

Berat sampel : (y-x) gram = 2 gram

Berat cawan + sampel setelah pemijaran : z gram = 49,84 gram

Berat sampel setelah pemijaran : (z-x) gram = 1,73 gram

BM BaCl2.XH2O : 208 g/mol

Penyelesaian:

Mol sebelum = mol sesudah

( y−x ) ( z−x ) gram


=
Mr BaCl 2 . XH 2 O Mr BaCl 2

2 1,7
=
208+18 x 208

416 = 208 + 18x × 1,7

416
= 208 + 18x
1,7

244,7 = 208 + 18x

36,7
x =
18

x = 2,04
b. Penentuan Kadar Besi sebagai Besi Oksida

Dik : Berat sampel = 1,00 gram

Berat endapan (setelah pemijaran) = 1,105 gram

Ar Fe 56
Faktor gravimetri = Mr FeO = 72 = 0,78

Dit :% Fe = ...... ?

Peny :% Fe

Faktor gravimetri × berat endapan (setelah pemijaran )


× 100 %
= berat sampel

0,78 × 1,105
×100 %
= 1,00

= 86,19 %
LAMPIRAN ANALISIS DATA PERCOBAAN IV

1. a. Penentuan Konsentrasi NaOH dalam Sampel

19+25,5
Rata-rata volume NaOH =
2

44,5
=
2

= 22,25 mL

V1M1 = V2M2

25 × 0,1 = 22,25 × M2

2,5 = 22,25 × M2

2,5
M2 =
22,25

M2 = 0,11 M

b. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat (CH3COOH) dalam Sampel

18+21+21,5
Rata-rata volume NaOH =
3

61,5
=
3

= 20,2 mL

V1M1 = V2M2

10 × M1 = 20,2 × 0,1

2,02
M1 =
10
M1 = 0,202 M

LAMPIRAN ANALISIS DATA PERCOBAAN VI

1. a. Penentuan Kadar NaCl dalam Larutan Garam

Diketahui : VAgNO3 = 16 mL

N AgNO3 = 0,1 N

BE NaCl = 58,5

Ditanyakan : %NaCl = …ˀ

FP (V x N) AgNO3 x BE NaCl
Penyelesaian %NaCl = x 100%
Berat Sampel

250
(1 6 x 0,1) x 58,5
= 50 x 100%
100 mg

936
= 1ooo mg x 100%

= 93,6%

b. penentuan kadar klorida dalam air laut

Diketahui : VAgNO3 = 1,2 mL

N AgNO3 = 0,1 N

V sampel = 5 mL

Ditanyakan : ppm Cl = …ˀ

V AgNO3 x N AgNO3 x BE NaCl


Penyelesaian : ppm Cl =
V Sampel

1,2 X 0,1 X 35,5


=
0,005
= 852 ppm (mg/L)
LAMPIRAN ANALISIS DATA PERCOBAAN VII

1. Penentuan Kadar Logam dalam Air Keran

Kadar CaCO3 (mg/L) =


1000× V rata−rata EDTA × M EDTAX × BM CaCO 3
V sampel

1000× 0,3 ×0,05 x 100


=
5

= 300 mg/L

1000× V rata−rata EDTA × M EDTAX × BM Ca


Kadar Kalsium (mg/L) =
V sampel

1000× 0,3 ×0,05 x 40,078


=
5

= 120,234 mg/L

Kadar Magnesium (mg/L) =


1000× ( V 1−V 2 ) EDTA × M EDTAX × BM Mg
V sampel

1000× ( 0,4−0,2 ) × 0,05 ×24,3


=
5

1000× 0,2× 0,05 ×24,3


=
5

= 48,6 mg/L
LAMPIRAN ROSEDUR KERJA PERCOBAAN I

1. Peneraan Pipet Volume

Pipet Volume

- Dibersihkan dan dikeringkan


- Dimasukkan aquades hingga batas tera
- Dikeluarkan airnya
- Ditampung dalam Erlenmeyer yang telah
diketahui beratnya
Aquades dalam erlemeyer

- Dihitung dan ditentukan berat air di


udara
- Ditentukan volume air pada suhu kerja
(Vt)
- Ditentukan volume air sesungguhnya
(Vo)

-0,45

2. Peneraan Labu Takar


Labu Takar

- Dibersihkan dan dikeringkan


- Dimasukkan aquades hingga batas tera
- ditentukan berat air di udara
- Ditentukan volume air pada suhu kerja
(Vt)
- Ditentukan volume air sesungguhnya
(Vo)

1,07
3. Peneraan Gelas Ukur

Gelas Ukur

- Dibersihkan dan dikeringkan


- Dimasukkan aquades hingga batas tera
- ditentukan berat air di udara
- Ditentukan volume air pada suhu kerja
(Vt)
- Ditentukan volume air sesungguhnya
(Vo)

1,07

4. Peneraan Buret

Buret

- Dibersihkan dan dikeringkan


- Dimasukkan aquades hingga batas tera,
pada skala 10,20, 30, 40, dan 50 mL
- Dikeluarkan airnya
- Ditampung dalam Erlenmeyer yang telah
diketahui beratnya
Aquades dalam erlemeyer

- Ditentukan volume air pada suhu kerja


(Vt)
- Ditentukan volume air sesungguhnya
(Vo)
- Ditentukan nilai b
- Ditentukan % penyimpangannya

-0,24 mL
LAMPIRAN PROSEDUR KERJA PERCOBAAN II

1. Uji Kation X

1 kali pipet tetes Kation


X

Dimasukkan ke dalam
tabung reaksi

Ditambahkan 1 mL
NaOH 0,1 N

Endapan biru kation


Cu2+

2. Uji Anion Y

1 kali pipet tetes Anion


Y

Dimasukkan ke dalam
tabung reaksi

Ditambahkan 1 mL
Na2S2O3

Bening Anion SO42


LAMPIRAN PROSEDUR KERJA PERCOBAAN VI

1. Penentuan kadar NaCl

Larutan NaCl

- dipipet 5 mL
- dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Larutan NaCl dalam


Erlenmeyer

- ditambahkan indikator K2CrO4


- dititrasi dengan AgNO3 0,1 N
- di kocok agak kuat sampai timbul endapan
- dihitung volume AgNO3 yang terpakai
- dihitung kadar NaCl

Hasil Pengamatan

2. Penentuan Kadar Klorida dalam Air Laut

Sampel Air Laut

- dipipet 5 mL
- dimasukkan ke dalam erlenmeyer
- ditambahkan aquades 25 mL

Campuran Air Laut


dan Aquades dalam
Erlenmeyer

- ditambahkan indikator K2CrO4


- dititrasi dengan AgNO3 0,1 N
- di kocok agak kuat sampai timbul endapan
- dihitung volume AgNO3 yang terpakai
- dihitung kadar klorinnya

Hasil Pengamatan
LAMPIRAN PROSEDUR KERJA PERCOBAAN VII

1. Penentuan Konsentrasi Logam dalam Air Kran

Air Kran

 Dipipet sebanyak 5 mL dan


dimasukkan kedalam Erlenmeyer
250 mL, kemudian ditambahkan
dengan 5 mL aquades
 Ditambahkan 1 mL larutan
buffer amonia (pH=10), dan
ditambahkan dengan seujung
sendok spatula indikator EBT
 Dititrasi dengan larutan staandar
EDTA 0,05 M, sampai terjadi
perubahan warna dari warna
anggur merah menjadi warna
biru
 Dilakukan duplo.

Hasil Pengamatan

Anda mungkin juga menyukai