Disusun Oleh :
3020170
Nur Ranti Luthfiani
52
3020170
Widya Astuti
81
3020170
Winy Anggraeni 82
Fungsi dari paru-paru sebagai alat pertukaran gas yairu dengan menarik
oksigen keluar dari udara kemudian nelepaskan karbondioksida. Oksigen adalah
bahan bakar utama dalam menggabungkan glukosa sebagai rantai transpor
elektron untuk metabolisme tubuh.
A. Komponen dan Cara kerja
Pertukaran gas dimulai dari kita menghirup udara. Ada dua cara dalam
menghirup udara : udara masuk melalui hidung atau udara masuk melalui
mulut. Jika udara masuk melalui hidung, udara akan masuk melalui nasofaring,
sedangkan jika melalui mulut udara akan masuk melalui orofaring. Setelah
melalui jalur itu udara akan masuk ke dua jalur yang berbeda, meskipun udara
masuk melalui dua jalur udara tetap saja udara akan bertemu di bagian
belakang tenggorokan yang disebut dengan faring lorenzo atau sering disebut
faring atau laring.
Pada dasarnya, jalur masuk udara dan makanan memiliki jalur yang
sama. Pada makanan yang masuk akan terus turun ke kerongkongan dan akan
dicegah ke sistem pernapasan oleh epiglotis. Sedangkan udara akan langsung
masuk ke faring lorenzo, udara akan terus berjalan ke area berikutnya yaitu ke
laring, disini kita akan menemukan kotak suara yang dapat membedakan jalur
udara yang terpisah dari jalur untuk makanan yang masuk.
Pada jalur ini ada sebuah dinding yang membatasi saluran laring,
disebut sebagai daerah imajiner atau jalan napas atas. Dari sini udara akan terus
turun ke bagian jalan napas bawah atau trakea. Disini terdapat cincin rulang
rawan yang berfungsi sebagai penahan agar jalan napas tetap terbuka. Pada
jalur napas bagian bawah sebenarnya terdapat banyak cabang . ada dua batang
cabang bronkus , yaitu : Cabang batang utama kanan dan Cabang batang utama
kiri. Jika kita melakukan pemeriksaan x-ray pada dada biasanya di tempatkan
di daerah sini. Jika udara sudah masuk ke bronkus dan trakea, udara akan
langsung masuk ke paru-paru. Jika udara sudah berada di paru-paru kemudian
akan masuk kembali ke daerah hilus paru ( daerah paru-paru yang terdiri dari
pembuluh-pembuluh darah, sistem limfatik, bronkus dan lomfonodus ). Daerah
ini adalah daerah terpenting karena daerah ini merupakan pintu masuk dan titik
keluar pada arteri pulmonalis dan vena pulmonalis.
Paru-paru kana dan kiri ukurannya tidak sama. Paru-paru kanan
memiliki tiga lobus berbeda yang disebut lobus tengah, atas dan bawah.
Sedangkan paru-paru kiri hanya memiliki dua lobus saja yaitu lobus atas dan
bawah. Pada bagian ini terdapat sebuah takik jaantung (lekukan perbatasan
antara paru-paru dengan tempat jantung berada).
B. Otot yang membantu pernapasan
Sel epitel tubulus proksimal, segmen tebal pars asenden ansa Henle,
dan bagian awal tubulus distal, semuanya menyekresikan H+ ke dalam
cairan tubulus melalui konter-transpor natrium hidrogen, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 30-5. Sekresi aktif sekunder dan H ini
berpasangan dengan transpor Na+ ke dalam sel pada membran luminal
oleh protein penukar (exchanger) natrium-hidrogen, dan energi untuk
sekresi H+ melawan gradien konsentrasi berasal dari gradien natrium yang
membantu pergerakan Na+ ke dalam sel. Gradien ini dihasilkan oleh
pompa natrium-kalium adenosin trifosfatase (ATPase) di membran
basolateral. Kira- kira 95 persen bikarbonat direabsorbsi dengan cara ini,
yang membutuhkan sekresi sekitar 4.000 mEq H' oleh tubulus setiap
harinya. Akan tetapi, mekanisme ml tidak menghasilkan konsentrasi H'
yang tinggi dalam cairan tubulus; cairan tubulus menjadi sangat asam
hanya di tubulus koligentes dan duktus koligens.
Gambar 4 menunjukkan bagaimana proses sekresi H2 menghasilkan
reabsorpsi HCO3-. Proses sekresi dimulai ketika CO2 berdifusi ke dalam
sel tubulus atau dibentuk melalui metabolisme di dalam sel epitel tubulus.
CO„ di bawah pengaruh enzim anhidrase karbonat, bergabung dengan
H2O untuk membentuk H2CO3, yang berdisosiasi menjadi HCO3- dan H.
H2 disekresikan dari sel masuk ke dalam lumen tubulus melalui konter-
transpor natrium-hidrogen. Artinya, ketika Na+ bergerak dan lumen
tubulus ke bagian dalam sel, Na+ mula-mula bergabung dengan protein
pembawa di luminal membran sel; pada waktu yang bersamaan, H+ di
bagian dalam sel bergabung dengan protein pembawa. Na' bergerak ke
dalam sel mengikuti gradien konsentrasi yang telah dihasilkan oteh pompa
natrium kalium ATPase di membran basolateral. Gradien untuk
pergerakan Na+ ke dalam sel kemudian menyediakan energi untuk
menggerakkan H+ ke arah yang berlawanan, dan dalam sel ke lumen
tubulus. HCO3- yang dihasilkan di dalam sel (ketika H+ berdisosiasi dari
H2CO3) kemudian bergerak mengikuti gradien melintasi membran
basolateral masuk ke dalam cairan interstisial ginjal dan darah kapiler
peritubulus. Hasil neto adalah bahwa untuk setiap H+ yang disekresikan ke
dalam lumen tubulus, satu HCO3- masuk ke dalam darah.
5. Sistem Kompensasi
Kompensasi yaitu proses tubuh mengatasi gangguan asam basa primer dan
sekunder yang bertujuan membawa pH darah mendekati normal. Kompensasi
dilakukan oleh buffer, respirasi dan ginjal. Gangguan keseimbangan asam
basa karena proses respiratorik akan dikompensasi oleh proses metabolik,
demikian juga sebaliknya.
Suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat
dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah
menjadi rendah. Penyebab nya adalah pernafasan yang cepat dan dalam
disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah
karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Alkalosis respiratorik juga
terjadi karena mekanisme fisiologik di tempat yang tinggi. Ketika konsentrasi
O2 yang rendah dalam darah arteri secara refleks merangsang ventilasi untuk
memperoleh lebih banyak O2, CO2 akan keluar dalam jumlah terlalu besar
yang secara taksengaja menyebabkan keadaan alkalotik.
Tanda dan gejala :
1. Rasa nyeri
2. Sirosis hati
3. Kadar oksigen darah yang rendah
4. Deman
5. Overdosis aspirin
8. Asidosis Metabolic
Asidosis metabolik (juga dikenal sebagai asidosis non-respiratorik)
mencakup semua jenis asidosis selain yang disebabkan oleh kelebihan CO2 di
cairan tubuh. Pada keadaan tak- terkompensasi asidosis metabolik selalu
ditandai oleh penurunan [HCO3-] (Sherwood, 2010).
Anion Gap
Anion gap" (yang hanyalah konsep diagnostik) merupakan perbedaan
antara anion yang tidak terukur dan kation yang tidak terukur. Anion gap
akan meningkat bila anion yang tidak terukur meningkat atau bila kation yang
tidak terukur menurun. Kation tidak terukur yang paling penting meliputi
kalsium. magnesium, dan kalium (Sherwood, 2010).
Anion gap (AG) adalah perbedaan antara konsentrasi kation Na +
terukur utama dan anion terukur utama Cl - dan HCO 3 -. Peningkatan AG
dapat disebabkan oleh penurunan kation yang tidak terukur (misalnya,
hipokalemia, hipokalsemia, hipomagnesemia) atau peningkatan anion yang
tidak terukur (misalnya, hiperfosfatemia, kadar albumin yang tinggi). Dalam
bentuk asidosis metabolik tertentu, anion lain menumpuk; dengan mengenali
AG yang meningkat, dokter dapat merumuskan diagnosis banding untuk
penyebab asidosis tersebut.
Anion gap harus dicantumkan secara individual karena mungkin
memiliki wide gap, dengan tidak ada hal lain yang terjadi di bikarbonat
karena situastuasi sehingga mereka memiliki celah anion yang sangat lebar,
jika lebih dari 20 pasien ini mengalami asidosis matabolik, mengatasinya
dengan menutup celah besi, pada dasarnya Tersusun dari serum albumin
berkontribusi antara 2-4 gram terhadap selisih anion Metabolik Asidosis.
a. Wide Anion Gap / high Anion Gap
Anion gap plasma digunakan terutama dalam mendiagnosis berbagai
penyebab asidosis metabolik. Pada asidosis metabolik, HCO3 plasma
menurun. Bila konsentrasi natrium plasma tidak berubah, konsentrasi anion
(baik CI- atau suatu anion tidak terukur) harus meningkat untuk
mempertahankan kenetralan listrik. Bila Cl- plasma meningkat sebanding
dengan penurunan HCO3 plasma, anion gap akan tetap normal. Keadaan ini
sering disebut sebagai asidosis metabolik hiperkloremik.
Ada beberapa contoh asidosis metabolic dengan anion gap wide. Antara lain :
1) Asam Laktat
L-Laktat adalah produksi metabolism asam piruvat dalam reaksi
yang dikatalisis oleh dehigrogenase laktat yang juga melibatkan
konvensi nicotinamide adinine dinucleotide (NADH) menjadi bentuk
teroksidasi dari nicotinamide adinine dinucleotide ( NAD+). Ini adalah
reaksi keseimbangan yang dua arah, dan jumlah laktat yang dihasilkan
berhubungan dengan konsentrasi reaktan dan sitoso; ( piruvat,
NADH/NAD+).
Produksi laktat pada orang sehat sangat besar ( sekitar 20mRq/kg/hari),
dan biasanya dimetabolisme menjadi piruvat di hati, ginjal dan pada
tingkat yang lebih rendah di jantung. Jadi, produksi dan penggunaan
laktat (yaitu, siklus Cori) adalah konstan, menjaga laktat plasma tetap
rendah.
Jalur metabolisme utama piruvat adalah dengan asetil koenzim A,
yang kemudian memasuki siklus asam sitrat. Dengan adanya disfungsi
mitokondria, piruvat terakumulasi di sitosol dan lebih banyak laktat
diproduksi. Asam laktat terakumulasi dalam darah setiap kali produksi
meningkat atau penggunaan menurun. Nilai yang lebih besar dari 4-5
mEq / L dianggap sebagai diagnosis asidosis laktat.
Asidosis laktat tipe A terjadi pada keadaan hipoksia, sedangkan
tipe B terjadi tanpa hipoksia jaringan terkait. Asidosis D-laktat adalah
salah satu bentuk asidosis laktat yang terjadi akibat kelebihan produksi
D-laktat oleh bakteri usus. Ini diamati dalam hubungan dengan
sindrom pertumbuhan berlebih bakteri usus. D-laktat tidak diukur
secara rutin ketika kadar laktat dipesan dan harus diminta secara
khusus ketika kasus tersebut dicurigai.
2) Ketoasidosis
Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh
pankreas (diabetes tipe I) atau oleh insufisiensi sekresi insulin untuk
mengompensasi penurunan sensitivitas pada efek insulin (diabetes tipe
II). Keadaan dengan insulin yang tidak cukup, menghalangi
penggunaan glukosa dalam metabolisme secara normal. Sebaliknya,
beberapa lemak dipecah menjadi asam asetoasetat, dan asam ini
dimetabolisme oleh jaringan untuk menghasilkan energi menggantikan
glukosa. Pada diabetes melitus yang berat, kadar asam asetoasetat
darah dapat meningkat sangat tinggi, sehingga menyebabkan asidosis
metabolik yang berat. Dalam usaha untuk mengompensasi asidosis ini,
sejumlah besar asam diekskresikan dalam urine, terkadang sebanyak
500 mmol/hari.
Alcohol ketoasidosis terjadi Ketika asupan alcohol berlebih disertai
dengan nutrisi yang buruk. Alcohol menghambat gluconeogenesis dan
keaddan puasa menyebabkan insulin rendah dan kadar glucagon tinggi.
Ketoasidosis starvasion (kepalaparan) dapat terjadi setelah puasa
berkepanjangan dan dapat diperburuk oleh olahraga.
3) Asam Sulfat
Gagal ginjal
Pada gagal ginjal, Bila fungsi ginjal sangat menurun, terdapat
pembentukan anion dari asam lemah dalam cairan tubuh yang tidak
diekskresikan oleh ginjal. Selain itu, penurunan laju filtrasi glomerulus
mengurangi ekskresi fosfat dan NH3, yang mengurangi jumlah HCO3-
yang ditambahkan kembali ke dalam cairan tubuh. Jadi, gagal ginjal
kronis dapat menyebabkan asidosis metabolik berat.
Pasien dengan penyakit ginjal kronis lanjut (laju filtrasi glomerulus
kurang dari 20 mL / menit) datang dengan asidosis AG tinggi. Asidosis
terjadi dari pengurangan ammoniagenesis yang menyebabkan
penurunan jumlah buffer H+ dalam urin. Peningkatan AG diperkirakan
terjadi karena akumulasi sulfat, urat dan fosfat dari penurunan filtrasi
glomerulus dan dari fungsi tubular yang berkurang.
Pada orang dengan asidosis uremik kronis, garam tulang
berkontribusi buffering, dan serum HCO 3 - tingkat biasanya tetap
lebih besar dari 12 mEq / L. Penyangga tulang ini dapat menyebabkan
hilangnya kalsium tulang secara signifikan yang mengakibatkan
osteopenia dan osteomalacia.
4) Ingestions
Konsumsi Methanol dikaitkan dengan perkembangan asidosis
metabolic AG tinggi. Methanol dimetabolisme oleh alcohol
dehydrogenase menjadi formaldehida dan kemudian menjadi asam
format. Formaldehida bertanggung jawab atas keracunan saraf optik
dan SSP, sedangkan peningkatan AG berasal dari asam format dan dari
asam laktat dan akumulasi asam keto. Manifestasi klinis termasuk
cedera saraf optik yang dapat dilihat dengan pemeriksaan funduskopi
sebagai edema retinal, depresi SSP, dan asidosis metabolik yang tidak
dapat dijelaskan dengan anion tinggi dan celah osmolar. (Christie,
2018)
Mengonsumsi etilen glikol menyebabkan asidosis AG tinggi.
Etilen glikol diubah oleh alcohol dehydrogenase telebih dahulu
menjadi glycoaldehyde dan kemudian menjadi asam glikolat dan
glioksilat. Asam glioksilat kemudian diuraikan menjadi beberapa
senyawa diantaranya asam oksalat yang bersifat toksik dan glisin yang
relatif tidak berbahaya.
b. Normal gap
Ketika melihat gap menjadi normal dalam pengaturan metabolic
asidosis , berarti ada hilangnya bikarbonat. Jadi setiap kali bikarbonat itu
lolos akan mendapatkan hydrogen klorida karena bikarbonat turun dengan
hydrogen dan siap ditarik lebih tinggi karena penambahan senyawa ini gap
tidak berubah kehilangan bikarbonat jika terjadi asidosis metabolic tubulus
ginjal dan terjadi karena diare kronis, dan bisa kehilangan GI bikarbonat.
Ini adalah dua ideologi utama asidosis gap normal
Contoh di ICU Ketika pasien mendapatkan EPN mereka
mendapatkan hydrogen klorida yang dicampur DPM untuk
menyeimbangkan zat warna asa amino basa untuk membuat pH netral jadi
saat asam amino dimetabolisme HCI dan hydrogen klorida tertinggal yang
dapat menekan bikarbonat.
Dalam asidosis gap normal dengan melihat pada anion cap urinary
dan gap pada dasarnya memberitahu kita pa yang dilakukan nefron distal
dalam kaitannya dengan keseimbangan asam basa sehingga Ketika
mengalmi asidosis sistemik ginjal akan meresponmengeluarkna
ammonium yang mengikat hydrogen di nefron distal, jadi jika ada yang
salah dengan nefron distal misalnya RTA distal atau Tipe 4 RTA tidak
dapat mendapatkan gap wide karena kurangnya ammonium klorida yang
diproduksi dan jika terdapat gap yang sangat negative itu menyiratkan
bahwa ada kehilangan ekstra ginjal misalnya diare atau RT proksimal.
Penyebab nya antara lain :
1) Kehilangan HCO 3 - melalui saluran GI
Sekresi saluran GI, dengan pengecualian lambung, relatif basa,
dengan konsentrasi basa yang tinggi (50-70 mEq / L). Hilangnya
sekresi GI bagian bawah yang signifikan menyebabkan asidosis
metabolik, terutama bila ginjal tidak mampu beradaptasi dengan
kehilangan tersebut dengan meningkatkan ekskresi asam ginjal bersih.
Kehilangan tersebut dapat terjadi pada keadaan diare, fistula
dengan drainase dari pankreas atau saluran GI bagian bawah, dan
kadang muntah jika terjadi akibat obstruksi usus. Ketika transplantasi
pankreas dilakukan, saluran pankreas kadang-kadang dialihkan ke
kandung kemih penerima, di mana sekresi pankreas eksokrin hilang
dalam urin akhir. Kerugian yang signifikan juga terjadi pada pasien
yang menyalahgunakan obat pencahar, yang harus dicurigai bila
etiologi untuk asidosis metabolik non-AG tidak jelas.
Urine pH akan kurang dari 5,3, dengan urin negatif AG
mencerminkan pengasaman urin normal dan meningkat NH 4 +
ekskresi. Namun, jika pengiriman Na + distal terbatas karena penipisan
volume, pH urin tidak dapat diturunkan secara maksimal. Mengganti
HCO 3 yang hilang - setiap hari dapat mengobati bentuk asidosis
metabolik ini.
2) Early renal failure
Asidosis metabolik biasa terjadi pada pasien dengan gagal ginjal,
dan pada tahap awal hingga sedang dari penyakit ginjal kronis (laju
filtrasi glomerulus 20-50 mL / menit), hal ini berhubungan dengan AG
normal (hiperkloremik). Pada gagal ginjal lanjut, asidosis berhubungan
dengan AG yang tinggi. Pada asidosis hiperkloremik, ammoniagenesis
yang berkurang (akibat hilangnya massa ginjal yang berfungsi) adalah
cacat primer, yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk
mengeluarkan beban asam harian normal. Selain itu, NH 3 reabsorpsi
dan daur ulang mungkin terganggu, yang menyebabkan berkurangnya
interstitial NH meduler 3 konsentrasi.
Secara umum, pasien cenderung memiliki serum HCO 3 - level lebih
besar dari 12 mEq / L, dan buffer oleh kerangka mencegah penurunan
lebih lanjut dalam serum HCO 3 - . Perhatikan bahwa pasien dengan
hypobicarbonatemia dari gagal ginjal tidak dapat mengimbangi
tambahan HCO 3- kerugian dari sumber extrarenal (misalnya, diare)
dan asidosis metabolik yang berat dapat berkembang dengan cepat.
3) RTA type 4
Ini adalah bentuk RTA yang paling umum pada orang dewasa dan
diakibatkan oleh defisiensi atau resistensi aldosteron. Saluran
pengumpul adalah tempat utama aksi aldosteron, di sana ia merangsang
reabsorpsi Na + dan sekresi K + dalam sel utama dan menstimulasi
sekresi H + dalam sel selingan tipe A. Hipoaldosteronisme, oleh karena
itu, berhubungan dengan penurunan reabsorpsi Na + duktus
pengumpul , hiperkalemia, dan asidosis metabolik.
Hiperkalemia juga mengurangi proksimal tubulus NH 4 + produksi
dan menurunkan NH 4 + penyerapan oleh asenden tebal, mengarah ke
penurunan interstitial NH meduler 3 konsentrasi. Ini mengurangi
kemampuan ginjal untuk mengeluarkan muatan asam dan memperburuk
asidosis.
berikut ini adalah penyebab RTA tipe 4:
Hipoaldosteronisme (renin rendah) - Hipoaldosteronisme
hiporeninemik (diabetes mellitus / gangguan ginjal ringan, nefritis
interstitial kronis, obat antiinflamasi nonsteroid, beta-blocker)
Hipoaldosteronisme (renin tinggi) - Cacat adrenal primer (terisolasi:
hipoaldosteronisme kongenital; umum: penyakit Addison,
adrenalektomi, AIDS), penghambatan sekresi aldosteron (heparin,
penghambat ACE, penghambat reseptor AT1)
Resistensi aldosteron (obat-obatan) - Diuretik (amilorida, triamteren,
spironolakton), penghambat kalsineurin (siklosporin, takrolimus),
antibiotik (trimetoprim, pentamidin)
Resistensi aldosteron (genetik) - Pseudohypoaldosteronism (PHA)
tipe I dan II
8. Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik (atau non-respiratorik) adalah penurunan [H+] plasma
akibat defisiensi relatif asam-asam non-karbonat. Gangguan asam-basa ini
berkaitan dengan peningkatan [HCO3-] yang, pada keadaan tak-
terkompensasi, tidak disertai oleh perubahan [CO2].
Penyebab Alkalosis Metabolik
1. Penyebab alkalosis responsive klorida ( Urine klorida <20 mEq/L) yaitu
:
Kehilangan sekresi lambung- muntah
Kehilangan sekresi kolon
Tiazid dan dieuretik loop
2. Penyebab alkalosis resisten klorida ( Urine klorida >20 mEq/L) yaitu :
Hiperaldosteronisme primer – adrenal adenoma, bilateral adrenal
hyperplasia, adrenal karsinoma, glukokortiroid-remediable
hyperaldosteronism
Chusing sindrom
Renovascular hypertension
Keadaan ini timbul terutama karena hal-hal berikut.
a. Muntah menyebabkan pengeluaran abnormal H+ dari tubuh akibat
hilangnya getah lambung yang asam. Asam hidroklorida hidroklorida
disekresikan ke dalam lumen lambung selama pencernaan. Selama
sekresi HC1, bikarbonat ditambahkan ke plasma. HCO3- ini dinetralkan
oleh H+ sewaktu sekresi lambung akhirnya diserap kembali ke dalam
plasma sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi penambahan neto
HCO3- ke plasma dari sumber ini. Namun, jika asam ini keluar dari
tubuh sewaktu muntah, tidak saja [H+] plasma menurun tetapi juga tidak
lagi terjadi reabsorpsi H+ untuk menetralkan HCO3- ekstra yang
ditambahkan ke plasma sewaktu sekresi HCl lambung. Karena itu,
keluarnya HC1 pada hakikatnya meningkatkan [HCO3-] plasma.
(Sebaliknya, pada muntah yang "lebih dalam", HCO3- di getah
pencernaan yang disekresikan ke dalam usus halus bagian atas mungkin
keluar bersama muntahan sehingga yang terjadi adalah asidosis bukan
alkalosis.)
b. Konsumsi obat alkali dapat menyebabkan alkalosis, misalnya saat soda
kue (NaHCO3, yang terurai menjadi Na+ dan HCO3+ dalam larutan)
digunakan sendiri sebagai terapi hiperasiditas lambung. Dengan
menetralkan kelebihan asam di lambung, HCO3- meredakan gejala
iritasi lambung dan heartburn; tetapi jika HCO3- yang ditelan melebihi
kebutuhan, kelebihan HCO3- akan diserap dari saluran cerna dan
meningkatkan [HCO3-] plasma. Kelebihan HCO3- ini berikatan dengan
sebagian H+ bebas yang normalnya ada di plasma dari sumber-sumber
non-karbonat, menurunkan [H+] bebas. (Sebaliknya, produk alkali
komersial untuk mengobati hiperasiditas lambung sama sekali tidak
diserap dari saluran cerna sehingga tidak mengubah status asam-basa
tubuh).
c. Alkalosis Metabolik Disebabkan oleh Peningkatan Konsentrasi HCO3
Cairan Ekstraselular.
Bila terdapat retensi HCO yang berlebihan atau hilangnya H+ dan dalam
tubuh, keadaan ini menyebabkan alkalosis metabolik. Alkalosis
metabolik tidak begitu umum seperti asidosis metabolik, tetapi beberapa
penyebab alkalosis metabolik adalah sebagai berikut
1) Pemberian Diuretika (Kecuali Penghambat Anhidrase Karbonat).
Semua diuretika yang menyebabkan peningkatan aliran cairan di
sepanjang tubulus, biasanya meningkatkan aliran dalam tubulus
distal dan tubulus koligens. Keadaan ini menimbulkan peningkatan
reabsorpsi Na+ dari bagian nefron ini. Oleh karena reabsorpsi
natrium di sini berpasangan dengan sekresi H+ , peningkatan
reabsorpsi natrium juga menimbulkan peningkatan sekresi H+ dan
peningkatan reabsorpsi bikarbonat. Perubahan ini menyebabkan
terjadinya alkalosis, yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi
bikarbonat cairan ekstraselular.
2) Kelebihan Aldosteron. Bila sejumlah besar aldosteron disekresikan
oleh kelenjar adrenal, akan terjadi alkalosis metabolik ringan.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, aldosteron meningkatkan
reabsorpsi Na+ dalam jumlah banyak dari tubulus distal dan
tubulus koligens, dan pada waktu yang bersamaan, merangsang
sekresi H+ oleh sel interkalatus pada tubulus koligens.
Peningkatkan sekresi H+ ini menimbulkan peningkatan ekskresi
H+ oleh ginjal sehingga menimbulkan alkalosis metabolik.
d. Banyak penyebab alkalosis metabolik juga berhubungan dengan
hipokalemia. Pada gilirannya, hipokalemia mempertahankan alkalosis
metabolik dengan mekanisme berbeda.
1) Hipokalemia menyebabkan pergeseran ion hidrogen ke intraseluler.
Asidosis intraseluler yang dihasilkan meningkatkan reabsorpsi
bikarbonat di duktus pengumpul.
2) Hipokalemia merangsang H + / K + ATPase apikal di duktus
pengumpul. Peningkatan aktivitas ATPase ini mengarah ke
reabsorpsi ion kalium yang sesuai secara teleologis tetapi sekresi
ion hidrogen yang sesuai. Hal ini menyebabkan perolehan bersih
bikarbonat, mempertahankan alkalosis sistemik.
3) Hipokalemia merangsang terjadinya amonia ginjal, reabsorpsi, dan
sekresi. Ion amonium (NH 4 + ) diproduksi di tubulus proksimal
dari metabolisme glutamin. Selama proses ini, alfa-ketoglutarat
diproduksi, metabolisme yang menghasilkan bikarbonat yang
dikembalikan ke sirkulasi sistemik. Hipokalemia menstimulasi
serapan NH 4 + melalui Na + / K + / 2Cl - kotransporter TAL
karena NH 4 + bersaing dengan K + untuk transporter.
Hipokalemia meningkatkan ekspresi dari amonia transporter
RhBG, yang meningkatkan NH 3 ekskresi di saluran pengumpul
4) Menyebabkan gangguan reabsorpsi ion klorida di nefron distal. Hal
ini menghasilkan peningkatan elektronegativitas luminal, dengan
peningkatan sekresi ion hidrogen selanjutnya.
9. Penatalaksanaan
A. Gangguan Metabolik.
1) Asidosis Metabolik.
Pengobatan asidosis metabolik akut dengan terapi alkali biasanya
diindikasikan untuk meningkatkan dan mempertahankan pH plasma
hingga lebih dari 7,20.
Ketika pH serum di bawah 7.20, penurunan lanjutan di HCO
serum 3- tingkat dapat mengakibatkan penurunan yang signifikan
dalam pH. Hal ini terutama benar bila PCO 2 mendekati batas bawah
kompensasi, yang pada individu muda yang sehat kira-kira 15 mm Hg.
Dengan bertambahnya usia dan penyakit rumit lainnya, batas
kompensasi cenderung berkurang. Penurunan kecil lebih lanjut dalam
HCO 3 - pada saat ini sehingga tidak diimbangi oleh penurunan yang
sesuai dalam PaCO 2 , dan dekompensasi cepat dapat terjadi.
Sodium bikarbonat (NaHCO 3 ) adalah agen yang paling
umum digunakan untuk memperbaiki asidosis metabolik. HCO 3 -
defisit dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
HCO3- deficit = deficit/L (serum HCO3 yang di inginkan)- - HCO3-
yang di ukur) × 0.5 × body weight (volume of distribution for HCO3-)
HCO 3 - dapat diberikan secara intravena untuk meningkatkan serum
HCO 3 - tingkat memadai untuk meningkatkan pH untuk lebih besar
dari 7.20. Koreksi lebih lanjut tergantung pada situasi individu dan
mungkin tidak diindikasikan jika proses yang mendasari dapat diobati
atau pasien asimtomatik.
2) Asidosis Tubulus Ginjal Tipe 4
Karena hiperkalemia merupakan penyebab utama dari
gangguan ini, tujuan pengobatan utama adalah untuk menurunkan
kadar K + serum . Hal ini dapat dicapai dengan menempatkan pasien
pada diet rendah K + (1 mEq / kg K + / hari) dan dengan penghentian
obat yang dapat menyebabkan hiperkalemia (misalnya, penghambat
enzim pengubah angiotensin [ACE], antiinflamasi nonsteroid.
narkoba). Loop diuretik dapat membantu dalam mengurangi kadar
kalium serum selama pasien tidak hipovolemik.
Dalam kasus resisten, fludrokortison, mineralokortikoid
sintetik, dapat digunakan untuk meningkatkan sekresi K + , tetapi hal
ini dapat meningkatkan retensi Na + . Terapi alkali biasanya tidak
diperlukan, karena, pada banyak pasien, asidosis derajat ringan
dikoreksi dengan mencapai normokalemia. Hiperkalemia dan asidosis
memburuk seiring dengan penurunan fungsi ginjal; akhirnya, pasien
mengembangkan asidosis ginjal AG tinggi. Terapi penggantian ginjal
harus dipertimbangkan setelah tindakan yang dijelaskan gagal untuk
mengontrol hiperkalemia atau asidosis.
3) Penyakit ginjal kronis
Pengobatan asidosis metabolik kronis pada orang dengan
penyakit ginjal kronis diindikasikan karena dapat membantu
mencegah pengeroposan tulang yang dapat berkembang menjadi
osteopenia atau osteoporosis. Pada anak-anak, retardasi pertumbuhan
dapat terjadi. Selain itu, pengobatan memperlambat perkembangan
hiperparatiroidisme dan membantu mengurangi keadaan katabolik
protein tinggi yang terkait dengan asidosis uremik, yang menyebabkan
hilangnya massa otot dan malnutrisi.
Pengobatan alkali disarankan jika konsentrasi bikarbonat
serum turun di bawah 22 mEq / L, karena pengobatan dapat
mengurangi pengecilan otot, memperbaiki penyakit tulang, dan
memperlambat perkembangan CKD. Pada pasien dengan stadium 3b
dan 4 CKD, pengobatan asidosis metabolik dengan natrium
bikarbonat juga telah terbukti secara signifikan meningkatkan fungsi
endotel vaskular.
Asidosis metabolik pada pasien CKD juga dapat diobati
dengan modifikasi pola makan. Pengurangan asam makanan dapat
dilakukan dengan membatasi asupan makanan penghasil asam seperti
protein hewani dan menekankan makanan penghasil basa seperti
buah-buahan dan sayuran
4) Ketoasidosis
Starvation dan penggunaan alkohol yang mengakibatkan
asidosis diobati dengan glukosa intravena, yang diberikan untuk
merangsang sekresi insulin dan menghentikan lipolisis dan ketosis.
Untuk ketoasidosis diabetik (DKA), insulin diberikan,
biasanya secara intravena, untuk memfasilitasi pengambilan glukosa
dalam sel, mengurangi glukoneogenesis, dan menghentikan lipolisis
dan produksi badan keton. Sebagai tambahan, saline normal diberikan
untuk mengembalikan volume ekstraseluler; penggantian kalium dan
fosfat juga mungkin diperlukan. Asidosis dikoreksi sebagian oleh
metabolisme keton menjadi HCO 3 - , sebagian dengan peningkatan
sekresi H + oleh duktus pengumpul, dan sebagian lagi dengan ekskresi
H + sebagai NH 4 + .
5) Asidosis Laktat
Peran terapi alkali masih kontroversial, beberapa penulis
merekomendasikan untuk menaikkan pH serum menjadi 7,20 jika
memungkinkan. Beberapa bukti menunjukkan, bagaimanapun, bahwa
HCO 3 - Terapi hanya menghasilkan peningkatan sementara dalam
serum HCO 3 - tingkat dan bahwa ini dapat menyebabkan asidosis
intraseluler dan memburuknya asidosis laktat. Selain itu, biasanya
diperlukan NaHCO 3 dalam jumlah besar , dan kelebihan volume
serta hipernatremia dapat terjadi. Dalam situasi seperti itu,
hemodialisis atau hemofiltrasi vena terus menerus dapat digunakan
untuk memperbaiki kelainan metabolik.
Jika proses yang mengarah ke asidosis laktat diperbaiki, asam
laktat dapat digunakan lagi oleh hati untuk menghasilkan HCO 3 -
pada basis ekuimolar. Ini penting, karena alkalosis rebound dapat
terjadi jika pasien menerima alkali dalam jumlah berlebihan selama
asidemia.
6) Keracunan Metanol atau Etilen Glikol
Pengobatan harus segera dimulai untuk mencegah gejala sisa
neurologis. Fomepizole (4-methylpyrazole; Antizol) adalah
penghambat kuat alkohol dehidrogenase dan sekarang menjadi terapi
pilihan, meskipun jauh lebih mahal daripada etanol. Fomepizole
diberikan sebagai dosis awal dan dilanjutkan selama beberapa dosis
sampai tingkat toksin menurun secara substansial. Kadar fomepizole
tidak perlu dipantau.
Etanol bersaing untuk alkohol dehidrogenase dan dapat
digunakan sebagai alternatif untuk fomepizole. Ini diberikan secara
oral atau intravena untuk menjenuhkan dehidrogenase alkohol, yang
memiliki afinitas lebih tinggi, sehingga menghambat metabolisme
metanol atau etilen glikol ke metabolit toksiknya. Tingkat etanol darah
harus dipertahankan pada 100-150 mg / dL.
B. Alkalosis Metabolik.
Penatalaksanaan alkalosis metabolik terutama bergantung pada
etiologi yang mendasari dan status volume pasien. Dalam kasus muntah,
berikan antiemetik, jika memungkinkan. Jika pengisapan lambung terus
menerus diperlukan, sekresi asam lambung dapat dikurangi dengan H2-
blocker atau lebih efisien dengan penghambat pompa proton. Pada pasien
yang menggunakan thiazide atau loop diuretik, dosis dapat dikurangi atau
obat dapat dihentikan jika sesuai. Acetazolamide juga tampak aman dan
efektif pada pasien dengan alkalosis metabolik setelah pengobatan asidosis
pernapasan akibat eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
1) Alkalosis Responsif Klorida
Jika alkalosis responsif klorida terjadi dengan penipisan volume,
obati alkalosis dengan infus larutan natrium klorida isotonik intravena.
Karena jenis alkalosis ini biasanya berhubungan dengan hipokalemia,
gunakan juga kalium klorida untuk memperbaiki hipokalemia
tersebut. Jika alkalosis yang responsif terhadap klorida terjadi dalam
keadaan edema (misalnya, gagal jantung kongestif [CHF]), gunakan
kalium klorida sebagai pengganti natrium klorida untuk memperbaiki
alkalosis dan menghindari kelebihan volume. Jika diuresis diperlukan,
penghambat karbonat anhidrase (misalnya, acetazolamide) atau
diuretik hemat kalium (misalnya, spironolakton, amilorida, triamteren)
dapat digunakan untuk memperbaiki alkalosis.
2) Alkalosis Metabolik Tahan Klorida
Penatalaksanaan alkalosis metabolik resisten klorida didasarkan pada
penyebab spesifiknya.
Hiperaldosteronisme primer
Alkalosis metabolik dikoreksi dengan spironolakton antagonis
aldosteron atau dengan diuretik hemat kalium lainnya
(misalnya amilorida, triamteren). Jika penyebab
hiperaldosteronisme primer adalah adenoma atau karsinoma
adrenal, operasi pengangkatan tumor harus memperbaiki
alkalosis. Pada hiperaldosteronisme yang dapat diperbaiki
glukokortikoid, alkalosis metabolik dan hipertensi responsif
terhadap deksametason.
Sindrom Cushing
Diuretik hemat kalium harus memperbaiki alkalosis sampai
terapi bedah dilakukan. Terapi definitif termasuk mikroreseksi
transsphenoidal dari hormon adrenokortikotropik (ACTH) -
yang menghasilkan adenoma hipofisis dan adrenalektomi
untuk tumor adrenal.
Terapi Khusus di Semua Jenis Alkalosis Metabolik :
Asam hidroklorik
HCl intravena diindikasikan pada alkalosis metabolik berat
(pH> 7,55) atau bila natrium atau kalium klorida tidak dapat
diberikan karena kelebihan volume atau gagal ginjal lanjut.
HCl juga dapat diindikasikan jika koreksi cepat dari
alkalosis metabolik yang parah diperlukan (misalnya,
aritmia jantung, ensefalopati hati, kardiotoksisitas
digoksin).
Dialisis
Baik dialisis peritoneal dan hemodialisis dapat digunakan
dengan modifikasi dialisat tertentu untuk memperbaiki
alkalosis metabolik. Indikasi utama dialisis pada alkalosis
metabolik adalah pada pasien dengan gagal ginjal lanjut,
yang biasanya mengalami kelebihan volume dan resisten
terhadap acetazolamide.
Dengan hemodialisis, alkalosis metabolik dapat
dikoreksi dengan menggunakan dialisat rendah-bikarbonat
(bikarbonat bisa serendah 18 mmol / L). Jika tidak,
biofiltrasi bebas asetat (dialisat bebas penyangga), di mana
bikarbonat tidak terdapat dalam dialisat tetapi diinfuskan
secara terpisah sesuai kebutuhan, dapat digunakan. Pada
dialisis peritoneal, dialisis dapat dilakukan dengan
menggunakan larutan natrium klorida isotonik sebagai
dialisat.
C. Asidosis Respiratori
Terapi oksigen digunakan untuk mencegah gejala sisa dari
hipoksemia yang berlangsung lama. Tindakan terapeutik yang dapat
menyelamatkan nyawa pada hiperkapnia berat dan asidosis pernapasan
termasuk intubasi endotrakeal dengan ventilasi mekanis dan teknik
ventilasi tekanan positif noninvasif (NIPPV) seperti ventilasi tekanan
positif kontinu hidung (NCPAP) dan ventilasi bilevel hidung. Teknik
NIPPV yang terakhir adalah pengobatan untuk sindrom hipoventilasi
obesitas (OHS) dan gangguan neuromuskuler, karena mereka membantu
meningkatkan tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) dan menurunkan
tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2).
Alat ventilasi tekanan negatif eksternal non-invasif juga tersedia
untuk pengobatan pasien tertentu dengan gagal napas kronis. Koreksi
hiperkapnia yang cepat dengan penerapan ventilasi tekanan positif
noninvasif eksternal atau ventilasi mekanis invasif dapat menyebabkan
alkalemia. Oleh karena itu, teknik ini harus digunakan dengan hati-hati.
Beberapa penatalaksanaan lain :
1) Bronkodilator
Bronkodilator seperti agonis beta (misalnya, albuterol dan salmeterol),
agen antikolinergik (misalnya, ipratropium bromida dan tiotropium),
dan metilxantin (misalnya, teofilin) sangat membantu dalam mengobati
pasien dengan penyakit saluran napas obstruktif dan bronkospasme
berat. Teofilin dapat meningkatkan kontraktilitas otot diafragma dan
dapat merangsang pusat pernapasan.
2) Stimulan pernapasan
Medroksiprogesteron meningkatkan dorongan pernapasan
sentral dan mungkin efektif dalam mengobati sindrom obesitas-
hipoventilasi (OHS). Medroksiprogesteron juga telah terbukti
merangsang ventilasi pada beberapa pasien COPD dan
hipoventilasi alveolar. Obat ini tidak memperbaiki frekuensi
apnea atau gejala kantuk pada pasien apnea tidur. Ada
peningkatan risiko tromboemboli dengan agen progestasional.
Banyak ahli yang tidak merekomendasikan penggunaan
medroksiprogesteron sebagai sarana untuk meningkatkan
ventilasi alveolar.
Acetazolamide adalah diuretik yang meningkatkan ekskresi
bikarbonat dan menginduksi asidosis metabolik, yang kemudian
merangsang ventilasi. Namun, acetazolamide harus digunakan
dengan hati-hati dalam pengaturan ini. Mendorong asidosis
metabolik pada pasien dengan asidosis respiratorik dapat
menyebabkan pH yang sangat rendah. Jika sistem pernapasan
pasien tidak dapat mengimbangi asidosis metabolik yang
diinduksi, pasien mungkin menderita hiperkalemia dan
berpotensi aritmia jantung yang mengancam jiwa.
Teofilin meningkatkan kekuatan otot diafragma dan
menstimulasi penggerak ventilasi sentral. Selain itu, teofilin
adalah bronkodilator.
3) Antagonis obat
Terapi obat yang ditujukan untuk membalikkan efek obat penenang
tertentu dapat membantu jika terjadi overdosis yang tidak disengaja atau
disengaja. Nalokson dapat digunakan untuk membalikkan efek narkotika.
Flumazenil dapat digunakan untuk membalikkan efek benzodiazepin.
Namun, perawatan harus diambil dalam membalikkan efek benzodiazepin
karena pasien mungkin mengalami kejang jika pembalikan benzodiazepin
dilakukan terlalu kuat.
4) Bikarbonat
natrium bikarbonat jarang diindikasikan. Pengukuran ini dapat
dipertimbangkan setelah serangan kardiopulmoner dengan pH yang sangat
rendah (<7.0-7.1). Dalam kebanyakan situasi lain, natrium bikarbonat
tidak berperan dalam pengobatan asidosis pernapasan.
D. Alkalosis Respiratori
1) Perawatan medis
Perawatan alkalosis terutama pada pernapasan ditujukan untuk
memperbaiki gangguan yang terjadi. Alkalosis prespiratori sendiri jarang
mengancam jiwa. Oleh karena itu, pengobatan darurat biasanya tidak
diindikasikan kecuali tingkat pH lebih dari 7,5. Karena alkalosis
respiratori biasanya terjadi sebagai respon akibat dari beberapa
rangsangan, pengobatan biasanya tidak berhasil kecuali rangsangan nya
yang dikendalikan. Jika PaCO2 diobati dengan cepat pada pasien dengan
alkalosis respiratori kronis, asidosis metabolik dapat terjadi karena
penurunan kompensasi ginjal pada bikarbonat serum.
Pada pasien dengan ventilasi mekanis yang mengalami alkalosis
respiratori, volume tidal dan / atau laju pernapasan mungkin perlu
diturunkan. Sedasi yang tidak adekuat dan kontrol nyeri dapat
menyebabkan alkalosis respiratori pada pasien yang bernapas melebihi
laju ventilator yang ditetapkan.
Pada sindrom hiperventilasi, pasien mendapat terapi pernapasan
ulang ke dalam kantong kertas selama periode akut, dan pengobatan untuk
stres psikologis. Sedatif dan / atau antidepresan harus disediakan untuk
pasien yang menggunakan pengobatan konservatif. Penghambat beta-
adrenergik dapat membantu mengontrol gejala keadaan hiperadrenergik
yang dapat menyebabkan sindrom hiperventilasi pada beberapa pasien.
Pada pasien yang mengalami hiperventilasi, pendekatan sistematis
harus digunakan untuk menyingkirkan penyebab organik yang berpotensi
mengancam jiwa terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan gangguan
yang kurang serius.
2) Konsultasi
Berdasarkan temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, studi
laboratorium, dan modalitas pencitraan, kebutuhan bantuan dari konsultan
seperti ahli paru, ahli saraf, atau nephrologist dapat menentukan
penatalaksanaan selanjutnya untuk alkalosis respiratori.
https://emedicine.medscape.com/article/242975-treatment#d17
https://emedicine.medscape.com/article/301680-overview-treatment?
src=mbl_msp_iphone
https://emedicine.medscape.com/article/301574-overview-overview?
src=mbl_msp_iphone
https://emedicine.medscape.com/article/1902703-overview#a4
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2006). GUYTON & HALL: Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran (12th ed.).
Putu Aksa Viswanatha, d. K. (2017). KESEIMBANGAN ASAM BASA.
BAGIAN/SMF ILMU ANESTESIA DAN TERAPI INTESIF FK
UNUD/RSUP SANGLAH 2017.
Sherwood, L. (2010). FISIOLOGI MANUSIA. BROOKS/COLE
CENGAGELearning. file:///C:/Users/ASUS/Downloads/Sherwood.pdf
Siahaan, R. R. M., Kedokteran, F., Padjadjaran, U., Intensive, K., Fakultas,
C., & Padjadjaran, K. (2020). Asam Basa Pendekatan Tradisional Vs
Pendekatan. Ilmiah WIDYAKesehatan Dan Lingkungan, 1.