Anda di halaman 1dari 30

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ANALISIS BAHAN 2017

Dengan judul mata praktikum :

ANALISIS VOLUMETRI

Disusun oleh :

Nama Praktikan NIM Tanda Tangan


Excel Deo Elnusa 16/395184/TK/44476
Faizal Abdul Aziz 16/400136/TK/45150

Yogyakarta, 12 April 2017

Dosen Pembimbing Praktikum, Asisten,

Ir. Suprihastuti Sri Rahayu, M.Sc. Bill Rich

NIP. 195806191989032001

1
ANALISIS VOLUMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Menentukan normalitas larutan standar NaOH dengan titrasi asidimetri-
alkalimetri.
2. Menentukan normalitas larutan standar Na2S2O3 dengan titrasi
iodometri.

II. DASAR TEORI


Analisis volumetri adalah suatu analisis kimia kuantitatif dimana kadar
dan komposisi sampel ditetapkan berdasarkan volume pereaksi (titran) yang
ditambahkan ke dalam larutan uji, hingga komponen yang ditetapkan bereaksi
dengan pereaksi tersebut.
Dalam ilmu kimia, banyaknya suatu zat atau senyawa seringkali
dinyatakan dalam besaran mol. Besaran konsentrasi molaritas, molalitas,
normalitas, dan fraksi mol menggunakan satuan kuantitas zat atau senyawa
dalam mol. Mol adalah gram zat  dibagi dengan massa molekul relatif
(Mr). Rumus menghitung mol suatu senyawa adalah sebagai berikut.
n = gram/Mr (1)
Misalkan kita akan menghitung jumlah mol dari 10 gram garam dapur
(NaCl) yang diketahui memiliki massa relatif molekul 58,5.
Jumlah mol , n = gram/Mr = 10/58,5 = 0,171 mol.
Dalam analisis volumetri juga digunakan satuan yang secara khusus
digunakan seperti normalitas, moralitas, dan kadar.
Normalitas adalah besaran yang menyatakan jumlah mol ekivalen zat
terlarut dalam tiap satuan volume larutan. Satuan normalitas adalah normal (N)
yang sama dengan mol ekivalen/liter. Rumus normalitas larutan adalah sebagai
berikut.
N = ek/V atau N = (n x a) / V (2)
Dengan, ek : mol ekivalen
a : valensi

2
Contoh perhitungan normalitas larutan:
Misalkan 0,5 liter larutan NaOH dibuat dengan melarutkan 5 gram NaOH
(Mr = 40) dalam air. Normalitas larutan dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut.
Mol NaOH, n = gram/Mr =  5/40 = 0,125 mol.
Jumlah ion OH–, a = 1. Mol ekivalen, ek = n x a = 0,125 x 1 =0,125.
Normalitas, N = ek/V = 0,125/0,5 = 0,25  N.
Jadi normalitas larutan tersebut adalah 0,25 N.
Molaritas adalah besaran yang menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam
tiap satuan volume larutan. Satuan molaritas adalah molar (M) yang sama
dengan mol/liter. Jika terdapat n mol senyawa terlarut dalam V liter larutan,
maka rumus molaritas larutan adalah sebagai berikut.
M = n/V (3)
Dengan, M : molaritas
n : mol zat terlarut
V : volume pelarut
Contoh perhitungan molaritas larutan :
Misalkan 0,25 liter larutan urea (CO(NH 2)2) dibuat dengan melarutkan 3
gram urea dalam air. Massa molekul relatif urea adalah 60. Molaritas larutan
urea dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.
Jumlah mol urea, n = gram/Mr = 3/60 = 0,05 mol
Molaritas larutan, M = n/V = 0,05/0,25 = 0,2 molar
Jadi molaritas larutan urea tersebut adalah 0,2 molar atau 0,2 mol/liter.
Molalitas adalah besaran yang menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam
tiap satuan berat pelarut. Satuan molalitas adalah molal (m) yang sama dengan
mol/kilogram. Jika n mol senyawa dilarutkan dalam P kilogram pelarut,
maka rumus molalitas larutan adalah sebagai berikut:
m = n/p (4)
Dengan, m : molalitas, molal
n : mol zat terlarut, mol
p : massa pelarut, kg

3
Contoh pergitungan molalitas larutan:
Misakan 10 gram natrium hidroksida (NaOH) dilarutkan dalam 2 kg air. Massa
molekul relatif NaOH adalah 40. Molalitas larutan tersebut dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut.
Jumlah mol NaOH, n = gram/Mr = 10/40 = 0,25 mol
Molalitas larutan, m = n/P = 0,25/2 = 0,125 molal
Jadi molalitas larutan NaOH tersebut adalah 0,125 molal.
Larutan standar adalah larutan suatu zat yang konsentrasi atau
normalitasnya sudah diketahui dengan pasti. Larutan standar dibagi menjadi
larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer
adalah larutan standar yang konsentrasinya atau kadarnya dapat diketahui dan
stabil pada proses penimbangan, pelarutan, dan penyimpanan. Contoh:Na2CO3
untuk standardisasi larutan H2SO4, HCl dan HNO3. Persyaratan standar primer
seperti:kemurnian tinggi, stabil terhadap udara, rumus molekulnya diketahui,
mudah larut dan berat molekul cukup besar. Larutan standar sekunder adalah
larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat karena
berasal dari zat yang tidak pernah murni. Konsentrasi larutan ini ditentukan
dengan standardisasi menggunakan larutan standar primer, biasanya melalui
metode titrimetri. Adapun syarat-syarat larutan sekunder: Derajat kemurnian
lebih rendah, berat ekivalenya tinggi, larutan relatif stabil di dalam
penyimpanan dan tidak mudah diperoleh dalam bentuk murni.

Berdasarkan reaksi yang terjadi dalam proses titrasi, analisis volumetri


digolongkan menjadi :
1. Asidimetri-alkalimetri (netralisasi)
2. Oksidimetri-reduksimetri (redoks)
3. Pengendapan
4. Pembentukan kompleks
Dalam praktikum ini hanya analisis asidimetri-alkalimetri dan oksidimetri-
reduksimetri (redoks) yang dipraktikkan.

4
1. Titrasi Asidimetri-Alkalimetri
Asidimetri adalah analisis yang menggunakan asam sebagai larutan
standar. Pada prinsipnya asidimetri adalah analisis yang menggunakan
asam kuat sebagai titrannya dan basa sebagai analitnya atau senyawa yang
bersifat basa, ataupun pengukuran dengan asam. Alkalimetri adalah
analisis yang menggunakan alkali (basa) sebagai larutan standar. Pada
prinsipnya alkalimetri adalah analisis titrimetri yang menggunakan basa
kuat sebagai titrannya dan analitnya adalah asam atau senyawa yang
bersifat asam.
Indikator pH pada asidimetri-alkalimetri menggunakan methyl orange
dan phenolphthalein. Rentang pH untuk methyl orange = 3,1-4,4 dan
phenolphthalein = 8,3-10. Methyl Orange adalah senyawa organik dengan
rumus C14H14N3NaO3S dan biasanya digunakan sebagai indikator titrasi
asam basa. Indikator ini berubah warna dari merah pada pH dibawah 3,1
dan menjadi warna kuning pada pH diatas 4,4 dengan warna transisinya
adalah jingga. Phenolphthalein adalah senyawa kimia dengan rumus
C20H14O4. Tidak berwarna dalam larutan asam dan warna merah dalam
larutan basa (pH diantara 8,3-10).
Untuk menentukan konsentrasi larutan NaOH digunakan larutan
standar HCl (Asidimetri), yang diketahui konsentarasi, setelah larutan HCl
tersebut distandardisasi dengan larutan boraks.
Reaksi yang terjadi :
Na2B4O7(aq) + 5H2O(l) + 2HCl(aq)  2NaCl(aq) + 4H3BO3(aq) (5)
Pada percobaan ini, boraks merupakan larutan standar primer dan HCl
merupakan larutan standar sekunder.
Terbentuknya asam lemah H3BO3 mebuat pH larutan pada titik akhir
titrasi < 7. Oleh karena itu digunakan indikator methyl orange yang
memiliki trayek pH 3,1 – 4,4. Indikator ini memberikan perubahan warna
dari orange menjadi merah bata pada saat titik ekivalen tercapai.
Berdasarkan berat (yang tepat) boraks yang dilarutkan dan volum HCl
(yang tepat) yang diperlukan sampai perubahan warna terjadi, konsentrasi

5
HCl dapat diketahui. Selanjutnya larutan standar HCl digunakan untuk
menentukan konsentrasi larutan NaOH. Pada saat titik ekivalen, seluruh
NaOH bereaksi sempurna dengan HCl membentuk garam NaCl, sebagai
berikut:
NaOH(aq) + HCl(aq)  NaCl(aq) + H2O(l) (6)
Karena NaCl adalah garam netral, maka pH larutan pada titik ekivalen
sekitar 7, maka digunakan indikator phenolphthalein yang memiliki trayek
pH 8,3 – 10 dan memberikan perubahan warna dari merah muda menjadi
tidak berwarna.
2. Titrasi Redoks
Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi
utamanya adalah reaksi oksidasi dan reduksi. Reaksi ini hanya dapat
berlangsung jika terjadi interaksi dari senyawa yang bersifat oksidator
dengan senyawa yang bersifat reduktor. Jadi, jika larutan standarnya
bersifat oksidator, maka analit harus bersifat reduktor atau sebaliknya.
Berdasarkan jenis oksidatornya maka titrasi redoks digolongkan antara
lain: Permanganometri (bila larutan standar primer yang digunakan
KMnO4), Dikhrometri (larutan standar primer yang digunakan K2Cr2O7),
Iodometri (larutan stadar primer I2 langsung atau tidak langsung). Larutan
standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah
natrium thiosulfat (biasanya berbentuk pentahidrat Na2S2O3.5H2O).
Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama, oleh karena
itu konsentrasi yang tepat harus distandarisasi dengan larutan standar
primer I2. Pada praktikum ini, konsentrasi larutan standar Na2S2O3
ditentukan dengan titrasi Iodometri tidak langsung, menggunakan larutan
standar I2 yang dibebaskan dari reaksi oksidasi KI dengan K 2Cr2O7 dalam
suasana asam (dengan penambahan HCl atau H2SO4). Reaksi yang terjadi:
Cr2O72-(aq)+6I-(aq)+14H+(aq)2Cr3+(aq)+3I2(g)+7H2O(l) (7)
Pada reaksi ini digunakan KI berlebih, agar semua Cr 2O72- bereaksi
dan sisa KI berguna untuk melarutkan I 2 yang terbentuk (I2 sangat sedikit
atau tidak larut dalam air tapi mudah larut dalam larutan yang

6
mengandung ion iodide atau KI membentuk kompleks iodida : I2+ I- I3-
yang mudah larut dalam air). Selanjutnya Iodida (I 2) yang timbul dititrasi
dengan larutan standar natrium thiosulfat (Na2S2O3).
Pati/amilum adalah indikator yang digunakan dalam titrasi Na2S2O3,
karena amilum membentuk kompleks dengan I2 yang menimbulkan warna
biru tua yang masih jelas meskipun hanya terdapat sedikit I 2. Pada titik
ekivalen, iodida yang terikat akan hilang sehingga warna biru akan pudar
dan perubahan warna dapat diamati. Penambahan amilum dilakukan pada
saat titik akhir titrasi hampir tercapai (saat iodium yang tersisa dalam
larutan tinggal sedikit), yang ditandai dengan terbentuknya warna coklat
pada larutan. Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus iodium,
yang mengakibatkan warna biru tua sulit hilang dan akibatnya titik akhir
titrasi tidak dapat diamati.
Perubahan warna yang dapat diamati selama iodometri berlangsung:
a. Pada saat penambahan K2Cr2O7 pada larutan yang berisi Na2CO3,
KI, dan HCl pekat, terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi
coklat pekat/gelap. Perubahan warna ini menandakan terjadinya
reaksi antara ion kromat pada K2Cr2O7 dengan ion iodide.
b. Pada saat titrasi larutan campuran Na2CO3, KI, HCl dan K2Cr2O7
dengan menggunakan larutan Na2S2O3, terjadi perubahan warna
dari coklat gelap menjadi coklat bening. Perubahan ini
menunjukkan terjadinya reaksi berikut:
2S2O32-(aq)+I2(g) S4O62-(aq)+2I-(aq) (8)
c. Setelah amilum diteteskan, terjadi perubahan warna dari coklat
bening menjadi biru kehitaman/gelap. Hal ini disebabkan oleh
amilum yang mengikat iodium menjadi iodamilum sehingga terjadi
perubahan warna.
d. Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari biru gelap
menjadi hijau kebiruan, yaitu saat Na2S2O3 kembali ditambahkan
sehingga ion tiosulfat bereaksi dengan sisa iod (yang sudah terikat
pada amilum).

7
Pada reaksi netralisasi asam-basa, 1 ekivalen asam = jumlah asam yang
memiliki 1 ion H+ dan 1 ekivalen basa = jumlah basa yang memiliki 1 ion OH -
sedangkan 1 ekivalen zat pengoksidasi atau zat pereduksi dalam reaksi redoks
adalah jumlah zat tiap menerima atau kehilangan 1 elektron. Massa 1 ekivalen
disebut berat ekivalen (BE).

Berat ekivalen suatu molekul, atom maupun ion ditentukan dengan massa
molekul relatif dibagi dengan valensi. Berat ekivalen bahan-bahan pada
praktikum ini dijelaskan sebagai berikut.
BE = Mr/a (9)
Dengan, Mr : Massa Molekul Relatif
a : Valensi
Berat ekivalen HCl diperoleh dari massa molekul relatif (Mr) sebesar 36,5
dibagi dengan valensi sebesar 1. Valensi HCl diperoleh dari jumlah ion H +
dalam molekul tersebut yang berjumlah 1 ion H+, a = 1. Maka diperoleh :
BE HCl : 36,5/1 = 36,5
Berat ekivalen K2Cr2O7 diperoleh dari massa molekul relatif (Mr) sebesar
294 dibagi dengan valensi sebesar 6. Valensi K 2Cr2O7 diperoleh dari jumlah
elektron yang diterima atau dilepaskan sebanyak 6 elektron, dengan reaksi
redoks sebagai berikut : Cr2O72-(aq) + 14H+(aq) + 6e- 2Cr3+(aq) 7H2O(l)
Maka diperoleh :
BE K2Cr2O7 : 294/6 = 49
Berat ekivalen NaOH diperoleh dari massa molekul relatif (Mr) sebesar 40
dibagi dengan valensi sebesar 1. Valensi NaOH diperoleh dari jumlah ion OH -
dalam molekul tersebut yang berjumlah 1, a = 1. Maka diperoleh :
BE NaOH : 40/1 = 40
Berat ekivalen Na2S2O3 diperoleh dari massa molekul relatif (Mr) sebesar
158 dibagi dengan valensi sebesar 2. Valensi Na2S2O3 diperoleh dari jumlah
elektron yang diterima atau dilepaskan sebanyak 2 elektron, dengan reaksi
redoks sebagai berikut : 2S2O32-(aq)+ S4O62-(aq) + 2e-.
BE Na2S2O3 : 158/2 = 79

8
Berat ekivalen I2 diperoleh dari massa molekul relatif (Mr) sebesar 254
dibagi dengan valensi sebesar 2. Valensi I2 diperoleh dari jumlah elektron yang
diterima atau dilepaskan sebanyak 2 elektron dalam reaksi redoks sebagai
berikut : I2(g) + 2e- 2I-(aq).
Maka diperoleh :
BE I2 : 254/2 = 157
Pada titrasi iodometri, reaksi dalam campuran K 2Cr2O7, KI, Na2CO3 dan
HCl untuk menghasilkan ion I- dan I2 harus berlangsung di tempat gelap. Bila
ada cahaya, reaksi yang terjadi tidak seperti yang diinginkan, karena cahaya
dapat mengkatalisis reaksi oksidasi ion-ion I- menjadi I2, sehingga I2 yang dapat
berikatan dengan I- menjadi lebih sedikit. Hal ini menyebabkan volume
Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi juga semakin sedikit dan diperoleh
adanya perbedaan normalitas Na2S2O3 secara teroritis dan percobaan. Maka dari
itu reaksi dalam campuran harus berlangsung di tempat yang gelap agar
diperoleh hasil yang akurat.
Dalam dunia industri, aplikasi asidimetri dan alkalimetri adalah pada
penentuan kadar asam. Penentuan kadar asam biasanya dilakukan pada
produksi asam cuka dan minuman yang mengandung asam. Aplikasi iodometri
misalnya adalah penentuan kadar alkohol menggunakan iodin atau kalium
dikromat. Contoh yang terkenal adalah permanganometri, iodometri
menggunakian titran kalium permanganat untuk penentuan Fe2+ dan Oksalat.

9
III. PELAKSANAAN PERCOBAAN
A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Asam Klorida (HCl) 0,1 N
2. Aquadest
3. Boraks (Na2B4O7.10 H2O)
4. Natrium hidroksida (NaOH)
5. Indikator methyl orange
6. Indikator phenolphthalein
7. Kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,1 N
8. Natrium thiosulfat pentahidrat (Na2S2O3.5H2O)
9. Natrium karbonat (Na2CO3)
10.Kalium Iodida (KI)
11.Pati

B. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat-alat gelas
dan alat-alat yang ditunjukkan pada gambar 1 rangkaian alat berikut:
 Erlenmeyer untuk tempat sampel yang akan dititrasi
 Labu ukur untuk melarutkan larutan
 Gelas arloji untuk membantu proses penimbangan
 Pengaduk gelas untuk melakukan pengadukan
 Gelas beker untuk melarutkan padatan
 Botol timbang untuk menimbang NaOH
 Botol semprot untuk tempat aquadest
 Neraca analitis digital untuk melakukan penimbangan
 Bola karet penghisap untuk menghisap cairan melalui pipet volume
dan pipet ukur
 Corong gelas untuk memindah larutan dari wadah satu ke wadah
lainnya

10
 Kompor listrik untuk melakukan pemanasan
 Pipet volume untuk mengambil larutan pada volume tertentu
 Pipet ukur untuk mengambil larutan dengan volume sesuai
keinginan
 Pipet tetes untuk mengambil larutan dan meneteskannya
 Gelas ukur untuk mengukur volume larutan
 Sendok plastik untuk mengambil zat korosif
 Sendok logam mengambil zat non-korosif

Keterangan :

1. Statif
2. Klem
3. Buret 50 mL
4. Kran Buret
5. Erlenmeyer 250 mL

Gambar 1. Rangkaian Alat Titrasi

C. Cara Percobaan
Asidimetri – Alkalimetri
1. Standardisasi larutan standar HCl 0,1 N
Boraks sebanyak 0,2 gram ditimbang dalam gelas arloji dengan
neraca analitis digital, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
250 mL dengan bantuan corong gelas. Sisa – sisa boraks yang
menempel pada gelas arloji dibersihkan dengan disemprot aquadest
sehingga semua boraks masuk ke dalam Erlenmeyer. Aquadest
ditambahkan hingga volumenya 30 mL, kemudian Erlenmeyer

11
digojog hingga larutan homogen. Methyl orange sebanyak 3 – 5 tetes
ditambahkan. Buret diisi dengan larutan standar HCL 0,1 N sampai
tanda batas nol. Larutan boraks dititrasi hingga titik ekivalen tercapai
dan dicatat volume larutan HCL yang diperlukan. Percobaan diulangi
satu kali lagi. Hasil penimbangan boraks sebenarnya untuk
standardisasi larutan HCl masing – masing 0,2006 gram dan 0,1998
gram.
2. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N
Aquadest sebanyak 10 mL disiapkan dalam gelas beker 100 mL.
Natrium hidroksida sebanyak 0,4 gram ditimbang dengan botol
timbang, kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker tersebut, lalu
diaduk hingga homogen. Larutan NaOH dipindahkan ke dalam labu
ukur 100 mL dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas dan
digojog hingga homogen. Adapun massa NaOH yang tertimbang
sebenarnya sebesar 0,4082 gram.
3. Penentuan konsentrasi larutan NaOH 0, 1 N
Larutan NaOH 0,1 N sebanyak 10 mL diambil dengan pipet
volume 10 mL, lalu dituang ke dalam Erlenmyer 125 mL. Indikator
phenolphthalein ditambahkan sebanyak 3 tetes. Buret diisi dengan
larutan standar HCl 0,1 N sampai tanda batas nol, kemudian larutan
NaOH dititrasi sampai titik ekivalen dan volume larutan HCl yang di
perlukan dicatat. Percobaan diulangi dua kali lagi.
4. Pembuatan larutan NaOH Y N
Larutan NaOH 0,1 N sebanyak 10 mL diambil dengan pipet
volume 10 mL lalu dituang ke dalam labu ukur 100 mL. Sejumlah 50
mL larutan NaOH X N ditambahkan dengan pipet volume 25 mL ke
dalam labu ukur berisi larutan NaOH 0,1 N. Aquadest ditambahkan
sampai batas lalu digojog hingga homogen.
5. Penentuan konsentrasi larutan NaOH Y N
Larutan NaOH Y N sebnyak 10 mL diambil dengan pipet volume
10 mL lalu dituang ke dalam Erlenmeyer 125 mL. Indikator

12
phenolphthalein ditambahkan sebanyak 3 tetes. Buret diisi dengan
larutan standar HCl 0,1 N sampai tanda batas nol. Larutan NaOH Y N
dititrasi sampai titik ekivalen dari warna ungu menjadi bening.
Volume larutan HCl yang diperlukan dicatat dan percobaan diulangi 2
kali lagi.
Iodometri
1. Pembuatan larutan standar Na2S2O3
Sebanyak 2,5 gram Na2S2O3 ditimbang dalam gelas arloji
menggunakan neraca analitis digital, kemudain dimasukkan ke dalam
gelas beker 250 mL yang berisi aquadest 50 mL, lalu diaduk sampai
larut. Larutan disaring menggunakan kertas saring dan dituang ke
dalam labu ukur 100 mL. Aquadest ditambahkan hingga tanda batas
dan digojog hingga larutan homogen. Massa Na2S2O3 yang tertimbang
sebenarnya sebesar 2,5017 gram.
2. Pembuatan indikator pati
Pati sebanyak 0,1 gram ditimbang dalam gelas arloji dengan neraca
analitis digital, lalu dimasukkan ke dalam gelas beker 250 mL.
Aquadest ditambahkan sampai volume 50 mL. Larutan pati
dipanaskan sambil diaduk hingga mendidih. Massa pati yang
tertimbang sebenarnya sebesar 0,1002 gram.
3. Peneraan larutan Na2S2O3
Kalium iodida (KI) sebanyak 1,0029 gram dan Natrium karbonat
(Na2CO3) sebanyak 3,0034 gram ditimbang dalam gelas arloji
menggunakan neraca analitis digital, kemudian dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 mL bertutup yang berisi 50 mL aquadest. Erlenmeyer
digojog hingga larutan homogen, lalu ditambahkan HCl 1:1 sebanyak
5 mL dengan pipet ukur sambil digojog pelan. Larutan K 2Cr2O7 yang
telah disediakan ditambahkan dengan pipet volume 25 mL dan
digoyang hingga homogen. Erlenmeyer ditutup dengan gelas arloji
dan disimpan di tempat gelap selama 10 menit. Buret diisi dengan
larutan Na2S2O3 sampai batas tanda nol, lalu larutan K 2Cr2O7 dalam

13
Erlenmeyer bertutup tadi dititrasi sampai berwarna coklat muda.
Indikator pati ditambahkan hingga larutan berubah warna menjadi biru
kehitaman dan titrasi dilanjutkan hingga larutan berubah warna
menjadi hijau kebiruan. Volume larutan Na2S2O3 yang diperlukan
dicatat. Percobaan diulang kembali untuk massa KI sebesar 1,0029
dan 1,0039 gram dengan massa Na2CO3 sebesar 3,0025 dan 3,0033
gram.
D. Analisis Data
1. Penentuan Konsentrasi Larutan
Normalitas HCl teoritis
10 V HCl 1 n K ρ
N HCl= (10)
V HCl 2 Mr
dengan, N HCl = normalitas HCl, N
VHCl 1 = volum HCl pekat, mL
n = jumlah H+ dalam molekul HCl
K = kadar HCl pekat, %
ρ = massa jenis HCl, g/mL
VHCl 2 = volum HCl setelah pengencean, mL
Mr = massa molekul relatif HCl = 36,5 g/mol

Normalitas NaOH teoritis :

mn
N NaOH = (11)
V NaOH Mr
dengan, N NaOH = normalitas NaOH, N
m = massa NaOH, mg
n = jumlah OH- dalam molekul NaOH = 1
Mr = massa molekul relatif NaOH
= 40 mg/ mmol
V NaOH= volum larutan NaOH, mL

14
2. Peneraan HCl 0,1 N
Dari setiap volume HCl yang diperlukan untuk titrasi larutan
standar primer dari 0,2 gram boraks, dihitung normalitas HCl yang
sebenarnya :
2 m boraks
N HCl= (12)
V HClMr boraks
dengan, m boraks = massa boraks. mg
Mr boraks = massa molekul relatif boraks, 382 mg/mmol
VHCl = volume HCI untuk titrasi,
3. Peneraan NaOH 0,1 N

Berdasarkan rata-rata volume HCl yang diperlukan untuk titrasi


larutan NaOH 0,1 N , dihitung normalitas NaOH sebenarnya :

NHCl .VHCl
N NaOH = (13)
10
dengan, N NaOH = normalitas NaOH sebenarnya, N
N HCl = normalitas HCl sebenarnya, N
V HCl = volume HCl untuk titrasi, mL
4. Normalitas NaOH Campuran

NHCl .VHCl . 100


N NaOH Camp=
10 .V
(14)
dengan, N NaOH Camp = normalitas NaOH campuran, N
N HCl = normalitas HCl sebenarnya, N
V HCl = volume HCl untuk titrasi, mL
V = volume total NaOH 0,1 N dan X N
5. Normalitas K2Cr2O7 sebenarnya :
6 m K Cr O
N K Cr O = 2 2 7
(15)
2 2 7
Mr K Cr O V K Cr
2 2 7 2 2 O7

15
dengan, N K Cr O 2 2 7
= normalitas larutan K2Cr2O7 sebenarnya, N
mK 2 Cr2 O7 = massa K2Cr2O7, mg
Mr K Cr O 2 2 7
= massa molekul relative K2Cr2O7
= 294 mg/mmol
V K Cr O
2 2 7
= volum larutan K2Cr2O7, mL
6. Normalitas Na2S2O3 teoritis :
m Na S O
N Na S O = 2 2 3
(16)
2 2 3
Mr Na S O V Na S O
2 2 3 2 2 3

dengan, N Na S O 2 2 3
= normalitas larutan Na2S2O3 teroritis, N
m Na 2 S 2 O3 = massa Na2S2O3, mg
V Na S O 2 2 3
= volum larutan Na 2 S2 O 3, mL
Mr Na S O 2 2 3
= massa molekul relatif Na 2 S2 O 3
7. Normalitas Na2S2O3 sebenarnya :
V K Cr O N K Cr O
N Na S O = 2 2 7 2 2 7
(17)
2 2 3
V Na S O 2 2 3

dengan, N Na S O 2 2 3
= normalitas larutan Na2S2O3 sebenarnya, N
V Na S O 2 2 3
= volum larutan Na2S2O3, mL
V K Cr O
2 2 7
= volum larutan K2Cr2O7, mL
N K Cr O2 2 7
= normalitas larutan K2Cr2O7 sebenarnya, N

16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan analisis volumetri dilakukan peneraan terlebih dahulu.
Peneraan ini digunakan pada larutan standar sekunder dimana pada percobaan
ini adalah larutan NaOH, HCl, dan Na2S2O3. Larutan standar ini perlu untuk
dilakukan peneraan karena larutan-larutan ini tidak memiliki nilai kemurnian
yang tinggi sehingga cenderung tidak stabil sehingga harus distandardisasi
dahulu menggunakan larutan standar primer. Pada percobaan ini larutan
standar primer yang digunakan adalah larutan boraks dan K2Cr2O7.
Standardisasi dilakukan denggan melakukan titrasi antara larutan standar
sekunder dan larutan standar primer tersebut.

Asumsi yang digunakan pada percobaan ini antara lain :

a. Proses titrasi tepat berhenti saat titik ekivalen.


b. HCl yang digunakan untu peneraan sudah dibuat sebelumnya dengan tepat.

Pada percobaan ini dilakukan dua jenis titrasi yaitu titrasi alkalimetri-
asidimetri, dan titrasi iodometri.

A. Titrasi Alkalimetri-asidimetri
Titrasi alkalimetri-asidimetri adalah titrasi yang memanfaatkan reaksi
asam-basa. Pada reaksi asam basa ini terjadi pembentukan garam dan ion
H+ dan ion OH- membentuk H2O atau air. Reaksi ini terjadi pada asam
basa karena baik asam maupun basa dapat terionisasi menjadi anion dan

17
kation-nya dan kemudian saat direaksikan akan mengalami penataan ion
kembali. Dalam percobaan ini, yang berlaku sebagai asam adalah HCl
dimana nanti akan mengion menjadi H+ dan Cl-, sedangkan yang berlaku
sebagai basa adalah NaOH yang akan mengion menjadi Na + dan OH-.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut,
HCl (aq) + NaOH (aq)  NaCl (aq) + H2O (l) (18)

Seperti yang telah dijelaskan HCl dan NaOH adalah larutan standar
sekunder sehingga harus distandardisasi terlebih dahulu. Dalam
percobaan ini larutan yang digunakan untuk menstandardisasi HCl adalah
NaBoraks. Dengan reaksi standardisasi sebagai berikut :

Na2B4O7.10H2O (aq)+2 HCl (aq)  2NaCl (aq) + 4H3BO3 (aq) + 5H2O (l) (19)

Berdasarkan reaksi tersebut dapat diketahui bahwa berat ekivalen dari


boraks adalah 0,5 dari berat relatif molekulnya yang bernilai 191. Berat
ekivalen ini penting karena perhitungan konsentrasi dilakukan dalam
satuan normalitas.
Pada percobaan titrasi ini komponen yang sangat penting adalah
indikator. Indikator adalah zat yang membuat tercapainya titik ekivalen
saat titrasi dapat terlihat lebih jelas. Pada titrasi asidimetri-alkalimetri ini
digunakan dua indikator yaitu methyl orange dan phenolphthalein.
Indikator methyl orange digunakan pada reaksi standardisasi HCl.
Methyl orange dipilih karena memiliki trayek pH 3,1-4,4 dimana trayek
pH ini masuk dalam kondisi asam dan cocok dengan reaksi standardisasi
yang adalah reaksi dalam suasana asam. Sedangkan indikator
phenolphthalein digunakan untuk titrasi HCl dan NaOH. Indikator ini
dipilih karena hasil dari reaksi yang netral yang masuk pada range trayek
pH dari indikator phenolphthalein yaitu pH 8-9,8.
Perhitungan menunjukkan normalitas HCl sesungguhnya yang dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Daftar I. Hasil perhitungan normalitas HCl sebenarnya

18
NO mboraks VHCl NHCl
1 200,6 12,0 0,0875
2 199,8 11,9 0,0879
Total 0,1754

Sedangkan secara teoretis seharusnya konsentrasi HCl adalah 1,0010


N. Hal ini menunjukkan bahwasecara teori benar dimana HCl merupakan
larutan standar sekunder yang artinya kemurniannya tidak terlalu tinggi
sehingga dibutuhkan standardisasi dan ternyata setelah di standardisasi
pada percobaan ini pun HCl tidak sesuai dengan perhitungan normalitas
teoretisnya.
Secara teori besar normalitas NaOH adalah 0,1021 N. Secara
perhitungan besar normalitas NaOH yang sebenarnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Daftar II. Hasil perhitungan normalitas NaOH 0,1 N sebenarnya

NO VHCl NNaOH
1 9,3 mL 0,0816
2 9,3 mL 0,0816
3 9,3 mL 0,0816
Total 0,2448

Data di atas menunjukkan adanya ketidaksesuaian hasil perhitungan


dari hasil data percobaan dengan perhitungan teoretis. Hal ini disebabkan
oleh adanya zat pengotor pada proses titrasi yang ikut tercampur,
sehingga bisa dibilang bahwa zat sudah tidak murni lagi. Ditambah
dengan sifat zat NaOH sendiri yang memiliki kemurnian rendah sehingga
konsentrasinya tidak bisa sepenuhnya mengikuti hitungan teoretis.
Hasil perhitungan NaOH campuran dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.

Daftar III. Hasil perhitungan normalitas NaOH Y N

NO VHCl (mL) NNaOH Y N (N)


1 7,7 0,1125

19
2 7,8 0,1140
3 7,8 0,1140
∑ 0,3405

Data ini menunjukkan adanya penurunan volume HCl yang


dibutuhkan. Padahal seharusnya dengan bertambahnya normalitas, maka
volume HCl yang dibutuhkan bertambah. Hal ini disebabkan oleh adanya
zat pengotor yang menyebabkan reaksi dapat terganggu.
B. Titrasi Iodometri
Titrasi iodometri adalah titrasi yang memanfaatkan reaksi redoks.
Pada reaksi redoks ini terjadi penataan yang sekaligus mengubah
bilangan oksidasi dari unsur tertentu. Pada reaksi ini dibutuhkan adanya
oksidator dan reduktor. Dalam percobaan ini, yang berlaku sebagai
oksidator adalah K2Cr2O7, sedangkan yang berlaku sebagai reduktor
adalah KI. Secara jelas perubahan bilangan oksidasi dapat dilihat pada
reaksi yang terjadi sebagai berikut,

K2Cr2O7 + 6 KI + 14 HCl  2 Cr3Cl3 + 3 I2 + 7 H2O ( 20 )

Pada titrasi ini indikator yang digunakan adalah indikator pati.


Indikator pati digunakan karena didalam pati ada kandungan amilum.
Amilum ini akan berubah warna menjadi kebiruan ketika bereaksi
dengan I2, sehingga titik ekivalen dapat dilihat dengan jelas.
Pada percobaan ini digunakan K2Cr2O7 sebanyak 25 mL dengan
normalitas sebesar 0,0817 N. Data ini kemudian digunakan untuk
melakukan perhitungan konsentrasi Na2S2O3 secara teoretis yaitu sebesar
0,1009 N.
Hasil perhitungan Na2S2O3 sesungguhnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Daftar IV. Hasil perhitungan normalitas Na2S2O3 sebenarnya

NO V Na S O
2 2 3
N Na S O
2 2 3

1 21,3 0,0959
2 21,2 0,0963

20
3 21,5 0,0950
Total 0,2872

Perhitungan ini berbeda dengan perhitungan teoretis. Hal ini dapat


disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya ada karena saat campuran
K2Cr2O7, KI, Na2CO3 dan HCl ditempatkan pada tempat gelap, ada
cahaya yang masuk menyebabkan adanya katalisasi reaksi oksidasi ion-
ion I- menjadi I2, sehingga I2 yang dapat berikatan dengan I- menjadi
lebih sedikit. Selain itu ada juga zat pengotor yang menyebabkan
terganggunya reaksi redoks yang terjadi.
Pada saat melakukan praktikum ditemui beberapa kesulitan. Kesulitan
tersebut antara lain adalah :
a. Pada proses penimbangan zat terutama NaOH yang memiliki sifat
higroskopis. Sifat higroskopisnya yang menyebabkan massa zat akan tidak
murni apabila terlalu terpapar dengan udara bebas karena dapat menyerap
uap air pada udara bebas dan membuat penimbangan harus dilakukan
dengan cepat.
b. Pada proses titrasi, posisi buret harus benar-benar tegak lurus untuk
menghindari kesalahan pembacaan volume pada buret. Selain itu dalam
menentukan titik ekivalen yang tepat. Warna bisa dibilang cenderung
menjadi indikator yang relatif sehingga sangat susah untuk memastikan
setiap sampel memiliki perubahan warna yang tepat sama.
c. Pada peneraan larutan Na2S2O3, proses harus dilakukan dengan urut dan
kontinyu, sehingga dibutuhkan kesabaran dalam menunggu perubahan
warna, kemudian dilanjutnkan penambahan indikator pati yang masih
harus dititrasi lagi.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah:
1. Analisis volumetri dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi
(normalitas) larutan standar NaOH dan larutan standar Na2S2O3
masing-masing dengan metode titrasi asidimetri-alkalimetri dan titrasi
iodometri.

21
2. Hasil percobaan menunjukkan konsentrasi (normalitas) zat yang
dianalisis lebih kecil dari pada normalitas teoritis, sebagai berikut:
a. Asidi – alkalimetri:
 Normalitas HCl teoritis = 0,1001 N
 Normalitas rata – rata HCl percobaan = 0,0877 N
 Normalitas NaOH teoritis = 0,1021 N
 Normalitas rata – rata NaOH percobaan = 0,0815 N
 Normaitas campuran NaOH rata-rata = 0,1135 N
b. Iodometri
 Normalitas K2Cr2O7 sebenarnya = 0,0817 N
 Normalitas Na2S2O3 teoritis = 0,1009 N
 Normalitas rata – rata Na2S2O3 percobaan = 0,0957 N
3. Hal ini membuktikan bahwa larutan NaOH dan Na 2S2O3 harus
distandardisasi sebelum digunakan untuk analisis larutan yang lain.

22
VI. DAFTAR PUSTAKA

Perry, R.H., Green, D.W.,1950, “Perry’s Chemical Engineer’s Handbook”,


6th ed., New York : McGraw-Hill Bok Company Inc, pp. 3-14, 3-19, 3-22.

Skoog, A.D., West, D.M., Holler F.J.,1994, “Analytical Chemistry An


Introduction”, 6th ed., Orlando : Sounders College Publishing, pp. 150-
153.

Vogel, A.I.,1958, “Text Book of Quantitative Inorganic Analysis”, 2nd ed.,


London : Longman, Green and Co, pp. 43-45, 52, 150-160, 229-233.

23
VII. LAMPIRAN

A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia


a. Proses
1. Titrasi larutan standar NaOH dengan HCl dan larutan standar
Na2S2O3 dengan K2Cr2O7
Potensi bahaya proses ini adalah terjadinya luka iritasi dan korosi
pada kulit dan mata praktikan. Penyebabnya adalah percikan
larutan HCl dan K2Cr2O7 saat penuangan lartan ini ke dalam buret.
2. Penimbangan bahan padat
Terdapat beberapa bahan yang perlu ditimbang dalam praktikum
ini yaitu, KI, Na2CO3 dan Na2S2O3, serta NaOH . Zat-zat tersebut
dapat menyebabkan iritasi dan korosif pada kulit (NaOH). Iritasi
dan korosif dapat terjadi jika praktikan tidak hati-hati dalam
pemindahan bahan dalam gelas arloji, saat penimbangan ataupun
pemindahan ke gelas beker sehingga mengenai kulit atau bagian
tubuh lain dari praktikan.
3. Pemanasan indikator pati
Pati perlu dilarutkan dangan aquadest dan dipanaskan hingga
mendididh agar dapat digunakan sebagai indikator. Hazard dalam
proses ini adalah praktikan dapat terkena alat panas berupa kompor
listrik dan asbesnya serta bahan panas berupa larutan pati dan
uapnya sehingga menyebabkan luka bakar.
4. Pengambilan HCl di lemari asam
Pada proses ini, praktikan dapat mengalami luka iritasi dan korosif
yang sangat berbahaya pada kulit. Luka iritasi dan korosif dapat
diakibatkan karena terkena larutan asam saat pengambilan di
lemari asam. Uap yang ditimbulkan juga sangat berbahaya bagi
tubuh jika terhirup. Larutan asam tersebut berupa larutan HCl
pekat dengan perbandingan 1:1.

24
5. Pengambilan larutan K2Cr2O7 dengan pipet volume
Jika praktikan terkena percikan larutan K2Cr2O7 0,1 N dapat
mengakibatkan luka iritasi dan korosif. Percikan larutan dapat
mengenai praktikan karena ketidakcermatan saat pemindahan ke
dalam Erlenmeyer.
b. Alat
Penggunaan kompor listrik dapat menyebabkan luka bakar pada
praktikan. Hazard lainnya adalah luka iritasi dan korosif karena tidak
rapatnya tutup labu ukur sehingga saat pengocokan terdapat larutan
yang keluar dan mengenai kulit praktikan.
c. Bahan kimia
a. Aquadest
Aquadest tidak berbahaya.
b. Asam Klorida (HCl)
Asam Klorida sangat korosif dan bersifat iritan pada kulit dan
mata. Asam Klorida beracun jika terhirup maupun tertelan.
c. Boraks (Na2B4O7.10H2O)
Boraks dapat bersifat iritan pada kulit.
d. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium Hidroksida bersifat iritan pada kulit dan mata.
Natrium Hidroksida juga bersifat higroskopis.
e. Indikator Phenolphthalein
Phenolphthalein bersifat iritan pada kulit dan mata.
Phenolphthalein juga mudah terbakar.
f. Indikator Methyl Orange
Methyl Orange bersifat irritant pada kulit dan mata. Selain
itu, Methyl Orange juga beracun.
g. Natrium Karbonat (Na2CO3)
Natrium Karbonat bersifat iritan pada kulit dan mata, serta
bersifat higroskopis.

25
h. Kalium Dikromat (K2Cr2O7)
Kalium Dikromat merupakan oksidator kuat. Zat ini
merupakan zat beracun dan sangat korosif serta dapat
mengakibatkan iritasi pada kulit dan mata.
i. Natrium Tiosulfat Pentahidrat (Na2S2O3.5H2O)
Natrium Tiosulfat Pentahidrat bersifat iritan pada kulit dan
mata.
j. Kalium Iodida (KI)
Kalium Iodida bersifat iritan pada kulit dan mata, serta
bersifat korosif.
k. Pati
Pati bersifat iritan pada mata.

B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri


a. Jas laboratorium lengan panjang
Jas laboratorium dapat melindungi bagian lengan dan badan
praktikan dari percikan bahan-bahan kimia berbahaya dan alat panas
berupa kompor listrik dan asbesnya.
b. Masker
Praktikum ini mengharuskan praktikan berhadapan dengan
bermacam-macam zat kimia yang berbahaya bagi tubuh. Untuk
mengurangi bahaya yang ditimbulkan dari terhirupnya uap dari zat-zat
tersebut, maka praktikan perlu menggunakan masker saat melakukan
percobaan. Sehingga dapat mengurangi risiko bahaya sekecil
mungkin.
c. Goggles
Fungsi goggles adalah untuk melindungi mata dari percikan
larutan atau butiran senyawa bahan kimia yang masuk ke dalam mata.
Contohnya; saat penimbangan bahan, menitrasi larutan (baik HCl
dengan NaOH maupun K2Cr2O7 dengan Na2S2O3) serta saat
mengambil asam di lemari asam.

26
d. Sarung tangan
Alat perlindungan diri ini berfungsi untuk menghindarkan
kontak langsung kulit dengan bahan-bahan kimia berbahaya dan alat-
alat bersuhu tinggi.
e. Sepatu tertutup
Percobaan ini memiliki banyak bahan cair dengan wadah
sebagian besar berbahan gelas. Akan sangat berbahaya jika praktikan
tidak sengaja menumpahkan zat cair dengan wadahnya. Sepatu
tertutup dapat melindungi kaki praktikan dari tumpahan cairan dan
pecahan gelas dari wadah zat –zat cair tersebut.
f. Respirator
Alat ini berfungsi untuk membantu pernafasan sekaligus
melindungi diri dari terhirupnya uap asam klorida saat mengambil
asam klorida di lemari asam.
C. Manajemen Limbah
1. Masker dan sarung tangan buang di tempat sampah.
2. Pada titrasi antara NaOH dan HCL 0,1 N dihasilkan NaCl dan H2O.
Hasil titrasi ini mengandng khlorin sehingga harus dibuang ke
penampung limbah halogenik.
3. Pada titrasi iodometri antara campuran (K2Cr2O7, KI, Na2CO3, HCl 1:1
dan aquadest) dan Na2S2O3 serta pati dihasilkan bermacam – macam
senyawa dan terdapat pula senyawa halogenik. Namun harus dibuang
ke tempat penampung limbah logam berat karena mengandung atom
Cr.
4. Sisa HCl 0,1 N yang berlebih dalam gelas beker dapat dikembalikan ke
wadah semula.
5. Larutan indikator pati dan Na2S2O3 sisa dan tidak dipakai lagi dapat
dibuang masing-masing ke penampung limbah biodegradable dan
limbah non-halogenik.

27
D. Perhitungan
Berdasarkan data yang diperoleh untuk menghitung konsentrasi
NaOH dan K2Cr2O7 dilakukan perhitungan sebagai berikut :
1. Penentuan Konsentrasi Larutan
Normalitas HCl Teoretis :

10. 8,3. 1. 37.1,19


N HCl=
1000 . 36,5

¿ 0,1001 N

Normalitas NaOH Teoretis :

408,2.1
N NaOH =
100 . 40

¿ 0,1021 N

2. Peneraan HCl 0,1 N


Contoh perhitungan dari titrasi data 1 :

2. 200,6
N HCl=
12. 382

¿ 0,0875
Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan data sebagai berikut :

Daftar V. Hasil perhitungan normalitas HCl sebenarnya

NO mboraks VHCl NHCl


1 200,6 12,0 0,0875
2 199,8 11,9 0,0879
Total 0,1754

Data tersebut kemudian dicari rata-ratanya

0,1754
N HCl rata−rata=
2
¿ 0,0877 N

28
3. Peneraan NaOH 0,1 N
Contoh perhitungan dari titrasi NaOH dengan HCl 0,1 N data 1 :

0,0877.9,3
N NaOH =
10

¿ 0,0816
Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan data sebagai berikut :

Daftar VI. Hasil perhitungan normalitas NaOH 0,1 N sebenarnya

NO VHCl NNaOH
1 9,3 mL 0,0816
2 9,3 mL 0,0816
3 9,3 mL 0,0816
Total 0,2448

Data di atas kemudian dirata-rata

0,2448
N NaOH rata−rata=
3

¿ 0,0816 N

4. Normalitas NaOH Campuran


Contoh perhitungan dari data titrasi NaOH Y N nomor 1

0,0877.7,7 100
N NaOH = ×
10 60

¿ 0,1125 N
Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan data sebagai berikut :

Daftar VII. Hasil perhitungan normalitas NaOH Y N

NO VHCl (mL) NNaOH Y N (N)


1 7,7 0,1125
2 7,8 0,1140
3 7,8 0,1140
∑ 0,3405

Data di atas kemudian dirata-rata


0,3405
N NaOH Y N rata−rata=
3

¿ 0,11355 N

29
5. Normalitas K2Cr2O7

6. 400,34
N K Cr O =
2 2 7
294.100

¿ 0,0817 N

6. Normalitas Na2S2O3 Teoretis

2501,7
N Na S O =
2 2 3
248. 100

¿ 0,1009 N

7. Normalitas Na2S2O3 yang Benar


Contoh perhitungan dari data titrasi iodometri data 1 :

2501,7
N Na S O =
2 2 3
248. 100

¿ 0,1009 N
Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan data sebagai berikut :

Daftar VIII. Hasil perhitungan normalitas Na2S2O3


sebenarnya

NO V Na S O2 2 3
N Na S O
2 2 3

1 21,3 0,0959
2 21,2 0,0963
3 21,5 0,0950
Total 0,2872

Data di atas kemudian dirata-rata


0,2872
N Na S O rata−rata=
2 2 3
3

¿ 0,0957 N

30

Anda mungkin juga menyukai