Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

MANAJEMEN STRATEGIK
INDUSTRI PERTUNJUKAN DI DUNIA DAN INDONESIA
(BEFORE AND AFTER COVID-19 PANDEMIC)

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5:

GITA AINUN Q. (041811333007)


YUMNA SALVATIRA B. (041811333029)
YEFI NIA OPIANA (041811333044)
SAKINATA AMANDA (041811333045)
RIZKY YUNIAR M. (041811333245)

S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
PENDAHULUAN

Industri pertunjukan meliputi kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha yang berkaitan
dengan pengembangan konten, produksi pertunjukan, pertunjukan balet, tarian tradisional,
tarian kontemporer, drama, musik-tradisional, musik-teater, opera, termasuk tur musik etnik,
desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan. Usulan
definisi: Dalam konteks pengkategorian baku ilmu seni, seni pertunjukan memasukkan seni
musik, seni drama dan teater serta seni tari. Namun, pembahasan dalam industri pertunjukan
melepaskan seni musik menjadi kelompok subsektor tersendiri. Sehingga, kelompok industri
kreatif subsektor seni pertunjukan hanya melingkupi kegiatan yang berhubungan dengan seni
drama, teater dan karawitan serta tari baik tanpa membedakan antara klasik, tradisi, modern,
populer maupun kontemporer. Termasuk di dalamnya industri pendukung yang berkaitan
seperti tata panggung, pencahayaan, busana dan tata suara. Seni pertunjukan adalah karya
yang melibatkan aksi individu maupun kelompok yang menyajikan tontonan bernilai seni
tanpa terbatas oleh media tertentu walaupun dalam beberapa kasus, penggunaan media
perantara seperti media elektronik dan internet dapat mengurangi nuansa dari karya seni
tersebut.
PEMBAHASAN

A. INDUSTRY ANALYSIS BEFORE AND AFTER COVID-19

Produk industri seni pertunjukan bersifat intangible dan dinikmati oleh audiens dalam


sebuah tontonan. Produk ini tercipta melalui aktivitas proses kreasi yang dikemas oleh
produser atau event organizer dan dilanjutkan dengan aktivitas komersialisasi oleh pemilik
acara baik atas dasar permintaan konsumen akhir maupun atas inisiatif sendiri. Seni
pertunjukan ini dapat ditonton langsung seperti pada gedung pertunjukan, hotel, restaurant,
ruang publik ataupun melalui perantara media seperti televisi dan internet. Produk industri
seni pertunjukan kadang tidak berdiri sendiri melainkan tergabung dalam sebuah paket acara.
Hal ini ditemukan seperti pada paket pariwisata, pendukung sebuah acara atau eksebisi
hingga sarana promosi negara yang notabene pemerintah sebagai promotor seni budaya
bangsa juga berada sebagai pihak pembeli. Proses kreasi Proses kreasi merupakan titik awal
penting dalam penciptaan produk seni pertunjukan. Pihak yang terlibat dalam proses kreasi
ini meliputi seniman per individu, dan komunitas seni. Selain itu juga banyak ditemukan
bahwa proses kreasi muncul dari lembaga pendidikan. Dalam berkreasi, seniman tidak
memikirkan terlalu dalam mengenai aspek komersial yang dapat diperoleh karena seni tidak
semata mata ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini perlu dijaga mengingat beberapa
jenis pertunjukan terutama yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan tidak diperkenankan
untuk dilakukan modifikasi dengan tujuan permintaan konsumen. Diharapkan tidak terjadi
pendangkalan seni dan kooptasi serta hegemoni pemilik modal pada karya seni pertunjukan.

Proses produksi Seni pertunjukan dikemas menjadi sebuah pagelaran yang menarik
berkonteks komersial (mencari keuntungan) oleh produser atau event organizer. Pihak inilah
yang berposisi sebagai pengemas dan mengorganisasi sebuah karya seni pertunjukan untuk
menjadi produk tontonan. Proses komersialisasi seni pertunjukan terletak kepada industri
terkait seperti pariwisata, media promosi dan pemerintah yang berkepentingan untuk
mempromosikan budaya ataupun menggunakan budaya sebagai salah satu bagian dalam
kegiatan atau acara yang dikerjakan. Misalkan seni pertunjukan Wayang Kulit, Reog
Ponorogo, dan sebagainya yang dipakai dalam acara promosi sebuah produk wisata. Proses
distribusi Distribusi produk seni pertunjukan ditujukan kepada proses menyalurkan seni
kepada konsumen baik untuk dinikmati langsung maupun melalui media perantara.
Walaupun pada produk tertentu, ada kalanya penggunaan media perantara seperti elektronik
dan internet akan mengurangi kenikmatan pemirsa. Seni pertunjukan didistribusikan kepada
konsumen melalui gedung pertunjukan. Mengingat minimnya sarana gedung pertunjukan
telah mencuatkan isu untuk menampilkan seni diruang ruang publik non ruang seni
pertunjukan. Berikut ini adalah kategori seni pertunjukan dalam ruang ekonomi kreatif

PESTLE Analysis

1. Politic factor ( faktor politik)

Politik merupakan salah satu faktor eksternal penyebab berubahnya industri seni pertunjukan,
ketika kebijakan pemerintah daerah menuntut adanya sebuah wujud seni yang dapat dijadikan
cermin bahwa daerah tersebut memiliki kepedulian dan bidang kesenian, para seniman,
terutama seniman tari dituntut untuk membuat sebuah karya seni yang berfungsi sebagai
pertunjukan penyambutan tamu yang menjadi cerminan kesenian budaya suatu daerah. Seni
pertunjukan berperan sebagai cerminan suatu daerah jika berada pada dunia politik. Maksud
dari itu adalah semua hal yang berkaitan dengan pertunjukan seni diatur oleh yang berwenang
maupun birokrasi dalam hal penyajian pertunjukan tersebut, sehingga bisa jadi keaslian
daripada seni itu akan hilang.
2. Economic factor ( faktor ekonomi)

Pertunjukan seringkali dipersepsikan sebagai mesin penggerak ekonomi atau penghasil


devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara,tanpa terkecuali di Indonesia. Pengaruh
eksternal industri pertunjukan berasal dari keadaan ekonomi pelaku seni dan senimannya.
Organisasi seni pertunjukan, museum, galeri seni, gedung pertunjukan merupakan komponen
seni yang memiliki dampak terhadap ekonomi.
3. Social factor (faktor sosial)

Faktor sosial yang mempengaruhi turunnya pelaku industry pertunjukan adalah, kurangnya
minat generasi penerus seni pertunjukan, kurangnya kesadaran masyarakat atas pentingnya
pelestarian industry pertunjukan, selain itu koordinasi antara para pegiat industri pertunjukan sudah
mulai menurun dan memiliki kepentingan masing-masing sehingga memiliki tujuan yang berbeda
dalam upaya menjalankan industri pertunjukan.

4. Technological factor (faktor teknologi)

Seni pertunjukan selalu hadir dalam kehidupan manusia, tanpa disadari seni pertunjukan
mengalami perkembangan yang sangat kompleks, hal ini tidak lepas dari kemajuan teknologi
yang digunakan dalam industry pertunjukan. Salah satu penggunaan teknologi dalam industry
pertunjukan adalah Teknologi cyber space inilah yang coba diwujudkan dalam bentuk seni
pertunjukan Tari Simulakra oleh Miroto Dance yang dipertontonkan untuk pertama kalinya di
Indonesia. Pertunjukan realitas teleholografis merupakan format pemanggungan hibrida,
yaitu persilangan antara dunia nyata dan dunia maya. Persilangan ini menghasilkan ruang
ketiga, yakni realitas teleholografis yang mempertemukan penari nyata dan maya. Berkat
Teleholografis, Simulakra mampu menyatukan tiga ruang budaya Indonesia, yaitu Sumatra
Barat, Bali, dan Yogyakarta.

5. Legal factor (faktor hukum)

Dalam industri pertunjukan sudah pasti ada karya seni yang dihasilkan dan tentunya harus
mendapat perlindungan hukum agar tidak terjadi plagiarisme dari pihak lain. Perlindungan
hukum bertujuan untuk memberikan rangsangan untuk menghasilkan temuan atau karya cipta
yang lebih inovatif. prinsip-prinsip yang ada pada ketentuan hak cipta dan hukum kekayaan
industri yang sekarang eksis berlaku baik di tingkat internasional dan nasional. Ketika
menyebut sistem hukum banyak diantara kita yang mengacu pada Friedman yang
menyebutkan adanya tiga unsur, yakni substance (materi/substansi), structure (struktur), dan
culture (budaya).

6. Environmental factor (faktor lingkungan)

Industri pertunjukan memiliki ciri istimewa, yaitu sebagai sosok seni yang sangat lentur dan
cair karena lingkungan masyarakatnya selalu berada dalam kondisi yang terus berubah pada
suatu kurun waktu tertentu, mapan, dan tumbuh. Terjadinya perubahan lingkungan dapat
menuntut perubahan seni pertunjukan yang bersifat adaptif. Kemudian, terjadinya kontak
dengan bangsa lain yang mungkin menyebabkan diterimanya seni pertunjukan asing sehingga
terjadilah perubahan dalam nilai-nilai dan tata kelakukan yang ada atau akulturasi dalam seni
pertunjukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perubahan di dalam seni pertunjukan
tertentu mencakup sampai seberapa jauh sebuah seni pertunjukan mendukung dan menyetujui
adanya fleksibilitas, kebutuhan-kebutuhan seni pertunjukan itu sendiri pada waktu tertentu,
dan yang terpenting adalah tingkat kecocokan di antara unsur-unsur baru dan matriks seni
pertunjukan yang ada. Perubahan seni pertunjukan dapat berjalan secara lamban, agak lama,
dan cepat.

Five Forces Analysis

a. Ancaman Pendatang Baru

b. Kekuatan Tawar Menawar Pemasok

c. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli

d. Ancaman Produk Substitusi

e. Pesaing Sejenis

Industri Wayang Kulit Setelah Covid-19

B. COMPANIES ANALYSIS BEFORE AND AFTER COVID-19

Anda mungkin juga menyukai