ABSTRACT
Keywords: Popular art always presents a narrow space for live performances. The
leadership development of popular culture into the life of the performing arts has
performance bring out to a transformation of values, when government institutions are
management production less able to synergize with the arts community, there are various clashes in
popular arts the arts process. The aesthetic value that comes through the artistic
process, is now only used as a tool to bring economic value alone, so that
"beauty" is often interpreted as something that must generate commercial
profits. On the other hand, the development of popular art, marked by the
rapid growth of electronic media, has had an influence on performance
production activities. Performing traditional art which is held directly now
is increasingly difficult to find, and often also faces competition with art
that has been commodified through television media. The growth of
Citation: Purnomo, H., & Subari, L. (2019). Manajemen Produksi Pergelaran: Peranan Leadership
dalam Komunitas Seni Pertunjukan. JURNAL SATWIKA, Vol 3 (2), 111-124.
Jurnal Satwika (Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial)
Vol. 3, No. 2, Oktober 2019, pp. 111-124
Siswo Budoyo dan sebagainya yang pernah Surabaya. Namun dalam kenyataannya,
mengalami masa keemasannya, namun kini sekarang telah tergerus oleh adanya berbagai
komunitas hiburan tersebut hanya menjadi kebutuhan dan kepentingan yang tidak
bagian dari perjalanan panjang menuju berpihak terhadap kehidupan seni
revolusi industri “4.0” sebagai era digital pertunjukan. Taman Hiburan Rakyat (THR)
yang didukung kecepatan informasi. sebagai ajang dari berbagai kelompok
Lahirnya media massa dan semakin kesenian rakyat menjadi sepi, bahkan kini
meningkatnya komersialisasi budaya serta telah beralih fungsi, sehingga para
hiburan menimbulkan berbagai senimannya untuk sekedar pentaspun susah
permasalahan maupun kepentingan, bernafas, dan pada akhirnya terus
sekaligus perdebatan yang masih ada sampai menyingkir dikarenakan tidakbisa bertahan
sekarang (Strinati, 2003). Perkembangan hidup (Dirdjosuseno, 2014). Kompleks THR
industri yang kini berorientasi pada telah mengalami stagnasi dan tidak ramai
komoditas dapat mengakibat transformasi lagi oleh datangnya pengunjung, bahkan
perilaku audiens terhadap berbagai kegiatan berkaryanyapun kini telah mati
pertunjukan tradisi berbasis kerakyatan dengan adanya kebijakan pengelolanya.
(khususnya). Hal tersebut memaksa berbagai Apalagi diperburuk pula dengan perilaku
komunitas seni pertunjukan ataupun hiburan warga yang bertindak sebagai penonton
yang dapat didukung oleh adanya pemilik manja seakan tidakperduli dan gampang me-
modal untuk terlibat dan ambil bagian di nyerah dengan ketidak-berdayaan terhadap
dalam menghadapi persaingan pasar. segala kondisi ataupun situasi yang terjadi.
Sehingga keberadaan kesenian tradisi pada Kondisi kompleks THR akhirnya
saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan, berujung memudar dan berhentinya nobong
baik tekanan dari luar maupun berbagai komunitas kesenian, seperti:
ketidakberdayaan dari dalam. Tekanan dari Ludruk Irama Budaya, Aneka Ria Srimulat,
luar terutama datang dari kesenian populer, komunitas kesenian ketoprak dan komunitas
dan tekanan dari dalam yang berkaitan wayang orang. Kesenian berbasis rakyat di
dengan lemahnya Sumber Daya Manusia Surabaya menjadi kurang dikenal dan
(SDM). Kesenian populer tersebut telah mudah dilupakan, bahkan saat sekarang
didukung oleh berbagai teknologi, sehingga untuk menyebut namanya saja sudah mulai
akan lebih mudah dan leluasa untuk terdengar asing oleh masyarakatnya sendiri.
mempengaruhi masyarakat (Sudikan, 1997). Permasalahan tersebut menjadi keprihatinan,
Pada saat sekarang seni populer (budaya mengingat kompleks THR adalah kantong
populer) memiliki pengaruh yang sangat yang digunakan komunitas kesenian sebagai
kuat terhadap masa depan dan keberadaan sarana mengembangkan aktivas tontonan,
seni pertunjukan. Padahal seni pertunjukan tatanan, dan tuntunan bagi masyarakat.
dahulu memiliki dayamagnit luarbiasa yang Kondisi sosial masyarakat Surabaya sebagai
dapat menyedot para penonton, sehingga salahsatu kota metropolis dapat berpengaruh
banyak komunitas kesenian tradisi yang pada perilaku penonton, dan secara tidak
telah mengalami masa kejayaannya. Hal langsung akan berdampak pula terhadap
tersebut salahsatunya dapat dilihat lewat setiap pertunjukan yang diselenggarakan
persoalan kawasan Taman Hiburan Rakyat (Purnomo,2015). Hal ini merupakan
Surabaya yang dikenal dengan “Kompleks tantangan berat komunitas kesenian yang
THR”, sebuah wadah hiburan yang didirikan hidup dan berkembang ditengah masyarakat,
untuk menampung komunitas seni sehingga kehadiran manajemen sebagai
pertunjukan. Kompleks THR menjadi satu- sistem pengelolaan kini menjadi tumpuan
satunya pusat kesenian tradisi berbasis utama untuk mempertahankan kelangsungan
kerakyatan, dan merupakan infrastruktur hidup. Manajemen didukung model
yang dapat dijadikan ruang serta pilar utama kepemimpinan membawa peranan sangat
bagi pengembangan seni pertunjukan di besar terhadap aktivitas produksi pergelaran
seni populer belum tentu bernilai rendah terpenting industri budaya (hiburan) adalah
(Ratna, 2013). Seni populer diproduksi audiens terkomodifikasi yang nanti dijual
berkaitan dengan selera penonton (massa) kepada para pengiklan.
yang memang membutuh- kan kehadiran
sebuah karya seni, artinya karya seni
tersebut hadir karena memang “disukai
orang banyak”. Bahwa jenis seni ini disukai
orang banyak dapat dilihat dari banyak dan
seringnya produk seni yang bersangkutan
dihasilkan. Hal ini dapat berarti bahwa
produk seni yang banyak itu terjadi secara
bertahap sebagai tanggapan atas kebutuhan
yang sungguh - sungguh berdasarkan Gambar 1: Bintang segala Bintang Dangdut
“permintaan pasar” (Sedyawati, 2008). (D’STAR) dalam Industri Seni Populer,
model tayangan yang dikomodifikasikan melalui
media televisi (Dok.Henimen, 2019).
(2) Industri Seni Populer,masyarakat
modern yang menguasai kehidupan
Tumbuh dan berkembangnya jumlah
menempatkan dan menganggap industri
stasiun televisi swasta yang semakin pesat,
serta perdagangan sebagai tiang penyangga
memicu persaingan dalam menayangkan
kesejahteraan hidup manusia. Sehingga
program hiburan menjadi sebuah komoditas,
kesenian khususnya seni rakyat, menjadi
dan membuka peluang tumbuhnya “industri
ranah paling effektif diciptakan dan
seni populer”. Perkembangan seni populer
direkayasa sebagai komoditas oleh mesin
dalam bentuk seni pertunjukan, sekarang
budaya populer, yaitu media massa
menjadi komoditas untuk menghasilkan
(televisi). Perkembangan stasiun televisi
uang di dalam industri seni populer. Namun
yang pesat memicu persaingan tayangan
sangat mungkin produk itu merupakan
hiburan menjadi komoditas,sehingga
tindakan perdagangan yang strategis dengan
membuka peluang tumbuhnya industri seni
merekayasa berbagai kebutuhan dalam
populer. Menurut Fiske (2011) media
masyarakat lewat usaha promosi. Karena itu
televisi sebagai contoh paradigma industri
tidak heran kalau MTV begitu cerdas
budaya, bisa menelusuri produksi dan
membidik penonton dikalangan anak muda.
distribusi komoditas-komoditas dalam dua
Dengan strategi penayangan program
perekonomian yang sejajar serta semi
hiburan yang menarik, dan tampaknya MTV
otonom yang disebut “perekonomian
berhasil dalam upaya mengembangkan dan
finansial“ (mengedarkan kemakmuran
meng-eksploitasi budaya kawula muda
dalam dua subsistem) dan “perekonomian
internasional.Pada saat yang sama MTV
budaya” (mengedarkan makna dan
juga berhasil menawarkan nilai
kepuasan). Studio produksi yang
konsumerisme, konsep diri yang
menghasilkan komoditas, program, dan
dikomoditaskan, dan gaya hidup yang
menjual kepada distributor atau jaringan
dikemas dengan kriteria dan standart
televisi untuk mendapat keuntungan. Ini
hiburan global, tetapi tetap memperhatikan
bentuk pertukaran finansial yang berlaku
nilai kelokalan (Ibrahim, 2011).
bagi semua komoditas, namun program
Signifikansi budaya populer di zaman
televisi atau komoditas budaya tidak sama
modern, bisa dipetakan berdasarkan budaya
dengan komoditas material.Fungsi ekonomi
populer yang identifikasikan melalui gagasan
program televisi tersebut belum lengkap
budaya massa. Pengertian budaya populer di
ketika dijual, karena momen konsumsinya
Indonesia dapat dimaknai dengan
telah berubah menjadi produsen, dan yang
pemahaman menurut permasalahan yang
diproduksi adalah audiens (penonton) yang
sekarang sedang berkembang pesat. Budaya
kemudian dijual kepada pengiklan. Produk
populer yang dianggap penting di dalam
ataupun instansi yang tidak mengerti tentang kemanusiaan yang umun,juga dari fungsinya
strategi kebudayaan, apalagi mereka tidak sebagai manusiautuh dalam lingkungan serta
memiliki kemampuan mengelola, seperti tatanilai tempat ia hidup dan berkarya. Daya
terjadi dikompleks THR beserta kelompok tarik/kharisma pribadi akan tampil dan
kesenian didalamnya. Sehingga menjadi sangat penting berkat penampilan
kemungkinan kecil apabila lembaga dan caranya menyelesaikan masalah-masalah
semacam UPTD THR Surabaya untuk yang dihadapi (Anirun,1998). Setiap cerita
menjadi patron bagi kelompok ludruk Irama yang dilakonkan akan selalu berusaha
Budaya dalam arti sesungguhnya. dilakukan dengan pengkemasan yang
menarik.
Kemasan Cerita Aktor pendukung komunitas ludruk
Kemasan cerita yang dimaksud tidak Irama Budaya, sekarang ini merupakan
sekedar berbicara jalannya cerita sebuah kolaborasi antara pemain senior dengan para
pementasan, namun merupakan bentuk pemain muda. Persoalan regenerasi pemain
pertunjukan ludruk Irama Budaya sebagai memang sangat sulit dan berlaku bagi
hasil karya seni pertunjukan secara komunitas seni pertunjukan manapun,
keseluruhan. Jika dipahami lewat waktu dan apalagi dengan model hiburan seperti ludruk
keadaan,kemasan cerita ludruk Irama Irama Budaya yang memiliki karakter
Budaya telah memiliki perkembangan pemain berdeda-beda.Sekarang ini jarang
ataupun perjalanan tersendiri sebagai karya pemain yang memiliki kemampuan handal
seni pertunjukan atau hiburan.Kemasan dalam bermain seperti yang dilakukan para
cerita pementasan ludruk Irama Budaya dari seniornya. Persoalan pemain pertunjukan
dahulu hingga sekarang masih tidak ludruk Irama Budaya sangat kompleks,
berubah, kecuali ada permintaan tertentu terutama berkaitan Sumber Daya Manusia
berkaitan dengan tema acara, biasanya (SDM) yang kurang berkembang ataupun
berhubungan dengan peringatan hari-hari masalah manajemen yang amburadul.
besar nasional.Untuk menentukan kemasan Dahulu karena komunitas ludruk Irama
cerita, harus benar-benar mengerti serta Budaya masih dikelola Mak Sakia, meskipun
memahami selera penonton. Bentuk pertunjukan diselenggarakan secara nobong,
kemasan cerita pada ludruk Irama Budaya, namun semua masih dapat terkontrol.
sejak dahulu dirancang lewat perjalanan
komunitas tersebut. Penonton Pertunjukan
Penonton dalam pertunjukan adalah
orang-orang yang mereka secara sengaja
menginginkan untuk mendapatkan rasa
kepuasan dari hasil menonton. Mereka pergi
menonton dengan maksud yang pertama-
tama memang untuk memperoleh kepuasan
rasa, lalu kebutuhan dan keinginannya juga
dapat terpenuhi (Harymawan, 1988). Dengan
kata lain, seorang penonton ingin
Gambar 2: Jalan cerita yang dikemas melalui mendapatkan suatu kepuasan batin sebagai
tayangan silhouette, menggambarkan
orang-orang/penduduk yang diusir orang-
oleh-oleh yang menarik untuk dibawa pulang
orangan/penguasa (Dok.Henimen, 2019). tanpa terbebani hal-hal yang lainnya.
Penonton merupakan faktor pendukung
Aktor Pendukung sangat menentukan dalam pertunjukan
Aktor atau seniman pemeranan adalah ludruk Irama Budaya dan menjadi tujuan
seniman yang mewujudkan peran lakon akhir setiap pergelaranya. Persoalan terletak
kedalam realita seni pertunjukan,sebagai pada perbedaan situasi dan kondisi
seniman ia tidak bisa lepas dari unsur-unsur pementasan ludruk Irama Budaya, penonton