DAFTAR ISI
Pernyataan………………………………………………………………………………………….……2
Kata Pengantar……………………………………………………………………………………..……3
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………... 4
BAB I Pendahuluan
1.1 Umum …………………………………………………………………………….………….6
BAB II Perhitungan Tahanan, Daya dan Pemilihan Motor Induk
2.1 Perhitungan Data Lain yang Dibutuhkan …………………………………………………9
2.2 Perhitungan Tahanan.………………….…………………………………………………11
2.3 Perhitungan Daya Motor Penggerak Utama …………………………….…………….20
2.4 Pemilihan Motor Induk Dan Gear Box ………………………………………………….24
BAB III Pemilihan Propeller dan Pemeriksaan Kavitasi
1.1 Perhitungan BP (Power Coefisien) ………………………………………………………25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Mata kuliah tugas propeler dan sistem perporosan merupakan mata kuliah wajib di jurusan
teknik sistem perkapalan yang menitik beratkan pada penentuan bentuk dan jenis dari alat
peggerak kapal berupa propeler dan bentuk sistem transmisi tenaga yang berupa poros propeler,
bantalan dan stern tube. Tugas perencanaan ini diawali dengan menentukan besarnya tahanan
kapal yaitu tahanan kapal akibat dari gerak kapal yang melaju di permukaan air berupa gaya
dorong kapal yang dihasilkan oleh putaran baling-baling.
Untuk dapat menghasilkan kecepatan kapal sesuai dengan yang diinginkan diperlukan
gaya dorong untuk melawan tahanan kapal atau pemilihan motor penggerak utama kapal sebagai
penghasil gaya dorong yang sesuai dengan kebutuhan kapal. Tipe propeller serta diameter poros
yang sesuai dan memenuhi syarat perlu direncanakan agar daya motor penggerak utama dapat
menghasilkan daya dorong yang maksimal untuk menghasilkan kecepatan kapal sesuai dengan
yang diinginkan. Oleh karena itu perencanaan jenis propeler dan sistem perporosannya adalah
hal yang sangat vital.
Untuk mendesain propeller ini kita harus mengetahui ukuran utama kapal yang akan
dirancang propellernya. Kemudian dari data itu kita dapatmenghitung tahanan total dari kapal.
Dalam laporan ini metode yang digunakan untuk menghitung tahanan total kapal adalah metode
Havald.
Pada tahap kedua adalah menghitung daya engine (BHP) yaitu daya mesin yang nantinya
ditransmisikan ke propeller untuk menghasilkan daya dorong. Langkah berikutnya adalah memilih
engine yang tepat untuk menghasilkan BHP seperti yang diinginkan dan menghasilkan kecepatan
kapal yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Selanjutnya kita memilih propeller dengan cara dengan menentukan ratio reduction gear
yang akan kita gunakan kemudian menentukan berapa kecepatan putaran propeller yang sesuai
dengan reduction gear tersebut. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan beberapa kecepatan
propeller dan diambil yang paling effisien, diameternya memenuhi aturan dari diro klasifikasi dan
memenuhi sarat kavitasi. Dalam menentukan atau mendapatkan perhitungan tersebut adalah
dengan menggunakan Bp - diagram.
Langkah selanjutnya adalah menghitung Engine Propeller Matching (EPM), yaitu
mencocokkan antara propeller dengan mesin yang di gunakan, setelah itu melakukan
Mohamaad Rifki Zulfianto (20181334011) 4
Tugas I - Tahanan & Sistem Propulsi
perhitungan propeller serta melakukan perencanaan poros propeller. Dalam perencanaan poros
data yang diperlukan adalah besarnya daya yang ditransmisikan ke propeller yang disebut
dengan SHP dan besarnya torsi yang diterima oleh poros tersebut. Karena propeller ini
menembus badan kapal maka diperlukan suatu alat yang berfungsi untuk mengurangi air yang
masuk ke dalam kapal. Alat tersebut biasa dinamakan dengan stern tube. Sehingga untuk
langkah selanjutnya adalah menghitung atau merencanakan stern tube.
Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss propeller, kopling, tebal
bantalan, pasak, tebal bantalan, stern post, intermediate shaft serta kopling penghubung antara
poros propeller dan poros intermediate.
BAB II
PERHITUNGAN TAHANAN, DAYA DAN PEMILIHAN MOTOR
INDUK
Perhitungan tahanan kapal perlu dilakukan karena sangat berpengaruh pada daya mesin
dan mesin yang akan dipilih. Adapun tahanan kapal itu sendiri adalah gaya yang melawan
gerakan kapal.
Berikut menurut definisi yang dipakai ITTC, selama memungkinkan, komponen tahanan
secara singkat berupa:
Tahanan Gesek
Tahanan Sisa
Tahanan Viskos
Tahanan Tekanan
Tahanan Tekanan Viskos
Tahanan Gelombang
Tahanan Tekanan Gelombang
Tahanan Pemecahan Gelombang
Tahanan Semprotan
Dan tahanan tambahan nya adalah :
Tahanan Anggota Badan
Tahanan Kekasaran
Tahanan Udara
Tahanan Kemudi
Pada perhitungan tahanan dan power kapal penulis menambahkan sedikit perhitungan
estimasi kecepatan,power dan tahanan kapal yang diplotkan kedalam grafik dengan hubungan
perbandingan antara kecepatan dengan tahanan dan kecepatan dengan power. Dimana dari
hasil grafik yang dibuat akan didapatkan suatu tren grafik yang pada nantinya dapat digunakan
untuk memperkirakan besarnya tahanan dan power kapal dari kecepatan minimum sampai
kecepatan maksimum.
Dalam perhitungan Tahanan Kapal dengan MetodeHARVALD ukuran-ukuran yang
dipergunakan adalah:
DATA KAPAL
1. Nama : MT JAYAMAHE
2. Tipe : OIL TANKER
3. Dimensi
a. LPP : 111.60 meter
b. LWL : 117.18 meter
c. B : 16.90 meter
d. H : 8.40 meter
e. T : 6.65 meter
f. Cbwl : 0.752
g. Cb : 0,735
h. VS : 14 knot
i. Cm : 0,988
j. Cp : 0,743
4. Rute Pelayaran : Surabaya – Cilacap
- Volume Displasement (
- Berat Displasement (
Sehingga :
= 9959,50 Ton
Fn = 0.21
Rn = 713067515,2
Keterangan :
RT = Tahanan Total (kN)
= Massa jenis air laut (ton/m3)
CT = Koefisien tahanan total
S = Luas permukaan basah (m2)
v = kecepatan service (m/s)
Keterangan :
Ct = Koefisien tahanan total
Cr = Koefisien tahanan sisa
CF = Koefisien tahanan gesek
CA = Keofisien tahanan tambahan
CAA = koefisien tahanan udara
CAS = koefisien tahanan kemudi
Fn = 0.21
14
Sehingga : = = 0.714017
√384,448819
Menghitung
Sehingga : = 5.49139
– Harvald. Nilai yang diperoleh dari perhitungan sebesar 5.49139 terletak diantara 5 dan
6, untuk memperoleh nilai dari 103 Cr pada = 5. 49139, terlebih dahulu mencari nilai 103
Cr pada = 5 dan 103 Cr pada =5.5 . Berikut ini cara pembacaan diagram
103 Cr pada =5
= 0.735
103Cr
Fn = 0.21
= 0.735
103Cr
Fn = 0.21
Setelah didapatkan nilai dari 103 Cr pada = 5 dan 103 Cr pada = 5.5 maka dibuat
interpolasi seperti pada tabel berikut :
3
Tabel 2.1 tabel grafik Nilai dari L/ √𝑣 = 5.28 dimisalkan dengan x
10^3 (5.28-5) × (1.3 - 1.65)
Maka (5.5 - 5)
+1
L/V^1/3 CR
5 1.65
5.49139 x X = 103 Cr
5.5 1.3
0,001204 = 103 Cr1
Cr 1= 0,000001204
Posisi dari titik benam memanjang kapal (buoyancy) akan mempengaruhi besarnya tahan
kapal, jika posisi dari LCB standar berada didepan dari LCB sebenarnya (pada kapal) maka tidak
dilakukan koreksi tetapi jika letak LCB sebenarnya berada di depan LCB standar maka akan
meningkatkan harga tahahan kapal (kapal dalam kondisi trim). Koreksi ini dilakukan untuk
mengetahui penambahan dari CR akibat dari penyimpangan letak LCB sebenarnya terhadap LCB
standar.
Dari diagram NSP diperoleh :
Lcb= 1.6 % (di depan midship)
LCB yang didapat pada diagram NSP, perlu dicari LCB standarnya pada gambar 5.5.15
Harvald hal 130, seperti pada gambar berikut :
LCB standar
Fn = 0.21
Gambar 2.3 Gambar LCB standar. Letak longitudinal titik benam yang dipandang terbaik
Sumber : Harvald 5.5.15. Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 130
Setelah diketahui nilai , kemudian dicari nilai pada gambar 5.5.16 Harvald,
Tahanan dan Propulsi hal 130, seperti pada gambar berikut ini :
= 0.735
Fn = 0.21
Gambar 2.4 Koreksi koefisien tahanan sisa untuk LCB 1% di depan standar
Sumber : Harvald 5.5.16. Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 130
Dalam hal ini, yang perlu dikoreksi adalah karena adanya boss baling - baling, sehingga
Cr dinaikkkan 3-5 % (dipilih 5%).
= 6% × 1.21168
103 Cr4 = 0.0727008
Cr4 = 0.0000727008
0.075
= Harvald 5.5.7, Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 118
(log 10 713067515,2−2)2
Cf = 0.00159692
Tahanan Tambahan (CA) diperoleh dengan cara menginterpolasi data pada buku Harvald
5.5.23, Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 132. Data yang diperlukan ialah Lpp, Lpp kapal yang
digunakan ialah 111.16 m, panjang ini terletak diantara 100 dan 150, seperti pada table di bawah
ini :
Koreksi tahanan kemudi sesuai dengan buku Harvald 5.5.27, Tahanan dan Propulsi Kapal hal
ff
132 sebagai berikut :
103CAS = 0.04
Harvald 5.5.27, Tahanan dan Propulsi Kapal hal 132
CAS = 0.00004
Karena dari perencanaan telah ditentukan bahwa rute pelayaran kapal adalah Surabaya -
cilacap. Dari kondisi karekteristik daerah pelayaran dinas kapal ini maka diambil harga tambahan
untuk jalur pelayaran Asia Timur, yaitu sebesar 15-20%. Dalam perancanaan ini diambil harga
tambahan sebesar 15%, sehingga:
RT (dinas) = (1 + 15% )RT
= (1 + 15%) 240,96 KN
= 38,5536 kN
Perhitungan daya motor penggerak meliputi perhitungan Daya Efektif Kapal (DHP), Daya
Tabung Poros Buritan baling-baling (DHP), Daya pada Poros Baling-baling (SHP) dan Daya
Penggerak Utama yang diperlukan (BHP). Berikut ini detail perhitungan Daya Motor Penggerak
Utama :
EHP merupakan daya daya yang diperlukan (daya efektif) untuk menggerakkan
kapal di air atau untuk menarik kapal pada kecepatan Vs.
EHP = RT(dinas) x Vs
Harvald 6.2.1, Tahanan dan Propulsi Kapal hal 135
Dimana : RT(dinas) = tahanan total pada kondisi service (kN)
Vs = kecepatan service (m/s)
Sehingga :
EHP = RT(dinas) x Vs
= 38,5536 x 7.2022
= 1995,56 kW
1 HP = 0.7355 kW
EHP = 1995,56 / 0.7355
= 2675,01 HP
DHP adalah daya yang diserap oleh propeller dari sistem perporosan atau daya
yang dihantarkan oleh sistem perporosan ke propeller untuk diubah menjadi daya dorong
(thrust).
DHP = EHP/Pc
Pc = ηH x ηrr x ηo
a. Effisiensi lambung ( ηH )
ηH = (1-t)/(1-w)
Wake friction atau arus ikut merupakan perbandingan antara kecepatan kapal
dengan kecepatan air yang menuju ke propeller. Dengan menggunakan rumus
yang diberikan oleh Taylor, maka didapat :
w = 0.5Cb-0.05
( Resistance,Propulsion and Steering of Ships, Van Lammeren, hal178 )
= (0.5 x 0.735) – 0.05
= 0.3175
- Thrust Deduction Factor (t)
t=kxw
= (1-0.28575)/(1-0.3175)
= 1,13644
b. Efisiensi Relatif Rotatif (ηrr)
Nilai ηrr utk kapal dg propeller tipe single screw berkisar 1.0-1.1. (Principal of Naval
Architecture hal 152 ) pd perencanaan propeller & tabung poros propeller ini diambil harga
:
ηrr = 1.05
Efisiensi Propulsi (o) adalah open water efficiency yaitu efficiency dari propeller pada
saat dilakukan open water test. Nilainya antara 40-70%, dan diambil 50%
o = 50%
d. Coeffisien Propulsif (Pc)
Pc = ηH x ηrr x ηo
= 0.6562941
DHP = EHP/Pc
= 2675,01 / 0.6562941
= 4075,93181 HP
Untuk kapal yang kamar mesinnya terletak di bagian belakang akan mengalami losses
sebesar 2%, sedangkan pada kapal yang kamar mesinnya di daerah midship kapal
mengalami losses sebesar 3%. Pada perencanaan ini, kamar mesin terletak dibagian
belakang, sehingga losses yang terjadi hanya 2%.
Principal of Naval Architecture hal 131
SHP = DHP/ηsηb
= 4075,93181 /0.98
= 4159,11409 HP
Perhitungan daya penggerak utama yang diperlukan (BHP) dibagi menjadi 2, yaitu
BHP MCR dan BHP SCR. BHP MCR adalah daya maksimum yang diperlukan oleh engine
sedangkan BHP SCR adalah daya yang diperlukan ketika service.
a. BHP SCR
Karena rpm yang didapatkan dari mesin adalah 750 rotation/menit, maka
diperlukan gearbox / reduction gear, sehingga ηG = 0.98.
BHP SCR = SHP/ηG
= 4159,11409 / 0.98
= 4243,99397 HP
b. BHP MCR
BHP MCR adalah daya keluaran pada kondisi maksimum dari motor induk, dimana
besarnya 10% - 15% atau menggunakan engine margin sebesar 10%-15%, daya
BHP MCR yang diambil sebesar 85% dari BHP SCR.
BHP MCR = BHP SCR /0,85
= 4243,99397 /0.85
= 5015 HP
= 3741,10 kW
Dari perhitungan daya motor penggerak utama di atas, diperoleh daya engine yang diperlukan
sebesar 3741,10 kW
Karena RPM mesin lebih dari 200 RPM maka digunakan Gear Box dengan spesifikasi sebagai
berikut :
BAB III
PEMILIHAN PROPELLER DAN PEMERIKSAAN KAVITASI
Tujuan dari pemilihan tIpe propeller adalah menentukan karakteristik propeller yang
sesuai dengan karakteristik badan kapal(badan kapal yang tercelup ke air) dan besarnya daya
yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan misi kapal. Dengan diperolehnya karakteristik tIpe
propeller maka dapat ditentukan efisiensi daya yang ditransmisikan oleh motor induk ke propeller.
Propeller yang dipilih ialah propeller yang memiliki nilai , ukuran diameter memenuhi syarat
kurang dari 0.7 T, efisiensi tertinggi dan tidak mengalami kavitasi. Berikut ini langkah-langkah
pemilihan propeller
Keterangan :
N Propeller = putaran propeller
N propeller = Putaran engine / rasio gear box
= 750/4.952
= 151.45 RPM
Pd = daya yang diserap oleh propeller dari sistem perporosan (DHP)
= 4289,62 HP
Va = Speed Advance
= (1-w)xVs
= (1-0.296) x 14
= 9,73 knot
Sehingga dapat dihitung nilai Bp ialah :
= 33,6
Untuk membaca Bp diagram, data yang diperlukan ialah . Berikut ini perhitungan
= 1,00802
1/Jo
P/Do
Gambar 3.1 Pembacaan 1/Jo dan P/Do pada Bp diagram pada B3-35
Berdasarkan pembacaan gambar 3.1 di atas, diperoleh nilai :
1/Jo = 2,35
P/Do = 0.66
Dengan cara yang sama, nilai 1/Jo dan P/Do pada Bp diagram B3-50, B3-65 dan B3-80
diperoleh data :
Type δo
0.1739√Bp P/Do 1/Jo
Propeller (1/Jo)/0.009875
B3-35 1,01 0.660 2.35 237,9746835443038
B3-50 1,01 0.650 2.34 236,9620253164557
B3-65 1,01 0.675 2.28 230,8860759493671
B3-80 1,01 0,760 2,17 219,7468354430380
Setelah diketahui nilai P/Do dan 1/Jo, selanjutkan menghitung nilai 1/Jb, P/Db dan b
(efisiensi propeller) pada B3-35 ialah sebagai berikut :
- Perhitungan Do
Do = Va x δo/N
Dimana :
Va = Speed Advance
= 9,73 knot
= 5,006 m/s
δo =(1/Jo)/0.009875
= 2.35 / 0.009875
= 237,9746835443038
N = putaran propeller
= 151.45 RPM
Sehingga diperoleh nilai Do = Va x δo/N
= 9,73 x 237,9746835443038 / 151.45
= 15,28883242579119 ft
- Perhitungan Db
Db = 0.96 x Do
= 0.96 x 15,28883242579119
= 14,67727912875954 ft
- Perhitungan δb
= 228,4556962025316
- Perhitungan 1/Jb
1/Jb = 0.009875 x δb
= 0.009875 x 228,4556962025316
= 2,256
Setelah didapatkan nilai 1/Jb, kemudian dihitung kembali nilai P/Db dan b seperti pada cara
berikut ini:
1/Jb
P/Db
b
= 0.7 x 6.65
= 4,655 m
Berdasarkan nilai Dmax yang diperoleh, kemudian dibandingkan dengan diameter propeller (Db).
Jika nilai Db < Dmax, maka perhitungan desain propeller terpenuhi, sedangkan jika Db>Dmax
maka disain propeller tidak terpenuhi, seperti pada table di bawah ini :
Kavitasi merupakan peristiwa timbulnya gelembung pada propeller karena ada turbulen.
Dalam perhitungan, timbulnya kavitasi karena nilai Tc (rumus) > Tc (grafik). Langkah –langkah
perhitungan kavitasi pada jenis propeller B3-35 ialah sebagai berikut :
- Perhitungan Ae/Ao
Ao =
= 183,49171 ft2
Ae = Ao x (Ae/Ao)
= 183,49171 x 0.35
= 64,2220 ft2
= 98,7734
- Perhitungan VR2
= 692,08528
- Perhitungan σ 0.7R
σ 0.7R = (1,882+19,62(h))/Va2+4,836n2D2
= 6.4788
σ 0.7R = (1,882+19,62(h))/Va2+4,836n2Db2
= 0,185899
nilai dari σ 0,7 R kemudian dimasukkan ke dalam diagram burill untuk mendapatkan nilai
trustcoeficient. Nilai dari σ 0,7 R, dipotongkan dengan kurva merchant ship propellerseperti pada
gambar 3.3 berikut ini :
Tc grafik
σ0,7 R
Gambar 3.3 Pembacaan nilai tc grafik pada kurva merchant ship propeller pada jenis propeller B3-35
Berdasarkan gambar 3.3 didapatkan nilai tc grafik pada jenis propeller B3-35 ialah 0.076
= 520,05127 HP
= 0.0148441
Tc rumus = 0.0148441
Tc grafik = 0.076
Type tc tc Kavitasi
(rumus) (grafik) ?
Propeller
B3-35 0.0148441 0.076 TIDAK
B3-50 0.0147791 0.078 TIDAK
B3-65 0.0152730 0.081 TIDAK
B3-80 0.0155849 0.100 TIDAK
Karena besarnya angka kavitasi dari hasil perhitungan lebih kecil dari angka kavitasi dari
hasil pembacaan pada grafik burill maka tidak terjadi kavitasi. Dengan mempertimbangkan
perhitungan kavitasi ini di coba dihitung untuk semua tipe propeller, dan ketentuan untuk
mengambil keputusan mana propeller yang dipakai adalah :
Type B3-50
Db 4,64
P/Db 0.70
b 0.575
n 151.45
BAB IV
ENGINE PROPELLER MATCHING
Engine Propeller Matching (EPM) ialah kesesuaian engine terhadap hull dan propeller.
Pada langkah sebelumnya, didapatkan propeller yang cocok pada kapal pada langkah EPM
propeller tersebut di matching-kan terhadap engine. Pada langkah EPM yang terlebih dahulu
dilakukan ialah me-matching-kan engine terhadap hull, setelah engine matching dengan hull
kemudian engine di matching-kan dengan propeller. Pada perhitungan sebelumnya didapatkan
data engine dan propeller seperti berikut :
Data Propeller :
Type : B3-50
Db : 4.64
P/Db : 0.70
b : 0.575
n propeller : 151.45
S : 2714.07 m2
Vs : 14 knot
: 7,202 m/s
w : 0.3175
t : 0.28575
H : (1-t)/(1-w)
: 1.13644
Pc : 0.6562941
Va : 9.73 knot
: 5.006 m/s
Dari data yang diketahui di atas, dapat dilakukan perhitungan EPM. Langkah-langkah
perhitungan EPM ialah :
- Me-matching-kan propeller terhadap hull
- Me-matching-kan propeller terhadap engine
Berikut ini detail perhitungan Engine Propeller Matching (EPM):
- Menghitung Koefisien
= RT / Vs2
clean hull = RT trial / Vs2
= 240.96/7.202222
= 4.64528
service = RT service/ Vs2
= 38.5536 / 7.202222
= 0.743245
- Menghitung Koefisien
= / ((1-t) x (1-w)2D2)
clean hull = clean hull/ ((1-t) x ((1-w)2)D2)
= 4.64528/((1-0.28575) x ((1-0.3175)2) x 1,025 x 4.642
= 0.632698
service = service/ ((1-t) x ((1-w)2)D2)
= 0.743245/((1-0.28575) x ((1-0.3175)2) x 1,025 x 4.642
= 0.101232
J J2 KT Ch KT Fh
0,10 0,01 0,01 0,01
0,20 0,04 0,02 0,03
0,30 0,09 0,05 0,06
0,40 0,16 0,09 0,10
0,50 0,25 0,14 0,16
0,60 0,36 0,20 0,23
0,70 0,49 0,27 0,31
0,80 0,64 0,35 0,40
0,90 0,81 0,44 0,51
1,00 1,00 0,55 0,63
KT
10 KQ
Pada pembacaan kurva 4.1, pada perpotongan nilai J terhadap kurva KT, 10 KQ dan
didapatkan nilai KT, 10 KQ dan effisiensi pada nilai J = 0.1 sebagai berikut :
KT : 0.28
10 KQ : 0.330
: 0.140
Dengan cara yang sama, dapat diketahui nilai KT, 10 KQ dan pada nilai J = 0 sampai
J = 0.9 seperti pada tabel 4.2 dan grafik 4.2.
Tabel 4.2 nilai KT, 10 KQ dan pada pembacaan kurva open water test
J KT 10KQ η
0,1 0,30 0,38 0,13
0,2 0,27 0,36 0,26
0,3 0,24 0,32 0,38
0,4 0,21 0,29 0,49
0,5 0,17 0,25 0,58
0,6 0,14 0,22 0,66
0,7 0,10 0,18 0,69
0,8 0,05 0,13 0,64
0,9 0,02 0,09 0,26
1 0,00 0,00 0,00
Grafik 4.2 Grafik KT, 10 KQ dan pada pembacaan kurva open water test
Dari grafik 4.2 di atas, kemudian dibuatkan perpotongan J pada clean hull dan service
yang memotong garis 10 KQ dan KT seperti yang ditunjukkan pada grafik 4.3 di bawah ini :
Grafik 4.3 Perpotongan J pada grafik KT dan 10 KQ pada kondisi clean hull dan service
Berdasarkan pembacaan grafik di atas, diperoleh nilai KT, 10 KQ dan pada kondisi clean
hull dan service. Nilai KT, 10 KQ dan ini merupakan ke-matching-an antara propeller dan hull.
Nilai KT, 10 KQ dan pada kondisi clean hull dan service ialah sebagai berikut :
Kondisi Clean Hull
J : 0,53
KT : 0,16
10 KQ : 0,235
: 0,60
Kondisi Service
J : 0,51
KT : 0.17
10 KQ : 0.245
: 0.58
Ke-match-an antara propeller dan engine ditunjukkan oleh grafik Engine Propeller
Matching dimana grafik daya engine yang didapat dari hasil perhitungan terletak di bawah grafik
MCR engine yang didapat dari Project Guide Engine. Langkah-langkah untuk membuat kurva
Engine Propeller Matching ialah sebagai berikut :
- Menghitung putaran propeller berdasarkan efisiensi yang di dapat pada pembacaan
grafik 4.3
Kondisi Clean Hull
nclean hull = Va/(J clean hull x Db)
= 5.006/(0.53 x 4.64)
= 2.03562 RPS
= 122,14 RPM
Kondisi Service
n service = Va/(J service x Db)
= 5.006/(0.51 x 4.64)
= 2.11545 RPS
= 126. 93 RPM
Setelah diketahui besarnya BHP SCR pada kondisi desain dan service, kemudian dibuat
kurva Engine Propeller Matching, sebelum membuat kurva Engine Propeller Matching, terlebih
dahulu dibuat Grafik BHP MCR yang ada pada Project Guide Engine seperti pada langkah berikut
ini :
- Membuat Grafik BHP MCR
RPM Power
300 240
325 320
350 400
375 500
400 600
425 720
450 860
475 1008
500 1200
525 1376
550 1580
575 1800
600 2056
625 2340
Grafik 4.4 Engine MCR
650 2600
675 2900
700 3260
725 3620
750 4000
Kurva Engine Propeller Matching berisi grafik Engine MCR, BHP SCR pada kondisi
Desain dan BHP SCR pada kondisi Service. Jika BHP SCR pada kondisi desain dan service
terletak di bawah grafik engine MCR maka dapat dikatakan Propeller telah match dengan engine
dan hull seperti pada grafik 4.5 di bawah ini :
BAB V
PENGGAMBARAN PROPELLER
Untuk P > 0
Untuk P 0
Dimana Yface dan Yback merupakan vertikal ordinat dari titik-titik tersebut pada blade section
(bagian face dan bagian back) terhadap pitch line. Tmax merupakan maximum blade thicknes,
tte:tle merupakan ketebalan blade section pada bagian trailing edge serta leading edge. V1;V2
merupakan angka-angka yang ditabulasikan sebagai fungsi dari r/R dan P, dimana P sendiri
merupakan koordinat non dimensional sepanjang pitch line dari posisi ketebalan maksimum ke
trailing edge (P=-1)
Perhitungan untuk 3 Blade Propeller berdaasrkan data yang ada pada Marine Propellers and
propulsion hal 104 seperti yang ditunjukkan pada tabel 5.1 berikut :
Tabel 5.1 Perhitungan untuk 3 Blade Propeller berdasarkan buku Marine Propeller and Propulsion
t/D = Ar - BrZ
r/R c/D*Z/(Ae/Ao) a/c b/c
Ar Br
0.2 1.633 0.616 0.35 0.0526 0.004
0.3 1.832 0.611 0.35 0.0464 0.0035
0.4 2 0.599 0.35 0.0402 0.003
0.5 2.12 0.583 0.355 0.034 0.0025
0.6 2.186 0.558 0.389 0.0278 0.002
0.7 2.168 0.526 0.442 0.0216 0.0015
0.8 2.127 0.481 0.478 0.0154 0.001
0.9 1.657 0.4 0.5 0.0092 0.0005
1 0 0 0 0.003 0
Keterangan :
R : Radius propeller
r/R : Rasio jarak tebal blade (pitch)
Z : Jumlah blade
Cr : Panjang antara trailling edge ke leading edge pada r/R
D : Diameter propeller
Ae/Ao : Perbandingan luasan daun propeller dengan seluruh lingkaran propeller
ar : Jarak antara generator line ke leading edge
br : Jarak maksimum tebal ke leading edge
t : Tebal maksimum
- a = (a/c) x c
- b = (b/c) x c
- t = (Ar-(Br x Z)) x Db
Tabel 5.1 Perhitungan untuk 3 Blade Propeller berdasarkan buku Marine Propeller and Propulsion
r/R c a b t
0.2 0.851 0.52424 0.2979 0.18136
0.3 0.9548 0.58335 0.3342 0.16037
0.4 1.0423 0.62434 0.3648 0.13937
0.5 1.1048 0.64412 0.3922 0.11838
0.6 1.1392 0.6357 0.4432 0.09738
0.7 1.1299 0.59431 0.4994 0.07639
0.8 1.1085 0.53318 0.5299 0.05539
0.9 0.8635 0.34542 0.4318 0.0344
1 0 0 0 0.0134
Nilai V1 dan V2 berdasarkan buku Marine Propellers and propulsion hal 104-105
r/R
-1 -0.95 -0.9 -0.8 -0.7 -0.6 -0.5 -0.4 -0.2 0
P
0.2 0.2826 0.263 0.24 0.1967 0.157 0.1207 0.088 0.0592 0.0172 0
0.3 0.2306 0.204 0.179 0.1333 0.0943 0.0623 0.0376 0.0202 0.0033 0
0.4 0.1467 0.12 0.0972 0.063 0.0395 0.0214 0.0116 0.0044 0 0
0.5 0.0522 0.042 0.033 0.019 0.01 0.004 0.0012 0 0 0
0.6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0.7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0.8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0.9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
r/R
+1.0 +0.95 +0.9 +0.85 +0.8 +0.7 +0.6 +0.5 +0.4 +0.2 0
P
0.2 0.356 0.2821 0.2353 0.2 0.1685 0.118 0.0804 0.052 0.0304 0.0049 0
0.3 0.2923 0.2186 0.176 0.1445 0.1191 0.079 0.0503 0.03 0.0148 0.0027 0
0.4 0.2181 0.1467 0.1088 0.0833 0.0637 0.0357 0.0189 0.0099 0.0033 0 0
0.5 0.1278 0.0778 0.05 0.0328 0.0211 0.0085 0.0034 0.0008 0 0 0
0.6 0.0382 0.0169 0.0067 0.0022 0.0006 0 0 0 0 0 0
0.7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0.8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0.9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 5.3 Values of V2 for use in the equations
r/R
-1 -0.95 -0.9 -0.8 -0.7 -0.6 -0.5 -0.4 -0.2 0
P
0.2 0 0.064 0.1455 0.306 0.4535 0.5842 0.6995 0.7984 0.9446 1
0.3 0 0.08 0.167 0.336 0.4885 0.6195 0.7335 0.8265 0.9583 1
0.4 0 0.0905 0.181 0.35 0.504 0.6353 0.7525 0.8415 0.9645 1
0.5 0 0.095 0.1865 0.3569 0.514 0.6439 0.758 0.8456 0.9639 1
0.6 0 0.0965 0.1885 0.3585 0.511 0.6415 0.753 0.8426 0.9613 1
0.7 0 0.0975 0.19 0.36 0.51 0.64 0.75 0.84 0.96 1
0.8 0 0.0975 0.19 0.36 0.51 0.64 0.75 0.84 0.96 1
0.9 0 0.0975 0.19 0.36 0.51 0.64 0.75 0.84 0.96 1
1 0 0.0975 0.19 0.36 0.51 0.64 0.75 0.84 0.96 1
r/R
+1.0 +0.95 +0.9 +0.85 +0.8 +0.7 +0.6 +0.5 +0.4 +0.2 0
P
0.2 0 0.156 0.284 0.3905 0.4777 0.619 0.7277 0.817 0.8875 0.975 1
0.3 0 0.189 0.3197 0.4265 0.513 0.6505 0.752 0.8315 0.802 0.975 1
0.4 0 0.1935 0.3235 0.4335 0.522 0.659 0.7593 0.8345 0.8933 0.9725 1
0.5 0 0.175 0.3056 0.4135 0.5039 0.643 0.7478 0.8275 0.888 0.971 1
0.6 0 0.1485 0.272 0.3775 0.462 0.606 0.72 0.809 0.879 0.969 1
0.7 0 0.124 0.2337 0.33 0.414 0.5615 0.684 0.785 0.866 0.9675 1
0.8 0 0.105 0.2028 0.2925 0.3765 0.5265 0.6545 0.7635 0.852 0.9635 1
0.9 0 0.9575 0.19 0.2775 0.36 0.51 0.64 0.75 0.84 0.96 1
1 0 0.9575 0.19 0.2775 0.36 0.51 0.64 0.75 0.84 0.96 1
Setelah diketahui nilai V1 dan V2 berdasarkan buku Marine Propellers and propulsion hal 104-
105, selanjutnya menghitung nilai V1 dan V2 yang akan digunakan untuk menggembar propeller
dengan cara mengalikan nilai r/R pada V1 atau 2 dengan tebal maksimum blade.
Contoh : r/R 0.2 pada ordinat +0.1
r/R = 0 x t saat r/R = 0.2
= 0 x 0.18136
=0
Dengan cara yang sama, dapat dihitung nilai r/R pada gambar seperti pada tabel 5.4 dan 5.5
berikut ini :
SKALA PENUH
r/R 20% Ordinat 40% Ordinat 60% Ordinat 80% Ordinat 90% Ordinat 95% Ordinat
0,2 0,45% 0,7 2,30% 3,6 5,90% 9,1 13,45% 20,8 20,30% 31,4 26,20% 40,6
0,3 0,05% 0,1 1,30% 1,8 4,60% 6,3 10,85% 14,9 16,55% 22,7 22,20% 30,4
0,4 0,00% 0,0 0,30% 0,4 2,65% 3,2 7,80% 9,3 12,50% 14,9 17,90% 21,4
0,5 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,70% 0,7 4,30% 4,4 8,45% 8,6 13,30% 13,5
0,6 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,80% 0,7 4,45% 3,7 8,40% 7,0
0,7 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,40% 0,3 2,45% 1,6
0,8 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,00% 0,0
0,9 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,00% 0,0 0,00% 0,0
BAB VI
Mohamaad Rifki Zulfianto (20181334011) 48
Tugas I - Tahanan & Sistem Propulsi
Dimana material poros yang digunakan dalam hal ini adalah S 42MC, dengan memiliki
harga:
b = 58 kg/mm = 580 N/mm2
Sf1 = 6 (untuk material baja karbon)
Sf2 = 1,3 – 3 , dalam perhitungan ini diambil nilai 1,5
Sehingga :
= 6.44 kg/mm2
Dimana :
N : putaran propeller
N propeller = 151.45 RPM
Pw : Pw = fc x SHP
fc = a) fc = 1.2 – 2.0 (daya maksimum)
b) fc = 0.8 – 1.2 (daya rata-rata)
c) fc = 1.0 – 1.5 (daya normal)
diambil fc = 1.5
SHP = 3965 kW
Sehingga:
T = 9.74 x 105 x (3657,636 / 151.45)
= 28522545 kg/mm
Diambil Cb = 2
6. Pemeriksaan Persyaratan
<a
- Tegangan yang Bekerja pada Poros ( )
= 1,611111kg/mm2
a = 6.44 kg/mm2
<a , sehingga syarat terpenuhi
where:
D = required solid shaft diameter, except hollow shaft; mm (mm, in)
H = power at rated speed; kW (PS, hp) (1 PS = 735W; 1 hp = 746W)
K = shaft design factor, see 4-3-2/Table 1 or 4-3-2/Table 2
R = rated speed rpm
U = minimum specified ultimate tensile strength of shaft material (regardless of the
actual minimum specified tensile strength of the material, the value of Uused in
these calculations is not to exceed that indicated in 4-3-2/Table 3;
Sehingga diketahui :
H = 2950.932 kW
K = 1.15
R = 151.45 RPM
U = 580
= 707mm
tr = 0.045 x Dprop
= 0.045 x 4232
= 190,44mm
Menurut BKI Vol. III, diameter luar ulir(d) diameter konis yang besar :
d 0,6 x Ds
d 0,6 x 449
d 269,17 mm
Dalam hal ini d diambil 270 mm
Dari sularso untuk diameter luar ulir >3 mm maka diameter inti adalah :
di = 0,8 x d
= 0.8 x 270
= 212 mm
Dalam menentukan dimensi dan spesifikasi pasak propeller yang diperlukan, berikut ini
urutan perhitungannya :
- Perhitungan momen torsi pada pasak (Mt)
Momen torsi (Mt) yang terjadi pada pasak yang direncanakan adalah sebagai berikut :
dimana :
Mt = momen torsi (Kg.m)
= 13696.06 N.m
Panjang pasak (L) antara 0.75–1.5 Ds dari buku DP dan PEM hal. 27 diambil 1.2
L = 1.2 x Ds
= 1.2 x 449
= 538,8 mm dibulatkan menjadi 539 mm
Lebar pasak (B) antara 25 % - 35 % dari diameter poros menurut buku DP dan PEM hal
27 (diambil 27 %)
B = 27 % x Ds
= 27 % x 449
= 115.4476363 mm dibulatkan menjadi 115 mm
- Tebal pasak (t)
t = 1/6 x Ds
= 1/6 x 427.58384
= 71.26397304 mm dibulatkan menjadi 71 mm
R = 0.125 x Ds
= 0.125 x 427.58384
= 53.44797978 mm dibulatkan menjadi 53 mm
Bila momen rencana T ditekankan pada suatu diameter poros (Ds), maka gaya
sentrifugal (F) yang terjadi pada permukaan poros adalah :
Dimana :
Pd = Pw
= 3836.2116 kW
N = putaran poros atau putaran propeller
= 151.3012 RPM
Sehingga :
= 24695576 kg.mm
= 115512.21 N
Sedangkan tegangan gesek yang diijinkan (ka) untuk pemakaian umum pada poros
diperoleh dengan membagi kekuatan tarik b dengan faktor keamanan (Sf1 x Sf2), sedang harga
untuk Sf umumnya telah ditentukan ;
Sf1 = umumnya diambil 6 (material baja)
Sf2 = 1,0 – 1,5 , jika beban dikenakan secara tiba-tiba
= 1,5 – 3,0 , jika beban dikenakan tumbukan ringan
= 3,0 – 5,0 , jika beban dikenakan secara tiba-tiba dan tumbukan berat
Karena beban pada propeller itu dikenakan secara tiba-tiba, maka diambil harga Sf2 = 1,5.
Bahan pasak digunakan S 50 C dengan harga b = 58 kg/mm2.
Sehingga :
= 6.44 kg/mm2
Sedangkan tegangan gesek yang terjadi pada pasak adalah :
Dimana :
F = Gaya sentrifugal (N)
B = Lebar pasak (mm)
L = Panjang pasak (mm)
Sehingga :
= 1.950025552 kg/mm2
karena kka maka pasak dengan diameter tersebut memenuhi persyaratan bahan.
t1 = 0, 5 x t
t1 = 27.5 mm
- Jari-Jari Pasak
r5 = 5 mm
r4 > r3 > r2 > r1
r4 = 4 mm
r3 = 3 mm
r2 = 2 mm
r1 = 1 mm
r6 = 0,5 x B
= 0.5 x 115 Gambar 4.5 Jari-jari pasak
= 57.5 mm
Untuk konis kopling yang tidak terlalu panjang maka direncanakan nilai
terendahnya untuk menghitung kemiringan :
Da = Ds – 2 x
Mohamaad Rifki Zulfianto (20181334011) 59
Tugas I - Tahanan & Sistem Propulsi
Da = 328 – (2 x 19.95)
= 387.6760133 mm dibulatkan menjadi 388 mm
Panjang kopling atau L adalah berkisar antara 2,5 sampai 5,5 dari setengah
diameter poros. Diambil 4.2.
L = 4.2 x 0.5 x Ds
L = 4.2 x 0.5 x 427.58384
= 897.9260603 mm dibulatkan menjadi 898 mm
Do = 2 x (Df)
= 2 x 26.44
= 52.87160983 mm dibulatkan menjadi 53 mm
H = 1 x Df
= 1 x 26.44
= 26.44 mm dibulatkan menjadi 27 mm
= 6.44 kg/mm2
= 115512.21 N
Lebar pasak kopling atau b berkisar antara 0,25 sampai dengan 0,85 kali diameter
poros propeller, diambil nilai 2.7.
b = 0.27 x Ds
= 0.27 x 427.58384
Mohamaad Rifki Zulfianto (20181334011) 62
Tugas I - Tahanan & Sistem Propulsi
L 162.86
Syarat pasak (0.75 – 1.5) x Ds , dalam perhitungan ini diambil nilai 0.9
L = 0.9 x Ds
= 0.9 x 427.58384
= 384.8254544 mm dibulatkan menjadi 385 mm
t = 1/6 x Ds
= 1/6 x 427.58384
= 71.3 mm dibulatkan menjadi 71mm
R = 0.125 x Ds
= 0.125 x 427.58384
= 53.44797978 mm dibulatkan menjadi 53 mm
Direncanakan dimensi mur pengikat kopling sama dengan dimensi mur pengikat propeller yaitu :
menurut BKI 2006 diameter luar ulir(d) diameter konis yang besar:
d 0,6 x Ds
d 0,6 x 427.58384
d 256.5503029 mm
Dalam hal ini, diambil nilai d = 257 mm
= 0.8 x 257
= 205.2402423 mm dibulatkan menjadi 206 mm.
BAB VII
PERENCANAAN STERN TUBE
Ls = 4 x jarak gading
= 4 x 600
= 2400 mm
t = (Ds/20)+(0.75x25.4)
= (427.58384/20)+(0.75 x 25.4)
= 40.42919191 mm dibulatkan menjadi 40 mm
L1=2 x Ds
L2= 0.8 x Ds
= 0.8 x 427.58384
= 342.0670706 mm dibulatkan menjadi 342 mm
BKI 2006
Dimana : T = required diameter of tail shaft (mm,in)
= Ds
= 427.58384mm
Sehingga :
tb = 0.18 x Ds
= 0.18 x 427.58384
= 76.96509088 mm dibulatkan menjadi 77 mm
- Tebal (t)