Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA dengan POST POWER


SYNDROM

Dosen Pengampu: Devi Setya Putri, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh:

Kelompok 3

1. Nur nafi'ah 2019012197

2. Puput setia widianingsih 2019012199

3. Rizal firdaus pratama 2019012204

4. Septika Faulia 2019012206

5. Shofiyatun 2019012209

PSIK 3B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS

Tahun 2020

Jl. Lingkar Raya Kudus-Pati Km. 5 Jepang, Mejobo,Kudus.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala nikmat

rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan

Keperawatan pada lansia dengan post power syndrom”. Makalah ini kami susun agar

pembaca dapat memahami tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan post power

syndrom.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,

oleh karena itu kami sangat menghargai akan saran dan kritik untuk membangun makalah ini

lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga melalui makalah ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

Kudus, 30 November 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Manusia pada hakekatnya hidup untuk selalu memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Seperti kebutuhan fisik untuk pemuas rasa lapar, tempat tinggal, ketergantungan pada individu
lain dan bebas melakukan apapun untuk mencapai hasil yang dituju. Salah satu cara untuk
memenuhi semua itu adalah dengan cara bekerja. Bekerja merupakan aktivitas fisik dan pikiran
dalam merencanakan, mengerjakan dan menyelesaikan sesuatu, yang mana jika sudah
mendapatkan hasilnya akan diberikan imbalan dalam bentuk gaji. Selain mendapatkan gaji,
bekerja juga membentuk identitas sosial seseorang di masyarakat sehingga memberikan bentuk
penghargaan tersendiri. Bekerja mendefinisikan orang dalam cara yang fundamental,
mempengaruhi kondisi finansial, perumahan, cara menghabiskan waktu, tempat di mana untuk
tinggal, persahabatan dan kesehatan (Santrock, 2012).

Blossfeld (dalam Santrock, 2012) mengemukakan adanya tantangan-tantangan yang


harus dihadapi pekerja. Tantangan ini meliputi tantangan globalisasi kerja, perkembangan
teknologi informasi yang cepat, pengurangan ukuran organisasi, pensiun dini, dan keprihatinan
terhadap pensiun dan perawatan kesehatan. Menyinggung tentang pensiun, menurut Moen
(dalam Santrock, 2012) pensiun merupakan suatu proses, bukan merupakan suatu peristiwa. Hal
ini karena terjadi pada individu usia madya yang telah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi
masa pensiun dari pekerjaan yang mendatangkan pendapatan atau mengakhiri peran dan
tanggung jawabnya sebagai orang tua.

Pensiun Pegawai Negeri Sipil di Indonesia pada umumnya diberlakukan bila seorang
pekerja tersebut telah memasuki usia lima puluh enam tahun. Menurut Santrock (2012), para
pekerja yang memasuki usia enam puluh tahunan tersebut dianggap sudah perlu untuk
diistirahatkan atau diberhentikan dari pekerjannya, dianggap sudah kurang produktif dan mulai
berkurang fungsinya baik secara fisik maupun mental. Meningkatnya kecenderungan untuk
pensiun pada usia lima puluh enam tahun sengaja ataupun tidak sengaja usia enam puluhan tahun
dianggap sebagai garis batas antara usia madya dengan usia lanjut. Sehingga para pekerja
tersebut dianggap sudah mulai memasuki masa tua atau usia madya. Seiring berjalannya waktu

1
perubahan perkembangan dari masa dewasa dini, dimana seseorang memiliki kemantapan dan
kemapanan pekerjaan, kemudian berubah memasuki usia dewasa madya terutama bagi
pensiunan, karena pengaruh berkurangnya berkurangnya pendapat dan aktivitas yang
sebelumnya rutin. Hal ini juga dapat membuat ketidaksiapan dalam menghadapi masa pensiun.

1.2  Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan mendiskripsikan penyesuaian diri
terhadap pasien Post Power Syndrome.

1.3  Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan-permasalahan lanjut usia tersebut maka rumusan masalah  dari


pengaruh faktor-faktor kondisi kesehatan, kondisi ekonomi dan kondisi sosial terhadap
kemandirian orang lanjut usia adalah :

a. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan Post Power Syndrome ?


b. Bagaimanakah cara penanganan pada Lansia Post Power Syndrome ?
c. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Lansia Post Power Syndrome ?

1.4  Manfaat Penulisan

Penulisan ini akan memperluas wawasan dan pengetahuan khususnya mengenai konsep diri dan
mengaplikasikan teori yang telah diperoleh .

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Post Power Syndrome

Post power syndrome atau sindrom pasca kekuasaan adalah gejala yang berupa gangguan
perasaan, perilaku somatisasi, serta memunculkan keluhan-keluhan psikososial dalam bentuk
ucapan maupun sikap dan perilaku seperti suka memberi kritikan, perasaan curiga, merasa
diperlakukan tidak adil, tertekan, putus asa dan senang ngomel atau ngedumel yang dilakukan
secara berulang-ulang, merupakan beberapa karakteristik yang ditunjukkan oleh individu yang
mengalami post power syndrome. Sindrom ini biasanya dialami oleh pegawai pemerintah yang
telah pensiun atau mengalami perubahan dari pekerjaan (Prawitasari, 2002).

Menurut Maslow (dalam Schultz, 1991), post power syndrome diartikan sebagai salah
satu bentuk metapatologi yang artinya suatu perasaan tidak enak yang agak tidak terbentuk;
merasa sendirian, tak berdaya, tak berarti, tertekan, dan putus asa.Jenis kesakitan yang
disebabkan oleh kegagalan dari kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan tidak dialami secara eksplisit
seperti apa yang disebabkan oleh kegagalan kebutuhan-kebutuhan lebih rendah. Ini tidak berarti
bahwa metapatologi-metapatologi tidak dirasakan sehebat seperti kesakitan-kesakitan biasa,
tetapi sumber atau penyebab dari gangguan tersebut kurang jelas bagi individu. Apabila salah
satu dari kebutuhan-kebutuhan karena kekurangan terhambat, misalnya; kelaparan atau cinta,
kita akan langsung dan segera menyadari perasaan lapar atau kesepian. Tidak demikian halnya
dengan kegagalan dari kebutuhan-kebutuhan. Kita mungkin menyadari dengan pasti bahwa
sesuatu tidak beres tetapi kita tidak mengetahui apa itu; kita tidak mengetahui apa kekurangan
kita.

2.2  Bentuk Post Power Syndrome

Maslow (dalam Baihaqi, 2008) mengelompokkan bentuk-bentuk metapalogi atau post


power syndrome, yaitu:

1)      Mengamati realitas secara efisien

3
Orang-orang yang sangat sehat mengamati objek-objek dan orang-orang di dunia
sekitarnya secara objektif. Mereka tidak memandang dunia hanya sebagaimana mereka inginkan
atau butuhkan, tetapi mereka melihatnya sebagaimana adanya. Sebagai bagian dari persepsi
objektif lain, Maslow berpendapat bahwa orang-orang yang sehat adalah hakim-hakim yang teliti
terhadap orang-orang lain, mampu menemukan dengan cepat penipuan dan ketidakjujuran.

Kepribadian yang tidak sehat atau orang-orang yang mengalami post power syndrome
mengamati dunia menurut ukuran-ukuran subjektif mereka sendiri, memaksa dunia untuk
mencocokkannya dengan bentuk ketakutan-ketakutan, kebutuhan-kebutuhan, dan nilai-nilai
mereka. Maslow menulis, ”orang yang neurotis secara emosional tidak sehat, dia secara kognitif
salah!” Seseorang tidak dapat berinteraksi dengan dunia dan orang-orang lain, serta tidak dapat
menaggulanginya, apabila ia hanya memiliki gambaran subjektif tentang dirinya. Semakin
seseorang objektif menggambarkan kenyataan, maka semakin baik kemampuannya untuk
berfikir secara logis, untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan secara tepat, dan padaumumnya
untuk menjadi efisien secara intelektual.

2)      Penerimaan umum atas kodrat, orang-orang lain dan diri sendiri

Orang-orang yang sehat menerima diri mereka, kelemahan-kelemahan dan kekuatan-


kekuatan mereka tanpa keluhan atau kesusahan. Sesungguhnya, mereka tidak terlampau banyak
memikirkannya. Meskipun individu-individu yang sangat sehat ini memiliki kelemahan-
kelemahan atau cacat-cacat, tetapi mereka tidak merasa malu atau merasa bersalah terhadap hal-
hal tersebut. Mereka menerima kodrat mereka sebagaimana adanya.

Akan tetapi Maslow mengemukakan bahwa orang-orang yang sehat meraasa bersalah,
malu, susah, atau menyesal terhadap beberapa segi tingkah laku mereka, khususnya
ketidaksesuaian-keidak sesuaian antara kodrat mereka pada saat itu dan bagaimana mereka
semestinya atau seharusnya. Misalnya, mereka terganggu oleh kelemahan-kelemahan dalam diri
mereka atau dalam orang-orang lain yang dapat diperbaiki, seperti kemalasan, kesembronoan, iri
hati, prasangka, atau kebencian, karena kelemahan-kelemahan ini menghambat pertumbuhan dan
ungkapan manusia yang penuh.

Orang-orang yang mengalami post power syndrome dilumpuhkan oleh perasaan malu
atau perasaan salah atas kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan, sedimikian dihantui

4
sehingga mereka mengalihkan waktu dan energi dari hal-hal yang lebih konstruktif. Bahkan
orang-orang yang normal (yang tidak neurotis) mengalami perasaan salah atau malu tidak ada
gunanya terhadap kodrat mereka sendiri dan terlalu banyak membuang-buang waktu
mencemaskan hal-hal yang tidak dapat diubah.

3)      Spontanitas, kesederhanaan, kewajaran

Dalam semua segi kehidupan, orang-orang yang sehat bertingkah laku secara terbuka dan
langsung tanpa berpura-pura. Mereka tidak harus menyembunyikan emosi-emosi mereka, tetapi
dapat memperlihatkan emosi-emosi tersebut dengan jujur. Dalam istilah yang sederhana, kita
dapat berkata, orang-orang ini bertingkah laku secara kodrati, yakni sesuai dengan kodrat
mereka.Orang-orang yang mengalami post power syndrome dan orang-orang yang tidak
mengaktualisasikan-diri tidak dapat berfungsi secara spontan. Mereka harus mengubah segi-segi
diri mereka yang menyebabkan mereka merasa malu atau merasa bersalah.

4)      Fokus pada masalah-masalah di luar diri mereka

Orang-orang yang sehat melibatkan diri pada pekerjaan. Tanpa pengecualian, mereka
memiliki suatu perasaan akan tugas yang menyerap mereka dan mereka mengabdikan
kebanyakan energi mereka kepadanya. Orang-orang yang sehat mencintai pekerjaan mereka dan
berpendapat bahwa pekerjaan itu tentu saja cocok untuk mereka. Sebagai akibat dari terbenam
dalam pekerjaan ini dan dari kepuasan yang hebat yang ditimbulkannya, maka kepribadian-
kepribadian yang sehat ini bekerja dengan keras lebih dari pada orang-orang yang memiliki
kesehatan jiwa yang biasa.

Orang-orang yang mengalami post power syndrome dalam melaksanakan pekerjaan yang
ditugaskan kepadanya, mereka selalu mengeluh, menunda-nunda penyelesaiannya, dan berhitung
untung-rugi. Mereka ogah-ogahan dalam menyelesaikan tugas.

Pada saat menyelesaikan pekerjaan, mereka gelisah dan merasa tidak cocok, apa yang
dilakukannya diukur dengan besarnya imbalan yang akan diterima. Pikiran berpusat pada dirinya
sendiri, bukan pada pekerjaan yang harus diselesaikan. Pikirannya diliputi keinginan untuk
berpindah kerja ke bidang-bidang lain.

5)        Berfungsi secara otonom

5
Bagi orang-orang yang mengalami post power syndrome, mereka sangat tergantung pada
dunia yang nyata untuk pemuasan motif-motif kekurangan. Segala sesuatu yang mengancam
untuk mengacaukan dependensi itu adalah menakutkan. Tanpa adanya orang-orang lain, orang
yang neurotis itu tidak dapat berfungsi. Mereka hidup dalam ketergantungan dan dalam keriuhan
memenuhi motif kekurangan.

Sedangkan bagi pribadi-pribadi yang sehat kerena mereka tidak lagi didorong oleh motif-
motif kekurangan, maka mereka tidak tergantung pada dunia yang nyata untuk kepuasaan
mereka karena pemuasaan dari motif-motif pertumbuhan datang dari dalam. Perkembangan
mereka tergantung pada potensi-potensi dan sumber-sumber dari dalam mereka sendiri.
Sebaliknya, pemuasan akan cinta, penghargaan, dan kebutuhan lain yang lebih rendah tergantung
pada sumber-sumber dari luar. Kepribadian-kepribadian yang sehat dapat berdiri sendiri dan
tingkat otonomi mereka yang tinggi menaklukkan mereka, agak tidak mempan terhadap krisis-
krisis atau kerugian-kerugian. Kemalangan-kemalangan yang dapat menghancurkan orang-orang
yang kurang sehat mungkin hampir tidak dirasakan oleh pengaktualisasi-pengaktualisasi diri.
Mereka mempertahankan suatu ketenangan dasar di tengah-tengah apa yang dilhat oleh orang-
orang yang kurang sehat sebagai malapetaka.

6)        Apresiasi yang senantiasa segar

Orang-orang yang tidak sehat jarang memperhatikan hal-hal kecil tetapi bermakna, jarang
mengapresiasi sesuatu meskipun sesuatu itu memikat. Kehidupan kesehatannya kering dan
berulang secara membosankan. Berbeda dengan orang-orang yang sehat. Mereka senantiasa
menghargai pengalamanpengalaman tertentu bagaimanapun seringnya pengalaman-pengalaman
itu terulang, dengan suatu perasaan kenikmatan yang segar, perasaan terpesona, dan kagum.
Suatu pandangan yang bagus atau menyegarkan terhadap dorongan setiap hari untuk bekerja,
misalnya, mungkin dilihat sangat menyenangkan selama lima tahun, tetapi seolah-olah dialami
untuk pertamakalinya.

7)        Kreativitas

Kreativitas merupakan suatu sifat yang akan diharapkan seseorang dari orang-orang yang
sehat. Mereka adalah asli, inventif, dan inovatif, meskipun tidak selalu dalam pengertian
menghasilkan suatu karya seni. Maslow menyamakan kreativitas ini dengan daya cipta dan daya

6
khayal naif yang dimiliki anak-anak, suatu cara yang tidak berprasangka dan langsung melihat
kepada hal-hal. Maka kreativitas lebih merupakan suatu sikap, suatu ungkapan kesehatan
psikologis dan lebih mengenai cara bagaimana kita mengamati dan bereaksi terhadap dunia dan
bukan mengenai hasil-hasil yang sudah selesai dari suatu karya seni.

Orang-orang yang mengalami post power syndrome memiliki kehampaan nilai-nilai baru,
cenderung menilai, tak ada inisiatif, selalu menunggu. Mereka dalam kehidupannya menerima
apa-apa yang sudah jadi, mereka hanyut dalam kebiasaan-kebiasaan, dan takut berbeda dari
pakempakem baku yang sudah dikenalinya selama ini.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya post power
syndrome memiliki beberapa bentuk, yang mana kesemua bentuk tersebut memilki
karakteristiknya sendiri. Namun, secara umum kesemua bentuk post power syndrome tersebut
berkonotasi negatif bagi perkembangan kesehatan jiwa seseorang. Individu-individu yang
mengalami post power syndrome memiliki kehampaan terhadap nilai-nilai baru, mengamati
lingkungannya berdasarkan nilai-nilai subyektif yang dia anut, tidak memiliki kreativitas seperti
yang diperlihatkan orang yang sehat karena individu tersebut hanya menerima saja sesuatu yang
diberikan lingkungan kepada dirinya, sehingga untuk memenuhi kebutuhannya individu sangat
bergantung kepada lingkungannya. Selain itu, individu yang mengalami post power syndrome
dikuasai oleh perasan malu terhadap kekurangan-kekurangan yang ada di dalam dirinya.

2.3 Strategi Menghadapi Post Power Syndrome

Menurut Hasan (2008: 87-97) secara garis besar, ada tiga hal yang penting diperhatikan
dalam menghadapi gangguan mental, yaitu hubungan dengan Allah, pengaturan perilaku, dan
dukungan sosial. Ajaran islam memandang bahwa tidak ada yang paling penting selain Allah.
Segala sesuatu juga bersumber dari Allah. Manusia wajib berusaha dan bersabar dengan
melakukan manajemen waktu yang baik, namun segalanya dilakukan dengan pengaharapan
terhadap Allah.Allahlah yang akan menentukan hasilnya, sesuai dengan apa yang diupayakan
manusia. Menusia menyadari dan berusaha memperbaikai kesalahannya, dengan memohon
ampunan dan pertolongan Allah.Selain itu, hubungan antar sesame manusia juga penting sebagai
dukungan sosial dalam mengatasi segala masalah, terutama dukungan untuk bersba dan
melakukan hal yang benar sesuai dengan jalan Allah.

7
1. Hubungan dengan Allah.

Islam memandang penting hubungan dengan Allah dalam segala aspek kehidupan
menusia. Mengingat Allah adalah satu-satunya dzat yang akan membawa ketenangan sejati
dalam diri manusia. Dalam hal ini islam mengajarkan untuk memelihara kemurnian iman kepada
Allah. Dengan memurnikan keimanan terhadap Allah, islam menganggap mencari tuhan lain
merupakan dosa besar.

Stres timbul karena seseorang merasa tidak mampu atau tidak memiliki sumber daya
yang memadai untuk mengatasi masalahnya. Dengan memasrahkan diri, Allah akan membantu
umatnya dengan cara yang tidak disangka-sangka. Stres dapat terjadi karena perubahan tertentu
dalam hidup.Dalam hal ini, seseorang tidak mampu untuk menyesuaikan diri terhadap rasa
kehilangan, baik dalam kejadian besar yang bersifat tiba-tiba, seperti bencana alam, atau
kehilangan hal yang berharga dalam kehidupan, seperti kehilangan orang-orang yang dicintai.
Dalam ajaran islam, segala harta benda dan kehidupan merupakan milik Allah. Semuanya
berasal dari Allah dan kembali kepada-Nya.

Stres dapat timbul karena seseorang menghadapi situasi yang menegangkan berulang-
ulang, baik karena sesuatu yang sudah diperhitungkan (stress kronik) atau berupa kejadian
sehari-hari yang tak terduga (keruwetan hidup), di mana seseorang tidak memiliki penyesuaian
diri yang dibutuhkan.Islam mengajarkan bahwa kehidupan seseorang telah diatur takdirnya.
Umat islam wajib beriman pada nasib (qada) dan ketentuannya (qadar). Meskipun wajib
berusaha, manusia tidak dapat melakukan control terhadap hal tersebut.

Seseorang harus mampu menerima kenyataan dengan jujur dan ikhlas. Dalam hal ini,
stres dapat timbul karena seseorang tidak mampu menerima kebenaran atau kenyataan. Menurut
ajaran islam, kejujuran kepada Allah merupakan sesuatu yang penting dilakukan. Ketidakjujuran
dapat membuat konflik dalam diri seseornag, antara pikiran dan perasaan. Kebohongan dan
konflik dapat mempengaruhi kerja hormone yang menyebabkan perubahan detak jantung,
pernapasan, dan membuat tubuh gemetar.

Dalam islam, terdapat beberapa tata cara yang dapat dilakukan untuk mengingat Allah
sebagai alat untuk menyelesaikan masalah. Di antara yang terpenting adalah shalat, membaca Al-

8
Quran, dan membaca doa. Tata cara ini juga sering dianggap merupakan media untuk
berkomunikasi dengan Allah.

a.  Mendirikan shalat.

Shalat memiliki berbagai unsur penting. Pertama, shalat mengurangi stimulasi rekasi
psiko-fisiologis sehingga menghasilkan respons relaksasi. Kemudian, hal ini akan memberikan
keadaan mental yang mencerminkan penerimaan dan kepasrahan yang dikenal sebagai respons
relaksasi tingkat lanjut. Cara umat islam melakukan penyembahan terhadap Allah yang dinamik
juga melatih postur tubuh bergerak dalam sikap waspada yang terkonsentrasi dalam kesatuan
jiwa dan raga. Kedua, sebagai alat komunikasi, shalat dapat memberikan dukungan psikologis
bagi mereka yang melaksanakannya. Dukungan ini terutama sangat berarti jika bentuk dukungan
lain tidak memungkinkan.

Seseorang memasrahkan dirinya kepada yang Maha kuasa yang dipercayai memiliki kekuatan
tidak terbatas.

b. Membaca Al-Quran.

Pembacaan Al-Quran dapat dilakukan secara terpisah di lura shalat. Bagi umat islam, Al-
Quran merupakan petunjuk yang dapat memberikan jalan keluar dari masalah yang dihadapinya.
Dengan membaca Al-Quran hati seseorang akan menjadi tenang karena mengingat Allah. Al-
Quran juga merupakan alat penyembuh dan penawar dari berbagai penyakit.

c. Membaca doa.

Islam juga mengajarkan umatnya untuk berdoa meminta pertolongan langsung kepada
Allah. Dalam keadaan sulit, seorang muslim diajarkan untuk kembali kepada Allah, melakukan
koreksi diri dan meminta ampun kepada Allah. Setelah itu, umat islam harus berusaha untuk
memperbaiki dirinya. Dalam keadaan panic, orang-orang yang tidak beriman berbeda dengan
orang-orang yang beriman. Mereka yang tidak beriman tidak memiliki tempat untuk kembali,
tempat untuk memohon pertolongan dan pengampunan. Kehidupan mereka hanya berupa
kehidupan saat itu, yang tidak dapat mereka kontrol. Akibatnya, kemungkinan mereka akan
menggunakan minuman keras atau obat-obatan yang dapat membuat kecanduan dan kemudian
mendorong perilaku kriminal.

9
Di pihak lain, orang yang beriman memiliki tempa untuk mengembalikan masalahnya.
Orang beriman percaya bahwa Allah memiliki segala sumber daya yang akan membantunya
dalam memecahkan masalah. Orang beriman akan menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah.
Doa merupakan alat komunikasi dengan Allah yang dapat memberikan dukungan dalam
menghadapi konflik. Doa dapat memberikan ketenangan. Stres merupakan merupakan hasil
kurangnya ketenangan internal karena konflik di dalam diri manusia yang mendorong gangguan
eksternal pada perilaku dan kesehatan.Ketenangan internal hanya dapat diraih dengan percaya
kepada Allah Yang Maha Perkasa, mengingatnya sesering mungkin dan memohon pertolongan
dan pengampunan pada waktu sulit.

2. Pengaturan perilaku.

Islam mengajarkan untuk memilih hal yang lebih pasti dalam kehidupan. Islam juga
memiliki kepercayaan untuk percaya kepada hari akhir dan menerima akibat yang ditentukan.
Mereka yang memercayai bahwa masalah dunia bukan apa-apa dan hanya sementara, kehidupan
dunia adalah fana, dan ada hari kemudian, akan merelakan apa saja yang didapatnya di dunia.
Menerima segala akibat yang ditentukan merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri
melawan frustasi. Kepercayaan pada takdir dan hari kemudian, yang diajarkan pada umat islam,
merupakan pertahanan yang cukup efektif bagi yang memercayainya.

Menurut ajaran islam, perasaan harap kepada Allah merupakan hal yang harus tetap
ditumbuhkan dalam hidup. Kepercayaan bahwa Allah akan membantu dan tidak membebani
manusia sesuatu yang tidak mampu dipikulnya, merupakan sesuatu yang penting dalam
menghadapi masalah.

Banyak penelitian ilmiah dilakukan untuk meningkatkan cara berpikir positif yang
memiliki dampak terhadap kehidupan seseorang, dengan metode yang tidak hanya menghasilkan
relaksasi fisiologis, namun juga membantu manusia untuk bertahan dengan efektif dalam
kehidupannya. Dalam hal ini islam mengajarkan shalat yang merupakan cara untuk membuat
seseorang memasrahkan segala kekuatannya untuk menghadapi masalah dan kegagalan dengan
kembali kepara Tuhan yang merupakan sumber dari segala kekuatan.

3.  Dukungan social

10
Hal lain yang menjadi pusat perhatian dalam menghadapi gangguan mental adalah
perilaku interaksi, yang banyak memainkan peran dalam proses penyakit kronik. Dalam
pendekatan pengobatan perilaku, perawatan sakit yang bersifat kronik tidak hanya bergantung
pada pengobatan rasa sakit semata-mata. Perkataan dan pikiran yang positif, serta tanggung
jawab terhada p keluarga dan lingkungan sosial, juga memainkan peranan penting. Tanggung
jawab sosial dan dukungan sosial dari tetangga juga merupakan hal penting dalam mengatasi
gangguan mental.

2.4 Aspek – aspek Post Power Syndrome

Aspek-Aspek Post power syndrome Atamimi dalam Indriana (2011) mengemukakan


bahwa terdapat empat aspekpost power syndrome, yaitu :

a. Aspekekonomi.
b. Aspek sosial.
c. Aspek fisik.
d. Aspek psikologi.

Menurut Suardiman (2011) mengemukakan dua aspek kecenderungan post power


syndromeyaitu :

a. Ketidak mampuan berfikir realistis.


b. Menerima Kenyataan.

2.5 Faktor Yang Memepengaruhi Post Power Syndrome

Faktor-faktor yang mempengaruhi post power syndrome Indriana (2012) mengungkapkan


bahwamasa pensiun akan berdampak positif ketika individu menerima pensiun
sebagai wujud dari kebebasan baru, merasa puasa dengan pekerjaan selama ini dilakukan dan
mengembalikan padaTuhan segala proses kehidupan yang terjadi diterima denganikhlas, tapi
pada sebagian individu memandang pensiun sebagai hal yang negative dan sangat tidak di
inginkan sebabnya ialah:

1. Merasa Kehilangan penghasilan.

11
2. Konsep diri negative sehingga Cenderung bekerja sangat berlebihan ketika masih
peroduktif dan mengalami kekecewaan ketika memasuki masa pension
3. Pensiun dinilai sebagai akhir dari segalanya dimana individu akan kehilangan jabatan,
merasa kesepian dan di tinggalkan oleh teman-teman selagi masih bekerja Post power
syndrome sangat berkaitan dengan perencanaan yang dibuat sebelum menghadapi masa
pensiun. Perencanaan yangdibuat sebelum masa pensiun akanmemberikan kepuasan dan
rasa percaya diripada individu yang bersangkutan, seperti mempersiapkan keuangan,
kesehatan, spritualitas, kehidupan sosial sehingga tidak  mengalami kecemasan dan
depresi saat menghadapi pensiun (Berk, 2012;Suardiman, 2011; Indriana, 2012).

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA POST POWER SYNDROME


BERDASARKAN TEORI

A. KONSEP DASAR ASKEP


1.  PENGKAJIAN
a. Pengkajian Fungsional

Merupakan pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari – hari


secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan
keterbatasan klien, menimbulkan pemilihan intervensi yang tepat. Situasi klien menentukan
beberapa kali dalam sehari tes harus diberikan, serta jumlah kali klien perlu untuk di tes untuk
menjamin hasil yang akurat.Indeks Kemandirian pada Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau tergantung dari klien dalam mandi, berpakaian,
pergi ke kamar mandi, berpindah, kontinen, dan makan. Definisi khusus dari kemandirian
fungsional dan tergantung tampak pada indeks.

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpa-


kaian, dan mandi.

B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut.

C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan satu fungsi tambahan

D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi
tambahan

E Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil,


dan satu fungsi tambahan.

F Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil,


berpindah dan satu fungsi tambahan.

G Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

Lain- Tergantung pada sedikimya dua fungsi, tetapi tidak dapat dikiasifikasikan

13
Lain sebagai C, D, E, atau F

                                                                            

Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan pribadi aktif, kecuali
seperti secara spesifik diperlihatkan di bawah ini. Ini didasarkan pada status aktual dan bukan
pada kemampuan. Seorang klien yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap sebagai
tidak melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.

1. Mandi (Spon, Pancuran, atau Bak)


1. Mandiri
Bantuan hanya pada satu bagian mandi seperti punggung atau ekstremitas   yang  tidak
mampul atau mandi sendiri sepenuhnya.
2. Tergantung
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan  keluar dari bak mandi,
tidak mandi sendiri.
2. Berpakaian
1. Mandiri
Mengambil baju dari kloset dan laci; berpakaian, melepaskan pakaian,
mengikat;  mengatur pengikat; melepas ikatan sepatu.
2. Tergantung

Tidak memakai baju sendiri atau sebagian masih tidak menggunakan pakaian.

3. Ke Kamar Kecil
1. Mandiri
Ke kamar kecil; masuk dan keluar dari kamar kecil; merapikan baju; membersihkan
organ-organ ekskresi; (dapat mengatur bedpan sendiri yang digunakan hanya malam hari
dan dapat atau takdapat menggunakan dukungan mekanis).
2. Tergantung
Menggunakan bedpan atau pispot atau menerima bantuan dalam masuk dan
menggunakan toilet.
4. Berpindah
a. Mandiri

14
Berpindah ke dan dari tempat tidur secara mandiri, berpindah duduk dan bangkit dari
kursi secara mandiri (dapat atau tidak dapat menggunakan dukungan mekanis).
b. Tergantung
Bantuan dalam berpindah naik atau turun dari tempat tidur dan/atau kursi; tidak
melakukan satu atau lebih perpindahan.
5. Kontinen
a. Mandiri

Berkemih dan defekasi seluruhnya dikontrol sendiri.

b. Tergantung
Inkontinensia parsial atau total pada perkemihan atau defekasi; konirol total atau
parsial dengan enema, kateter, atau penggunaan urinal dan/atau bedpan teratur .
6. Makan
a. Mandiri
Mengambil makanan dari piring atau keseksamaan memasukannnya ke mulut,
(memotong-motong daging dan menyiapkan makanan, seperti mengolesi roti dengan
mentega, tidak dimasukan dalam evaluasi).
b. Tergantung
Bantuan dalam hal makan (lihat di atas); tidak makan sama sekali, atau makan per
parentral.

Pada kasus depresi kemandirian cenderung bermasalah karena berkurangnya energy yang


menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas.

b. Pengkajian Status Kognitif (Short Portable Mental Status )

      Bagaimana dengan kondisi kognitif lansia: apa daya ingat lansia mengalami penurunan,
mudah lupa, apa masih ingat hal-hal yang terjadi pada lansia dimasa lalu, dll.

Data yanng diperoleh:

      Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan


motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang destruktif tentang diri
sendiri, pesimis, ketidakpastian.\ Mekanisme pengkajian kognitif:Questionnaire/SPMSQ)

15
Instruksi  : Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini, dan catat semua jawaban. Ajukan pertanyaan
4 A hanya jika klien tidak mempunyai telepon. Catat jumlah kesalahhan total berdasarkan
sepuluh pertanyaan

+ - PERTANYAAN

1. Tanggal berapa hari ini? (Tanggal, bulan, tahun)

2. Hari apa sekarang ini?

3. Apa nama tempat ini?

4. Berapa nomor telepon Anda?

4A.Dimana alamat Anda? (Tanyakan hanya bila klien tidak


memiliki telepon)

5. Berapa umur Anda?

6. Kapan Anda lahir?

7. Siapa presiden Indonesia sekarang?

8. Siapa presiden sebelumnya?

9. Siapa nama ibu Anda?

10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka


baru, semua secara menurun

Jumlah kesalahan total

Dilengkapi oleh Pewawancara

Nama Pasien:                      Tanggal pengkajian:

Jenis kelamin:                     Suku:         

Pendidikan:        

Nama pewawancara:

16
Penilaian

Kesalahan 0-2             Fungsi intelektual utuh

Kesalahan 3-4             Kerusakan intelektual Ringan

Kesalahann 5-7           Kerusakan intelektual Sedang

Kesalahan 8-10           Kerusakan intelektual Berat

Pada kasus depresi pada lansia cendrung mengalami dimensia dan mengalami gangguan kognitif
yang dipengaruhi faktor depresi dan proses degeneratif.

c. Pengkajian Status Sosial/ Emosi

APGAR keluarga

No. Fungsi Uraian Skor

1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali pada


keluarga (teman-teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu menyusahkan saya

2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)


saya membicarakan sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan masalah dengan saya

3. Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya


menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas atau arah baru

4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)


saya mengekspresikan afek dan berespon terhadap
emosi-emosi saya, seperti marah, sedih atau
mencintai

5. Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya


menyediakan waktu bersama-sama

17
Analisa hasil :

Skor : 8-10 : fungsi sosial normal

Skor : 5-7   : fungsi sosial cukup

Skor : 0-4   : fungsi sosial kurang/suka menyendiri

d. Pengkajian Status Psikologis

Skala Depresi Yesavage

Skala Depresi geriatrik Yesavage, bentuk singkat

Apakah pada dasarnya Anda puas dengan kehidupan Anda?(ya/tidak)

Sudahkah Anda mengeluarkan aktifitas dan minat Anda? (ya/tidak)

Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda kosong?(ya/tidak)

Apakah Anda sering bosan?(ya/tidak)

Anda mempunyai semangat yang baik setiap waktu?(ya/tidak)

Apakah Anda takut sesuatu akan terjadi pada Anda?(ya/tidak)

Apakah Anda merasa bahagia di setiap waktu?(tidak/tidak)

Apakah Anda lebih suka tinggal di rumah pada malam hari, daripada pergi
dan   melakukan sesuatu yang baru? (ya/tidak)

Apakah Anda merasa bahwa Anda mempunyai lebih banyak masalah dengan
ingatan Anda daripada yang lainnya?(ya/tidak)

Apakah Anda berfikir sangat menyenangkan hidup sekarang ini?(ya/tidak)

Apakah Anda merasa saya sangat tidak berguna dengan keadaan Anda sekarang?
(tidak)

18
Apakah Anda merasa penuh berenergi? (ya/tidak)

Apakah Anda berfikir bahwa situasi Anda tak ada harapan?(ya/tidak)Apakah


Anda berfikir bahwa banyak orang yang lebih baik daripada Anda? (ya)

Analisa hasil :

Jika jawaban pertanyaan sesuai indikasi dinilai poin 1. (nilai poin 1 untuk setiap respons yang
cocok dengan jawaban ya atau tidak setelah pertanyaan)

Nilai 5 atau lebih dapat menandakan depresi.

e. Pengkajian Keseimbangan

KRITERIA NILAI

Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan

Bangun dari tempat duduk (dimasukkan analisis) dengan mata terbuka

Tidak bangun dari tempat tidur dengan sekali gerakan, akan tetapi mendorong
tubuhnya ke atas dengan tangan atau bergerak ke bagian depan kursi terlebih
dahulu, tidak stabil pada saat berdiri pertama kali

Duduk ke kursi (dimasukkan analisis) dengan mata terbuka menjatuhkan diri ke


kursi, tidak duduk di tengah kursi

Bangun dari tempat duduk (dimasukkan analisis) dengan mata tertutup

Tidak bangun dari tempat tidur dengan sekali gerakan, akan tetapi usila
mendorong tubuhnya ke atas dengan tangan atau bergerak ke bagian depan
kursi terlebih dahulu, tidak stabil pada saat berdiri pertama kali

Duduk ke kursi (dimasukkan analisis) dengan mata tertutup menjatuhkan diri


ke kursi, tidak duduk di tengah kursi

Ket: kursi harus yang keras tanpa lengan

Menahan dorongan pada sternum (3 kali) dengan mata terbuka

menggerakkan kaki, memegang objek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh

19
sisi-sisinya

Menahan dorongan pada sternum (3 kali) dengan mata tertutup

klien menggerakkan kaki, memegang objek untuk dukungan, kaki tidak


menyentuh sisi-sisinya

Perputaran leher (klien sambil berdiri)

Menggerakkan kaki, menggenggam objek untuk dukungan kaki: keluhan


vertigo, pusing atau keadaan tidak stabil

Gerakan mengapai sesuatu

Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi sepenuhnya


sementara berdiri pada ujung jari-jari kaki, tidak stabil memegang sesuatu
untuk dukungan

Membungkuk

Tidak mampu membungkuk untuk mengambil objek-objek kecil (misalnya


pulpen) dari lantai, memegang objek untuk bisa berdiri lagi, dan memerlukan
usaha-usaha yang keras untuk bangun

Komponen gaya berjalan atau pergerakan

Minta klien berjalan ke tempat yang ditentukan ragu-ragu, tersandung,


memegang objek untuk dukungan

Ketinggian langkah kaki

Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser atau menyeret kaki),
mengangkat kaki terlalu tinggi (> 5 cm)

Kontinuitas langkah kaki

Setelah langkah-langkah awal menjadi tidak konsisten, memulai mengangkat


satu kaki sementara kaki yang lain menyentuh lantai

Kesimetrisan langkah

20
Langkah tidak simetris, terutama pada bagian yang sakit

Penyimpangan jalur pada saat berjalan

Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dari sisi ke sisi

Berbalik

Berhenti sebelum mulai berbalik, jalan sempoyongan, bergoyang, memegang


objek untuk dukungan

Keterangan:

0 – 5 resiko jatuh rendah

6 – 10 resiko jatuh sedang

11 – 15 resiko jatuh tinggi

f. Pengkajian Spiritual

1)      Berkaitan dengan keyakinan agama yang dimiliki dan sejumlah makna keyakinan  tersebut
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari lansia.

2)      Hal-hal yang perlu dikaji:

a.       Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya.

b.      Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan.

Misalnya: pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin.

c.       Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa.

d.      Apakah lanjut usia terlihat sabar dan tawakal

f. Pengkajian Fungsi Afektif

Data yang sering didapat pada pengkajian afektif pada lansia depresi :

21
     Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan, kemurungan, rasa bersalah,
ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian, harga diri rendah, kesedihan.

Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji fungsi afektif pada lansia yaitu :

1)      Penting untuk mengkaji arti dari suatu kejadian bagi lansia dengan mengkaji kedalaman
dan lamanya afek yang ditampilkan

2)      Ekspresi emosi dipengaruhi oleh budaya dan karakteristik personal

3)      Pada lansia biasanya tidak mengekspresikan perasaannya secara langsung/ verbal. Oleh
karena iti penting untuk mengobservasi adanya reaksi tidak langsung/ non verbal dari lansia.

4)      Penting untuk menggunakan istilah – istilah yang dapat diterima oleh lansia pada saat
wawancara dengan berfokus pada perasaan yang dirasakan oleh lansia. Dapat diawali dengan
menggunakan open ended question misalnya : bagaimana kabarnya hari ini ?

5) Temuan – temuan pada Fungsi afektif

AFEK KETERANGAN

Afek tidak Respon emosional yang tidak sesuai dengan pikiran, pembicaraan
serasi

Afek tumpul Respon emosional yang sangat kurang

Afek Dua jenis perasaan yang berlawanan terhadap suatu objek yang
ambivalen timbul pada saat yang bersamaan

Euforia Kegembiraan berlebihan tidak sesuai dengan realitas

Depresi Perasaan sedih, murung, susah. depresi sering disertai dengan


gejala somatik : pusing, konstipasi, nyeri perut, nyeri otot, nafsu
makan berkurang dan insomnia.

Anxietas Kecemasan, kekawatiran, was – was, takut. Sering disertai dengan


gejala somatik : ketegangan motorik (gemetar, tegang, nyeri otot,
mudah kaget, gelisah) dan hiperaktivitas saraf otonomik
(berkeringat , telapak tangan lembab, jantung berdebar cepat,

22
mulut kering, pusing, kesemutan, rasa mual, sering kencing, dan
rasa tidak enak di ulu hati)

Observasi yang dapat dilakukan untuk mengkaji fungsi afektif :

1. Bagaimana perasaan klien saat ini ?


2. Apakah indikator yang menggambarkan mood/ rasa cemas / depresi pada klien ?
3. Apakah ada faktor –faktor dibawah ini yang mengakibatkan cemas pada klien seperti :
kondisi patologik, pengobatan atau intervensi yang berpengaruh pada sistem saraf pusat ?
4. Cara yang dilakukan oleh klien untuk mengatasi perasaannya yang tidak seperti biasanya ?
5. Apakah ada hal yang ingin didiskusikan mengenai perasaaan klien?
g. Pengkajian Depresi

Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan gejala yang
termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian
yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan
kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan untuk diinterprestasikan di berbagai
tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale (GDS)

i.        Pengkajian Fisik

Keterampilan pengkajian Fisik ada 4 diantaranya adalah:

a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi

Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:

1. Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung
untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika. kondisinya telah parah seseorang
cenderung akan kehilangan gairah makan.
2. Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala)

23
3. Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang
tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti,
"saya menyia-nyiakan hidup saya" atau “saya tidak bisa rncncapai banyak kemajuan",
seringkali terjadi.
4. Berat badan berubah drastis
5. Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian
orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi
justru terlalu banyak tidur.
6. Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk
mernecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk
memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu. Keluhan
umum yang sering terjadi adalah, "saya tidak bisa berkonsentrasi".
7. Keluarnya keringat yang berlebihan
8. Sesak napas
9. Kejang usus atau kolik
10. Muntah
11. Diare
12. Berdebar-debar
13. Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin
akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk
mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami depresi
mungkin akan gampang letih dan lemah.
14. Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa,
"saya selalu merasah lelah" atau "saya capai".

2.      DIAGNOSA

a. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron


irreversible
b. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau
integrasi sensori ( defisit neurologis )

24
d. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis
e. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh
penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit

3.      RENCANA KEPERAWATAN

a. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron


irreversible

1. Kaji derajat gangguan derajat kognitif, orientasi orang, tempat dan waktu
2. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang

b. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif

1. Pertahankan tindakan kewaspadaan


2. Hadir dekat pasien selama prosedur atau pengobatan dilakukan

c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau
integrasi sensori ( defisit neurologis )

1. Kaji derajat sensori/ gangguan persepsi


2. Mempertahankan hubungan orientasi realita dan lingkungan

d. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologi

1. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri


2. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan

e. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh


penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit

1. Berikan dukungan emosional


2. Rujuk keluarga ke kelompok pendukung

4.      IMPLEMENTASI

25
Implementasi disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah di susun sebelumnya.

5.      EVALUASI

Jika kriteria hasil telah tampak sesuai dengan yang diharapkan pada intervensi dan
masalah keperawatan telah terselesaikan maka perawat terlebih dahulu harus mengkaji secara
holistik terkait kondisi aktual pasien tentang ada atau tidaknya masalah baru yag muncul. Tahap
evaluasi dilakukan pada akhir pelaksanaan proses keperawatan, ini bertujuan agar dapat menilai
apakah proses keperawatan yang dilaksanakan sudah berjalan sesuai rencana keperawatan yang
disusun sebelumnya.

26
BAB IV

PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Post Power Syndrome adalah gejala-gejala setelah berakhirnya kekuasaan. Gejala ini
umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan, namun ketika sudah
tidak berkuasa lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan yang biasanya bersifat negatif
atau emosi yang kurang stabil. Faktor-faktor penyebab Post Power Syndrome :Pensiun, PHK
atau pudarnya ketenaran seorang artis adalah salah satu dari faktor tersebut, kejadian traumatik
juga misalnya kecelakaan yang dialami oleh seorang pembalap, yang menyebabkan kakinya
harus diamputasi, Post-power syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang sudah lanjut
usia dan pensiun dari pekerjaannya .

3.2       Saran

Berdasarkan dari penulisan makalah ini saran bagi lansia pensiunan agar selalu melakukan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan selalu berpikir positif terhadap masa pensiunannya yang
akan dihadapi agar terhindar dari gejala Post Power Syndrome .

27
DAFTAR PUSTAKA

Pushkar, D., Chaikelson, J.,Conway, M.,Etezadi, J.,Giannopolous, C., Li, K., & Wrosch, C
2010.Testing Continuity andActivity Variables as Predictors ofPositive and Negative Affect
inRetirement:The Journals of GerontologySeries B: Psychological Sciences andSocial
Sciences 65 B (1): 42-49)

Santoso, A & Lestari, N. B. 2008, Peran Serta Keluarga Pada Lansia Yang  Mengalami Post
Power Syndrome, Media Ners, Volume 2,Nomor (1): 1-44.

Reivich, K. & Shatte, A. 2003. The Resilience Factor. New York : Broadway Books

Johana E.prawitasari,dkk,2002,psikoterapi(pendekatan konvensional dan


kontemporer),yogyakarta:pustaka pelajar

            Baihaqi,psikologi pertumbuhan (kepribadian sehat untuk optimisme),penerbit remaja


rosdakarya,bandung,2008

28

Anda mungkin juga menyukai