Anda di halaman 1dari 6

MULTIPLE KERION CELSI YANG DISEBABKAN OLEH MUCOR sp.

Dina Febriani1*, Moerbono Mochtar2


1Department of Dermatology and Venereology Faculty of Medicine Sebelas Maret University/
Dr. Moewardi General Hospital, Surakarta
Phone : +6281268655227/Email : dr.dinafebriani18@gmail.com
Abstrak
Pendahuluan : Kerion celsi merupakan manifestasi inflamasi pada infeksi dermatofita zoofilik di skalp.
Infeksi jamur pada skalp oleh Mucor sp. merupakan kasus yang masih jarang terjadi. Penegakkan
diagnosis untuk infeksi jamur dapat dilakukan dengan pemeriksaan menggunakan pemeriksaan KOH,
dan/atau kultur swab.
Kasus : Seorang anak perempuan berusia 8 tahun datang ke poli Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Moewardi dengan keluhan gatal, bernanah sejak 3 minggu yang lalu. Dua minggu kemudian, lesi
menyebar dan beberapa menjadi luka yang bernanah dengan bau busuk. Pemeriksaan fisik dermatologi
menunjukkan bercak yang disertai dengan skuama, erosi, krusta, nanah dan darah. Terdapat limfadenopati
bilateral pada belakang telinga kanan dan kiri. Pemeriksaan dermoskopi mendapatkan gambaran morse
code hair, zigzag hair, comma hair, alopecia patch, dan honey comb crust. Pemeriksaan mikologi
mikroskopik dengan KOH 10% menunjukkan hifa. Kultur kerokan kulit dengan agar sabaroud dextrose,
menunjukkan Mucor sp yang sensitif terhadap nistatin. Setelah hasil kultur keluar, kami menganti
terapinya dengan nistatin drop dan ketomed shampoo, dan pasien menunjukkan perbaikan.
Kesimpulan : Kerion celsi seringkali terjadi pada anak, jarang pada dewasa. Pemeriksaan penunjang
diperlukan untuk diagnosis pasti dan terapi yang tepat. Semakin cepat terapi dijalankan semakin baik
prognosis yang dihasilkan.
Kata kunci : kerion celsi, Mucor sp.

MULTIPLE KERION CELSI CAUSED BY MUCOR sp.


Dina Febriani1*, Moerbono Mochtar2
1Department of Dermatology and Venereology Faculty of Medicine Sebelas Maret University/
Dr. Moewardi General Hospital, Surakarta
Phone : +6281268655227/Email : dr.dinafebriani18@gmail.com
Abstract
Introduction : Kerion Celsi is a manifestation of inflammation in scalp zoophilic infections. Fungal
infection of the scalp by Mucor sp. is a rare case. The diagnosis for fungal infections can be made by
checking using KOH, and / or swab culture.
Case: An 8-year-old girl came to the Polyclinic and Diseases Dr. Moewardi with complaints of itching,
festering since 3 weeks ago. Two weeks later, the lesions spread and some become festering wounds with
a foul odor. Dermatology physical examination showed patches accompanied by squama, erosion, crust,
pus and blood. There is bilateral lymphadenopathy on the back of the right and left ear. Dermoscopic
examination showed morse code hair, zigzag hair, comma hair, alopecia patch, and honey comb crust.
Microscopic mycological examination with 10% KOH showed hyphae. Culture of skin scrapings with
patience dextrose, showing Mucor sp which is sensitive to nystatin. After the culture results came out, we
replaced the treatment with nystatin drop and ketomed shampoo, and the patient showed improvement.
Conclusion: Kerion Celsi often occurs in children, rarely in adults. Investigations are needed for a
definitive diagnosis and appropriate therapy. The faster the therapy is run the better the prognosis is
generated.
Keywords: kerion celsi, Mucor sp.

1
Pendahuluan
Kerion celsi, yang dalam bahasa Yunani berarti sarang lebah, merupakan reaksi inflamasi kulit pejamu
(manusia) karena dermatofita.1 Infeksi dermatofita pada kulit pejamu akan mencetuskan spektrum klinis
reaksi inflamasi. Infeksi dermatofita yang disebabkan oleh Mucor sp. (mucormycosis) merupakan kasus
yang yang jarang terjadi.5 Angka kejadiannya 10-50 kali lebih rendah dibandingkan infeksi oleh
kandidiasis atau aspergilosis, dengan prevalensi sebesar 1 sampai dengan 5 kasus per 10.000 kasus dan
insidensinya berkisar 1,7 asus per satu juta per tahun. 3,4 namun kasus ini meningkat pada anak-anak
dengan immunocompromised.5
Kerion celsi menunjukkan keunikan tersendiri karena gambaran khas berupa massa inflamasi berbentuk
boggy, berbatas tegas, dengan supurasi yang berasal dari orifisium folikular. 2 Kadang-kadang infeksi
dapat disertai dengan limfadenopati regional. 7 Diagnosis dilakukan dengan memeriksa dengan
pemeriksaan KOH dan / atau dengan swab kultur.7,8
Kasus
Anak-anak berusia 8 tahun datang ke Poli Penyakit Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Dr.
Moewardi dengan keluhan skala gatal di kepalanya disertai dengan nanah sejak 3 minggu lalu. Setelah
menemui dokter, mereka mendapat salep tetapi kondisinya tidak membaik. Dua minggu kemudian, lesi
itu menyebar luas dan beberapa di antaranya menjadi luka disertai cairan putih kekuningan dengan bau
tak sedap. (Gambar. 1). Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa pasien kompos mentis, tekanan darah
90/60 mmHg, denyut nadi 98x / menit, laju pernapasan 18x / menit, suhu 37,2 ° C, berat badan 22 kg,
tinggi badan 140 cm. Pemeriksaan fisik menunjukkan bercak eritema disertai skuama, limfadenopati di
belakang telinga kiri dan kanan. Dermoskopi menunjukkan gambar morse-code hair, zigzag hair, comma
hair, alopecia patch, dan honeycomb crust yang mendukung penampilan kerion celsi (Gambar 2).
Dalam pemeriksaan mikologi mikroskopis dengan KOH 10% menunjukkan hifa, dikultur dengan
saboroud dextrose agar, hasilnya menunjukkan Mucor sp sensitif nistatin. (Gambar. 3).
Griseofulvin dan sampo ketom dipilih pada awalnya. Setelah kultur, kami mengubah terapi menjadi
nystatin drop dan sampo ketomed. Setelah pemberian terapi yang sesuai hasil uji sensitivitas, terjadi
perbaikan dari erosi, pengerasan kulit, nanah, dan darah pada scalp (Gambar 4).

2
A B

C D

Gambar 1. A-D pada regio scalp tampak lesi patch


multiple eritem

A B

Gambar 2. Hasil pemeriksaan dermoskopi gambaran A. honey comb crust B. morse code
hair like C. zigzag hair D. alopecia patch E. comma hair

3
A B

Gambar 3. A. Pemeriksaan Kultur Saboroud Dextrose Agar B. Pemeriksaan Mikroskopik

A B

C D

Gambar 4. A-D pada regio scalp tampak perbaikan


pada skalp setelah 3 minggu pengobatan

Diskusi
Kerion celsi merupakan manifestasi infeksi dermatofita, terutama yang berasal dari binatang dan tanah.1
Berdasarkan ekologinya dermatofita terbagi atas golongan antropofilik, geofilik dan zoofilik. Bentuk
morfologis dermatofita tersebut dapat bertahan hidup hingga beberapa bulan di luar tubuh pejamu.
Setelah proses inokulasi, artrokonidia akan menempel pada keratinosit. Protease yang disekresi oleh
dermatofita berperan dalam fase penetrasi. Protease yang disekresi tersebut diidentifikasi sebagai faktor
virulensi. Sekali menempel pada keratinosit manusia, dermatofita akan segera berpenetrasi ke stratum
korneum, karena stratum korneum dan ostium folikel rambut menyediakan kebutuhan pH dan nutrisi
untuk dermatofita. Proses tersebut dapat difasilitasi oleh perubahan kondisi lingkungan stratum korneum,
contohnya kelembapan dan trauma.15
Manifestasi klinis kerion celsi bervariasi, tergantung pada organisme penyebabnya, jenis invasi rambut
dan tingkat respon inflamasi dari tuan rumah itu sendiri. Gambaran klinis yang paling sering adalah

4
rambut rontok dengan tingkat keparahan yang bervariasi pada skala dan gambaran eritema. Namun gejala
klinis dapat bervariasi.7 Plak yang muncul bisa soliter atau multipel, disertai pustula disertai kerak tebal.
Limfadenopati regional dapat terjadi. Jenis ini menunjukkan respons peradangan yang terlambat terkait
dengan dermatofita.
Mucor sp. merupakan salah satu penyebab infeksi dermatofita yang sering disebut mucormycosis. 5 kasus
ini jarang terjadi dan lebih sering terjadi pada pasien dengan immunocompromised.5 gambaran klinis yang
muncul berupa area eritema, edema, fistula, hingga gambaran nekrosis komplit 5,6,14.
Dalam kasus kami, kami melakukan pemeriksaan suportif untuk menegakkan diagnosis dengan kulit dan
pemeriksaan kultur. Pada pemeriksaan dermoskopi, hasilnya adalah rambut titik hitam, rambut berbentuk
koma yang merupakan ciri khas gambaran kerion celsi. Dalam pemeriksaan mikologi mikroskopis dengan
KOH 10% dari pengikisan kulit, hasilnya positif untuk hifa, kemudian dibiakkan dengan media saboroud
dextrose agar, hasilnya menunjukkan Mucor sp sensitif nystatin. Kami membuat diagnosis diferensial
dengan dermatitis seboroik. Berdasarkan pemeriksaan fisik dermatologis yang kami lakukan ketika
pasien datang ke Poli Penyakit Kulit dan Kelamin, Kami menemukan patch eritema yang disertai dengan
skuama banyak di daerah kulit kepala.
Terapi dapat dimulai ketika kehadiran jamur telah dikonfirmasi saat melakukan pemeriksaan mikroskopis
atau menunggu hasil kultur. Namun, pada populasi berisiko tinggi, menunggu hasil pemeriksaan akan
menyebabkan keterlambatan dalam melakukan terapi dan mungkin dapat menyebabkan penyebaran
infeksi. terapi yang dapat diberikan adalah terapi topikal seperti povidone-iodine, ketoconazole 2%, dan
shampo selenium sulfide 1%, dan oral-sistemik seperti griseofulvin, terbinafine, fluconazole, atau
itraconazole. 7

Kesimpulan
Kerion celsi yang disebabkan oleh Mucor sp merupakan kasus yang jarang terjadi dan lebih sering
mengenai anak-anak daripada dewasa. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menetapkan
diagnosis dan penentuan terapi yang pasti. Terapi lebih cepat prognosis lebih baik.

Referensi
1. O’Donnell B, Powell F, Hone R, O’Loughlin S. Kerionclinical spectrum in nine cases. Irish J Med
Sci. 1990;1:159:14-8
2. Roden M, Zaoutis T, Buchanan W et al. Epidemiology and outcome of zygomycosis: a report of 929
reported cases. Clin Infect Dis 2015; 41: 634–653
3. Mitjà O, Marks M, Bertran L, et al. Integrated control and management of neglected tropical skin
diseases. PLoS Negl Trop Dis. 2017;11:e0005136
4. Wiebke Z, Sigrid L, Matthias G, Annette K. Tinea capitis: temporal shift in pathogens and
epidemiology. Journal of the German Society of Dermatology. 2015: 1-8.
5. Spellberg B, Edwards Jr J, Ibrahim A. Novel perspectives on mucormycosis: pathophysiology,
presentation, and management. Clin Microbiol Rev. 2005;18:556–9
6. Eucker J, Sezer O, Graf B, Possinger K. Mucormycosis. Mycoses. 2001;44:253–60
7. Nenoff P, Reinel D, Krüger C, et al. Tropical and travel-related dermatomycoses: Part 2: cutaneous
infections due to yeasts, moulds, and dimorphic fungi. Hautarzt. 2015;66:522–32
8. John G Z, Shawn G, Jaime B, Bernard C. Tinea in Tots: cases and literature review of oral
antifungal treatment of tinea capitis in children under 2 years of age. The Journal of Pediatrics.
2017: 1-10.
9. Itzel A, Diana C, Leon F, Briada I, Ana C, Roberto A. Kerion celsi caused by icrosporum gypseum:
report of two cases and review. Journal of Dermatology and Cosmetology. 2018: 151-157.

5
10. Chander J, Kaur J, Attri A, et al. Primary cutaneous zygomycosis from a tertiary care centre in north-
west India. Indian J Med Res. 2010;131:765–70
11. Gautier H, Juliette M, Sandrine P. Kerion celsi caused by Micosporum gypseum. The Journal of
Pediatrics. 2016: 296-297
12. Kontoyiannis DP, Lewis RE: Agents of mucormycosis and entomophthoramycosis. In: Mandell GL,
Bennett JE, Dolin R, eds. Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious
Diseases (7th edition). Philadelphia: Churchill Livingstone; 2009, p 3257–3269
13. Sewon K, Masayuki A, Anna B, Alexender H, Amy M, Jeffrey S, David J. Fitzpartrick’s
Dermatology Ninth Edition. 2018. United States: McGraw-Hill Education/Medical.
14. Bonifaz A, Vázquez-González D, Tirado-Sánchez A, PonceOlivera RM. Cutaneous zygomycosis.
Clin Dermatol. 2012;30: 413–9
15. Rouzaud C, Hay R, Chosidow O, Dupin N, Puel A, Lortholary O, dkk. Severe dermatophytosis and
acquired or innate immunodeficiency: a review. Jof Fungi. 2015:31;2:4.

Anda mungkin juga menyukai