Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

DERMATITIS KONTAK ALERGIK AKIBAT PENGHITAM


RAMBUT

Oleh :
Brigita Florentina
20360068

Pembimbing :
dr. Arief Effendi, Sp.KK

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
RS. Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung
2020
SKENARIO KASUS

Seorang prempuan Ny D usia 42 tahun, datang ke poli KUlit RSPBA dengan keluhan
utama muncul gatal-gatal diwilayah wajah sejak dua minggu yang lalu,
Sejak dua minggu yang lalu, muncul gatal-gatal didaerah wajah, gatal juga diradakan
didaerah dahi dan belakang telinga, pasien juga merasakan kemerahan didaerah tersebut,
sebelumnya psien pernah menggunakan semir rambut dan keramas menggunakan
shampoo berwarna hitam.
Status dermatologic :
Pada daerah wajah terutama pipi dekstra dan sinistra, sebagian daerah dahi, sebagian
belakang telinga, tampak macula eritem multiple, sebagian didapatkan papua ringan,
tampak area ekskoriatif ringan akibat garukan.
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR
LAMPUNG SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Usia : 42 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : kemiling
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada hari Jum’at, 2 Oktober 2020

pukul 14.00 WIB.

Keluhan Utama : muncul gatal-gatal didaerah wajah sejak dua minggu yang lalu.

Keluhan Tambahan : gatal-gatal juga dirasakan didahi dan dibelakang telinga dan

daerah tersebut juga tampak kemerahan.

Riwayat Penyakit: pasien datang dengan keluhan gatal-gatal diwajah sejak dua
inggu yang lalu, diduga akibat semir rambut dan dobersamaai dengan penggunaan
shampoo berwarna hitam oleh pasien dua minggu yang lalu.

Riwayat penyakit sebelumnya : pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga : disangkal


Pengobatan yang pernah didapat : pasien belum pernah melakukan pengobatan
sebelumnya
III. STATUS GENERALIS
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. Status gizi : Cukup
4. Tanda vital
- Tekanan darah : 120 mmHg
- Nadi : 100 kali / menit
- Suhu : 36c
- Pernapasan : 20 x/menit
- Berat badan : 60
- Tinggi badan : 160 cm
5. Bentuk badan
a. Thoraks : Dalam batas normal
b. Abdomen : Dalam batas normal
c. KGB : Tidak teraba

IV. STATUS DERMATOLOGIS


Lokasi : wajah (pipi dekstra,sinistra)

Inspeksi : Sebagian daerah dahi, sebagian belakang telinga tampak makula eritem,

multiple.

Palpasi : , sebagian didapat papula ringan tampak area ekskoriatif ringan akibat

garukan

UKURAN LESI KONFIGURAS E.F.PRIMER EF SKUNDER


Pungtata Multipel Linier Makula Krusta
Milier Diskret / konfluen Anuler Papula Erosi
Guttata Gyrata Vasikel Ekskonasi
Lentikuler Kribformis Pustul Ulkus
Numularis Arsiner Bula
Plakat E F. KHUSUS Nodulus Likenifikasi
Komedo Nodus Vegetasi
Terowongan Plak Sikatriks
Purpura Urtika Abses
Eksanterna Kista
Milia Tumor

Tes Manipulasi : Tidak Dilakukan


V. LABORATORIUM
Tidak dilakukan

VI. RESUME

Ny D usia 42 tahun datang ke poli poli kulit RSPBA dengan keluhan


utama muncul gatal-gatal di wajah sejak dua minggu yang lalu, muncul
gatal-gatal didaerah wajah gatal juga timbul didahi dan belakang telinga,
pasien juga merasakan kemerahan didaerah tersebut, riwayat penggunaan
semir rambut dan sampo berwarna hitam, pasien belum pernah
mengalami keluhan yang sama sebelumnya, pada riwayat penyakit
keluarga, tidak ditemukan keluhan yang sama, pasien belum pernah
melakukan pengobatan sebelumnya, pasien juga tidak memiliki penyakit
tambahan lainnya.

VII. DIAGNOSA BANDING


• Dermatitis kontak alergi
• Dermatitis kontak iritan
• Dermatitis nomular

VIII. DIAGNOSIS KERJA


- Dermatitis kontak alergik karna penggunaan semir rambut
IX. PENATALAKSANAAN
Terapi sistemik: golongan antihistamin (loratadin tambel 10 mg) satu hari
sekali selama 7 hari

Terapi topical : golongan kortikosteroid (desoksimetason 0,25%) + (asam


salisilat 3% salep) dioles 2-3 kali sehari pada kulit yang sakit, digunakan
selama 7 hari.

X. PEMERIKSAAN ANJURAN

 Patch test

 Prick test

XI. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungtionam : bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad kosmeticam : dubia ad bonam

XII. FOLLOW UP

- Kontrol ke-1, 1 minggu kemudian, Keluhan gatal pada pasien sudah berukurang.

Pemeriksaan dermatologis dijumpai makula eritem berkurang bahkan sebagian

sudah menghilang, papul dan lesi eksoriatif akibat garukan pasien sebelumnya

juga sudah mengering. Pengobatan pada pasien ini adalah Terapi sistemik yaitu

golongan antihistamin (loratadin tambel 10 mg) satu hari sekali selama 7 hari dan

Terapi topical yaitu golongan kortikosteroid (desoksimetason 0,25%) + (asam

salisilat 3% salep) dioles 2-3 kali sehari pada kulit yang sakit, digunakan selama 7

hari. Kemudian, pengobatan dilanjutkan untuk 3 hari kedepan.


- Kontrol ke-2, 10 hari kemudian, keluhan pada pasien benar-benar sudah

menghilang. Pemeriksaan dermatologis dijumpai maluka eritem yg sebelumnya

ada sudah tidak ada lagi. Pengobatan pada pasien ini dihentikan. Kemudian, 2

minggu setelah pengobatan pasien dianjurkan untuk melakukan patch test.


TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat akibat
kulit terpapar oleh alergen dalam lingkungan. Fase sensitisasi terhadap alergen
dibutuhkan dalam patogenesis DKA. Waktu yang diperlukan untuk induksi DKA
umumnya adalah 7-20 hari. Jika sebelumnya pasien mempunyai riwayat terpapar dengan
substansi yang dicurigai atau substansi yang dapat menimbulkan terjadinya reaksi silang,
maka waktu yang diperlukan untuk menginduksi terjadinya reaksi alergi bisa lebih cepat
yaitu sekitar 24-48 jam. Gejala khas DKA berupa pruritus dan dermatitis eksematosa
yang terbatas pada tempat paparan alergen.4,6 Keluhan utama pasien adalah bercak
merah gatal, rasa terbakar dan timbul lepuhan pada kulit setelah memakai tato hena pada
tempat tersebut. Pasien juga mempunyai riwayat sensitisasi sebelumnya dengan alergen
yang dicurgai. Gambaran lesi berupa dermatitis eksematosa yang terdiri dari vesikel dan
bula multipel di atas makula eritematus, pus, eksudasi, dan erosi. Reaksi alergi terhadap
hena murni sangat jarang terjadi karena hena merupakan bahan yang memiliki potensi
alergi sangat rendah. Reaksi alergi biasanya disebabkan bahan-bahan lain yang
ditambahkan ke dalam hena. Kebanyakan reaksi alergi yang terkait dengan hena
disebabkan oleh PPD karena bahan ini biasanya ditambahkan pada hena untuk membuat
warna lebih gelap (Wolf.K,2019).

2.2 EPIDEMIOLOGI
DKA sering terjadi, Penyakit ini terhitung sebesar7% dari penyakityangterkait
dengan pekerjaan di Amerika Serikat, Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan,insiden
dan tingkat prevalensi DKA dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu. Dalam data
terakhir, lebih banyak perempuan (18,8%) ditemukan memilikiDKAdibandingkan laki-
laki (11,5%). Namun, harus dipahami bahwa angka ini mengacu pada prevalensi
DKAdalam populasi (yaitu, jumlah individu yang potensial menderita DKA bila terkena
alergen), dan ini bukan merupakan angka insiden(yaitu,jumlah individu yang menderita
DKA setelah jangka waktu tertentu). Tidak ada data yang cukup tentang epidemiologi
dermatitis kontak alergi di Indonesia, namun berdasarkan penelitian pada penata riasdi
Denpasar, sekitar 27,6 persen memiliki efeksamping kosmetik,dimana 25, 4 persen dari
angka itu menderita DKA (Fransiska,Sk, 2015).
Dalam studi tentang reaktivitas Rhus, individu yang lebih muda (18 sampai 25
tahun) memiliki onset lebih cepat dan resolusi cepat untuk terjadi dermatitis
dibandingkan orang tua. Kompetensi reaksi imun yang dimediasi sel Tpada anak-anak
masih kontroversi.Studi ini masih menganggap bahwa anak-anak jarang mengalami
DKAkarena sistem kekebalan tubuh yang belum matang, namun Strauss menyarankan
bahwa hiporesponsifitas yang jelas pada anak-anak mungkin karena terbatasnya paparan
dan bukan karena kurangnya imunitas. Dengan demikian, reaksi alergi terlihat terutama
pada pasien anak yang lebih tua dan yang terjadi sekunder oleh karena obat
topikal,tanaman, nikel,atau wewangian (Belsito Dv,2018).
2.3 FAKTOR PENCETUS
Penyebab dermatitis kontak adalah kulit yang terpapar oleh zat tertentu yang
menyebabkan iritasi atau reaksi alergi. Ada dua jenis dermatitis kontak yang dibedakan
berdasarkan reaksi kulit terhadap zat penyebab dermatitis, yaitu:
 Dermatitis kontak iritan. Terjadi kontak langsung lapisan luar kulit dengan zat
tertentu, sehingga merusak lapisan pelindung kulit. Jenis dermatitis inilah yang
lebih banyak terjadi. Beberapa zat yang dapat memicu dermatitis kontak iritasi
adalah sabun, detergen, sampo, cairan pemutih, zat yang berada di udara
(misalnya serbuk gergaji atau serbuk wol), tumbuhan, pupuk, pestisida, asam,
alkali, minyak mesin, parfum, dan bahan pengawet.
 Dermatitis kontak alergi. Muncul saat kulit bersentuhan dengan zat alergen yang
memicu sistem kekebalan tubuh bereaksi, menyebabkan kulit gatal dan meradang.
Zat alergen yang sering memicu reaksi alergi pada kulit di antaranya adalah obat-
obatan (misalnya krim antibiotik), zat yang ada di udara (misalnya serbuk sari),
tanaman, bahan logam dalam perhiasan, karet), dan bahan kosmetik (misalnya cat
kuku dan pewarna rambut).

Beberapa jenis pekerjaan berhubungan dengan zat yang telah disebutkan dapat
meningkatkan risiko seseorang mengalami dermatitis kontak. Jenis pekerjaan tersebut
meliputi petugas kesehatan, pekerja tambang dan konstruksi, penata rambut, mekanik,
penyelam atau perenang, petugas kebersihan dan kebun, serta koki (James WD,2017).
2.4 ETIOPATOGENESIS

A. Fase sensitisasi

Alergen atau hapten di aplikasikan pada kulit dan diambil oleh sel Langerhans.
Antigen akan terdegradasi atau diproses dan terikat pada Human Leucocyte Antigen-
DR(HLA-DR), dan kompleks yang diekspresikan pada permukaan sel Langerhans.Sel
5 Langerhans akan bergerak melalui jalur limfatik ke kelenjar regional, dimana akan
terdapat kompleks yang spesifik terhadap sel T dengan CD4-positif.Kompleks antigen-
HLA-DR ini berinteraksi dengan reseptor T-sel tertentu (TCR) dan kompleks CD3. Sel
Langerhans juga akan mengeluarkan Interleukin-1(IL-1). Interaksi antigen dan IL-
1mengaktifkan sel T. Sel T mensekresi IL-2 dan mengekspresikan reseptor IL-2 pada
permukaannya.Hal ini menyebabkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel T spesifikyang
beredar di seluruh tubuh dan kembali kekulit.

B. Tahap elisitasi

Setelah seorang individu tersensitisasi oleh antigen, sel T primer atau memori
dengan antigen-TCR spesifik meningkat dalam jumlah dan beredar melalui pembuluh
darah kemudian masuk ke kulit. Ketika antigen kontak pada kulit, antigen akan diproses
dan dipresentasikan dengan HLA-DR pada permukaan sel Langerhans. Kompleks akan
dipresentasikan kepada sel T4 spesifik dalam kulit (ataukelenjar, atau keduanya), dan
elisitasi dimulai. Kompleks HLA-DR-antigen berinteraksi dengan kompleks CD3-TCR
spesifik untuk mengaktifkan baik sel Langerhans maupun sel T. Ini akan menginduksi
sekresi IL-1 oleh sel Langerhans dan menghasilkan IL-2 dan produksi IL-2R oleh sel
T.Hal ini menyebabkan proliferasi sel T.Sel T yang teraktivasi akan mensekresi IL-3, IL-
4, interferon-gamma, dangranulocyte macrophage colony-stimulating factor(GMCSF).
Kemudian sitokin akan mengaktifkan sel Langerhans dan keratinosit.Keratinosit yang
teraktivasi akan mensekresi IL-1, kemudian IL-1 mengaktifkan phospolipase. Hal ini
melepaskan asam arakidonik untuk produksi prostaglandin(PG) dan leukotrin (LT). PG
dan LT menginduksi aktivasi sel mast dan pelebaran pembuluh darah secara langsung
dan pelepasan histamin yang melalui sel mast. Karena produk vasoaktif
danchemoattractant, sel-sel dan protein dilepaskan dari pembuluh darah. Keratinosit yang
teraktivasi juga mengungkapkan intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1)danHLA-
DR, yang memungkinkan interaksiseluler langsungdengansel-sel darah (Marks JG,2015).

2.5 KLINIS
1. Anamnesa

Pertanyaan mengenai kontaktan yang didasarkan kelainan kulit yang ditemukan, ada
kelainan kulit berukuran numular sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi,
dengan papul dan erosi, maka perlu ditanya apakah penderita memakai kancing celana
atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari nikel. Data yang berasal dari anamnesis
meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika,
bahan-bahan yang diketahui menimbulkan penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat
atopi baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan sering
kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodorant,
pergelangan tangan oleh jam tangan, di kaki oleh sepatu/sandal, Pemeriksaan hendaknya
dilakukan di tempat yang cukup terang, seluruh kulit untuk melihat kemungkinan
kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen (Nawaf A,2018).

2. Gambaran klinis

Terasa gatal disertai ruam kemerahan hingga bengkak. Keluhan juga bisa berupa rasa
perih seperti terbakar, tetapi tidak sesering keluhan gatal. Lokasi keluhan sesuai dengan
area yang berkontak dengan alergen. Predileksi yang sering adalah tangan, kaki, dan
wajah (Nawaf A,2018).
2.6 GAMBAR
2.7 KLASIFIKASI
 Dermatitis kontak iritan. Terjadi kontak langsung lapisan luar kulit dengan zat
tertentu, sehingga merusak lapisan pelindung kulit. Jenis dermatitis inilah yang
lebih banyak terjadi. Beberapa zat yang dapat memicu dermatitis kontak iritasi
adalah sabun, detergen, sampo, cairan pemutih, zat yang berada di udara
(misalnya serbuk gergaji atau serbuk wol), tumbuhan, pupuk, pestisida, asam,
alkali, minyak mesin, parfum, dan bahan pengawet.
 Dermatitis kontak alergi. Muncul saat kulit bersentuhan dengan zat alergen yang
memicu sistem kekebalan tubuh bereaksi, menyebabkan kulit gatal dan meradang.
Zat alergen yang sering memicu reaksi alergi pada kulit di antaranya adalah obat-
obatan (misalnya krim antibiotik), zat yang ada di udara (misalnya serbuk sari),
tanaman, bahan logam dalam perhiasan, karet ), dan bahan kosmetik (misalnya cat
kuku dan pewarna rambut).

Beberapa jenis pekerjaan berhubungan dengan zat yang telah disebutkan dapat
meningkatkan risiko seseorang mengalami dermatitis kontak. Jenis pekerjaan tersebut
meliputi petugas kesehatan, pekerja tambang dan konstruksi, penata rambut, mekanik,
penyelam atau perenang, petugas kebersihan dan kebun, serta koki.

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis
yang teliti, serta pembuktian dengan uji temple.Pertanyaan mengenai kontaktan yang
didasarkan kelainan kulit yang ditemukan, ada kelainan kulit berukuran numular sekitar
umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi,
dengan papul dan erosi, maka perlu ditanya apakah penderita memakai kancing celana
atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari nikel. Data yang berasal dari anamnesis
meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika,
bahan-bahan yang diketahui menimbulkan penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat
atopi baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.Pemeriksaan fisik sangat penting,
karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan sering kali dapat diketahui kemungkinan
penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodorant, pergelangan tangan oleh jam tangan, di
kaki oleh sepatu/sandal, Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang,
seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen
(Uzuner N,2019).
2.8 DIAGNOSIS BANDING
Kelainan kulit DKA sering tidak memberikan gambaran morfologik yang khas,
menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau
neurodermatitis sirkumskripta. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan dermatitis
kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksan uji tempel perlu timbangkan untuk
menentukan apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.Dermatitis Numularis. Lesi
eksematous khas berbentuk koin, berbatas tegas, ujudkelainan kulit terdiri dari papul dan
vesikel.Dermatitis Atopik. Erupsi cenderung bilateral dan simetris. Lesi kering terdiri dari
papul atau likenifikasi, dan hiperpigmentasi. Tempat predileksi pada muka dan ekstensor
untuk bayi dan anak-anak, bagian fleksor, di lipat siku, lipat lutut, samping leher pada
dewasa. Adanya riwayat atopi pada pasien atau keluarganya.Dermatitis Seboroik. Adanya
erupsi kronik pada daerah scalp, belakang telinga, sternal, axilla, dan lipat paha, disertai
dengan skuama basah berwarna kuning hingga kering.Neurodermatitis Sirkumskripta.
Erupsi berupa likenifikasi yang merupakan akibat dari siklus garuk-garuk. Berhubungan
dengan status psikologik penderita. Tersering di daerah tengkuk, pertengahan lengan
bawah bagian ekstensor, tungkai bawah lateral, dan pergelangan kaki (RAJ, Dt, 2015).
2.9 PENATALAKSANAAN
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan
kulit yang timbul.Terapi Topikal Untuk dermatitis kontak alergi akut yang ditandai
dengan eritema, edema, bula atau vesikel, serta eksudatif (madidans), kelainan kulit
dikompres beberapa kali sehari selama 15-20 menit. Dapat menggunakan larutan garam
faal atau larutan salisil 1:1000, larutan potassium permanganate 1:10.000, larutan Burowi
(aluminium asetat) 1:20-1:40. Kompres dihentikan apabila edema telah hilang. Pada
beberapa kasus yang lebih berat, diperlukan kortikosteroid topical dari potensi sedang
hingga potensi tinggi. Dapat juga menggunakan formulasi triamsinolone acetonide 0,1%
dalam lotio Sarna (kampor 0,5 %, mentol 0,5%, fenol 0,5%).Pada keadaan subakut,
penggunaan krim kortikosteroid potensi sedang hingga potensi tinggi merupakan pilihan
utama. Sedang kompres terbuka tidak diindikasikan.Sedangkan untuk lesi kronik,
diberikan salap kortikosteroid potensi tinggi atau sangat tinggi sebagai terapi initialnya.
Untuk terapi rumatan dapat digunakan kortikosteroid potensi rendah.Diberikan juga
emolien, seperti gliserin, urea 10%, atau preparat ter untuk lesi yang likenifikasi dan
kering. Pada kondisi likenifikasi yang berat, pemberian kortikosteroid intralesi dapat
memberikan manfaat.Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut
yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup
diberikan kortikosteroid topikal atau makrolaktam (pimecrolimus atau
tacrolimus).Golongan makrolaktam yang tidak mengakibatkan atrofi kulit sehingga aman
untuk digunakan di wajah dan mata.1.Terapi sistemikUntuk mengurangi rasa gatal dan
peradangan yang moderate dapat diberikan antihistamin.Sedangkan kortikosteoroid oral
diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada keadaan akut yang
berat, misalnya prednison 30 mg/hari (dibagi 3dosis). Umumnya kelainan kulit akan
mereda setelah beberapa hari.Pada kondisi yang lebih parah, dimana pekerjaan sehari-
hari pasien terganggu dan tidak bisa tidur, dapat diberikan prednison oral 70mg sebagai
dosis initial, yang diturunkan 5-10 mg/hari selama 1-2 minggu.Apabila terdapat infeksi
sekunder, terdapat fisura, erosi, dan secret purulen dapat ditambahkan antibiotic misalnya
eritromisin 4×250-500 mg selama 7-10 hari (Wolff K,2019).

2.10 PROGNOSIS
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan
dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis),
atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
Belsito DV (2015). Allergic Contact Dermatitis.Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff
K,Austen KF, Goldsmith LA, KatzSI (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in
GeneralMedicine. 6thed. New York: The McGraw-Hill; .h. 1164-1179.
Fransisca SK, Kurniawan DS, Suryawati N, Sumedha P, Wardhana M. EfekSamping
Kosmetika Pada Pekerja Salon Di Denpasar. Denpasar: 2018 [DiaksesNovember 2018]
Diunduh dari:http://madewardhana.com/artikel/efek-samping-kosmetika-pada-pekerja-
salon-kecantikan-di-denpasar.html
James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of the Skin ClinicalDermatology.
10thed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2017.h.91-112
Marks JG, Elsner P, Deleo VA. Contact & Occupational Dermatology. 3rded.USA:Mosby
Inc; 2015. h. 3-3
Nawaf A, Joshi A, Nour-Eldin O. Acute allergic contact dermatitis due to para-
phenylenediamine after temporary henna painting. J Invest Dermatol 2018; 30: 797-800
Raj DT, Prabhu N, Gowri Y, Vidhya N, Jasmine MK. Allergic ectopic contact dermatitis
with henna tattoos. Scholars Research Library 2015; 2(1): 187-90. Available from
http://scholarsresearchlibrary.com/archieve.html, downloaded june 2015.
Uzuner N, Olmez D, Babayigit A, Vayvada O. Contact dermatitis with henna tattoo. Indian
Pediatrics 2019; 46: 423-5.
Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of ClinicalDermatology.
6thed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2009. h. 20-33.

Anda mungkin juga menyukai