Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

BIOAKTIVITAS DAN TOKSISITAS BAHAN ALAM

FITOKIMIA

OLEH :

GEDE ADITYA PRATAMA (18 10 003)

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI ( STIFA)
PELITA MAS
PALU
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran pangan
masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan
konsumenterhadap bahan pangan juga semakin meningkat. Bahan pangan
yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai
kandungan gizi yang baik serta kenampakan dan cita rasa yang menarik,
tetapi juga harus mmemiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh.

Saat ini banyak dipopulerkan bahan pangan yanng mempunyai


fungsi fisiologis tertentu didalam tubuh, misalnya untuk menurunkan
tekanan darah, kolesterol, kadar  gula darah, meningkatkan penyerapan 
kalsium, dan lain-lain. Saat ini telah banyak diketahui bahwa didalam
bahan pangan terdapat senyawa yang mempunyai peranan penting bagi
kesehatan. Senyawa tersebut mengandung komponen aktif yang
mempunyai aktivitas fisiologis yang memberikan efek positif bagi
kesehatan tubuh orang yang mengkonsumsinya. Istilah pangan fungsional
merupakan nama yang paling mudah diterima dimasyarakat untuk
sebagian makanan atau minuman yang mengandung bahan-bahan yang
diperkirakan dapat meningkatkan status kesehatan dan mencegah
timbulnya penyakit-penyakit tertentu.

Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan dan obat


berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Kalau obat
fungsinya terhadap penyakit bersifat pengobatn, maka pangan fungsional
hanya bersifat pencegahan terhadap penyakit. Sedangkan suplemen
makanan adalh bahan pangan dengan tujuan untuk memberikan tambahan
sumber gizi bagi yang sedang melakukan program diet.

Kelompok senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi


fisiologis tertentu didalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa
alami diluar zat gizi dasar(karbohidrat, protein dan lemak) yang
terkandung dalam pangan yang bersangkutan, yaituu: serat makanan
(dietary fiber), oligosakarida, gula alkohol (polyol), asam lemak tidak
jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid=PUFA), peptida dan protein
tertentu, glikosida dan isoprenoid, polifenol dan isoflavon, kolin dan
lesitin, bakteri asam laktat, phytosterol, vitamin dan mineral tertentu
(Tarigan,1986).

Toksisitas adalah tingkat merusaknya suatu zat jika


dipaparkan terhadap organisme. Toksisitas dapat mengacu pada
dampak terhadap seluruh organisme, seperti hewan, bakteri, atau
tumbuhan, dan efek terhadap substruktur organisme, seperti sel
(sitotoksisitas) atau organ tubuh seperti hati (hepatotoksisitas).
Secara metafora,  kata ini bisa dipakai untuk menjelaskan dampak
beracun pada kelompok yang lebih besar atau rumit,
seperti keluarga atau masyarakat.

Konsep utama toksikologi adalah bahwa dampaknya bersifat


tergantung pada dosis. Air saja bisa mengakibatkan keracunan
air jika dikonsumsi terlalu banyak, sementara zat yang sangat
beracun seperti bisa ular memiliki titik rendah tertentu yang bersifat
tidak beracun. Toksisitas juga tergantung pada spesies, sehingga
analisis lintas spesies agak bermasalah jika dilakukan. Paradigma
dan standar baru sedang berusaha melompati  pengujian hewan, 
tetapi tetap mempertahankan konsep akhir toksisitas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Senyawa bioaktif adalah senyawa esensial dan non esensial
(misalnya vitamin atau polifenol) yang terdapat di alam, menjadi bagian
dari rantai makanan dan memiliki pengaruh terhadap kesehatan tubuh
manusia. Dihasilkan oleh organisme melalui jalur biosintetik metabolit
sekunder.

Dalam bahan pangan nabati (misalnya serat pangan, inulin, FOS


dan antioksidan) ataupun bahan hewani (EPA, DHA, dan CLA). Sifat
fungsional juga bisa disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang
memiliki sifat menguntungkan di dalam system pencernaan misalnya
probiotik, yaitu ingredient makanan berupa bakteri hidup (Lactobacilli,
Bifidobacteria). Zat bioaktif yang berasal dari sayur-sayuran dan buah
buahan disebut fitokimia. Fitokimia juga dinyatakan dengan istilah
fitonutrien dan vitamalin.

Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang efek


merugikan berbagai bahan kimia dan fisik pada semua sistem kehidupan.
Dalam istilah kedokteran, toksikologi didefinisikan sebagai efek merugikan
pada manusia akibat paparan bermacam obat dan unsur kimia lain serta
penjelasan keamanan atau bahaya yang berkaitan dengan penggunaan obat
dan bahan kimia tersebut. Toksikologi sendiri berhubungan dengan
farmakologi, karena perbedaan fundamental hanya terletak pada penggunaan
dosis yang besar dalam eksperimen toksikologi. Setiap zat kimia pada
dasarnya adalah racun, dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan
cara pemberian.  Salah satu pernyataan Paracelsus menyebutkan “semua
substansi adalah racun; tiada yang bukan racun. Dosis yang tepat
membedakan racun dari obat”. Pada tahun 1564 Paracelsus telah
meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan, bahwa dosis
menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum).
Pernyataan Paracelcus tersebut sampai saat ini masih relevan. Sekarang
dikenal banyak faktor yang menyebabkan keracunan, namun dosis tetap
merupakan faktor utama yang paling penting.

Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan


sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri.
Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya
kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsopsi. Sedangkan
istilah bahaya (hazard) adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu
situasi atau tempat tertentu; kondisi penggunaan dan kondisi paparan
menjadi pertimbangan utama. Untuk menentukan bahaya, perlu diketahui
dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur dan besar paparan yang diterima
individu.  Manusia dapat dengan aman menggunakan unsur berpotensi
toksik jika menaati kondisi yang dibuat guna meminimalkan absopsi unsur
tersebut. Risiko didefinisikan sebagai kekerapan kejadian yang diprediksi
dari suatu efek yang tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia
atau fisik. Istilah toksikokinetik merujuk pada absopsi, distribusi, ekskresi
dan metabolisme toksin, dosis toksin dari bahan terapeutik dan berbagai
metabolitnya. Sedangkan istilah toksikodinamik digunakan untuk merujuk
berbagai efek kerusakan unsur tersebut pada fungsi fital.

B. Jenis-jenis Senyawa Bioaktif pada Buah dan Sayur


Jenis buah-buahan & sayuran Senyawa bioaktif
Wortel Beta karoten
Umbi Gadung Fenol dan diosgenin
Ubi Kelapa Fenol dan dioscorin
Umbi Garut Fenol
Jeruk Limonene
Pear Asa ferulat
Bayam Merah Flavonoid
Tomat Likopen
Terong Antosianin
Kiwi Tokotrienol dan Kuersetin
Selada air Fenol
Semangka Likopen
Anggur Antosianin
Apel Flavonol
Stroberi Proantosianidin
Kubis Sulforafan
Brokoli Glukosinolat
Papaya Asam folat
Aprikot Karoten
Labu kuning Beta karoten
1) Tomat
Tomat mengandung lemak dan kalori dalam jumlah rendah,
bebas kolesterol, dan merupakan sumber serat dan protein yang
baik. Selain itu, tomat kaya akan vitamin A dan C, beta-karoten,
kalium dan antioksidan likopen. Satu buah tomat ukuran sedang
mengandung hamper setengah batas jumlah kebutuhan harian
(Required Daily Allowance/RDA) vitamin C untuk orang dewasa.
Pigmen utama pada tomat adalah likopen dan karoten.
Lycopene yang dikonsumsi dari produk tomat dapat
meningkatkan kadar karatenoid dalam darah dan mencegah
kerusakan DNA limfosit dengan meningkatkan resistensi terhadap
tekanan oksidatif sehingga berakibat mengurangi resiko kanker.
Larut dalam lemak. Di dalam tubuh, lycopene disimpan di hati,
paru-paru, kelenjar prostat, dan kulit.
2) Jeruk
Kandungan vitamin C pada 100 g jeruk memang cukup
tinggi, yaitu berkisar 60 mg. Jeruk juga merupakan sumber
betakaroten dan pigmen beta-cryptoxantin. Buah jeruk
mengandung suatu fitokimia yang dikenal sebagai limonoids atau
limonene yang terdiri atas limonin dan nomilin. Limonene
termasuk ke dalam trepenes, yaitu golongan lipid atau lemak yang
terbentuk dari dua atau lebih molekul 2-metil-1,3-butadiena, atau
yang lebih dikenal dengan isoprene (C5). Limonene sendiri
tergabung ke dalam monoterpene (C10) karena terdiri dari 2 unit
isoprene. Limonene biasanya tak berwarna atau berwarna kuning
pucat dan memiliki aroma sitrus yang manis dan menyegarkan
seperti buah lemon (d-limonene).
Limonene terbentuk dari pirofosfat geranyl, melalui
siklisasi dari neryl karbokation atau setara seperti yang
ditunjukkan. Langkah terakhir melibatkan hilangnya proton dari
kation untuk membentuk alkena. Limonene yang menyebabkan
rasa pahit pada buah jeruk, memeliki aktivitas biologis
meningkatkan aktivitas Glutathione S-Transferase (GST). GST
adalah system enzim detoksifikasi yang mengkatalis konjugasi
glutathione dengan elektrofil, termasuk karsinogen aktif. Konjugasi
yang terbentuk bersifat kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam
air sehingga mudah dikeluarkan dari dalam tubuh. Meningkatkan
aktifitas enzim GST berarti meningkatkan perlindungan terhadap
efek berbahaya dari zat asing, termask karsinogen. Banyak zat
yang meningkatkan aktivitas GST menunjukkan hambatan
terhadap karsinogenesis yang disebabkan karsinogen kimia.
3) Brokoli
Senyawa bioaktif pada brokoli adalah glukosinolat.
Glukosinolat adalah suatu group glikosida yang tersimpan dalam
vakuola se-sel semua sayuran Cruciferae. Glukosinolat merupakan
kelas senyawa organik yang mengandung sulfur dan nitrogen serta
diturunkan dari glukosa dan asam amino. Sifat antikarsinogenik
sayuran Cruciferae berhubungan dengan tingginya kadar
glukosinolat dalam sayuran tersebut.
Asam amino berperan sebagai prekursor biosintesis
glukosinolat pada tanaman. Fenilalanin dan tirosin menghasilkan
benzil glukosinolat dan parahidroksibenzil glukosinolat. Indol
glukosinolat dihasilkan dari D,L-triptofan. Glukosinolat tidak
begitu berbahaya, namun glukosinolat dapat dihidrolisis menjadi
berbagai produk toksik oleh enzim mirosinase. Glukosinolat dan
mirosinase terdapat dalam tanaman utuh pada kompartemen yang
terpisah, namun apabila struktur sel rusak, akan terjadi kontak di
antara keduanya. Kemudian, mirosinase menghidrolisis
glukosinolat menjadi glukosa dan senyawa aglukon, yang dapat
mengalami berbagai proses, menghasilkan isotiosianat, tiosianat,
nitrit, atau produk lainnya seperti goitrin yang sangat berbahaya.

4) Labu kuning
Labu kuning juga dikenal kaya akan karotenoid yang
berfungsi sebagai antioksidan. Beta karoten merupakan salah satu
jenis karotenoid, disamping mempunyai aktivitas biologis sebagai
provitamin-A, juga dapat berperan sebagai antioksidan yang efektif
pada konsentrasi oksigen rendah. Kandungan beta karoten pada
labu kuning sebesar 1,18 mg/100 g. Manfaat lain labu kuning
adalah mengobati demam, migrain, diare, penyakit ginjal, serta
membantu menyembuhkan radang.
Beta karoten merupakan sumber terbaik dari salah satu
vitamin penting, yakni vitamin A. Vitamin A diperlukan untuk
meningkatkan kesehatan penglihatan dan kulit. Meskipun terdapat
senyawa lain yang menjadi sumber vitamin A, beta karoten
merupakan sumber yang paling utama. Beta karoten memiliki
beberapa manfaat, yang pertama adalah sebagai prekursor vitamin
A. Selain baik untuk mata, makanan yang kaya beta karoten juga
baik untuk pencegahan penyakit kanker. Beta karoten memiliki
kemampuan sebagai antioksidan yang dapat berperan penting
dalam menstabilkan radikal berinti karbon, sehingga dapat
bermanfaat untuk mengurangi risiko terjadinya kanker. Kandungan
beta karoten pada bahan pangan alami dapat mengurangi risiko
terjadinya stroke. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas beta
karoten yang dapat mencegah terjadinya plak atau timbunan
kolesterol di dalam pembuluh darah. Beta karoten juga memiliki
efek analgetik (anti nyeri) dan anti-inflamasi (anti peradangan).
5) Bawang putih
Satu siung bawang putih mengandung sekitar 0.2 g
protein, 0.01 g lemak, kira-kira 0.001 mg karbohidrat, 0.05 g
serat, vitamin A, B1, B2, B3 dan C. Mineral yang terkandung
dalam bawang putih adalah Kalium, Fosfor, Natrium, Besi,
Magnesium, dan Zinc. Sedangkan selenium dan germanium hanya
didapatkan apabila bawang putih ditanam dalam tanah yang tepat.
Bawang putih mengandung kadar Sulfur yang tinggi. Unsur kimia
dari bawang putih merupakan senyawa yang mengandung sulfur,
termasuk allicin, diallyl disulfide dan diallyltrisulfide, semua
merupakan minyak yang mudah menguap (volatil), serta S-allyl
cysteine (SAC), asam amino yang larut dalam air.
a) Non-volatile sulfur containing precursor pada bawang putih
yang masih utuh
Mayoritas senyawa yang mengandung sulfur dalam bawang
putih yang masih utuh adalah γ-glutamyl-S-allyl-L-cysteines
dan S-allyl-L-cysteine sulfoxides (alliin). Keduanya terdapat
dalam jumlah yang banyak sebagai senyawa sulfur, dimana
alliin merupakan senyawa utama asam amino yang
mengandung sulfur yang tidak berbau, merupakan prekursor
dari allicin, methiin, (+)-S-(trans-1-propenyl)-L-cysteine
sulfoxide dan cycloalliin.
Semua sulfoxides di atas, terkecuali cycloalliin, dikonversi
menjadi thiosulfinates, misalnya allicin melalui reaksi
enzimatik ketika bawang putih dipotong atau dihancurkan.
Oleh karenanya tidak ada thiosulfinates yang ditemukan pada
bawang putih yang masih utuh. γ-Glutamyl-S-allyl-L-cysteines
kemudian dikonversi menjadi S-allyl-Lcysteines (SAC) melalui
transformasi enzimatik dengan γ-Glutamyltranspeptidase pada
saat bawang putih diesktrak dengan pelarut cairan. SAC yang
merupakan hasil produk utama dari γ-Glutamyl-S- allyl-L-
cysteines merupakan sulfur asam amino yang terdeteksi dalam
darah, terbukti sebagai zat yang aktif secara biologis dan
bioavailabel.
b) Komponen non-sulfur (steroid saponin)
Saponin memiliki sifat-sifat yang khas, yaitu apabila
dikocok dengan air akan membentuk busa yang bersifat stabil,
memiliki aktivitas hemolitik dan bercita rasa pahit. Saponin
digolongkan menjadi dua, yaitu triterpenoid saponin dan
steroid saponin berdasarkan struktur molekuler aglycone.
Triterpenoid saponin dapat ditemukan pada beberapa obat-
obatan herbal yang lain seperti ginsenosides pada ginseng dan
glycyrrhizin pada licorice. Steroid saponin kemudian
dipisahkan lagi menjadi furostanol dan spirostanol saponin.
Steroid saponin dan sapogenins dapat dianggap sebagai
marker kimia yang dapat dipercaya pada sediaan bawang putih
selain sediaan yang berbentuk minyak.
Efek penurunan kolesterol pada bawang putih kemungkinan
disebabkan oleh saponin. Fraksi crude glycoside dari ekstrak
metanol bawang putih, yang mengandung spirostanol saponin
yang diproduksi dari konversi furostanol saponins melalui b-
glucosidase melalui b- glucosidase, menurunkan total plasma
kolesterol dan LDL kolesterol tanpa merubah kadar HDL pada
binatang yang dislipidemia. Saponin yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan terbukti dapat menghambat absorbsi kolesterol pada
hewan percobaan, sehingga menurunkan kadar kolesterol
plasma. Beberapa senyawa kimia lain dalam bawang putih
seperti allicin dan organo-selenium diduga bekerja secara
sinergis dengan senyawa organosulfur untuk menimbulkan
efek biologis termasuk penurunan kadar kolesterol.
6) Ikan
Manusia telah mengetahui bahwa ikan merupakan hewan
yang mempunyai nutrisi tinggi dan dikenal sebagai sumber
protein, lemak dengan omega – 3 yang bermanfaat untuk
menurunkan cardiovascular (CvD), mineral, penurunan resiko
penyakit jantung koroner, diabetes, kesehatan anak, ibu hamil,
arthritis, kanker.
a) Asam Lemak Omega 3
Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus
yang terdiri dari jumlah atom karbon genap (4,6,8 dan
seterusnya) dan diperoleh dari hasil hidrolisis lemak.
Berdasarkan tingkat kejenuhan maka asam lemak (PUFA) EPA
dan DHA tergolong dalam asam lemak yang memiliki lebih dari
satu ikatan rangkap. Asam lemak (omega 3) adalah asam lemak
karboksilat yang posisi ikatan rangkap pertamanya terletak pada
atom karbon nomor tiga dari atom gugus metilnya. Omega 3
juga disebut sengan nama asam alfa linolenat, C18:3.
Asam lemak ɷ – 3 terutama EPA dan DHA banyak
ditemukan pada ikan yang berlemak antara lain ikan hering,
trout, kerang, mackerel, sardine dan salmon. Komposisi asam
lemak dari ikan, pada umumnya rendah Saturated Fatty Acid
(SFA). Omega – 3 adalah asam lemak tak jenuh yang sangat
dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan otak, kesehatan mata dan
perkembangan janin serta mengurangi penyakit kardiovaskular.
n – 3 LC PUFA dalam minyak ikan mereduksi jumlah serum
lemak dan menkonversinya ke dalam senyawa elcosanoids, yang
berdampak langsung pada fisiologi dan system vascular, sitem
kekebalan tubuh dan efek antiinflamasi, khususnya pada
penyakit asma, rematik dan penyakit autoimmune. Omega 3
juga menunjukkan potensi melindungi kulit dari radiasi sinar
ultraviolet, n – 3 PUFA mengatur proses seluler dan akhirnya
menjaga kesehatan kulit manusia.
b) Protein dan Peptida Ikan
Jumlah kandungan protein pada daging ikan mencapai 17 –
22 % dengan rata – rata 19 %, sementara ikan tuna yang
dimasak mengandung protein sebesar 30 %. Fungsi protein
sebagai pembangun struktur utama dalam sel, enzim dalam
membrane, hormon dan alat pembawa. Protein merupakan
sumber energi dan asam amino yang penting untuk
pertumbuhan dan perbaikan sel. Selain itu ikan juga merupakan
sumber bioaktif peptide.
Sumber terbaik peptida pada ikan laut terdapat pada ikan
sardin yang mengandung fraksi lipipeptic dan peptidic. Selain
itu protein hydrolyzate dari ikan sardin masak yang diproduksi
dengan enzim proteinase dan alkalase. Peptida berfungsi
sebagai pembawa pesan biologi, menstimulasi respon fisiologi.
Peptida didapatkan dari protein makanan yang berfungsi untuk
menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit jantung,
syaraf, sistem kekebalan dan nutrisi disamping sebagai sumber
energi dan asam amino.
Peptida bioaktif biasanya terdiri dari 3 – 20 asam amino
dan aktivitas bioaktif peptida tergantung dari komposisi asam
amino dan susunannya. Peptida dari organisme laut terdiri dari
enzim terhidrolisa protein laut serta berfungsi sebagai
antioksidan, anti koagulan, anti hipertensi dan anti bakteri.
Biopeptida laut yang berfungsi sebagai antioksidan mempunyai
potensi yang besar sebagai nutraetical dan pangan fungsional.
C. Jenis toksisitas
Umumnya ada tiga jenis zat beracun, yaitu kimia, biologi, dan fisika:
1) Zat beracun kimiawi meliputi zat-zat inorganik seperti timah,
merkuri, asbestos, asam hidrofluorat,  dan gas klorin,  serta
zat-zat organik seperti metil alkohol, sebagian besar obat-
obatan, dan racun dari makhluk hidup.
2) Zat beracun biologis meliputi bakteri dan virus yang dapat
menciptakan penyakit di dalam organisme hidup. Toksisitas
biologis sulit diukur karena "batas dosis"-nya bisa berupa satu
organisme tunggal. Secara teori, satu virus, bakteri, atau
cacing dapat bereproduksi dan mengakibatkan infeksi parah.
Akan tetapi, di dalam inang yang memiliki sistem kekebalan
tetap, toksisitas yang tertanam di dalam organisme
diseimbangkan oleh kemampuan inang untuk melawan balik;
toksisitas yang efektif adalah gabungan dari kedua belah
hubungan tersebut. Keadaan sejenis juga dapat terjadi pada
beberapa jenis agen beracun lainnya.
3) Zat beracun fisik adalah zat-zat yang karena sifat alamiahnya
mampu mengganggu proses biologis. Misalnya, debu batu
bara dan serat asbestos yang dapat mematikan jika dihirup.
D. Efek toksik
Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia merupakan bagian
penting dalam toksikologi, karena setiap zat kimia yang baru akan
digunakan harus diuji toksisitas dan keamanannya.  Seabelum suatu obat
dapat digunakan untuk indikasi tertentu, harus diketahui dulu efek apa
yang akan terjadi terhadap semua organ tubuh yang sehat. Jarang obat
yang hanya mempunyai satu jenis efek, hampir semua obat mempunyai
efek tambahan dan mampu mempengaruhi berbagai macam organ dan
fungsi fital. Efek yang menonjol, biasanya merupakan pegangan dalam
menentukan penggunaan, sedangkan perubahan lain merupakan efek
samping yang bahkan bisa menyebabkan toksik. Biasanya reaksi toksik
merupakan kelanjutan dari efek farmakodinamik.  Karena itu, gejala toksik
merupakan efek farmakodinamik yang berlebihan.

            Reaksi toksik berbeda secara kualitatif, tergantung durasi paparan.


Paparan tunggal atau paparan berulang yang berlangsung kurang dari 14
hari disebut paparan akut. Paparan yang terjadi kurang dari 14 hari
merupakan paparan sub-akut. Paparan sub-kronis bila terpapar selama 3
bulan dan disebut paparan kronis bila terpapar secara terus-menerus selama
lebih dari 90 hari. Efek toksik pada paparan kronis dapat tidak dikenali
sampai setelah paparan terjadi berulang kali.

            Kemunculan efek toksik sesudah paparan akut dapat terjadi secara
cepat maupun terjadi setelah interval tertentu. Efek yang seperti ini disebut
sebagai delayed toxicity (toksisitas tertunda). Adapun efek berbahaya yang
timbul akibat kontak dengan konsentrasi rendah bahan kimia dalam jangka
waktu lama disebut low level, long term-exposure (paparan jangka lama,
tingkat rendah). Efek berbahaya, baik akibat paparan akut maupun kronis,
dapat bersifat reversibel maupun ireversibel. Riversibilitas relatif efek
toksik tergantung daya sembuh organ yang terkena.

            Manusia bisa melakukan kontak dengan beberapa bahan kimia


berbeda secara bersamaan ataupun sekuensial. Efek biologis akibat paparan
campuran beberapa bahan dapat digolongkan sebagai adiktif, sinergitik,
potensiasi, antagonistik dan toleransi.  Pada  potensiasi, satu dari dua bahan
tidak menimbulkan toksik, namun ketika terjadi paparan kedua bahan
tersebut, efek toksik dari bahan yang aktif akan meningkat. Kondisi
sinergistik dua bahan yang mempunyai sifat toksik sama atau salah satu
bahan memperkuat bahan yang lain, maka efek toksik yang dihasilkan lebih
bahaya. Antagonistik merupakan dua bahan toksik yang mempunyai kerja
berlawanan, toksik yang dihasilkan rendah/ringan. Toleransi merupakan
keadaan yang ditandai oleh menurunnya reaksi terhadap efek toksik suatu
bahan kimia tertentu.  Biasanya efek toksik campuran bahan kimia bersifat
aditif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Senyawa bioaktif adalah senyawa esensial dan non esensial
(misalnya vitamin atau polifenol) yang terdapat di alam, menjadi bagian
dari rantai makanan dan memiliki pengaruh terhadap kesehatan tubuh
manusia. Dihasilkan oleh organisme melalui jalur biosintetik metabolit
sekunder.
Dalam bahan pangan nabati (misalnya serat pangan, inulin, FOS
dan antioksidan) ataupun bahan hewani (EPA, DHA, dan CLA). Sifat
fungsional juga bisa disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang
memiliki sifat menguntungkan di dalam system pencernaan misalnya
probiotik, yaitu ingredient makanan berupa bakteri hidup (Lactobacilli,
Bifidobacteria). Zat bioaktif yang berasal dari sayur-sayuran dan buah
buahan disebut fitokimia. Fitokimia juga dinyatakan dengan istilah
fitonutrien dan vitamalin.
Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan
sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri.
Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya
kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsopsi. Sedangkan
istilah bahaya (hazard) adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu
situasi atau tempat tertentu; kondisi penggunaan dan kondisi paparan
menjadi pertimbangan utama. Untuk menentukan bahaya, perlu diketahui
dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur dan besar paparan yang diterima
individu.  Manusia dapat dengan aman menggunakan unsur berpotensi
toksik jika menaati kondisi yang dibuat guna meminimalkan absopsi unsur
tersebut. Risiko didefinisikan sebagai kekerapan kejadian yang diprediksi
dari suatu efek yang tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia
atau fisik. Istilah toksikokinetik merujuk pada absopsi, distribusi, ekskresi
dan metabolisme toksin, dosis toksin dari bahan terapeutik dan berbagai
metabolitnya. Sedangkan istilah toksikodinamik digunakan untuk merujuk
berbagai efek kerusakan unsur tersebut pada fungsi fital.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lu, Frank. 2010. Toksikologi Dasar. UI Press: Jakarta
2. Cassaret and douls, 1995. toxikologi The Basic science of poisons 9 th
Edition .USA: McGraw-Hill
3. Cassaret. 2000. toxikologi The Basic science of poisons 10 th Edition
.USA: McGraw-Hill
4. David A. Wright.2002. Enviromental Of Toxicology. Cambrige University
Press: England
5. Butler, 1978. Principles of Ecotoxicology.New York: Wiley

Anda mungkin juga menyukai