Anda di halaman 1dari 18

12

MAKALAH

PEMERIKSAAN FISIK PADA PASIEN

DIABETES MELITUS

NAMA : ELLYAD PAULUS SAN

KELAS : NERS 20 B

NIM : 1490120073R

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUPANG

NUSANTARA
13
BAB I
PENDAHULUAN

 
1) Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi
gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh
kurangnya sensitivitas otot ataupun jaringan terhadap insulin, yang disebut
dengan resistensi insulin ataupun oleh kurangnya hormon insulin atau disebut
dengan defisiensi insulin (Guyton & Hall, 2007). Diabetes mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan oleh adanya peningkatan
kadar gula glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Syahbudin, 2009). Bahaya diabetes sangat besar dan dapat memungkinkan
penderita menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak
komplikasi serius dan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Penderita DM
menghadapi bahaya setiap harinya karena kadar gula darah yang tidak terkontrol.
Glukosa darah mengandung kadar yang  berubah-ubah sepanjang hari terutama
pada saat makan, dan beraktifitas (Pangestu, 2007).
Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe
I (insulin-dependent diabetes mellitus) dan diabetes mellitus tipe II (noninsulin-
dependent diabetes mellitus). Diabetes mellitus tipe I yaitu dicirikan dengan
hilangnya sel penghasil insulin pada  pulau-pulau langhernas pankreas sehingga
terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes mellitus tipe II, terjadi akibat
ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar terhadap aktivitas insulin
yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar
glukosa yang normal dalam darah. Diabetes mellitus tipe II lebih banyak
ditemukan dan meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia
(Maulana, 2009).
Diabetes mellitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi
kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO memperkirakan bahwa pada tahun
2025, jumlah penderita DM akan membengkak menjadi 300 juta orang (Sudoyo,
2006). Menurut WHO kasus DM di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta
orang berada pada rangking 4 dunia setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan
Amerika Serikat (17,7 juta), dan WHO memperkirakan akan 2 meningkat pada
tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta), dan
Indonesia (21,3 juta) (Wild,S., 2004). DM tipe II banyak ditemukan (>90%)
dibandingkan dengan DM tipe I. DM tipe II timbul setelah umur 30 tahun
sedangkan DM tipe I biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun. Penyakit yang
14
bersifat menahun (kronis) dapat menyerang pria maupun wanita,namun kasus
tersebut meningkat pada wanita (Tahitian, 2008).
Diabetes mellitus seringkali tidak terdeteksi sebelum diagnosis dilakukan,
sehingga morbiditas (terjadinya penyakit atau kondisi yang mengubah kesehatan
dan kualitas hidup) dan mortalitas (kematian) dini terjadi pada kasus yang tidak
terdeteksi ini. Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemik kronis
dan perlahan namun pasti akan merusak  jaringan dalam tubuh jika tidak ditangani
secara tepat dan serius (Agus dkk, 2011). Dengan ditemukannya beberapa faktor
penyebab terjadinya diabetes mellitus diantaranya faktor genetik, faktor
lingkungan, faktor kegemukan, faktor demografi, dan lainnya, maka faktor-faktor
tersebut mempengaruhi seseorang akan mengalami DM tipe I atau DM tipe II.

2) Tujuan
a. Tujuan Umum Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan
keperawatan pada klien dengan Diabetes Mellitus
b. Tujuan Khusus Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu mahasiswa
mampu memperoleh gambaran dan menjelaskan tentang :
Pengertian dari Diabetes Mellitus
Etiologi dari Diabetes Mellitus
Tanda dan gejala dari Diabetes Mellitus
Patofisiologi dari Diabetes Mellitus
Pemeriksaan penunjang dari Diabetes Melitus
Penatalaksanaan dari Diabetes Mellitus
Konsep asuhan keperawatan dari Diabetes Mellitus

3) Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh yaitu, mahasiswa dapat memahami tentang :


Pengertian Diabetes Mellitus
Etiologi Diabetes Mellitus
Tanda dan gejala dari Diabetes Mellitus
Patofisiologi Diabetes Mellitus
Pemeriksaan penunjang Diabetes Melitus
15
Penatalaksanaan terhadap penderita Diabetes Mellitus
Konsep asuhan keperawatan Diabetes Mellitus
16
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Diabetes Melitus

1. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau
keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular,
makrovaskular, dan neuropati (Yuliana dalam NANDA, 2015).
Sel khusus pankreas menghasilkan sebuah hormon yang disebut
insulin untuk mengatur metabolisme. Tanpa hormon ini, glukosa tidak
dapat masuk sel tubuh dan kadar glukosa darah meningkat. Akibatnya,
individu dapat dapat mulai mengalami gejala hiperglikemia. Secara
sederhana, proses ini dinyatakan sebagai pembentukan diabetes melitus.
(Rosdahi, 2015).

2. Etiologi
Menurut Riyadi (2008) diabetes melitus disebabkan oleh
penurunan produksi insulin oleh sel-sel beta pulau langerhans. Jenis
Juve (usia muda) disebabkan oleh predisposisi herediter terhadap
perkembangan anti bodi yang merusak sel-sel beta atau degenerasi sel-
sel beta. Diabetes jenis awitan maturitas disebabkan oleh degenerasi
sel-sel beta akibat penuaan dan akibat kegemukan/obesitas. Tipe ini
jelas disebabkan oleh degenerasi sel-sel beta sebagai akibat penuaan
yang cepat pada orang yang rentan dan obesitas disposisi terhadap jenis
obesitas ini karena diperlukan insulin dalam jumlah besar untuk
pengolahan metabolisme pada orang kegemukan dibandingkan orang
normal.

3. Patofisiologi
Menurut Wijaya (2013) patofisiologi diabetes melitus yaitu
sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: berkurangnya
pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
17
konsentrasi glukosa darah setinggi 200-1200 mg/dl. Peningkatan
mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan
kolesterol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya
protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau
toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi
ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180
mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang
keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
polifagi. Akibat yang lain adalah asstenia aatau kekurangan energi
sehingga protein menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hipergikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,
penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren. Pasien-pasien yang mengalami
defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa yang
normal, atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat, jika
hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul
glukosoria. Glukosoria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
meningkatkan mengeluarkan kemih (poliuria) harus testimulasi,
akibatnya pasien akan minum dalam jumlah banyak karena glukosa
hilang bersama kemih, maka pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar
(polifagia) timbul sebagai akibat kehilangan kalori.
18
Pathway Diabetes Melitus
19
4. Manifestasi Klinis
Menurut Yunus (2015) tanda dan gejala diabetes melitus adalah:
a. Keluhan berdasarkan “Trias”
1) Banyak minum (polidipsi)
2) Banyak kencing (poliiuria)
3) Banyak makan (polifagia)
b. Kadar gula darah waktu puasa > 120 mg/dl
c. Kadar gula darah dua jam setelah makan > 200 mg/dl
d. Kadar gula darah gula acak > 200 mg/dl
e. Kelainan kulit: gatal-gatal, bisul
1) Kesemutan, neuropati
2) Kelemahan tubuh
3) Impotensi pada pria
4) Mata kabur

5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya (2013) pemeriksaan diagnostik pada pasien DM
adalah:
a. Kadar gula glukosa
1) Gula darah sewaktu/random >200mg/dl
2) Gula darah puasa/nuchter >140 mg/dl
3) Gula darah 2 jam PP (post prandial) >200mg/dl
b. Aseton plasma → hasil (+) mencolok
c. As lemak bebas → peningkatan lipid dan kolesterol
d. Osmolaritas serum (>330 osm/l)
e. Urinalisis → proteinuria, ketonuria, glukosuria

6. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes melitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan
teraupetik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (Padila, 2012).
Menurut Wijaya & Yessie (2013) dalam penatalaksanaan pasien
diabetes melitus tujuannya:
a. Jangka panjang : mencegah komplikasi
20
b. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM

7. Komplikasi
Menurut Riyadi (2008) komplikasi diabetes melitus adalah:
a. Komplikasi yang bersifat akut
1) Koma hipoglikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obat diabetik
yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan
glukosa dalam darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi
untuk masuk ke dalam sel.
2) Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari
sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak
ada glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel. Kondisi
ini akan mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran
benda-benda keton yang berlebihan yang dapat mengakibatkan
asidosis.
3) Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan
ekstrasel karena banyak diekskresi lewat urin.
b. Komplikasi yang bersifat kronik
1) Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh
darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati
diabetika, nefropati diabetik. Nefropati terjadi karena perubahan
mikrovaskulr pada struktur dan fungsi ginjal yang menyebabkan
komplikasi pada pelvis ginjal. Tubulus dan glomerulus penyakit
ginjal dapat berkembang dari proteinuria ringan ke ginjal.
Retinopati adanya perubahan dalam retina karena penurunan
protein dalan retina. Perubahan ini dapat berakibat gangguan
dalam penglihatan.
3) Neuropati diabetika
Akumulasi orbital didalam jaringan dan perubahan metabolik
mengakibatkan fingsi sensorik dan motorik saraf menurun
kehilangan sensori mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.
21
4) Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi
saluran kemih.
5) Ulkus diabetik
Perubahan mikroangiopati, mikroangiopati dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstermitas bawah. Komplikasinya
dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren
penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik dapat
menunjang terjadi trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang
mengakibatkan gangren.
Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus
 
1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu
di data  biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-data tersebut
harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya
meliputi nama  pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak lainnya.

a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang:
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit
kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
Riwayat kesehatan lalu:
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infart
miokard Riwayat kesehatan keluarga Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang
menderita DM

b. Pengkajian Pola Gordon


1) Pola persepsi Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren
kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang
lama, lebih dari 6  juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko
Kaki diabetik  bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair,
journal februari 2011). 2.
2) Pola nutrisi metabolik Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya
defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
3) Pola eliminasi Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot,
gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas
dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot-otot
pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang
luka , sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6) Kognitif persepsi Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati
rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan .
7) Persepsi dan konsep diri Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang
sukar sembuh, lamanya  perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga
(self esteem).
8) Peran hubungan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
9) Seksualitas Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas
maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on  journal, Maret 2011).
10) Koping toleransi Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak  berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan  penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif/adaptif.
11) Nilai keprercayaan Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi  pola ibadah penderita

c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda-tanda vital.
1) Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan  berdarah, apakah penglihatan kabur/ganda, diplopia, lensa mata
keruh.
2) Sistem integumen Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman
bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5) Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dehidrase, perubahan  berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
6) Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
7) Sistem muskuloskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn
tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8) Sistem neurologis Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
2. Diagnosa
a. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
b. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
d. Resiko terjadi gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.
e. Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.

3. Intervensi
1) Diagnosa no. 1 : Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan intake makanan
yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
Berat badan dan tinggi badan ideal.
Pasien mematuhi dietnya.
Kadar gula darah dalam batas normal. 4. Tidak ada tanda-tanda
hiperglikemia/hipoglikemia.
Intervensi :
1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4) Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

2) Diagnosa no. 2 : Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis


osmotic.
Tujuan : kebutuhan cairan dapat terpenuhui.
kriteria hasil :
Nadi perifer dapat diraba
turgor kulit dan pengisian kapiler baik
kadar elektrolitdalam batas normal
Intervensi :
1) Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
2) Ukur berat badan setiap hari.
Rasional : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
3) Pertahankan untuk memberikan cairanpaling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral
sudah dapat diberikan.
Rasional : mempertahankan dehodrasi/volume sirkulasi.

3) Diagnosa no. 3 : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan


melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
3) Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular
4) Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
5) Kulit sekitar luka teraba hangat.
6) Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
7) Sensorik dan motorik membaik
Intervensi:
1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan
bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi
oedema.
3) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.

4) Diagnosa no. 4 : Resiko terjadi Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan


adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
Berkurangnya oedema sekitar luka.
pus dan jaringan berkurang
Adanya jaringan granulasi.
Bau busuk luka berkurang.
Intervensi:
1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka
dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa
balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus
untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.

5) Diagnosa 5 : Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada


luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
Pergerakan paien bertambah luas
Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk,
berdiri, berjalan )
Rasa nyeri berkurang.
Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
Intervensi:
1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar
gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
3) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk
melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

4. Implementasi
Implementasi adalah penelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien
secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual. Kemampuan
hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan
perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan
perubahan system tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi
pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.

5. Evaluasi
Pentingnya evaluasi secara menyeluruh tidak dapat disampingkan. Penemuan hasil
pengkajian yang spesifik akan mempengaruhi secara langsung tindakan yang akan
dilakukan. Evaluasi awal dan deskripsi yang detail menjadi penekanan menjadi penekanan
meliputi lokasi, ukuran, kedalaman, bentuk, inflamasi, edema, eksudat (kualitas dan
kuantitas), tindakan terdahulu, durasi, kalus, maserasi, eritema dan kualitas (Arisanti dalam
Yunus, 2015).

Anda mungkin juga menyukai