Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS PERUBAHAN IKLIM DI PERAIRAN SELATAN JAWA

PERIODE TAHUN 1988-2017

Dosen Pengampu: Dr. Yosafat Donni Haryanto, SP., M.Si

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Variabilitas Perubahan
Iklim

Nama Penyusun:

Abdullah Azzam Muhyiddin 11.18.0001


Chandra Okvi Permata 11.18.0013
Smith Loyd Hasiholan Pakpahan 11.18.0028

PROGRAM STUDI METEOROLOGI


SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

TANGERANG SELATAN

2021
ANALISIS PERUBAHAN IKLIM DI PERAIRAN SELATAN JAWA PERIODE
TAHUN 1988-2017

Dosen Pengampu: Dr. Yosafat Donni Haryanto, SP, M.Si

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Variabilitas Perubahan
Iklim

Nama Penyusun:

Abdullah Azzam Muhyiddin 11.18.0001


Chandra Okvi Permata 11.18.0013
Smith Loyd Hasiholan Pakpahan 11.18.0029

PROGRAM STUDI METEOROLOGI


SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

TANGERANG SELATAN

2021

i
PRAKATA

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan kami kesehatan, sehingga kami yang berada di daerah yang berbeda-
beda, dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini dengan judul “Analisis
Perubahan Iklim Di Perairan Selatan Jawa Periode Tahun 1988-2017”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Variabilitas dan Perubahan Iklim yang diberikan oleh Bapak Dr. Yosafat Donni
Haryanto, SP, M.Si. Makalah ini membahas tentang bagaimana pengaruh
perubahan iklim terhadap perairan, utamanya parameter suhu muka laut dan
evaporasi serta korelasinya terhadap curah hujan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penulis juga berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik, dan saran yang konstruktif sangat
kami harapkan dari para pembaca guna meningkatkan dan memperbaiki
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Tangerang Selatan, 16 Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA...............................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................5
1.4 Data dan Metode.......................................................................................5
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
2.1 Perubahan Iklim........................................................................................5
2.2 Indikasi Terjadinya Pemanasan Global di Indonesia................................7
2.2.1 Peningkatan Paras Muka Laut...................................................................7
2.3 Samudera Hindia.......................................................................................8
2.4 Analisis Profil Rata-rata dan Tren Suhu Muka Laut di Perairan Samudera
Hindia Selatan Jawa 1988-2017...........................................................................9
2.5 Analisis Profil Rata-rata Evaporasi Perairan Samudera Hindia Selatan
Jawa 1988-201....................................................................................................10
2.6 Analisis Profil Curah Hujan Perairan Samudera Hindia Selatan Jawa
1988-2017...........................................................................................................11
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP..............................................................................................................13
3.1 Simpulan.......................................................................................................13
3.2 Saran.............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perubahan iklim telah, sedang, dan akan terus terjadi. Dalam hubungan
tersebut dan berhubungan dengan letak geografis, maka Indonesia sangat
rentan untuk menerima dampak pemanasan global dan perubahan iklim.
Sebagai negara beriklim tropis dikelilingi oleh laut dan memiliki peran hutan
yang penting sebagai paru paru dunia, maka tanggung jawab untuk menjaga
kelestarian lingkungan dari dampak perubahan iklim menjadi meningkat.
Peran Indonesia dalam mengatasi isu pemanasan global dan perubahan iklim
bukan hanya sebagai kontribusi nasional untuk tingkat Internasional tetapi
juga sebagai bentuk warisan untuk generasi mendatang sebagai bentuk
survival sebagai bangsa. Hal ini dikarenakan dampak perubahan iklim akan
menggerus kapasitas dukung lingkungan sehingga terus menurun dan pada
akhirnya mengancam kesinambungan pembangunan berkelanjutan. Beberapa
ancaman yang terlihat adalah peningkatan suhu permukaan, peningkatan paras
muka laut, cuaca ekstrim, polutan udara yang meningkat dll.
Kita patut bersyukur bahwa saat ini Indonesia memiliki seluruh bukti
utama terjadinya pemanasan global yaitu peningkatan suhu muka bumi yang
diwakili oleh suhu laut, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca dan
penurunan lapisan es daratan. Indonesia adalah satu dari 3 wilayah tropis yang
masih memiliki salju abadi dan terus meleleh. Pada kasus perubahan iklim,
berbagai bukti yang telah terjadi dapat kita lihat di bumi Indonesia seperti
kasus tahun tanpa kemarau 2010 yang memberikan kekacauan ekologis dan
dampak ekonomis di masyarakat.
Pada makalah ini penulis akan membahas utamanya perubahan iklim yang
terjadi atau berhubungan dengan laut, utamanya di Samudera Hindia di selatan
Pulau Jawa. Mengetauhi rata-rata perubahan suhu muka laut dan bagaimana
korelasinya dengan parameter cuaca penguapan serta curah hujan. Dengan
mengolah data yang diambil dari ERA-5 ECMWF.

3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dapat ditulis sebagai
berikut:
1. Apakah pengertian Perubahan Iklim?
2. Bagaimana Indikasi Terjadinya Pemanasan Global di Indonesia?
3. Bagaimana karakteristik Samudera Hindia?
4. Bagaimana Profil Rata-rata dan Tren Suhu Muka Laut di Perairan
Samudera Hindia Selatan Jawa 1988-2017?
5. Bagaimana Profil Rata-rata Evaporasi Perairan Samudera Hindia Selatan
Jawa 1988-2017?
6. Bagaimana Profil Curah Hujan Perairan Samudera Hindia Selatan Jawa
1988-2017?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Perubahan Iklim.
2. Untuk mengetahui Indikasi Terjadinya Pemanasan Global di Indonesia.
3. Untuk mengetahui karakteristik Samudera Hindia.
4. Untuk mengetahui Profil Rata-rata dan Tren Suhu Muka Laut di Perairan
Samudera Hindia Selatan Jawa 1988-2017.
5. Untuk mengetahui Profil Rata-rata Evaporasi Perairan Samudera Hindia
Selatan Jawa 1988-2017.
6. Untuk mengetahui Profil Curah Hujan Perairan Samudera Hindia Selatan
Jawa 1988-2017.
1.4 Data dan Metode
Penelitian pada makalah ini berdasarkan data renalisis model dari
ECMWF pada pranala https://cds.climate.copernicus.eu/, dengan data yang
diolah selama 30 tahun periode 1988-2017. Lokasi penelitian adalah Perairan
Samudera Hindia di selatan Jawa pada koordinat 7-9 LS dan 105-115 BT.
Data diolah menggunakan software GrADS, Microsoft Excel, dan WPS
Office, yang kemudian dianalisis secara deskriptif.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perubahan Iklim


Perubahan iklim adalah berubahnya pola dan intensitas unsur iklim
pada periode waktu yang dapat dibandingkan (biasanya terhadap ratarata
30 tahun). Perubahan iklim dapat merupakan suatu perubahan dalam
kondisi cuaca rata-rata atau perubahan dalam distribusi kejadian cuaca
terhadap kondisi rata-ratanya.
Sebagai contoh, kejadian cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi atau
malah berkurang frekuensinya, pola musim yang berubah, dan meluasnya
daerah rawan kekeringan. Dengan demikian, fluktuasi yang periodenya
lebih pendek dari beberapa dekade atau 30 tahun, seperti kejadian El Nino,
tidak dapat dikatakan sebagai perubahan iklim.
Penumpukan gas rumah kaca (GRK) akan menyebabkan energi radiasi
yang terserap mengumpul di atmosfer. Hukum Fisika tentang kekekalan
energi menjelaskan, energi yang terkumpul tersebut akan tetap bertahan di
atmosfer dan hanya dapat berubah bentuk menjadi jenis energi lainnya.
Ada tiga perubahan bentuk energi yang terjadi, yakni:
a. Energi panas atau kalor dalam bentuk peningkatan suhu Bumi dan
mencairnya es di daratan yang menyebabkan peningkatan muka air
laut.
b. Energi gerak atau kinetis dalam bentuk angin puting beliung, badai,
topan, dan siklon tropis.
c. Energi berat atau potensial dalam bentuk turunnya hujan air dan es
yang lebih deras.
Jika dicermati secara mendalam maka gejala yang diakibatkan dari
perubahan bentuk energi tersebut sebenarnya adalah perubahan dari
berbagai parameter iklim yaitu suhu, angin, dan hujan. Atau dengan kata
lain, terjadi perubahan siklus air di muka Bumi. Selain suhu, angin, dan
hujan, parameter iklim lainnya yang ikut berubah adalah penguapan,
kelembaban, dan tutupan awan. Singkat kata, perubahan energi akibat
pemanasan global telah mengakibatkan perubahan siklus air yang
mengarah pada perubahan iklim. Secara umum, perubahan iklim
berlangsung dalam waktu lama (slow pace) dan berubah secara lambat
(slow onset). Perubahan berbagai parameter iklim yang berlangsung
perlahan tersebut dikarenakan berbagai peristiwa ekstrem yang terjadi
pada variabilitas iklim yang berlangsung secara terus-menerus.

5
Peristiwa ekstrem menyebabkan berubahnya besaran statistik rata-rata
iklim yang pada akhirnya menggeser atau mengubah iklim pada
umumnya. Dengan demikian, pemantauan perubahan iklim dapat
dilakukan dengan memantau kondisi iklim ekstrem. Sebagai contoh pola
peningkatan suhu Bumi ditandai dengan berbagai rekor baru suhu
maksimum secara terus-menerus, sedangkan pola musim berubah dengan
adanya pergeseran awal musim.

Gambar 2.1 Skema Perubahan Iklim

Jika mengacu pada skema perubahan iklim (lihat Gambar 2.1),


perubahan iklim merupakan perubahan pada komponen iklim, yaitu suhu,
curah hujan, kelembaban, evaporasi, arah dan kecepatan angin, serta awan.
Jadi, perubahan iklim merupakan dampak dari peristiwa pemanasan
global.

Gambar 2.2 Komponen dan Alur Proses Perubahan Iklim

6
2.2 Indikasi Terjadinya Pemanasan Global di Indonesia
Pemanasan global telah terjadi dalam skala luas, termasuk di
Indonesia yang ditandai dengan berbagai indikator. Ada empat Indikator
utama terjadinya pemanasan global, yakni peningkatan konsentrasi gas
rumah kaca (GRK), peningkatan suhu muka Bumi, peningkatan paras
muka laut, dan berkurangnya tutupan salju di daratan.
Semua indikator tersebut bisa ditemukan di Indonesia meskipun ada
yang sangat pasti (seperti kenaikan konsentrasi GRK) dan yang sangat
tidak pasti (peningkatan paras muka laut).
2.2.1 Peningkatan Paras Muka Laut
Kenaikan suhu muka Bumi membawa konsekuensi pada naiknya
paras muka air laut. Kenaikan muka air laut dipicu oleh dua sebab utama.
Pertama, memuainya molekul air di laut akibat suhu yang lebih tinggi di
permukaan. Kedua, penambahan air dari lelehan salju di daratan.
Sebaliknya, lelehan es di lautan tidak akan memberikan kontribusi
terhadap tambahan paras muka laut.
Penyebab kedua adalah yang paling dikhawatirkan banyak pihak
karena volume cadangan es di daratan sangat besar. Seperti diketahui, di
Bumi ini banyak terdapat tutupan salju abadi dan yang paling besar adalah
di daratan Pulau Greenland dan Benua Kutub Selatan. Bisa dibayangkan
kalau lapisan es di dua daratan tersebut mencair dalam jumlah besar.
Praktis, volume air di laut bakal naik dan dapat menyebabkan pulau-pulau
kecil tenggelam. Negara kepulauan seperti Maladewa (Maldives)
misalnya, tidak tertutup kemungkinan bakal tenggelam karena semua
wilayahnya terdiri dari pulau-pulau kecil.

Gambar 2.3 Rata-rata level muka laut global yang cenderung naik.
Perhitungan ini didasarkkan alat pengukur pasang laut (warna biru) yang

7
dilakukan sejak tahun 1950 sampai 1992. Lalu pada tahun 1992 diukur
dengan menggunakan satelit penginderaan jauh (warna hitam). Sementara
itu, sebelum tahun 1950 merupakan angka dugaan (warna merah). Satuan
yang digunakan adalah milimeter (mm) relatif terhadap rata-rata tahun
1961 – 1990.

Untuk memantau kenaikan paras muka laut di Indonesia, Badan


Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) menggunakan
stasiun pasang surut (Pasut) yang tersebar di Jakarta, Semarang, Jepara,
Batam, Kupang, Biak, dan Sorong. Berdasarkan data 1980-2001, dapat
diketahui bahwa laju rata-rata kenaikan paras muka laut adalah 5 – 10 mm
per tahun.
Pantauan dari kenaikan paras muka laut saat ini juga dapat diperoleh
dari data satelit penginderaan jauh dengan tingkat keakuratan masih belum
memadai. Hal ini dikarenakan naiknya paras muka laut sangat lambat dan
dengan skala yang sangat kecil. Selain itu, ketinggian paras muka laut di
muka Bumi tidak sama antara laut dangkal dan laut dalam (deep sea).
Pada Gambar 2.3 menunjukkan, rata-rata tahunan level muka laut global
pada masa lampau sampai dengan masa kini. Berdasarkan gambar tersebut
terlihat bahwa sejak tahun 1880 hingga 2010 muka laut cenderung
mengalami kenaikan.
Data kenaikan paras muka laut untuk wilayah Indonesia juga masih
terbatas, baik dari segi waktu maupun distribusinya. Pada beberapa kota
besar di pesisir seperti Belawan (Medan), Jakarta, Semarang, dan
Surabaya, kenaikan paras muka laut diperparah dengan adanya penurunan
muka tanah.
Kombinasi antara kenaikan suhu muka Bumi dan penurunan muka
tanah akan menambah kecepatan (laju) kenaikan paras muka laut relatif.
Pada kondisi ini, kenaikan paras muka laut akibat penurunan muka tanah
lebih besar daripada kenaikan paras laut akibat kenaikan suhu muka Bumi.
Penurunan muka tanah seringkali disebabkan oleh faktor pemompaan air
tanah secara berlebihan, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun
industri.
2.3 Samudera Hindia
Samudra Hindia atau Samudra India adalah kumpulan air terbesar
ketiga di dunia, meliputi sekitar 20% dari total permukaan air Bumi dan
merupakan lautan yang sangat berpengaruh bagi ekosistem di planet bumi.
Samudra Hindia berada di urutan ketiga setelah Samudra Pasifik dan
Samudra Atlantik sebagai lautan terbesar ketiga di dunia. Sehingga
samudra Hindia memiliki peran utama terhadap ketersediaan air di dunia.

8
Samudra ini berlokasi di antara sejumlah benua yakni Afrika, Asia, Laut
Selatan, dan juga Australia.
Para ahli berpendapat bahwa Samudera Hindia mempunyai peran yang
penting dalam iklim dunia. Samudera Hindia yang terletak di antara benua
Asia dan Australia diketahui memiliki fluktuasi inter-seasonal, seasonal,
dan juga inter-annual. Para ahli mulai banyak meneliti Samudera Hindia
setelah pada akhir tahun 1997 hingga awal tahun 1998 terjadi bencana
banjir dan kekeringan. Indonesia pun merasakan dampaknya yaitu pada
waktu yang sama terjadi kekeringan yang hebat (Schott et al., 2008).

2.4 Analisis Profil Rata-rata dan Tren Suhu Muka Laut di Perairan
Samudera Hindia Selatan Jawa 1988-2017
Perairan Samudera Hindia di selatan Jawa, memiliki rata-rata suhu
yang bervariatif dan relatif tidak sehangat perairan Indonesia lainnya,
berkisar antara 27-28,5℃. Selama periode 1988-2017, Samudera Hindia
memiliki rata-rata suhu sebesar 28,13℃. Samudera Hindia menghangat
lebih cepat daripada lautan lainnya, menyimpan lebih dari 70% dari semua
panas yang diserap oleh permukaan laut sejak tahun 2003 (The
Conversation, 2021). Kenaikan suhu ini cukup terlihat pada Grafik 2.1

Gambar 2.4 Profil Rata-rata Suhu Muka Laut Indonesia tahun 1988-2017

9
Grafik 2.1 Profil Rata-rata Suhu Muka Laut Tahunan Perairan Selatan
Jawa tahun 1988-2017
Dari Grafik 2.1 didapat fluktuasi rata-rata suhu muka laut tahunan di
Perairan Selatan Jawa, terlihat adanya tren naik sebesar 0,13℃ dalam
kurun waktu 30 tahun. Suhu muka laut cukup tinggi terjadi pada tahun
1998 dengan nilai 29,376℃, tahun 2010 dengan nilai 29,013℃, dan tahun
2016 dengan nilai 29,305℃. Sedangkan suhu muka laut cukup rendah
terjadi pada tahun 1994 dengan nilai 27,171℃ dan tahun 1997 dengan
nilai 26,904 ℃.

2.5 Analisis Profil Rata-rata Evaporasi Perairan Samudera Hindia


Selatan Jawa 1988-2017
Parameter evaporasi merupakan salah satu parameter adanya
perubahan iklim. Rata-rata laju evaporasi di Perairan Selatan Jawa periode
1988-2017 sebesar 0,00389 m. Dari pengolahan data, belum ada tren
kenaikan atau penurunan laju evaporasi di Perairan Selatan Jawa. Dimana
ketika iklim semakin menghangat, evaporasi akan meningkat karena lautan
yang lebih hangat, karena bumi merupakan sistem tertutup, akan
menyebabkan curah hujan yang lebih deras dengan potensi bencana
hidrometeorologi meningkat.

10
Grafik 2.2 Profil Rata-rata Evaporasi Perairan Selatan Jawa tahun 1988-
2017

2.6 Analisis Profil Curah Hujan Perairan Samudera Hindia Selatan Jawa
1988-2017

Grafik 2.3 Profil Rata-Rata Curah Hujan Bulanan Perairan Selatan


Jawa tahun 1988-2017

Curah hujan merupakan salah satu parameter terjadinya perubahan


iklim yang disebabkan variabilitas suhu muka laut. Hasil dari Grafik 2.3
menampilkan variasi curah hujan bulanan di selatan jawa pada tahun
1988-2017. Pola grafik membentuk huruf “U” dengan intensitas terendah
pada bulan Agustus dengan 1,3 mm dan tertinggi pada bulan Februari
dengan 11,5 mm. Pola tersebut menandakan bahwa daerah Laut Selatan
Jawa memiliki pola hujan Monsun.

Grafik 2.4 Profil Rata-rata Jumlah Curah Hujan Tahunan Perairan


Selatan Jawa Tahun 1988-2017

11
Dari Grafik 2.4 didapat fluktuasi rata-rata curah hujan tahunan di
Perairan Selatan Jawa dalam kurun waktu 30 tahun. Curah hujan tertinggi
terjadi pada tahun 2010 dengan nilai 9,26 mm dan terrendah pada tahun
1997 dengan nilai 3,9 mm.

Grafik 2.5 Korelasi Suhu Permukaan Laut dengan Curah Hujan Perairan
Selatan Jawa Tahun 1988-2017

Grafik 2.5 menampilkan korelasi suhu permukaan laut dengan Curah


hujan yang ditandai dengan titik dan garis putus-putus. Tren Korelasi
cenderung meningkat dengan nilai korelasi R2=0.58.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian hasil dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa Perairan di selatan Jawa relatif lebih dingin daripada perairan di Indonesia.
Perubahan iklim terlihat dengan adanya tren naik untuk periode tahun 1988-2017.
Sedangkan untuk parameter penguapan belum didapat kenaikan/penurunan yang
signifikan. Tipe curah hujan di Perairan selatan Jawa adalah tipe monsun dengan
puncak sekitar bulan Februari. Suhu muka laut dan curah hujan berkorelasi
sedang.

3.2 Saran
Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya seperti:

a. Mencari referensi karakteristik Perairan Selatan Jawa yang lebih


lengkap dan kredibel.
b. Mengolah data parameter lain yang lebih menunjukkan adanya
perubahan iklim.
c. Menambah dan melanjutkan periode penelitian hingga tahun terbaru.
d. Menggunakan metode pengolahan data statistik lebih lanjut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E., Mimin Karmini dan Budiman (2011). Adaptasi dan Mitigasi
Perubahan Ikim di Indonesia. Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika.

ECMWF (2021). https://cds.climate.copernicus.eu/cdsapp#!/dataset/reanalysis-


era5-single-levels-monthly-means?tab=form (Retrieved Januari 2021)

https://theconversation.com/menjelajahi-samudra-hindia-arsip-sejarah-yang-kaya-
di-permukaan-dan-di-dalam-laut-152690 (diakses pada 16 Januari 2021)

Schott, F.A., S.P Xie dan J.P. McCreary. (2009). Indian Ocean Circulation and
Climate Variability. Rev. Geophys. 47 : 1-46.

14

Anda mungkin juga menyukai