NO. 25
Rasulullah b bersabda:
ٌك ْفرُ َ ُ ََْ ٌ ْ ُ َ ْ ُ ُّ َ َّ َ
اتلحدث بِوِػم ِة اهللِ شكر وثركًا
َْْ َِِو َم ْن َل َ َ ْْ ُك ُر اْْ ََِِ ْْ ََ َل َ َ ْْ ُك ُر اْْ َك
َ ُ ُ ْ َ َ َ َّ ُ ُ ْ َ َ ْ َ َ
ومن ل َْكر اَّناَ ل َْكر اهلل
ٌ َ َ ُ َ ْ ُ ْ َ ٌ َ َ َ ُ َ َ َْ َ
واْلماغة بركة واْفرقة غذاب
“Menyebut-nyebut nikmat Allah itu tanda bersyukur,
sedangkan meninggalkannya itu kufur.
Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang
sedikit, maka ia tidak akan bisa mensyukuri nikmat
yang banyak.
Barangsiapa yang tidak bisa bersyukur kepada orang
lain, maka ia tidak akan bisa bersyukur kepada Allah.
Berjamaah itu berkah, dan berpecah belah itu azab
(HR Baihaqi dalam Syu‟abul Iman
dari Nu‟man bin Basyir)
Rasulullah dalam hadis ini menyinggung
tentang Syukur. Pada dasarnya syukur itu ridha atas
nikmat yang diterima dari Allah , meskipun sedikit,
dan digunakan untuk beribadah kepada-Nya.
PENJELASAN
1
Ada empat hal yang disebutkan oleh Rasulullah
b sebagai perbuatan yang bernilai positif, sedangkan
sebaliknya dinilai negatif.
1. BERBAGI KEBAHAGIAAN.
MENYEBUT-NYEBUT NIKMAT ALLAH ITU
TANDA BERSYUKUR, SEDANGKAN
MENINGGALKANNYA ITU KUFUR.
Ketika kita sedang berbahagia, selayaknya kita
pun berbagi dengan orang lain. Kita bercerita tentang
anugerah yang membahagiakan itu.
Berbagi kebahagiaan itu merupakan implementasi
rasa syukur kepada Allah yang telah
mengaruniakan kebahagiaan kepada kita,
sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah
ْ ّ َ َ َ ّ َ َ ْ َّ َ َ
dalam firman-Nya :
3
Adapun berbagi cerita sebagai ungkapan rasa
bersyukur kepada Allah yang tersirat dalam surat
ad-Dhuha tersebut tidak sekedar bercerita, akan
tetapi juga disertai dengan berbagi kebahagiaan yang
diwujudkan dengan menyantuni anak yatim atau
peduli kepada sesama yang kurang mampu.
Semua itu merupakan implementasi rasa syukur
kepada Allah , asalkan tidak dilandasi dengan niat
pamer, mencari pujian, atau meremehkan orang lain.
Bersyukur itu diungkapkan dengan perbuatan;
berbeda memuji (tahmid) yang diungkapan dengan
lisan dan qalbu.
Itulah sebabnya seseorang lantas sujud syukur
ketika lulus ujian, menang dalam pertandingan olah
raga, terhindar dari kecelakaan, sembuh dari sakit,
atau diangkat dalam jabatan.
ْ َ َ ْ ٌ َُْْ ََْ
Rasulullah b pernah bersabda:
َا َّ َ ٌ
ِ ان مغبٌن ػِْ ًِما كِِْ ِمن اَّن
ِ ه ِػمج
ُ َ َ ْ َ ُ َّ ّ
الصحة واْفراغ ِ
”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu,
yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”.
(HR Bukhari no. 6412, dari Ibnu „Abbas)
4
Banyak manusia yang tidak pandai bersyukur.
Berbagai karunia yang dinikmati, baik berupa
kekayaan, jabatan, dan lainnya dianggapnya sebagai
hasil usaha sendiri dan tidak ada hubungannya
dengan anugerah dan kasih sayang dari Allah .
Pernahkah dia merenung bahwa dia bisa
bernafas adalah salah satu nikmat sehat yang
dianugerahkan oleh Allah . Berapa banyak orang
yang sistem pernafasannya terganggu membutuhkan
tabung oksigen untuk bernafas di rumah sakit.
Karena kasih sayang Allah , oksigen
dilimpahkan secara gratis pada setiap makhluknya.
Kita hanya perlu bersyukur kepada-Nya dengan
menjalankan apa yang diperintahkan-Nya serta
menjauhi segara larangan-Nya.
Itu hanyalah sebagian kecil kasih sayang dari
Allah kepada makhluk-Nya. Tak terhitung berapa
banyak nikmat kasih sayang Allah jika akan
dikalkulasikan, namun sebagaimana firman-Nya, tak
َ َ ْ ْ ُّ ُ َ ْ َ ُ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ّ ُ ْ ّ ُ َ َ
seorang pun mampu menghitungnya.
6
Setiap kewajiban yang bersifat rutin tidak perlu
disyukuri dengan melakukan sujud syukur. Demikian
juga kondisi seseorang yang sehat juga tidak perlu
melakukan sujud syukur. Kalau dia sembuh dari sakit
dan menjadi sehat, barulah disyukurinya dengan
melakukan sujud syukur.
ُ ْ ُْ َْ ْ َ ُ ْ ْ ُْ َ ٌ ُ ْ ْ َ َْ َ ُ ْ َ
Nabi b bersabda,
فإِن لم ُي ِزئى، من صوِع إَِل ِى مػروف فِْج ِزئى
ُ، َفِْ ُْ ْث َغَِ ْْى ؛ َفإهَّ ُى إ َذا َأ ْث َن َغَِ ْْى َػ ََ ْد َش َك َره
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ ََ َََُ ْ َ
ُك َف َره وإِن كجمى ػَد
“Siapa yang memperoleh kebaikan dari orang lain,
hendaknya dia membalasnya. Jika engkau tidak
7
mampu membalasnya, hendaklah dia memuji orang
tersebut, karena jika dia memujinya maka dia telah
mensyukurinya. Jika dia menyembunyi-kannya,
berarti dia mengingkari kebaikannya.”
(HR Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, no. 215
dari Jabir bin Abdillah al-Ansahary)
َ
ْ َفإ ْن ل َ ْم َت ُدوا، ُػر ْوفًا َف ََكف ُِئ ٌْه
Dalam hadis lain Rasulullah b bersabda:
ُ ك ْم َم ُ َْ َ َ َ َ
ِ ِ من صوع إَِل
ْادغ ٌْا َلُ َح َّّت ثَ َرواُ َ ُْ َ ُ َ
ما ثكاف ِئٌا ب ِ ِى ف
ُ َ َ ْ َ ْ ُ َّ َ
ُأت ُم ٌْه أهكم قد َكف
“Barang siapa yang memberikan kebaikan untuk
kalian, maka balaslah. Jika engkau tidak menemukan
sesuatu untuk membalasnya, doakanlah ia sampai
engkau yakin telah benar-benar membalasnya.”
(HR Abu Daud no. 1672 dari Ibnu Umar(
Contoh doa yang diajarkan Rasulullah b adalah:
َ َ َ َ ٌ ْ ُ ْ َ َْ َ ُ ْ َ
: من صوِع إَِل ِى مػروف ػَال ْ ِفا ِغِِ ِى
“Siapa yang diberikan kebaikan, lalu ia ucapkan doa
ًاهلل َخ ْْا
kepada orang yang memberinya:
ُ اك َ َ َ
جز
(semoga Allah membalas dengan kebaikan)”,
8
َ َّ َََْ ْ َ َ
ػَد أبِؼ ِف الوا ِء
maka itu sudah sangat baik dalam memuji.”
(HR Tirmidzi [2035] dan Nasai [10008]
dari Usamah bin Zaid ).
9
Kewajiban bersatu dalam jama‟ah tidaklah selalu
adanya keharusan dalam persatuan pendapat. Sebab
dalam hukum Islam terdapat masalah ijtihadiyyah
yang berpeluang terjadinya perbedaan pendapat.
Perbedaan pendapat tidaklah temasuk dalam
kategori berpecah belah, asalkan dibarengi dengan
saling menghormati seperti yang telah diteladankan
oleh para ulama salaf, bukan menghujat dan
mengklaim kebenaran sendiri dan menyalahkan yang
lain, apalagi sampai mengkafirkan dan mensyirikkan.
Jika terjadi perpecahan di tubuh umat Islam
adalah merupakan akibat dari kesalahan umat Islam
sendiri, yang suka mengklaim kebenaran sendiri,
merasa paling benar, lalu menyalahkan pihak lain
yang tidak sependapat, terutama dalam masalah-
masalah ijtihadiyyah.
Yang terbaik adalah saling menghormati
perbedaan pendapat bukan menyalahkan, sebab
kebenaran itu milik Allah .
Imam Syafi‟i pernah menyatakan:
ٌ َ َ ْ ْ َ ُ َْ َ َ َ َْ ُ َ ْ َ َ ٌ َ َ َْ
ْي خطأ ْ
ِ رأ ِي صٌاب و يج ِمَ الطأ ورأي غ
َ َّ ُ َ ْ َ
يج ِمَ الص ٌَاب
“Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk
salah. Sedangkan pendapat orang lain salah, tapi
memiliki kemungkinan untuk benar.”
10
Imam Ahmad bin Hambal juga pernah berfatwa
agar seorang imam yang akan memimpin shalat di
Madinah hendaknya membaca basmalah dengan
suara dikeraskan.
Fatwa ini bertentangan dengan pendapat dalam
mazhab Hambali sendiri yang menyatakan bahwa
yang dianjurkan bagi orang yang shalat adalah
memelankan bacaan basmalahnya.
Tapi fatwa tersebut dikeluarkan oleh Imam
Ahmad demi menghormati paham ulama-ulama di
Madinah waktu itu, yang memandang bahwa Imam,
lebih utama bila ia mengeraskan bacaan basmalah.
Di sini kita bisa mengetahui betapa Imam Ahmad
lebih mengutamakan sebuah esensi dari nilai
Ukhuwah.
Ada sebuah kisah yang patut kita teladani
sebagai umat Islam dalam menjaga ukhuwah. Kisah
yang terjadi antara pemimpin Nahdlatul Ulama, KH
Idham Cholid, dan pemimpin Muhammadiyah, Buya
Hamka, yang sedang melakukkan perjalanan ke
tanah suci dalam sebuah kapal laut.
Waktu melakukan sholat subuh berjamaah, para
pengikut Nadhlatul Ulama heran saat KH Idham
Cholid yang mempunyai kebiasaan menggunakan
doa qunut dalam kesehariannya, malah tidak
membaca doa qunut.
Demikian pula sebaliknya, tatkala Buya Hamka
mengimami shalat subuh, para pengikut
11
Muhammadiyah merasa heran ketika Buya Hamka
membaca doa qunut.
KH Idham Cholid biasa membaca doa qunut
dalam shalat shubuh. Namun, saat ditunjuk menjadi
imam shalat subuh, beliau tidak membacanya demi
menghormati sahabatnya Buya Hamka dan para
pengikutnya yang menjadi makmum. Sungguh ini
adalah tindakan yang begitu arif dan bijak.
Begitu pun sifat kearifan ditunjukan oleh Buya
Hamka, yang kesehariannya tidak membaca doa
qunut justru membaca doa qunut saat mengimami
shalat subuh dengan alasan yang sama. Mereka
malah berpelukan mesra setelah shalat, saling
menghormati, dan saling berkasih sayang. (Sumber :
https://generasisalaf.wordpress.com/2013/06/14/toleransi-
kh-idham-cholid-buya-hamka-dalam-qunut-subuh/)
Semoga bermanfaat.
Disampaikan oleh
12