Anda di halaman 1dari 19

REKAYASA POLIMER

“SMART POLIMER”

Disusun oleh:

1. Putri Anugerah Gemilang 3335160093

2. Dwi Ayu Kania Indriyani P 3335160097

JURUSAN TEKNIK KIMIA - FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON – BANTEN
2019
A. PENDAHULUAN
Saat ini, polimer sangat diproduksi secara besar-besaran sehingga era
kehidupan manusia saat ini merupakan era polimer. Polimer alam yang dahulu
banyak digunakan sekarang beralih kepada polimer sintetis. Pengembangan ilmu
polimer didasarkan pada sifat-sifat dari polimer tersebut. Sehingga saat ini, jenis
polimer yang sedang dikembangkan adalah polimer yang memiliki sifat
bidegradable. Dengan mempelajari lebih dalam lagi mengenai polimer maka kita
dapat menggunakan ilmu polimer untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada beberapa tahun belakangan, pengembangan polimer cerdas mulai
dikembangkan kearah polimer yang mempunyai dua kepekaan sekaligus.
Umumnya metode yang digunakan adalah dengan pencangkokan atau dikenal
dengan istilah grafting. Beberapa peneliti telah sukses mengrafting seperti Leung
et al (2005) yang telah mempreparasi mikrogel kulit-inti (core-shell) cerdas
bebasis PNIPAAm, MBAAm, dan kitosan (Polyethyleneimine) yang
menghasilkan mikrogel yang dapat peka pH sekaligus peka temperatur. Kurata
dan Dobashi (2004) yang telah berhasil membuat kopolimer baru dari N,N-
dimethylaminoethylmethacrylate (DMAEM) dan asam akrilat (AA) yang mampu
peka pH dan temperatur. Begitupun dengan Gonzalez et al (2005) yang telah
menemukan polimer baru turunan dari ethylpyrrolidine yaitu N-ethylpyrrolidine
methacrylate (EPyM) yang juga peka pH dan temperatur.

Polimer pintar menjadi semakin umum, karena para ilmuwan mempelajari


tentang kimia dan pemicu yang mendorong perubahan konformasi dalam struktur
polimer dan menciptakan cara untuk mengambil keuntungan darinya, dan
akhirnya mengendalikannya. Bahan polimer baru sedang dirumuskan secara
kimiawi yang merasakan perubahan lingkungan spesifik dalam sistem biologis,
dan menyesuaikannya dengan cara yang dapat diprediksi, menjadikannya alat
yang berguna untuk pemberian obat atau mekanisme kontrol metabolisme lainnya.
Karya terbaru telah mengungkapkan aplikasi utama polimer pintar di bidang
kimia yang meliputi hidrogel, plester, televisi, sofa, kursi, pemutar DVD, kantong
plastik yang dapat terurai secara biologis, permen karet anti lengket dan bahkan
aplikasi biologis seperti mendeteksi kadar glukosa darah dan memicu pelepasan
insulin. Penemuan terobosan utama adalah penggunaan sistem polimer cerdas
untuk memberikan agen bioaktif, termasuk obat peptida dan protein. Beberapa
paten ditinjau yang menggambarkan penggunaan polimer pintar untuk pengiriman
obat peptida dan protein terkontrol. Sistem ini telah muncul sebagai pendekatan
potensial untuk pelepasan terkontrol agen bioaktif.

B. SMART POLIMER
Polimer cerdas (smart-polymer) merupakan istilah yang digunakan untuk
polimer yang mempunyai kepekaan terhadap perubahan atau stimulus
lingkungannya. Polimer cerdas merupakan salah satu material yang
pengembangannya berlangsung sangat pesat dengan tiga cakupan utama yakni
polimer cerdas dalam bentuk larutan dalam air (aqueous polymer solution),
antarmuka (interface) dan hidrogel. Polimer cerdas terdiri dari polimer yang
merespons secara cepat terhadap sedikit perubahan di lingkungan atau polimer
cerdas dapat didefinisikan sebagai plastik yang berubah atau bereaksi dengan cara
tertentu sesuai dengan lingkungan. Polimer cerdas juga dikenal sebagai 'polimer
stimuli responsif' atau 'polimer cerdas' atau 'polimer sensitif lingkungan'.
Fitur khas yang benar-benar membuat polimer ini 'pintar' adalah kemampuan
untuk merespons perubahan yang sangat kecil di lingkungan sekitarnya. Keunikan
bahan-bahan ini tidak hanya terletak pada perubahan mikroskopis cepat yang
terjadi pada strukturnya tetapi juga transisi ini dapat dibalikkan. Respon
dimanifestasikan sebagai perubahan dalam satu atau lebih bentuk-berikut,
karakteristik permukaan, kelarutan, pembentukan rakitan molekul yang rumit,
transisi sol-gel dan lain-lain. Pemicu lingkungan di balik transisi ini dapat berupa
perubahan suhu atau perubahan pH, peningkatan kekuatan ionik, kehadiran bahan
kimia metabolik tertentu, penambahan polimer yang bermuatan berlawanan dan
pembentukan kompleks polikation polianion, perubahan listrik, medan magnet,
cahaya atau gaya radiasi.
Menurut literatur, pada tahun 1988 peneliti di Michigan State University
adalah yang pertama yang menggunakan cairan elektro reologi (ER) untuk
membuat polimer cerdas. Polimer pintar mengubah viskositas mereka hampir
secara instan sebagai respons terhadap arus listrik. Ini adalah pertama kalinya
istilah 'polimer pintar' digunakan dan aplikasi polimer sensitif lingkungan
dievaluasi. Penggunaan dalam bidang farmasi mencakup sistem pengiriman obat
yang ditargetkan, proses bioseparation dan mikrofluida, rekayasa jaringan,
pembawa gen, biosensor, biokatalis yang dapat dibalik, sebagai aktuator, protein
dan banyak aplikasi utama lainnya.

C. Klasifikasi Polimer Pintar


1. Single stimulus-responsive polymers

Stimuli yang menyebabkan perubahan pada polimer bisa diklasifikasikan


menjadi tiga kategori yaitu : rangsangan fisik, kimia dan biologis. Polimer
merespons rangsangan fisik (cahaya, suhu, magnet dan listrik) karena modifikasi
dinamika rantai (yaitu tingkat energi polimer atau pelarut sistem). Di sisi lain,
stimuli kimia memodulasi interaksi molekuler antara polimer dan pelarut molekul
atau antara rantai polimer untuk menginduksi perubahan dalam polimer. Stimulus
biologis berfungsi dari molekul seperti reaksi enzimatik dan pengakuan reseptor
dll.
a. Stimulus fisik
a) Rangsangan Temperatur
Di antara semua rangsangan fisik, rangsangan suhu telah menarik banyak
perhatian karena stimulus ini dapat dengan mudah diterapkan dan dipantau secara
eksternal. Polimer termo-responsif sistem menunjukkan suhu kritis di mana sistem
polimer mengalami perubahan fasa dalam kisaran suhu yang kecil. Fenomena ini
disebabkan oleh gangguan interaksi antar molekul menghasilkan ekspansi atau
kontraksi rantai polimer.
b) Rangsangan Cahaya
Rangsangan cahaya termasuk rangsangan yang instan, akurasi tinggi dengan
kontrol panjang gelombang dan itu juga memungkinkan kontrol aplikasi yang
jauh dengan menggunakan dari kabel optik. Stimulus cahaya yang dimulai dengan
ultraviolet hingga inframerah memungkinkan keragaman dalam aplikasi yang
mungkin tidak ditawarkan oleh rangsangan lain. Selanjutnya, cahaya bisa
diterapkan langsung pada permukaan polimer untuk memicu respons. Dalam
cahaya polimer sangat responsif, dampak yang diciptakan oleh paparan cahaya
menginduksi photoisomerization dan atau photochromism, yang menjadikan
cahaya sebagai rangsangan yang sangat fleksibel. Polimer foto-responsif termasuk
azobenzene (trans-cis isomerisasi), spiropyran (spiro ke bentuk merocyanine),
spirooxazine (spiro ke bentuk merocyanine) dan turunan fulgide (perilaku
fotokromik). Baru-baru ini dikembangkan fotoselitif blok kopolimer misel juga
menarik banyak perhatian.

c) Rangsangan Magnetik atau Listrik


Stimulus kelistrikan dapat dengan tepat mengontrol respons polimer melalui
besarnya arus, durasi pulsa listrik dan interval antar pulsa. Polimer yang responsif
secara listrik biasanya polimer yang dapat mentransformasikannya dengan bentuk
(membengkak, menyusut atau menekuk) ketika mengalami listrik. Polimer yang
responsif secara umum termasuk polythiophene (PT) dan sulphonated-polystyrene
(PSS). Komposit polimer yang merespons perubahan magnetik disebut sebagai
komposit polimer yang aktif secara magnetis. Komposit polimer ini terbuat dari
elastomer atau gel dengan partikel magnetik kecil. Lapisan yang umum digunakan
yaitu partikel logam, partikel besi (III) oksida, partikel feromagnetik dan bubuk
nikel. Bahan yang banyak dieksplorasi untuk mengembangkan matriks polimer
poli yaitu (p dioksanon), poly (3-kaprolakton) kopolimer, oligo pengikat silang (3-
kaprolakton) dimethacrylate / butyl acrylate, dan polimer poli (3-kaprolakton)
diisosianatoetil metakrilat (PCLDIMA) dan poli (etilen glikol) mono-methylether-
monomethacrylate (PEGMA).

b. Stimulus kimia

a) pH
Polimer yang responsif terhadap pH terdiri dari bagian yang dapat
menyumbangkan atau menerima proton saat ada perubahan lingkungan dalam pH.
Setiap perubahan dalam pH dimulai dengan interaksi ionik yang mengarah pada
perluasan rantai polimer dalam larutan air, yang diinduksi oleh elektrostatik yang
dihasilkan dalam proses ini. Tipikal bahan yang responsif terhadap pH meliputi
poliasid dan polibasa. Poliasid seperti poli (asam akrilat) menyumbangkan proton
dan mengembang dibawah kondisi dasar, sementara polibasa seperti poli (N, N-
dimethyl aminoethyl methacrylate) menerima proton dalam kondisi asam dan
mengembang karena coulomb repulsion. Polimer yang responsif terhadap pH
yaitu meliputi kitosan, albumin, gelatin, poli (asam akrilat) (PAAc) / kitosan IPN,
poli (asam metakrilat-g-etilen glikol) [P (MAA-g-EG)], poli (etilena imina) (PEI),
poli (N, N-diakylamino ethylmethacrylates) (PDAAEMA), dan poli (lisin) (PL).

b) Redoks
Stimulus redoks terjadi karena perubahan keadaan oksidasi kelompok redoks
yang sensitif. Stimulus dapat sebagian besar terlihat dalam kimia anorganik
khususnya dengan logam transisi. Namun beberapa senyawa organik seperti
dithienylethenes dan ferrocene juga merespons sensitivitas redoks. Selanjutnya,
bagian asam yang bertanggung jawab dalam polyanhydrides, asam poli (laktat /
glikolat) menginduksi responsif redoks karena ketidakstabilan untuk sensitif
terhadap lingkungan. Polimer yang responsif redoks seperti poli (NiPAAm-coRu
(bpy) 3) dapat menghasilkan gelombang kimia akibat periodik perubahan redoks
Ru (bpy) 3 menjadi warna yang teroksidasi dengan warna lebih terang. Reaksi
redoks semacam itu menghasilkan perubahan hidrofobik dan sifat hidrofilik rantai
polimer (dengan mengembang atau menghilangkan polimer).
c) Pelarut (Solvent)
Polimer responsif pelarut sistem dapat disintesis dari polimer yang
terdeformasi sebagai pelarut molekul menyebabkan pembengkakan bahan polimer
dan meningkatkan fleksibilitas rantai polimer makromolekul. Permukaan dengan
properti yang dapat dialihkan dapat diperoleh dengan mengganti konformasi
rantai pemukaan polimer. Transisi struktural dari sikat dengan perawatan pelarut
mengakibatkan sikat molekuler bermotif. Beberapa polimer termasuk poli (metil
metakrilat) (PMMA) dan polistiren (PS) disintesis dan responsif dengan berbagai
pelarut. Ditemukan bahwa transisi konformasi dari sikat polimer yang disintesis
sebagian besar tergantung pada kualitas pelarut. Misalnya, Chen et.al mempelajari
deformasi pola garis PMMA sikat dengan pelarut yang berbeda. Mereka
menemukan bahwa derajat deformasi sikat PMMA dapat bervariasi ketika
direaksikan dengan pelarut yang berbeda. Gambar. 4 menunjukkan ilustrasi
skematis dari perilaku reversibel sikat PMMA saat direndam dengan air dan THF
(tetrahydrofuran) yang menghasilkan sikat dan jamur seperti rezim. Beberapa
polimer lain seperti poli (etilena glikol) (PEG), poli (butil akrilat) dan poli (2-
dimetilaminoetil metakrilat) juga telah dieksplorasi untuk membuat responsif
pelarut polimer. Deformasi sikat polimer pada perlakuan pelarut telah membuka
banyak kemungkinan baru dalam konsep rekayasa permukaan.

c. Stimulus Biologi
 Responsif terhadap glukosa
Polimer responsif glukosa banyak dieksplorasi karena potensi aplikasi mereka
dalam pemberian obat (pengiriman insulin). Polimer responsif glukosa disintesis
oleh konjugasi glukosa oksidase (GOx) dengan polimer responsif pH. Ketika
polimer tersebut bersentuhan dengan glukosa, GOx mengoksidasi glukosa
menjadi asam glukonat yang menyebabkan perubahan pH lingkungan.
Menanggapi perubahan pH, polimer responsif pH menunjukkan transisi volume.
Ini perubahan drastis pada polimer diatur oleh kadar glukosa tubuh yang pada
gilirannya mempengaruhi aktivitas enzim. Saat ini, ada sejumlah besar minat yang
dicurahkan di bidang ini untuk mengembangkan polimer responsif glukosa yang
sensitif terhadap bio-degradable
 Enzim responsif.
Enzim responsif. Bakteri yang terbentuk secara alami yang terletak di daerah usus
besar mengeluarkan enzim khusus seperti azoreductase dan glikosidase yang
mampu mendegradasi berbagai polisakarida termasuk pektin, chitosan, dekstrin
dll. Enzim bakteri ini umumnya menghancurkan sistem polimer sepenuhnya.
Untuk selanjutnya, sistem polimer yang responsif enzim tidak memerlukan
pemicu eksternal untuk penguraian. Karena mekanisme ini, polimer responsif
enzim menarik banyak perhatian dalam aplikasi biologis. Meskipun demikian,
tantangan utama yang dihadapi para peneliti dalam menggunakan sistem polimer
ini adalah sulitnya mengontrol waktu respons awal secara tepat

2. Dual stimuli-responsive polymers


 Thermo and light responsive polymers
Kopolimer termo responsif ini disintesis oleh polimerisasi NIPAM (N
isopropil akrilamida) dengan monomer akrilamida (N-(4-fenilazofenil)
akrilamida). Photochromic azobenzene moieties dimasukkan ke dalam larutan
PNIPAAM dan suhu pemisahan fasa larutan dikontrol serta dipantau oleh
intensitas cahaya. Selama proses ini, terjadi perubhan suhu dari 21 o C menjadi 27o
C suhu pemisahan fasa terlihat setelah iradiasi sinar UV. Perubahan reversibel
dalam LCST ini disebabkan oleh perubahan momen dipol dari 0 hingga 3 debye
karena isomerisasi trans-ke-cis dari gugus kromoforik azobenzene. Suhu transisi
fase awal 21 C diperoleh kembali dengan paparan cahaya tampak.
 Thermo and pH responsive polymers
Sistem polimer yang responsif terhadap suhu dan pH telah menarik banyak
perhatian di bidang pemberian obat, karena kedua entitas tersebut dapat berubah
di dalam jaringan kanker. Perubahan ini dapat digunakan untuk memicu respons
otonom. Bagian fungsional yang mampu membentuk gugus ionik dengan
disosiasi atau asosiasi pada protonasi dimasukkan ke dalam rantai tulang belakang
polimer LCST (contoh: asam karboksilat dan amina tersier). Lebih lanjut,
homopolimer tertentu seperti poli (2-(dimetilamino)etil metakrilat) (PDMAEMA)
menunjukkan pH dan perilaku responsif terhadap suhu. PDMAEMA
menunjukkan sejumlah titik pada kisaran 50oC dalam larutan berair netral.
Meskipun demikian, titik awan akan bergeser ke nilai yang lebih tinggi dengan
meningkatnya pH karena protonasi fungsi amino sehingga mewakili perilaku
responsif ganda.
3. Multi stimuli-responsive polymers
Keberhasilan polimer responsif ganda mendorong para peneliti untuk
menyelidiki dan mengembangkan sistem polimer yang dapat merespons
rangsangan rangkap tiga. Penambahan stimulus lain dengan sistem polimer ganda
responsif dapat meningkatkan ketepatan respons. Selain itu, adanya rangsangan
tambahan juga dapat meningkatkan jendela switching atau kondisi switching
karena meningkatnya tingkat kompleksitas polimer.

 Thermo, light and pH responsive polymers


System polimer yang disintesis ini dapat merespon suhu, cahaya dan pH
menggunakan azobenzene terminated PDMAEMA polimer melalui atom-transfer
radikal-polimerisasi (ATRP). Mereka menunjukkan bahwa karakteristik LCST
darisistem polimer yang dikembangkan dapat diubah dengan mengubah nilai pH.
Misalnya, ketika pH = 4 tidak ada LCST yang terlihat karena peningkatan
polaritas yang disebabkan oleh protonasi fungsi dimethylamino.
 Thermo, light and redox responsive polymers
Berbagai kelas sistem polimer tiga responsif (termo, cahaya dan redoks)
disintesis dengan menggunakan gugus aktif redoks yang berbeda.

APLIKASI
Aplikasi polimer cerdas ini sangat banyak di berbagai bidang termasuk
sensor, aktuator, biomedis dan aplikasi lingkungan.
1) Sensor
Sensor digunakan untuk merasakan dan memberikan informasi ketika ada
perubahan baik secara fisik, kimia atau biologis dalam suatu lingkungan.
Informasi yang dirasakan kemudian digunakan untuk memicu tindakan yang
diperlukan. Beberapa contoh termasuk memantau gas dan uap beracun di
lingkungan kerja, pemeriksaan konstan pada tingkat kontaminan dalam limbah
industri dll. Dengan demikian perkembangan baru dalam sensor, teknologi akan
memainkan peran penting dalam mempertahankan lingkungan Hidup. Sebagai
stimuli, reseptor polimer dapat merasakan dan menanggapi perubahan fisik /
kimia / biologis. Sensor-sensor ini dapat memenuhi kebutuhan tuntutan industri
saat ini untuk membangun lingkungan hidup yang berkelanjutan.

2) Bio-Separasi
Bio-separasi Sistem konjugasi telah digunakan dalam pemisahan afinitas fisik
dan pengujian immuno. Dalam presipitasi afinitas biomolekul, biokonjugat
disintesis dengan menyambungkan ligan ke polimer pintar yang larut dalam air.
Konjugat ligan polimer secara selektif mengikat protein target dari ekstrak kasar
dan kompleks protein-polimer diendapkan dari larutan dengan perubahan dalam
lingkungan seperti pH, suhu, kekuatan ionik atau penambahan beberapa reagen.
Akhirnya protein yang diinginkan dipisahkan dari polimer dan kemudian dapat
diperoleh kembali dari penggunaan kembali untuk siklus lain. Berbagai ligan
seperti protease inhibitor, antibiotik, nukleotida, kelat logam, karbohidrat telah
digunakan dalam presipitasi afinitas.

3) Smart drug delivery systems


Penerapan polimer cerdas untuk pengiriman obat menunjukkan harapan besar
karena pola pelepasan obat termodulasi atau berdenyut untuk meniru permintaan
biologis. Hal penting lainnya adalah bahwa ini beroperasi sepenuhnya secara
otomatis, tanpa perlu sensor tambahan, transduser, sakelar atau pompa.
Rangsangan yang terjadi secara eksternal termasuk internal suhu, arus listrik, pH
dll. Ketika enzim diimobilisasi dalam hidrogel pintar produk reaksi enzimatik itu
sendiri dapat memicu transisi fase gel. Maka akan mungkin untuk menerjemahkan
sinyal kimia (mis. Keberadaan substrat), menjadi sinyal lingkungan (mis.
Perubahan pH) dan kemudian menjadi sinyal mekanis (menyusut atau bengkak)
gel pintar.
Efek pembengkakan atau penyusutan manik-manik polimer pintar ini sebagai
respons terhadap perubahan kecil dalam pH atau suhu dapat digunakan dengan
sukses untuk mengontrol pelepasan obat, karena difusi obat keluar dari manik-
manik tergantung pada keadaan gel. Polimer pintar ini menjadi kental dan melekat
pada permukaan dalam bentuk bioadhesif karena itu memberikan cara yang
efektif untuk memberikan obat, baik secara topikal atau mukosa, dalam jangka
waktu yang lama dengan melarutkannya dalam larutan, yang mengandung daerah
hidrofobik. Melalui teknik ini, efisiensi dan efektivitas biaya meningkat. Upaya
paling luas di bidang ini telah dilakukan untuk mengembangkan sistem pelepasan
insulin dalam menanggapi kadar glukosa tinggi [67]. Dalam pendekatan awal,
insulin yang terperangkap dilepaskan dari kopolimer allylglucose yang saling
berhubungan dengan Concanavalin A. Dalam desain selanjutnya, glukosa
oksidase telah digunakan untuk menghasilkan H + (dalam menanggapi
keberadaan glukosa) dan karenanya mengeksploitasi hidrogel sensitif-pH. Satu
kekhawatiran umum dalam semua kasus tersebut adalah waktu respons yang
lambat.
Jadi, penggunaan hidrogel superporous dengan kinetika pembengkakan cepat
merupakan langkah ke arah yang benar [68]. Hidrogel responsif pH yang terdiri
dari asam polimetakrilat yang dicangkokkan dengan polietilen glikol telah
dievaluasi secara in vitro untuk pengiriman kalsitonin [69]. Polipeptida ini adalah
agen terapi untuk penyakit tulang seperti penyakit Paget, hiperkalsemia dan
osteoporosis. Ketika pH meningkat selama perjalanan dari lambung ke usus kecil
bagian atas, gugus karboksil liontin terionisasi menyebabkan tolakan elektrostatik,
jaringan membengkak dan hormon dilepaskan. Perilaku rilis menunjukkan bahwa
pergerakan rantai polimer adalah faktor kunci yang mengendalikan transportasi
zat terlarut. .
Qiu dan Park [70] juga telah meninjau berbagai hidrogel yang responsif
terhadap berbagai rangsangan. Contoh yang layak dikutip dari ulasan mereka
menggunakan konsep pelepasan antibiotik di tempat dan waktu infeksi.
Antibiotik, Gentamisin, melekat pada tulang punggung alkohol polivinil melalui
penghubung peptida. Luka yang terinfeksi menghasilkan luka yang lebih tinggi
konsentrasi trombin yang mematahkan penghubung peptida dan mempercepat
pelepasan antibiotik.

4) Aktuator
Baru-baru ini, para peneliti telah menggunakan polimer yang responsif
terhadap rangsangan untuk membuat sistem osilasi diri yang dapat menghasilkan
energi mekanik periodik dari energi kimia (reaksi Belousov-Zhabotinsky). Sistem
osilasi mandiri semacam itu bisa saja banyak digunakan dalam generator pulsa,
alat pacu jantung kimia, aktuator dan pompa mikro. Yoshida et.al,
mengembangkan polimer gel yang dapat menjalani gerakan peristaltik tanpa
aplikasi rangsangan eksternal. Gel polimer unik ini dibuat oleh co-polimerisasi N-
isopropylacrylamide (thermo polimer responsif), dengan ruthenium tris (2,20-
bipyridine) [Ru (bpy) 3] sebagai katalis untuk reaksi BZ. Maeda et.al, membuat
aktuator gel self-osilasi dengan struktur gradien. Dalam karya ini, gerakan
pendulum dibuat oleh satu ujung gel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.
Aizenberg et.al, dihasilkan aktuator hidrogel yang tipis dengan batang rasio tinggi.
Perluasan hidrogel dengan lapisan tipis mempengaruhi orientasi batang yang
dimasukkan. Film ini dapat digunakan dalam mendesain permukaan dengan
terbalik dan perilaku switching konvensional. Jager et.al, membuat mikro-aktuator
buatan berdasarkan bilayers polipirol emas untuk memungkinkan pergerakan
besar pada struktur yang melekat pada aktuator ini. Baru-baru ini, Pedrosa dan
rekan kerjanya menggunakan polipirol untuk membuat nano polipirol emas yang
dapat secara efektif bertindak sebagai nanoaktuator.

5) Aplikasi biomedis
a. Diagnosa
Sistem polimer yang dapat merespons biomolekul spesifik dan juga untuk
perubahan suhu, pH dll. Diagnosa ini bisa sangat bermanfaat dalam pendeteksian
penyakit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam bahan kimia atau variasi
variabel fisik atau biologis di lingkungan. Untuk selanjutnya, Upaya besar telah
dilakukan dalam beberapa waktu terakhir untuk menggunakan rangsangan sistem
polimerik responsif dalam bidang diagnosis penyakit dan biosensor. Uchiyama
et.al, menggunakan PNIPAAM untuk mendeteksi keberadaan benzofurazan dan
mengamati respons yang jelas terhadap siklus suhu yang terkait dengan perubahan
konformasi rantai PNIPAAM dan sensitivitas polaritas benzofurazan moieties.
Perilaku ini dicontohkan pada Gambar. 7 yang jelas menunjukkan perubahan
intensitas fluoresensi polimer di suhu yang berbeda. Beberapa sistem material
termasuk poly (2-vinylpyridine) (P2VP), kopolimer diblock dari (etilen glikol)
dan poli (sulfadimethoxine) (PEG-PSDM) juga telah dieksplorasi untuk
pembuatan nano-biosensor.

b. Imaging
Sistem responsif polimerik bisa dipekerjakan dalam teknik pencitraan untuk
deteksi jaringan yang sakit atau rusak. Jaringan yang rusak menunjukkan suhu
dan pH yang meningkat jika dibandingkan dengan jaringan yang sehat normal.
Stimuli polimer responsif dapadigunakan untuk merasakan perbedaan suhu dan
pH yang dan mendeteksi jaringan yang sakit. Lee et.al, meneliti kopolimer
triblock pluronik [poly-(Ethylene oxide) –poly (propylene oxide) –poly (ethylene
oxide) (PEO – PPO – PEO)] yang ditutup dengan pewarna sianin (Cy5.5) untuk
pencitraan jaringan yang sakit. Kopolimer blok pluronik merespons suhu melalui
perubahan supramolekulnya yang berinteraksi. Selama perlakuan panas, rantai
polimer berkembang dari keadaan terlarut ke keadaan agregasi misel. Mereka
menemukan bahwa transisi dari rantai terlarut ke misel disertai dengan
pendinginan pewarna Cy5.5. Struktur ini dapat digunakan sebagai probe
inframerah (NIR) untuk pencitraan jaringan yang sakit atau rusak. Selain aplikasi
biomedis yang disebutkan di atas, polimer responsif juga telah dominan
dieksplorasi di bidang sistem pengiriman obat termasuk protein dan pengiriman
enzim, pengiriman gen, dll. Terapi thermo-responsif banyak digunakan di aplikasi
pemberian obat. Selain itu, penelitian ini juga telah dilakukan pada penggunaan
polimer responsif rangsangan untuk medis lainnya aplikasinya seperti kedokteran
regeneratif, permukaan cerdas untuk rekayasa jaringan, pembuatan antarmuka
biologis, implan yang dapat disuntikkan, dll. Tabel 1 merangkum kelas-kelas
Sistem polimer yang digunakan untuk berbagai rangsangan responsif aplikasi.

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


Kelebihan dari Polimer pintar ini adalah non-trombogenik, biokompatibel,
kuat, fleksibel, tangguh, mudah diwarnai & dibentuk, menjaga stabilitas obat,
mudah diproduksi, merupakan transportasi nutrisi yang baik ke sel dan produk
dari sel, dapat dengan mudah dimodifikasi dengan ligan adhesi sel, dapat
disuntikkan secara in vivo sebagai cairan gel pada suhu tubuh. 
Tetapi ada beberapa masalah dari polimer ini seperti sulit ditangani, biasanya
lemah secara mekanis, sulit untuk diisi dengan obat dan sel dan ikatan silang
secara in vitro sebagai matriks prefabrikasi, dan sulit untuk disterilkan.

E. KESIMPULAN
Polimer responsif stimuli atau polimer pintar telah menarik banyak perhatian
karena aplikasinya yang tak terhitung termasuk sensor, aktuator, pengiriman obat,
pencitraan, diagnosis, pelapisan selfaling dan juga dalam perangkat elektronik
mini. Perkembangan pesat bidang ini disebabkan oleh (1) komprehensif
memahami interaksi gugus polimerik responsif; (2) pengembangan pendekatan
sintesis ilmiah baru; (3) pembuatan sistem polimer yang dapat dikendalikan
menggunakan lebih dari satu rangsangan dan (4) pembuatan skala nano
permukaan rangsangan responsif dll. Studi dimasa depan dapat fokus pada
rangsangan doping bahan polimer responsif dengan oksida logam dan partikel
nano logam mulia. Penggabungan dopant ini ke dalam matriks polimer dapat
menghasilkan sifat yang menarik. Dalam contoh lain, polimer yang responsif
dapat berpotensi memainkan peran utama untuk pengembangan di bidang
teknologi Informasi. Konsep pengamatan orthogonal dan independen dari
kelompok responsif dapat menghasilkan penulisan informasi secara paralel.
Selanjutnya, peningkatan dalam kepadatan memori juga dimungkinkan dimasa
depan. Tujuan - tujuan ini dapat dicapai dengan pengembangan polimer baru dan
juga dengan kontrol yang tepat. Aplikasi medis dibidang lain, yang diperkirakan
akan dipengaruhi oleh perkembangan polimer yang responsif terhadap
rangsangan. Meskipun berlimpah penelitian ini telah dilakukan dalam berbagai
aplikasi medis termasuk diagnostik peralatan, perawatan terapi, regenerasi
jaringan dll, aplikasi bahan stimuli responsif pada skala nanometer masih
merupakan area yang muncul yang akan sangat diuntungkan dari studi ekstensif
tentang bio-disposability, bio-distribution, toksisitas dll. Bidang lain yang akan
berkembang adalah pengembangan polimer responsif CO2. Polimer responsif
CO2 tertentu dapat secara reversibel menangkap CO2 dari udara yang dihasilkan
dari pengurangan efek rumah kaca. Namun, diperlukan studi yang yang detail
untuk mengatasi tantangan yang ada. Baru-baru ini, banyak penelitian telah
mengeksplorasi kelayakan menggunakan bahan polimer responsif rangsangan
dalam aplikasi antifouling dan air. Di masa depan, keberhasilan komersial bahan
stimuli responsif dalam anti-fouling dan aplikasi air dapat mengarah pada
pembentukan lingkungan yang berkelanjutan. Polimer pintar itu bahan stimuli
yang hemat biaya dan sangat efisien untuk rumah tangga, industri, obat-obatan
dan lingkungan,

DAFTAR PUSTAKA
L. Zhai, Chem. Soc. Rev., 2013, 42, 7148–7160.
J. R. Capadona, K. Shanmuganathan, D. J. Tyler, S. J. Rowan and C. Weder,
Science, 2008, 319, 1370–1374; R. Birenheide, M. Tamori, T. Motokawa,
M. Ohtani, E. Iwakoshi, Y. Muneoka, T. Fujita, H. Minakata and K.
Nomoto, Biol. Bull., 1998, 194, 253–259.
Handbook of Stimuli-Responsive Materials, ed. U. Marek, Wiley-VCH Verlag
GmbH&Co. KGaA, Weinheim, Germany, 2011.
L. Brunsveld, B. J. B. Folmer, E. W. Meijer and R. P. Sijbesma, Chem. Rev.,
2001, 101, 4071–4098.
D. Roy, J. N. Cambre and B. S. Sumerlin, Prog. Polym. Sci., 2010, 35, 278–301.
F. Liu and M. W. Urban, Prog. Polym. Sci., 2010, 35, 3–23.
M. A. C. Stuart, W. T. S. Huck, J. Genzer, M. Muller, C. Ober, M. Stamm, G. B.
Sukhorukov, I. Szleifer, V. V. Tsukruk, M. Urban, F. Winnik, S. Zauscher,
I. Luzinov and S. Minko, Nat. Mater., 2010, 9, 101–113.
E. Cabane, X. Zhang, K. Langowska, C. G. Palivan and W. Meier,
Biointerphases, 2012, 7(1–4), 9.
E. S. Gil and S. M. Hudson, Prog. Polym. Sci., 2004, 29, 1173– 1222.
M. Delcea, H. Mohwald and A. G. Skirtach, Adv. Drug Delivery Rev., 2011, 63,
730–747.
W. B. Liechty, D. R. Kryscio, B. V. Slaughter and N. A. Peppas, Annu. Rev.
Chem. Biomol. Eng., 2010, 1, 149– 173.
N. Zhang, S. Salzinger and B. Rieger, Macromolecules, 2012, 45, 9751–9758.
X. Y. Liu, F. Cheng, Y. Liu, H. J. Liu and Y. Chen, J. Mater. Chem., 2010, 20,
360–368.
B. Xue, L. Gao, Y. Hou, Z. Liu and L. Jiang, Adv. Mater., 2013, 25, 273–277.
Y. Liu, L. Meng, X. Lu, L. Zhang and Y. He, Polym. Adv. Technol., 2008, 19,
137–143. 16 S. Ohya, H. Sonoda, Y. Nakayama and T. Matsuda,
Biomaterials, 2005, 26, 655–659.
K. Suwa, K. Morishita, A. Kishida and M. Akashi, J. Polym. Sci., Part A: Polym.
Chem., 1997, 35, 3087–3094.

K. Na, K. H. Lee, D. H. Lee and Y. H. Bae, Eur. J. Pharm. Sci., 2006, 27, 115–
122.
A. Sosnik and D. Cohn, Biomaterials, 2004, 25, 2851–2858.
Y. Qiu and K. Park, Adv. Drug Delivery Rev., 2001, 53, 321– 339.
A. Roggan, M. Friebel, K. Dorschel, A. Hahn and G. Muller, J. Biomed. Opt.,
1999, 4, 36–46.
Y. Shiraishi, R. Miyamoto and T. Hirai, Org. Lett., 2009, 11, 1571–1574.
A. Albini, E. Fasani and D. Faiardi, J. Org. Chem., 1987, 52, 155–157.
F. D. Jochum and P. Theato, Polymer, 2009, 50, 3079–3085.
Z. Mahimwalla, K. Yager, J. Mamiya, A. Shishido, A. Priimagi and C. Barrett,
Polym. Bull., 2012, 69, 967–1006.
C. Pietsch, U. S. Schubert and R. Hoogenboom, Chem. Commun., 2011, 8750–
8765.
T. Hirakura, Y. Nomura, Y. Aoyama and K. Akiyoshi, Biomacromolecules, 2004,
5, 1804–1809.
M. Rini, A. K. Holm, E. T. J. Nibbering and H. Fidder, J. Am. Chem. Soc., 2003,
125, 3028–3034.
Y. Huang, W. Liang, J. K. S. Poon, Y. Xu, R. K. Lee and A. Yariv, Appl. Phys.
Lett., 2006, 88, 181102–181103.
A. K. Chibisov and H. Gorner, Phys. Chem. Chem. Phys., 2001, 3, 424–431.
Y. Zhao, J. Mater. Chem., 2009, 19, 4887–4895.
P. M. Mendes, Chem. Soc. Rev., 2008, 37, 2512–2529.
D. P. Jones, J. L. Carlson, P. S. Samiec, P. Sternberg, V. C. Mody, R. L. Reed and
L. A. S. Brown, Clin. Chim. Acta, 1998, 275, 175–184.
A. N. Koo, H. J. Lee, S. E. Kim, J. H. Chang, C. Park, C. Kim, J. H. Park and S.
C. Lee, Chem. Commun., 2008, 44, 6570– 6572.
X. Yu, S. Zhou, X. Zheng, T. Guo, Y. Xiao and B. Song, Nanotechnology, 2009,
20(235702), 1–9.
J. M. Cuevas, J. Alonso, L. German, M. Iturrondobeitia, J. M. Laza and J. L.
Vilas, Smart Mater. Struct., 2009, 18(075003), 1–10.
A. Golbang and M. Kokabi, Eur. Polym. J., 2011, 47, 1709– 1719.

Anda mungkin juga menyukai