Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“PREVENSI PRIMER,SEKUNDER DAN TERSIER DALAM


KEPERAWATAN JIWA”

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Aulya Akbar, M. Kep Sp. Kep J

DISUSUN OLEH :
Yuli nursiah
18010033

S1 ILMU KEPERAWATAN
STIKES PEKANBARU MEDICAL CENTER
TA 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya saya bisa
menyelesaikan makalah yang membahas tentang “ Prevensi Primer, Sekunder dan Tersier”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Jiwa 1. Dari aspek penguasaan
keilmuan maupun dari cara penyajiannya,penulis memiliki keterbatasan. Oleh karenanya, penulis
mengharapkan saran dan kritik dari yang berkenan membaca makalah ini.

Selesainya makalah ini sangat didukung oleh berbagai pihak, baik secafa langsung
maupun tidak. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu menyelaisakan makalah ini.

Semoga makalah ini bisa berguna untuk pembangunan wawasan dan peningkatan ilmu.
Aamiin.

Pekanbaru, 08 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar---------------------------------------------------------------------------

Daftar Isi----------------------------------------------------------------------------------

BAB I Pendahuluan--------------------------------------------------------------------

1.1. Latar Belakang--------------------------------------------------------------------------


1.2. Rumusan Masalah----------------------------------------------------------------------
1.3. Tujuan Penulisan-----------------------------------------------------------------------
1.4. Manfaat Penulisan----------------------------------------------------------------------
BAB II Pembahasan ------------------------------------------------------------------

2.1 Defenisi Keperawatan jiwa komprehensif----------------------------------------------


2.2 Pencegahan primer------------------------------------------------------------------------
2.3 Pencehagan sekunder----------------------------------------------------------------------
2.4 Pencehagan tersier-----------------------------------------------------------------………
BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan------------------------------------------------------------------------

Daftar Pustaka……………………………………………………………………….
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan
suatubentuk pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan,berbentuk pelayanan biopsikososio dan spiritual yang komprehensif
ditujukankepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat
yangmencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu, kiat dan profesi yang
berorientasi pada pelayanan. Sebagai ilmu dan seni dalam aplikasinya lebihkearah
ilmu terapan dengan menggunakan pengetahuan, konsep dan prinsip
sertamempertimbangkan seni didalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembanganilmu
lain, mengingat ilmu keperawatanmerupakan ilmu terapan yang selaluberubah
mengikuti perkembangan zaman. Sebagai ilmu yang mulai berkembang,ilmu
keperawatan banyak mendapat tekanan, diantaranya adalah adanya tuntutankebutuhan
masyarakat dan industri kesehatan yang senantiasa berkembangdimana
keperawatan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakatsecara
profesional.
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial, sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU No. 18 tahun 2014). Tidak
berkembangnya koping individu dengan baik dapat menyebabkan terjadinya
gangguan jiwa. Menurut Keliat, dkk, (2013:2), gangguan jiwa yaitu suatu perubahan
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu atau hambatan dalam melaksanakan peran social.
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan
dalam pikiran, prilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan
gejala dan atau perubahan prilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan
penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia (UU No.
18 tahun 2014). Gangguan jiwa dibagi menjadi gangguan jiwa berat dan gangguan
mental emosional. Gangguan jiwa berat ditandai oleh terganggunya kemampuan
menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gangguan mental emosional adalah
istilah yang sama dengan distres psikologik. Kondisi ini adalah keadaan yang
mengindikasikan seseorang sedang mengalami perubahan psikologis. Gangguan ini
dapat berlanjut menjadi gangguan yang lebih serius apabila tidak berhasil
ditanggulangi (Riskesdas, 2013).
Selama ini ada kesalahan dalam menerapkan pelayanan kesehatan jiwa, dimana
pelayanan kesehatan jiwa hanya berbasis di Rumah Sakit, sehingga orang yang datan
hanya yang mengalami gangguan jiwa berat, seetelah sembuh mereka pulang dan
akan datang lagi jika terserang lagi. WHO menyarankan agar penanganan kesehatan
jiwa lebih dtekankan atau berbasis pada Masyarakat (Community Based), sehingga
masyarakat diharapkan mampu menangani kasus gangguan jiwa yang ringan, dan
hanya yang berat ang dilayani oleh Rumah Sakit Jiwa (Moersalin, 2009).
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari perawat jiwa?
2. Bagaimana Peran dari Perawat jiwa?
3. Apa dan Bagaimana Peran perawat dalam pencegahan primer, sekunder, dan
tersier?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan pengertian dari perawat Jiwa
2. Menjelaskan tentang peran dari perawat jiwa
3. Menjelaskan tentang pengertian dan bagaimana peran perawat Peran perawat
dalam pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Dapat memahami tentang pelayanan Peran perawat dalam pencegahan primer,
sekunder, dan tersier dalam keperawatan jiwa.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat menggunakan makalah ini sebagai bahan bacaan maupun
refrensi khususnya tentang pelayanan Peran perawat dalam pencegahan primer,
sekunder, dan tersier dalam keperawatan jiwa.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFENISI KEPERAWATAN JIWA KOMPREHENSIF


keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan jiwa yang diberikan pada
masyarakat pascabencana dan konflik, dengan kondisi 14 masyarakat yang sangat beragam
dalam rentang sehat-sakit yang memerlukan pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan
primer, sekunder, dan tersier.

Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat pencegahan


yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Keliat et al, 2012).

Prevensi secara etimologi berasal dari bahasa latin praevenire, yang artinya datang
sebelum” atau “antisipasi” mempersiapkan diri sebelum terjadi sesuatu” atau “mencegah untuk
tidak terjadi sesuatu”. Dalam pengertian yang luas, prevensi dimaknai sebagai upaya yang secara
sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan,kerusakan,atau kerugian seseorg atau
masyarakat

1. Pencegahan Primer

Tatanan pelayanan primer dapat menjadi tempat kontak yang paling penting antara klien
dengan masalah kesehatan jiwa dengan sistem pelayanan kesehatan. Sebagian besar orang akan
mencari bantuan terkait dengan masalah kesehatan jiwanya melalui pemberi layanan primer.
Pelayanan kesehatan jiwa di tatanan pelayanan primer juga dapat menjangkau orang yang
tidak menerima tindakan kesehatan jiwa. Hal tersebut memberikan keahlian terkait diagnosis dan
tindakan untuk masalah yang tidak terlihat di tatanan medis secara umum, yang berakibat pada
peningkatan pengetahuan dan kemampuan dalam deteksi dini dan penanganan masalah
kesehatan jiwa di komunitas medis (Stuart et al, 2016).
Fokuspelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan dan pencegahan
terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa,
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan jiwa. Targetpelayanan yaitu anggota masyarakat
yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja,
dewasa, dan lanjut usia.
Aktivitas pada pencegahan primer adalah program pendidikan kesehatan, program
stimulasi perkembangan, program sosialisasi kesehatan jiwa, manajemen setres, Persiapan
manjadi orang tua (Keliat et al, 2012). Kegiatan yang dilakukan adalah:
1). Memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua antara lain
seperti pendidikan menjadi orang tua, pendidikan tentang perkembangan anak
sesuai dengan usia, memantau dan menstimulasi perkembangan,15
mensosialisasikan anak dengan lingkungan.

2). Pendidikan kesehatan mengatasi setres seperti stres pekerjaan, stres


perkawinan, stres sekolah dan stres pascabencana.
3). Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu, individu
yang kehilangan pasangan, kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah/tempat
tinggal, yang semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana.
Kegiatan yang dilakukan Memberikan informasi tentang cara
mengatasi kehilangan, mengerakkan dukungan masyarakat seperti menjadi
orang tua asuh bagi anak yatim piatu, melatih keterampilan sesuai dengan
keahlian masing-masing untuk mendapat pekerjaan, mendapat dukungan
pemerintah dan LSM untuk memperolehtempat tinggal.

4). Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat


sering digunakan sebagai koping untuk mengatasi masalah. Kegiatan yang
dapat dilakukan adalah pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk
mengatasi setres, latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan
tanpa menyakiti orang lain, latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek
positif yang pada diri seseorang.

5). Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu
cara penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami keputusasaan. Oleh
karena itu perlu dilakukan program: Memberikan informasi untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda bunuh diri,
menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri, melatih
keterampilan koping yang adaptif (Keliat et al, 2012).

Peran perawat dalam prevensi primer

 Memberikan penyuluhan tentang prinsip-prinsip sehat jiwa


 Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan, tingkat kemiskinan, & pendidikan
 Memberikanpendidikankesehatan
 Melakukan rujukan yang sesuai dengan sebelum gangguan jiwa terjadi
 Membantu klien di RSU untuk menghindari masalah psikiatri dimasa mendatang
 Bersama-sama keluarga memberi dukungan pada anggota keluarga & meningkatkan
fungsi kelompok
 Aktif dalam kegiatan masyarakat & politik yang berkaitan dengan kesehatan jiwa

2. Pencegahan SekunderPencegahan

Sekunder diarahka pada mereka yang telah terkena pentakit tertentu supaya kondisinya tidak
memburuk (Setiadarma, 2002). Menurut (Keliat et al,2012), fokus pelayanan keperawatan pada
pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan penanganan dengan segera masalah psikososial dan
gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target
pelayanan adalah 16 anggota masyarakat yang berisiko atau memperlihatkan tanda-tanda
masalah psikososial dan gangguan jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah:

a. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi


dari berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain, dan
penemuan langsung.

b. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah sebagai


berikut:
1. Melakukan pengkajian dua menit untuk memperoleh data fokus
pada semua pasien yang berobat ke puskesmas dengan keluhan
fisik (format terlampir pada modul pencatatan dan pelaporan)

2. Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan


depresi maka lanjutkan pengkajian dengan menggunakan
pengkajian keperawatan kesehatan jiwa.

3. Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan


jiwa (di tempat-tempat umum).

4. Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang


ditemukan sesuai dengan standar pendelegasian program
pengobatan (bekerjasama dengan dokter) dan memonitor efek
samping pemberian obat, gejala, dan kepatuhan pasien minum
obat.

5. Bekerjasama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat


lainyang dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang
dialami (jika ada gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).

6. Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga


agar melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adanya
tanda-tanda yang tidak biasa, dan menginformasikan jadwal tindak
lanjut.

7. Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien di


tempat yang aman, melakukan pengawasan ketat, menguatkan
koping, dan melakukan rujukan jika mengancam keselamatan jiwa.
Menempatkan pasien di tempat yang aman sebelum dirujuk dengan
menciptakan lingkungan yang tenang, dan stimulus yang minimal.
8. Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan
untuk membantu pemulihan pasien seperti terapi aktivitas
kelompok, terapi keluarga, dan terapi lingkungan.

9. Memfasilitasi Self-help group (kelompok pasien, kelompok


keluarga, atau kelompok masyarakat pemerhati) berupa kegiatan
kelompok yang membahas masalah-masalah yang terkait dengan
kesehatan jiwa dan cara penyelesaiannya.

10. Menyediakan Hotline service untuk intervensi krisis yaitu


pelayanan dalam 24 pukul melalui telepon berupa pelayanan
konseling.

11. Melakukan tindak lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.

Peran dalam reverensi sekunder

 Melakukan skrining & pelayanan evaluasi kesehatan jiwa


 Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan
 Memberikan konsultasi
 Melaksanakan intervensi krisis
 Memberikan psikoterapi individu, keluarga, dan kelompok pada berbagai tingkat usia
 Memberikan intervensi pada komunitas & organisasi yang telah teridentifikasi masalah
yang dialaminyananganan dirumah
 4. Memberikan pelayanan kedaruratan psikiatri di RSU
 5. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
 Melakukan supervisi klien yang mendapatkan pengobatan
 Memberikan pelayanan pencegahan bunuh diri

3. Pencegahan Tersier

Setiadarma, 2002 Mengemukakan bahwa pencegahan tersier berlaku bagi mereka yang
terkena gangguan penyakit cukup parah agar tidak terancam jiwanya. Menurut (Keliat et al,
2012) Pencegahan Tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pelayanan keperawatan
adalah pada peningkatan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien
gangguan jiwa.
Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan
jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada tahap
pemulihan. Aktivitas pada pencegahan tersier meliputi:

1.Program pendukung sosial dengan mengerakkan sumber-sumber dimasyarakat


seperti sumber pendidikan, dukungan masyarakat (tetangga, teman dekat, tokoh
masyarakat), dan pelayanan terdekat yang terjangkau masyarakat. Beberapa kegiatan
yang dilakukan adalah:
 Pendidikan kesehatan tentang prilaku dan sikap masyarakat terhadap
penerimaan pasien gangguan jiwa,
 Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam
penanganan pasien yang mengalami kekambuhan.
2.Program rehabilitasi untuk memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri
terfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara:
 Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan
menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat,
 Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga dan
masyarakat,
 Menyediakan pelatihan kemampuan dan potensi yang perlu dikembangkan
oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien dapat produktif kembali,
 Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil keputusan
untuk dirinya.
3.Program sosialisasi:
 Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi,
 Mengembangkan keterampilan hidup (aktivitas hidup sehari-hari ADL),
mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi,
 Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ke tempat
rekreasi,
 Kegiatan sosial dan keagamaan, (arisan bersama, pengajian, mejelis
taklim, kegiatan adat).

4.Program mencegah stigma.


Stigma merupakan anggapan yang keliru dari masyarakat terhadap gangguan
jiwa. Oleh karena itu, perlu diberikan program mencegah stigma untuk menghindari
isolasi dan deskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa.
Beberapa ke giatan yang dilakukan yaitu:
i. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang
kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, serta tentang sikap dan tindakan
menghargai pasien gangguan jiwa, Melakukan pendekatan kepada
tokoh masyarakat atau orang yang berpengaruh dalam rangka
mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa

Peran dalam prevensi tersier

 Melaksanakan latihan vokasional & rehabilitasi


 Mengorganisasi “after care” untuk klien yang telah pulang dari fasilitas kesehatan jiwa
untuk memudahkan transisi dari rumah sakit ke komunitas

Memberikan pilihan “partial hospitalization” (perawatan rawat siang) pada klien.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan perawatan pasien sakit jiwa yang efektif maka keluarga,
perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya.
Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-
masing profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan
dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kolaborasi yang efektif
antara anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan keperawatan jiwa
yang berkualitas. 

Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah dalam


keperawatan jiwa. Ada banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi
ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim, struktur organisasi yg konvensional,
konflik peran dan tujuan, kompetisi interpersonal, status dan kekuasaan, dan individu itu
sendiri
DAFTAR PUSTAKA

Febriani, 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Hawari, 2009. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 220/MENKES/SK/III/1992
Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental Of Nursing; Collaborating for Optimal
Health, Second Editions. Apleton and Lange. Prenticehall. USA
Dalami E, 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info Media
Erlinafsiah. 2010. Modal Perawat dalam Praktik Kepeawatan Jiwa.Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai