Pemeriksaan Neurologis
pada Kesadaran Menurun
Maureen Aprilia,* Budi Riyanto Wreksoatmodjo**
*Sarjana Kedokteran, **Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Dengan kemajuan teknologi medis beberapa puluh tahun terakhir ini, saat ini fungsi vital dapat dipertahankan secara “buatan”, meskipun
fungsi otak telah berhenti. Hal tersebut akhirnya berimplikasi terhadap definisi kematian secara medis, yang kemudian memunculkan
suatu konsep kematian batang otak sebagai penanda kematian. Pasien dalam kondisi koma harus menjalani pemeriksaan fisik umum,
neurologi, dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan penyebab kehilangan kesadarannya. Keadaan koma tanpa perbaikan dapat
berlanjut masuk dalam keadaan mati batang otak. Kriteria kematian batang otak antara lain koma dinyatakan positif, penyebab koma diketahui,
arefleks batang otak dinyatakan positif, tidak adanya respons motorik, dan apnea dinyatakan positif.
ABSTRACT
With the advancement of technology, human vital functions can be artificially maintained eventhough the brain ceased to function. This
condition raised a concern for a new concept of death. Patients in coma need to be thoroughly evaluated to find the cause, and the
diagnosis of brain death needs certain criteria to be fulfilled. Coma without improvements can continue entering in a state of brain stem
death. The criteria of brain stem death include positive coma, known causes of coma, positive brain stem arefleks, the absence of motor
responses, and apnea. Maureen Aprilia, Budi Riyanto Wreksoatmodjo. Neurological Evaluation in Coma.
LATAR BELAKANG mengenai pemeriksaan fisik dan penunjang unresponsiveness, yaitu keadaan pasien
Sampai tiga–empat dekade yang lalu, pada pasien koma dan kematian batang otak tidak dapat dibangunkan dengan semua
penentuan saat kematian relatif sederhana. harus dikuasai.2 rangsangan dan tidak dapat berespons
Seseorang yang sudah berhenti bernapas, terhadap lingkungannya. Kematian otak
tidak teraba denyut jantungnya, dinyatakan Koma adalah penurunan kesadaran yang adalah hilangnya semua fungsi otak secara
mati. Namun, dengan adanya kemajuan paling rendah atau keadaan unarousable ireversibel, termasuk batang otak.1
teknologi medis sejak beberapa puluh tahun
terakhir ini, fungsi vital dapat dipertahankan
secara “buatan”, meskipun fungsi otak telah
berhenti. Hal tersebut akhirnya berimplikasi
terhadap definisi kematian secara medis,
yang kemudian memunculkan suatu konsep
kematian batang otak sebagai penanda
kematian.1
Tabel 1. Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) KESADARAN seperti meningitis, ensefalitis dan abses serta
Kesadaran diatur oleh ascending reticular gangguan psikogenik.2 Keadaan koma dapat
Nilai
activating system (ARAS) dan kedua hemisfer berlanjut menjadi kematian batang otak jika
Respons Membuka Mata otak. ARAS terdiri dari beberapa jaras saraf tidak ada perbaikan keadaan klinis.
• Spontan 4
yang menghubungkan batang otak dengan
• Terhadap perintah/pembicaraan 3
• Terhadap rangsang nyeri 2 korteks serebri. Batang otak terdiri dari Pemeriksaan Pasien Koma
• Tidak membuka mata 1 medulla oblongata, pons, dan mesensefalon. Pemeriksaan awal/jam pertama terhadap
Respons Motorik Batang otak berperan penting dalam pasien koma meliputi ABCs (Airway Breathing
• Sesuai perintah 6 mengatur kerja jantung, pernapasan, sistem Circulations) dan C-spine, glukosa darah,
• Mengetahui lokalisasi nyeri 5 saraf pusat, tingkat kesadaran, dan siklus memeriksa kecurigaan terhadap penggu-
• Reaksi menghindar 4
• Reaksi fleksi–dekortikasi 3 tidur.3 naan berlebihan obat-obat narkotika, darah
• Reaksi ekstensi–deserebrasi 2 lengkap, analisis gas darah, pemeriksaan urin
• Tidak berespons 1 Tingkat kesadaran secara kualitatif dapat untuk toxicology screen dan CT Scan otak
Respons Verbal dibagi menjadi kompos mentis, apatis, tanpa kontras.
• Dapat berbicara dan memiliki orientasi 5 somnolen, stupor, dan koma. Kompos mentis
baik
berarti keadaan seseorang sadar penuh dan Berikut adalah protokol pemeriksaan pasien
• Dapat berbicara, namun disorientasi 4
• Berkata-kata tidak tepat dan tidak 3 dapat menjawab pertanyaan tentang dirinya koma menurut Emergency Neurological Life
jelas (inappropriate words) dan lingkungannya. Apatis berarti keadaan Support (ENLS).8 (Diagram)
• Mengeluarkan suara tidak jelas 2
seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan
(incomprehensive sounds)
• Tidak bersuara 1 segan berhubungan dengan orang lain dan Pada pasien tidak sadar, airway, breathing,
lingkungannya. Somnolen berarti seseorang dan circulation harus segera diperiksa
Tabel 2. FOUR Score dalam keadaan mengantuk dan cenderung dan diterapi. Pastikan potensi jalan napas
tertidur, masih dapat dibangunkan dengan agar dapat diberi oksigenasi dan ventilasi.
lai
rangsangan dan mampu memberikan Imobilisasi leher pasien untuk mencegah
Respons Mata jawaban secara verbal, namun mudah trauma servikal. Kemudian lakukan
• Buka mata, bola mata bergerak, dan 4
tertidur kembali. Sopor/stupor berarti pemeriksaan umum.
berkedip sesuai instruksi
• Buka mata, namun bola mata tidak 3 kesadaran hilang, hanya berbaring dengan
mengikuti arah gerakan jari mata tertutup, tidak menunjukkan reaksi Lakukan pemasangan akses intravena.
• Mata tertutup, namun membuka saat 2
bila dibangunkan, kecuali dengan rangsang Pemeriksaan glukosa darah harus dilakukan
terdengar suara keras
• Mata tertutup, namun membuka saat 1 nyeri. Koma berarti kesadaran hilang, tidak pada semua pasien yang kehilangan
ada rangsangan nyeri memberikan reaksi walaupun dengan semua kesadaran. Jika glukosa darah <70 mg/dL,
• Mata tetap tertutup walaupun ada 0
rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri) dari berikan 50 ml dekstrosa 50% melalui akses
rangsangan nyeri
luar. Karakteristik koma adalah tidak adanya intravena. Jika ada kecurigaan intoksikasi
Respons Motorik arousal dan awareness terhadap diri sendiri opioid, yaitu adanya riwayat penggunaan
• Ibu jari tangan naik, tangan 4
dan lingkungannya. Pada pasien koma terlihat obat, apnea/bradipnea, berikan naloxone
menggenggam dan peace sign sesuai
instruksi mata tertutup, tidak berbicara, dan tidak 0,4–2 mg IV, dapat diulang hingga dosis
• Melokalisasi nyeri 3 ada pergerakan sebagai respons terhadap maksimum 4 mg.
• Reaksi fleksi terhadap nyeri 2
rangsangan auditori, taktil, dan nyeri.4
• Extensor posturing 1
• Tidak ada respons terhadap nyeri atau 0 Setelah pemeriksaan dan terapi 1 jam
generalized myoclonus status epilepticus Penilaian Tingkat Kesadaran pertama terhadap pasien koma, lanjutkan ke
Penilaian kesadaran secara kuantitatif antara pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan
Refleks Batang Otak
• Terdapat refleks pupil dan kornea 4 lain dengan Glasgow Coma Scale (GCS) neurologis. Terdapat 4 bagian pemeriksaan,
• Satu pupil lebar dan fixed 3 (Tabel 1) atau Four Score (Tabel 2).5-7 yaitu tingkat kesadaran, pemeriksaan fungsi
• Tidak ada refleks pupil atau refleks 2
batang otak, pemeriksaan motorik, dan
kornea
• Tidak ada refleks pupil dan refleks 1 KOMA pemeriksaan pola pernapasan.4,8,9
kornea Koma dapat disebabkan oleh penyebab
• Tidak ada refleks pupil, kornea, dan 0
traumatik dan non-traumatik. Penyebab Pemeriksaan Fisik Umum pada Pasien
batuk
traumatik yang sering terjadi adalah Koma
Pernapasan kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, dan Pemeriksaan dimulai dari inspeksi langsung
• Tidak diintubasi dan pola pernapasan 4
teratur
jatuh. Penyebab non-traumatik yang dapat terhadap pasien dalam keadaan istirahat.
• Tidak diintubasi dan pola pernapasan 3 membuat seseorang jatuh dalam keadaan Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan
Cheyne-Stokes koma antara lain gangguan metabolik, kesan umum, kesadaran, tipe badan, kelainan
• Tidak diintubasi dan pola pernapasan 2
tidak teratur
intoksikasi obat, hipoksia global, iskemia kongenital, tanda-tanda vital, kepala, leher,
• Bernapas di atas ventilator rate 1 global, stroke iskemik, perdarahan intrase- toraks, abdomen, ekstremitas, sendi, otot,
• Bernapas setara ventilator rate atau 0 rebral, perdarahan subaraknoid, tumor otak, kolumna vertebralis, dan gerakan leher/
apnea
kondisi inflamasi, infeksi sistem saraf pusat tubuh. Pemeriksaan kesan umum menilai
adanya kejang.7
Gambar 4. Pemeriksaan refleks batang otak dan makna topisnya5 Selanjutnya diperiksa dua refleks lagi, yaitu
refleks fisiologis dan refleks patologis
“ping-pong” merupakan variasi roving eye anggota gerak. Pemeriksaan refleks fisiologis
movement, berupa gerakan mata horizontal meliputi tendon biseps, triseps, patella, dan
repetitif/bolak-balik dengan pause selama Achilles. Adanya hiperrefleks menandakan
beberapa detik di posisi lateral. Gerakan bola adanya lesi upper motor neuron (UMN).
mata ini dapat menunjukkan lesi struktural Kemudian pemeriksaan refleks patologis
vermis serebelar. Upward or downward meliputi Babinski, Chaddock, Oppenheim,
beating eye movement merupakan gerakan Gordon, Schaeffer, dan Hoffmann-Tromner.
nistagmus vertikal, sering menandakan Adanya refleks patologis menandakan lesi
disfungsi batang otak bagian bawah. Re- UMN.1,3
traction nystagmus menandakan adanya lesi
tegmentum. Ocular bobbing adalah gerakan Pemeriksaan Penunjang pada Pasien
menyentak bola mata yang cepat dan kuat Koma
ke arah bawah dengan gerakan lambat Pemeriksaan penunjang dilakukan jika
saat bola mata kembali ke posisi tengah; penyebab koma masih belum bisa ditegak-
merupakan tanda khas lesi ponto-medullary kan. Pemeriksaan penunjang yang bisa
junction.7 dilakukan antara lain pemeriksaan darah
lengkap, pemeriksaan gula darah sewaktu,
Berikutnya adalah pemeriksaan OVR. Pasti- analisis gas darah, CT Scan tanpa kontras, CT
kan patensi external auditory canal. Bersihkan angiography, Magnetic Resonance Imaging
lubang telinga dari serumen atau debris. Gambar 5. Pola pupil pada pasien koma2 (MRI), pungsi lumbal, dan EEG.
Pastikan membran timpani masih dalam
keadaan intak. Kepala pasien diangkat
300. Air dingin dialirkan ke dalam salah
satu external auditory canal selama 60 detik.
Kemudian observasi pergerakan bola
mata.7
Setelah pemeriksaan terhadap mata, se- Gambar 6. Pemeriksaan OculoCephalic Reflex (OCR) dan Gambar 7. Pemeriksaan OculoCephalic Reflex (OCR) dan
lanjutnya dilakukan pemeriksaan refleks. OculoVestibular Reflex (OVR)2 OculoVestibular
CT Scan tanpa kontras biasa dipergunakan dilakukan jika sudah memenuhi syarat mati batang otak, walaupun jantung masih
untuk identifikasi awal penyebab koma dan berikut: berdenyut.
pada keadaan darurat. Lesi hipodens fokal a. Terdapat prakondisi berupa koma dan
menandakan adanya kemungkinan infark apnea yang disebabkan oleh kerusakan e. Bila pada tes henti napas timbul aritmia
serebral, perdarahan intrakranial, massa otak struktural ireversibel akibat gang- jantung yang mengancam nyawa maka
intrakranial, edema otak, dan hidrosefalus guan yang berpotensi menyebabkan ventilator harus dipasang kembali, sehingga
akut. Jika dicurigai ada infeksi sistem saraf mati batang otak. tidak dapat dibuat diagnosis mati batang
pusat, khususnya meningitis bakterial akut, b. Tidak ada penyebab koma dan apnea otak.
antibiotik dan deksametason diberikan se- yang reversibel antara lain karena obat-
belum CT Scan kepala dan pungsi lumbal. obatan, intoksikasi obat, gangguan Menurut Guideline American Academy of
metabolik, dan hipotermia. Neurology (AAN), penentuan kematian batang
CT Scan kepala dengan atau tanpa kontras otak terdiri dari 4 langkah:3
juga dilakukan untuk evaluasi adanya Prosedur pemeriksaan kematian batang 1. Memenuhi persyaratan evaluasi klinis.
massa intrakranial sebelum pungsi lumbal. otak dilaksanakan hanya pada keadaan Syarat evaluasi klinis antara lain diketahui-
Pungsi lumbal dilakukan jika curiga infeksi yang telah ditetapkan dapat dilakukan pe- nya penyebab pasti dan koma ireversibel,
sistem saraf pusat, inflamasi, dan komplikasi meriksaan kematian batang otak. tercapainya temperatur tubuh normal dan
limfoma atau kanker lainnya. Pungsi lumbal tekanan darah sistolik normal serta telah
harus dilakukan jika klinis dicurigai adanya Berikut prosedur pemeriksaan kematian dilakukan pemeriksaan neurologi.
perdarahan subaraknoid, tetapi tidak terlihat batang otak:1,5,8,12 • Penyebab pasti dan koma ireversibel
pada CT Scan otak. a. Memastikan arefleksia batang otak. dapat diketahui dengan mengeksklusi
Memastikan arefleksia batang otak meliputi adanya efek obat antidepresan sistem
MRI memberikan visualisasi jaringan lunak tidak adanya respons terhadap cahaya, tidak saraf pusat dan obat pelumpuh otot.
lebih baik seperti batang otak dan struktur adanya refleks kornea, tidak adanya refleks Dilakukan pemeriksaan terhadap
serebelum. Jika pasien dicurigai menderita vestibulookular, tidak adanya respons riwayat pengobatan, drug screen dan
stroke iskemik atau penyebab koma masih motorik terhadap rangsangan adekuat penghitungan clearance, yaitu 5 dikali
belum diketahui dengan pemeriksaan lain, dalam distribusi saraf kranial dan tidak ada waktu paruh obat tersebut untuk
dapat dilakukan MRI otak. refleks muntah (gag reflex) atau refleks mengeksklusi adanya efek obat antide-
batuk terhadap rangsang oleh kateter isap presan. Cara untuk mengetahui efek
Electroencephalogram (EEG) memberikan yang dimasukkan ke dalam trakea. obat pelumpuh otot adalah dengan
gambaran fungsi umum korteks. EEG memeriksa ada tidaknya kedutan train
bermanfaat untuk mendiagnosis non- b. Memastikan keadaan apnea yang me- of 4 pada stimulasi maksimal nervus
convulsive status epilepticus dengan riwayat netap. ulnaris.
kejang atau pasien kejang saat pemeriksaan Cara memastikan keadaan henti napas • Suhu pusat tubuh normal atau men-
fisik, dan untuk pemantauan gangguan yang menetap adalah: dekati normal (>360C), dilakukan
kesadaran yang disebabkan non-convulsive • Preoksigenasi dengan O2 100% selama 10 dengan memberikan selimut hangat.
status epilepticus. Jika ada kelainan metabolik menit Tujuannya adalah untuk menghindari
akan terlihat perlambatan gelombang. EEG • Memastikan pCO2 awal 40-60 mmHg keterlambatan peningkatan PaCO2
tidak diperlukan untuk penentuan kematian dengan memakai kapnograf dan atau selama pemeriksaan apnea.
batang otak.8,9 analisis gas darah (AGD) • Tekanan darah sistolik normal, yaitu ≥100
• Melepaskan ventilator dari pasien, mmHg, agar pemeriksaan neurologi
KEMATIAN BATANG OTAK insuflasi trakea dengan O2 100%, 6L/ berjalan baik.
Koma tanpa perbaikan dapat berlanjut menit melalui kateter intratrakeal • Pemeriksaan neurologi untuk memas-
masuk ke dalam keadaan mati batang otak. melewati karina tikan bahwa tidak ada kemungkinan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan • Observasi selama 10 menit, bila pasien perbaikan klinis sejak onset cedera otak.
Republik Indonesia no. 37 tahun 2014,11 tetap tidak bernapas, tes dinyatakan
pemeriksaan penentuan kematian batang positif atau berarti henti napas telah 2. Pemeriksaan neurologi menunjukkan
otak dapat dilakukan pada seseorang dengan menetap hasil bahwa pasien koma, tidak ada refleks
keadaan sebagai berikut: batang otak dan apnea.
a. Koma unresponsive atau GCS 3 atau Four c. Bila tes arefleksia batang otak dan tes • Koma ditandai dengan mata tertutup/
Score 0. henti napas dinyatakan positif, maka tes tidak ada pergerakan bola mata, tidak
b. Tidak ada sikap tubuh abnormal (seperti harus diulang sekali lagi dengan selang ada respons motorik dan verbal terhadap
dekortikasi atau deserebrasi). waktu 25 menit sampai 24 jam. rangsang nyeri.
c. Tidak ada gerakan tidak terkoordinasi • Tidak ada refleks batang otak ditandai
atau kejang. d. Bila tes arefleksia batang otak dan tes dengan tidak adanya refleks cahaya
henti napas kembali dinyatakan positif pada langsung pupil, tidak adanya perge-
Pemeriksaan kematian batang otak dapat pemeriksaan kedua, pasien dinyatakan rakan bola mata saat pemeriksaan OCR
dan OVR, tidak adanya refleks kornea, RINGKASAN servikal, refleks vestibulookular/pemeriksaan
tidak adanya pergerakan otot wajah Koma adalah keadaan tidak adanya arousal kalorik, refleks muntah dan batuk, refleks
sebagai respons terhadap rangsangan dan awareness terhadap diri sendiri dan fisiologis, refleks patologis.
nyeri dan tidak adanya refleks faring dan lingkungan, sehingga seseorang tidak
trakea. dapat memberikan respons terhadap Setelah pemeriksaan fisik, pemeriksa dapat
• Apnea ditandai dengan tidak adanya semua rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri). melakukan pemeriksaan penunjang jika
usaha bernapas. Pasien dalam kondisi koma harus menjalani diagnosis pasti koma masih belum bisa
pemeriksaan fisik umum, neurologi, dan ditegakkan. Pemeriksaan penunjang yang
3. Pemeriksaan penunjang untuk pemeriksaan penunjang untuk menentukan bisa dilakukan antara lain pemeriksaan darah
konfirmasi kematian batang otak dilakukan penyebab kehilangan kesadarannya. lengkap, pemeriksaan gula darah sewaktu,
jika hasil pemeriksaan fisik neurologi masih analisis gas darah, CT scan tanpa kontras, CT
meragukan. Pemeriksaan penunjang yang Pemeriksaan fisik umum meliputi peme- angiography, Magnetic Resonance Imaging
umum digunakan antara lain: EEG, nuclear riksaan kesan umum, kesadaran, tipe badan, (MRI), pungsi lumbal, dan EEG.
scan, dan cerebral angiogram. kelainan kongenital, tanda-tanda vital, kepala,
leher, toraks, abdomen, ekstremitas, sendi, Keadaan koma tanpa perbaikan dapat
4. Pemeriksa mencatat waktu saat ke- otot, kolumna vertebralis, dan gerakan berlanjut masuk dalam keadaan mati batang
matian batang otak telah dinyatakan positif leher/tubuh. Diikuti dengan pemeriksaan otak. Kriteria kematian batang otak antara
di dalam rekam medis. Kematian batang neurologi, yaitu pemeriksaan saraf kranial, lain koma dinyatakan positif, penyebab koma
otak dinyatakan positif jika penyebab koma pemeriksaan refleks kornea, pemeriksaan diketahui, arefleks batang otak dinyatakan
diketahui, arefleks batang otak, tidak ada doll’s eyes movement/refleks okulosefalik, positif, tidak adanya respons motorik, dan
respons motorik dan adanya apnea.13 jika tidak ada kecurigaan terhadap trauma apnea dinyatakan positif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Posner JB, Saper CB, Schiff ND, Plum F. Diagnosis of stupor and coma. Contemp Neurol Ser. 4th ed. 2007
2. Greer DM, Yang J, Scripko PD, Sims JR, Cash S, Kilbride R, et al. Clinical examination for outcome prediction in nontraumatic coma. Crit Care Med. 2012; 40: 1150-6. doi: 10.1097/
CCM.0b013e318237bafb.
3. Wijdicks EF, Varelas PN, Gronseth GS, Greer DM, American Academy of N. Evidence- based guideline update: Determining brain death in adults: Report of the quality standards
subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology 2010; 74: 1911-8.
4. Singhal NS, Josephson SA. A practical approach to neurologic evaluation in the intensive care unit. J Crit Care 2014; 29(4): 627-33.
5. Huff JS, Stevens RD, Weingart SD, Smith WS. Emergency neurological life support: Approach to the patient with coma. Neurocritical Care 2012; 17(S1): 54-9.
6. Yeo SS, Chang PH, Jang SH. The ascending reticular activating system from pontine reticular formation to the thalamus in the human brain. Frontiers in Human Neuroscience [Internet].
2013 [cited 2015 May 25];7. Available from: http://journal.frontiersin.org/article/10.3389/fnhum.2013. 00416/abstract
7. Laureys S. How to examine a comatose patient. XXth World Congress of Neurology: WCN Teaching Course; 2011.
8. Bateman DE. Neurological assessment of coma. J Neurol Neurosurg Psychiatr. 2001; 71; 13-7.
9. Arbour RB. Brain death: Assessment, controversy, and confounding factors. Critical Care Nurse 2013; 33(6): 27-46.
10. Young GB. Stupor and coma in adults [Internet]. 2011 [cited 2015 Mei 21]. Available from: http://www.uptodate.com/contents/stupor-and-coma-in-adults?view=print[09.07.2011:
11: 51: 48]
11. Laureys S, Boly M, Moonen G. Two dimensions of consciousness: Arousal and awareness. Encyclopedia of Neuroscience 2009; vol. 2. p.1133-42.
12.. Riset Kesehatan Dasar [Internet]. 2007 [cited 2015 20 Mei 2015]. Available from: https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=kTpjVY6sHY23uQ
13. Peraturan Menteri Kesehatan no. 37 tahun 2014.
14. Wijdicks EFM. The diagnosis of brain death. N Engl J Med. 2001; 344(16): 1215-21.