Hak Cipta, sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002, bahwa:
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah).
ii
Rudy Sofyan
Rusdi Noor Rosa
iii
Kajian Terjemahan: Panduan Praktik dan Penelitian Terjemahan
Penulis: Rudy Sofyan, Rusdi Noor Rosa
Layout: Imam Mahfudhi
Design Cover: Hardinalsyah
1. Buku I. Judul
2. Majalah Ilmiah
3. Standar
ISBN 978-602-466-171-7
Penerbit:
Mahara Publishing (Anggota IKAPI)
Jalan Garuda III B 33 F Pinang Griya Permai
Kota Tangerang Banten Indonesia 15145
Narahubung: 0813 6122 0435
Pos-el: maharapublishing@yahoo.co.id
Laman: www.maharapublishing.com
iv
KATA PENGANTAR
Penulis
vi
DAFTAR SINGKATAN
AW : Analisis Wacana
AWK : Analisis Wacana Kritis
BSa : Bahasa sasaran
BSu : Bahasa sumber
CAT : Computer Assisted Translation
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
KTD : Kajian Terjemahan Deskriptif
KTT : Kajian Terjemahan Teoritis
LFS : Linguistik Fungsional Sistemik
LK : Linguistik Korpus
MPS : Mesin Penerjemah berbasis Statistik
PKT : Penilaian Kualitas Terjemahan
PUEBI : Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
TAP : Think Aloud Protocol
TSa : Teks sasaran
TSu : Teks sumber
vii
DAFTAR ISI
Halaman
viii
3.2 Penerjemahan yang Berorientasi pada Proses .... 37
3.3 Pause pada Proses Penerjemahan ....................... 39
3.4 Swa-Koreksi dalam Proses Penerjemahan ......... 44
3.4.1 Substitusi .............................................. 46
3.4.2 Pengurangan ......................................... 47
3.4.3 Penambahan ......................................... 49
3.4.4 Kapitalisasi ........................................... 50
3.4.5 Koreksi Makna ..................................... 52
3.4.6 Koreksi Tata Bahasa ............................. 54
3.4.7 Koreksi Ejaan ....................................... 55
3.5 Pemanfaatan Sumber Daring dalam
Proses Penerjemahan .......................................... 57
3.6 Penggunaan Instrumen dalam Penelitian
Penerjemahan yang Berorientasi pada Proses .... 62
3.6.1 Think Aloud Protocol (TAP) ................ 62
3.6.2 Translog ................................................ 63
3.6.3 Camtasia Studio .................................... 65
3.7 Kesimpulan ......................................................... 66
ix
5.3 Keterkaitan Budaya dalam Proses Pemadanan
Makna .......................................................... 104
5.4 Kesimpulan ......................................................... 111
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
BAB 1
PENERJEMAHAN SEBAGAI DISIPLIN
Pure Applie
d
Translator Translation Translation Translation
training aids policy criticism
Theoretical Descriptive
Terminologi
Keberterimaa
Draf TSa n
PROSES
EKSTERNAL
Teks Sasaran
(TSa)
3.4.1 Substitusi
Substitusi merupakan jenis swa-koreksi di mana penerjemah
menggantikan kata, frasa, atau klausa yang telah digunakannya
pada draf terjemahan dengan kata, frasa, atau klausa yang lebih
berterima. Perhatikan terjemahan pada (1).
(1) TSu : You may have watched some of the
many parodies, like this video
combining the song with clips from the
film Downfall featuring an apoplectic
Adolf Hitler.
Draf Awal : Mungkin kamu telah menonton
beberapa dari sekian banyak parodi
seperti video ini yang
mengkombinasikan lagu dengan klip
dari film Downfall yang menampilkan
apopleksia dari Adolf Hitler.
Draf Akhir : Mungkin anda telah menonton
beberapa di antara sekian banyak
parodi, seperti video yang
menggabungkan antara lagu dengan
klip dari film Downfall yang
menampilkan kemurkaan Adolf
Hitler.
Penerjemahan TSu pada (1) menunjukkan terjadinya swa-
koreksi dalam bentuk substitusi sebanyak empat kali, di mana tiga
diantaranya disebabkan oleh preferensi penerjemah kepada diksi
tertentu. Hal ini terjadi ketika kata ‘kamu’ pada draf awal
terjemahan digantikan dengan ‘anda’ pada draf akhir yang
3.4.2 Pengurangan
Pengurangan merupakan jenis swa-koreksi di mana
penerjemah mengurangi atau menghilangkan unsur linguistik yang
sudah ditulisnya pada draf awal terjemahan. Unsur linguistik yang
3.4.3 Penambahan
Penambahan merupakan antonim dari jenis swa-koreksi
sebelumnya, yaitu pengurangan. Penambahan merupakan jenis
swa-koreksi di mana penerjemah menambahkan kata atau frasa
yang terlewatkan pada draf awal terjemahannya. Sama halnya
dengan pengurangan, penambahan pada dasarnya juga bertujuan
untuk meningkatkan keberterimaan TSa bagi pembaca BSa dan
memperbaiki tata bahasa TSa. Perhatikan contoh terjemahan pada
(3).
(3) TSu : Apple’s late CEO, Steve Jobs,
revolutionized the mobile-phone
market with the iPhone.
Draf Awal : Steve Jobs, CEO Apple, mengubah
pasar telepon genggam dengan iPhone.
Draf Akhir : Steve Jobs, mantan CEO Apple, telah
mengubah pasar telepon genggam
dengan iPhone.
Pada terjemahan (3) penerjemah melakukan swa-koreksi
dengan menambah kata yang sebelumnya tidak terdapat pada draf
awal. Swa-koreksi pertama dilakukan dengan menambah kata
‘mantan’ yang merupakan padanan makna dari kata TSu ‘late’.
Pemadanan kata tersebut sebelumnya terlewatkan pada draf awal.
Penambahan kata ‘mantan’ ini berpengaruh sangat signifikan
terhadap makna yang disampaikan TSa, karena dengan tidak
3.4.4 Kapitalisasi
Kapitalisasi merupakan jenis swa-koreksi di mana
penerjemah memperbaiki penggunaan huruf kapital. Kapitalisasi
berhubungan dengan ketentuan yang mengatur apakah suatu kata
harus dituliskan dengan menggunakan huruf kapital atau tidak.
Meskipun tidak memainkan peran yang signifikan dalam
penyampaian makna, kesalahan dalam kapitalisasi berpengaruh
kepada kualitas hasil teks terjemahan, khususnya aspek yang
berhubungan dengan tata cara penulisan dalam BSa. Contoh swa-
koreksi dengan kapitalisasi dapat dilihat pada (4).
(4) TSu : Almost 1,800 People Have Died in
Seven Weeks in the Philippines’ War
on Drugs.
Draf Awal : Sekitar 1800 warga tewas dalam
seminggu di Fillipina akibat Perang
anti NARKOBA.
50 | Rudy Sofyan - Rusdi Noor Rosa
Draf Akhir : Sekitar 1800 warga tewas dalam
seminggu di Fillipina akibat perang
anti narkoba.
Pada terjemahan (4), kapitalisasi terjadi ketika pada draf
awal terjemahan, penerjemah menulis kata “Perang’ yang ditulis
dengan menggunakan huruf kapital pada awal kata. Penggunaan
huruf kapital pada kata tersebut tidak sesuai dengan aturan
kapitalisasi yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI). Menurut PUEBI, kapitalisasi digunakan pada
13 konteks penggunaan kata: (1) sebagai huruf pertama awal
kalimat; (2) sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk
julukan; (3) pada awal kalimat dalam petikan langsung; (4) sebagai
huruf pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan Tuhan,
termasuk sebutan dan kata ganti untuk Tuhan; (5) sebagai huruf
pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau
akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang
mengikuti nama orang; (6) sebagai huruf pertama unsur nama
jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai
sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama
tempat; (7) sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa; (8) sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari
besar atau hari raya; (9) sebagai huruf pertama nama geografi; (10)
sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur bentuk
ulang sempurna) dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi,
atau dokumen, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang,
dan untuk; (11) sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur
kata ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan
makalah serta nama majalah dan surat kabar, kecuali kata tugas,
seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, yang tidak terletak pada
posisi awal; (12) sebagai huruf pertama unsur singkatan nama
gelar, pangkat, atau sapaan; dan (13) sebagai huruf pertama kata
penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, adik,
dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai dalam
penyapaan atau pengacuan (Tim Pengembang Pedoman Bahasa
Indonesia, 2016).
Kajian Terjemahan: Panduan Praktik dan Penelitian Terjemahan | 51
Swa-koreksi dalam bentuk kapitalisasi juga terjadi pada
penulisan ‘NARKOBA’ (seluruh huruf ditulis dengan huruf
kapital) sebagai ekuivalen dari kata ‘Drugs’ dalam TSu pada draf
awal. Selanjutnya, pada draf akhir, kata tersebut dikoreksi dengan
cara mengganti seluruh huruf berikutnya dengan huruf kecil. Hal
ini dilakukan karena penggunaan huruf kapital pada kata
‘NARKOBA’ tidak sesuai dengan salah satu dari 13 kaidah
kapitalisasi di dalam PUEBI.
3.6.2 Translog
Berbeda dengan TAP, Translog merupakan perangkat lunak
komputer yang dapat digunakan tanpa koneksi Internet (luring).
Translog merupakan alat keylogging yang digunakan untuk
merekam kegiatan pengetikan yang dilakukan oleh penerjemah
pada proses penerjemahan. Secara spesifik, program yang
dikembangkan oleh Jakobsen and Schou (1999) ini digunakan
untuk memperoleh data digital objektif proses penerjemahan.
Translog dapat merekam durasi jeda, koreksi atas kesalahan
penerjemahan pada draf awal, dan waktu yang digunakan dalam
penyelesaian proses penerjemahan.
Translog itu sendiri telah dikembangkan dengan fungsi
yang lebih canggih. Saat ini, ada dua versi Translog, dan yang
terbaru adalah versi Translog-II yang terdiri dari dua komponen
utama: Translog-II Supervisor dan Translog-II User. Dua
komponen ini tidak dijumpai pada versi Translog sebelumnya,
yaitu Translog 2000 dan Translog 2006. Translog-II Supervisor
digunakan untuk membuat file proyek (proses penerjemahan) dan
memainkan hasil proses penerjemahan yang direkam tersebut.
Translog-II User digunakan untuk pengumpulan data proses
penerjemahan yang dilakukan oleh partisipan penelitian.
Penggunaan Translog dalam pengumpulan data dapat
dikombinasikan dengan alat pengumpul lainnya, seperti TAP yang
telah dijelaskan pada sub-bab 3.6.1. Dengan demikian, selama
proses pengumpulan data dengan menggunakan Translog,
partisipan penelitian dapat berbicara untuk keperluan proses
verbalisasi proses penelitian karena Translog hanya dapat merekam
3.7 Kesimpulan
Kajian terjemahan yang berorientasi pada proses
mempelajari proses penerjemahan yang sebenarnya terjadi di dalam
pikiran penerjemah, atau apa yang terjadi di dalam “kotak hitam”
MAKNA
Ideasional
Antarpersona Tekstual
(Eksperiensial dan Logis)
LEKSIKOGRAMATIKA
SEMANTIK
KONTEKS (SISTEM PENGGUNAAN
(MAKNA)
KATA)
Field Ideasional: Transitivitas
- Eksperiensial Taksis; hubungan logis-
- Logis semantis
Tenor Antarpersona Modus
Modalitas
Sistem Appraisal
Mode Tekstual Struktur Tematis
Kohesi
Tema 1 + Rema 1;
↓
Tema 2 (= Tema 1) + Rema 2;
↓
Tema 3 (= Tema 1 = Tema 2) + Rema 3;
Gambar 4.4 Pola gerak tema konstan
Tema 1 + Rima 1;
↓
[Hipertema] → Tema 2 + Rima 2;
↓
Tema 3 + Rima 3; …
4.5 Kesimpulan
Penerjemahan sebagai aktivitas yang melibatkan bahasa
tentunya tidak terlepas dari ilmu bahasa atau linguistik. Oleh
karena itu, penerjemahan sebaiknya menggunakan teori linguistik
yang dapat digunakan sebagai dasar menentukan pilihan kata
maupun struktur leksikogramatika dalam TSa. Teori linguistik yang
paling sesuai mengakomodasi kebutuhan penerjemahan adalah
teori linguistik fungsional sistematik (LFS) dengan fokus kajiannya
pada makna dan fungsi bahasa dan menjadikan tata bahasa sebagai
sumber pembuatan makna. Hal ini sejalan dengan penerjemahan
yang pada hakikatnya adalah proses pemertahanan makna dalam
bahasa yang berbeda.
Pilihan makna menurut LFS didasari atas teori metafungsi
bahasa yang merangkum seluruh hal yang dibutuhkan manusia
dalam menggunakan bahasa. Fungsi ideasional yang direalisasikan
melalui sistem transitivitas dan taksis, fungsi antarpersona yang
direalisasikan melalui sistem modus, dan fungsi tekstual yang
5.1 Pendahuluan
Setiap bentuk praktik penerjemahan bertujuan
menghasilkan teks sasaran (TSa) yang memiliki kesepadanan
makna dengan teks sumbernya (TSu). Dengan demikian, pembaca
Tsa akan sampai pada pemahaman yang sama ketika dia membaca
TSa. Kesepadanan makna akan diperoleh jika seluruh informasi
yang terdapat dalam TSu tersampaikan secara utuh dalam TSa.
Sehingga penerjemahan dapat dipahami sebagai suatu proses
penulisan kembali suatu teks dalam bahasa yang berbeda.
Meskipun demikian, pemadanan makna tidak berarti bahwa
penerjemahan harus bersifat kaku, atau dengan kata lain harus
mengikuti tatanan kalimat yang terdapat dalam TSu secara utuh.
Kekakuan hasil terjemahan merupakan hal yang sering terjadi dan
mengakibatkan TSa sangat mudah dikenali sebagai teks hasil
terjemahan. Sementara itu, hasil terjemahan yang baik harus dapat
membuat pembaca merasa tidak asing dengan kata-kata atau gaya
bahasa yang digunakan pada teks tersebut, sehingga mereka tidak
menyadari bahwa teks yang sedang dibaca merupakan teks hasil
terjemahan.
Oleh karena itu, jumlah kata, klausa, ataupun kalimat yang
terdapat dalam TSa boleh saja berbeda dengan yang terdapat dalam
TSu, begitu juga halnya dengan peran dan fungsi kata yang
terdapat di dalamnya. Hal terpenting yang harus dipertahankan
adalah kesepadanan makna, sementara bagaimana makna tersebut
disampaikan merupakan kebebasan yang dimiliki penerjemah
6.2.1 Adaptasi
Adaptasi merupakan suatu teknik dalam penerjemahan yang
mengganti istilah-istilah khas yang berlaku pada BSu dengan istilah
lain yang berterima dan dikenal dalam BSa. Perhatikan terjemahan
pada (1) berikut ini.
(1) TSu : He had breakfast at 6 p.m.
TSa : Dia berbuka puasa pada jam 6 sore.
Secara literal, breakfast dipadankan dengan kata ‘sarapan’
dalam BSa. Akan tetapi, ketika makna literal tersebut digunakan,
maka hasil terjemahan tersebut rancu dan tentunya tidak akurat
karena sangat mustahil jika orang menyantap sarapan (yang
seharusnya disantap di pagi hari) di sore hari. Dengan demikian,
proses penerjemahan yang terdapat pada (1) merupakan contoh
penerapan teknik adaptasi, di mana padanan makna yang diberikan
merupakan hasil adaptasi baik terhadap konteks linguistik maupun
nonlinguistik.
6.2.3 Peminjaman
Peminjaman merupakan teknik dalam penerjemahan yang
mengambil sebuah kata atau ungkapan dari BSu baik secara
langsung maupun dengan penyesuaian. Peminjaman secara
langsung ini disebut peminjaman murni, sedangkan peminjaman
yang menggunakan penyesuaian sistem fonetik dan morfologis BSa
disebut peminjaman naturalisasi. Peminjaman sering digunakan
dalam penerjemahan kata-kata yang baru diperkenalkan dalam BSu
(neologisme), khususnya istilah-istilah yang berhubungan dengan
perkembangan teknologi mutakhir. Terjemahan pada (3)
merupakan contoh penerapan teknik peminjaman.
(3) TSu : Everybody can get the information in my blog.
6.2.4 Kalke
Kalke merupakan teknik penerjemahan yang melibatkan
penerjemahan harfiah sebuah kata atau frasa BSu secara langsung
ke dalam BSa, baik dalam tataran leksikal maupun struktural.
Biasanya, penerapan kalke dibarengi dengan penerapan teknik
peminjaman murni ataupun naturalisasi. Akan tetapi, hal yang perlu
dipahami adalah bahwa kalke dapat juga diterapkan sebagai teknik
peminjaman tunggal tanpa melibatkan teknik penerjemahan
lainnya. Perhatikan contoh penerjemahan pada (4) dan (5) berikut
ini.
(4) TSu : The Directorate General of Taxation issued a
decree.
TSa : Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan surat
keputusan.
(5) TSu : There are two assistant referees on the field.
TSa : Ada dua asisten wasit di lapangan.
Penerjemahan TSu pada (4) menerapkan teknik kalke
karena frasa “Directorate General” dalam TSu dipadankan
maknanya dengan “Direktorat Jenderal” dalam TSa. Pemadanan
6.2.5 Kompensasi
Kompensasi merupakan teknik penerjemahan yang
memperkenalkan elemen informasi TSu atau efek stilistik yang
terdapat pada posisi lain dalam TSu karena hal tersebut tidak dapat
tercermin pada posisi yang sama pada TSa. Penerapan teknik
kompensasi ini dapat dilihat pada terjemahan (6).
(6) TSu : He bought a pair of scissors.
TSa : Dia membeli sebuah gunting.
Secara literal, frasa “a pair of scissors” diterjemahkan
menjadi “sepasang gunting” dalam TSa. Akan tetapi, ketika TSa
tersebut digunakan, maka pembaca TSa akan memahami ada dua
buah gunting karena sepasang berarti dua. Oleh karena itu, padanan
yang tepat untuk frasa TSu tersebut adalah ‘sebuah gunting’ seperti
yang tampak pada TSa (6). Contoh lainnya juga termasuk
memadankan makna kata BSu ‘heart’ (yang secara literal
bermakna ‘jantung’) dengan kata ‘hati’ dalam BSa pada konteks
kalimat “She stole my heart”. Kalimat tersebut tidak diterjemahkan
6.2.6 Deskripsi
Deskripsi merupakan teknik penerjemahan yang diterapkan
dengan menggantikan istilah atau ungkapan dengan deskripsi
bentuk dan fungsinya. Biasanya teknik ini digunakan dalam
penerjemahan terminologi yang bersifat lokal yang mungkin tidak
ditemukan di tempat lain. Seperti yang dipahami dalam
penerjemahan bahwa seluruh pesan yang ada dalam TSu harus
terwakili pada TSa, meskipun kata tersebut hanya ditemukan di
daerah itu saja, dan di sinilah peran teknik deskripsi sangat
dibutuhkan. Perhatikan contoh penerapan teknik deskripsi pada
terjemahan (7).
(7) TSu : Nigerian people like farinha.
TSa : Orang Nigeria menyukai farinha, makanan
tradisional dari Nigeria yang terbuat dari ubi
kayu.
Kata TSa yang membutuhkan deskripsi pada penerjemahan
TSu (7) adalah ‘farinha’ karena kata tersebut hanya dikenal di
Nigeria. Di samping itu, konteks kalimat pada TSu juga tidak dapat
dijadikan sebagai acuan apakah ‘farinha’ itu merupakan suatu
kegiatan, makanan, permainan, atau lainnya. Ketika penerjemahan
hanya dilakukan dengan menerapkan teknik peminjaman murni,
maka hasil terjemahan tersebut tetap saja tidak dapat dipahami oleh
pembaca TSa. Deskripsi harus ringkas tapi jelas, dan dapat ditulis
di antara tanda koma seperti pada TSa (7) atau ditulis di antara
tanda kurung.
6.2.9 Generalisasi
Generalisasi merupakan teknik penerjemahan yang
menggunakan istilah-istilah yang lebih umum atau netral dalam
BSa. Hal tersebut dilakukan karena BSa tidak memiliki padanan
yang spesifik untuk istilah-istilah tersebut. Perhatikan terjemahan
pada (11) berikut ini.
(11) He lives in a flat.
Dia tinggal di apartemen.
Kata “flat” pada TSu (1) tidak memiliki padanan makna
yang spesifik dalam BSa yang dapat membedakannya dengan kata
yang sejenis dengannya seperti ‘apartemen’, sehingga kata
‘apartemen’ tersebut masih merupakan kata yang sering digunakan
untuk mewakili makna ‘flat’ yang sebenarnya. Kata ‘apartemen’ itu
sendiri merupakan kata pinjaman dari kata BSu “apartment” yang
sudah dipakai secara luas oleh penutur BSa.
6.2.13 Modulasi
Teknik terjemahan ini mengganti sudut pandang, fokus,
atau kategori kognitif dalam hubungannya dengan TSu; dalam
tataran leksikal atau struktural. Penerjemahan struktur aktif ke
dalam struktur pasif merupakan salah satu contoh penerapan teknik
modulasi. Jika dihubungkan dengan teori linguistik fungsional
sistemik (LFS), teknik modulasi ini mengubah elemen tema klausa
yang tentunya berpengaruh kepada penyusunan alur gagasan dalam
suatu teks. Perhatikan contoh terjemahan pada (16).
(16) TSu : The problem of this research is limited to the
type and function of translation models.
6.2.14 Partikularisasi
Partikularisasi merupakan teknik terjemahan yang
menggunakan istilah yang lebih kongkret atau khusus. Teknik ini
bertolak belakang dengan teknik generalisasi. Perhatikan contoh
terjemahan pada (17).
(17) TSu : Traveling by air transport is more preferred.
TSa : Perjalanan dengan menggunakan pesawat
lebih disukai.
Frasa ‘air transport’ pada TSa (17) diterjemahkan dengan
kata ‘pesawat’ yang merupakan bentuk penerapan partikularisasi
karena sebenarnya masih ada beberapa kata lain yang termasuk ke
dalam kategori ini seperti helikopter dan jet. Akan tetapi, dengan
mempertimbangkan konteks TSu yang mengandung kata
‘traveling’, maka jenis transportasi udara (padanan literal dari kata
TSu ‘air transport’) yang paling tepat digunakan adalah ‘pesawat’.
6.2.15 Reduksi
Reduksi merupakan teknik penerjemahan yang
menekan/memadatkan fitur informasi TSu ke dalam TSa. Teknik
ini juga dapat disebut sebagai kebalikan dari teknik penambahan.
Kalau teknik penambahan memberikan tambahan detail informasi
pada TSa, reduksi justru mengurangi detail informasi TSu dalam
TSa. Perhatikan contoh terjemahan pada (18) berikut ini.
6.2.16 Transposisi
Teknik terjemahan ini mengganti kategori gramatikal.
Teknik ini juga disebut dengan teknik pergeseran kategori, struktur,
ataupun unit. Perhatikan contoh penerapan teknik nominalisasi ini
pada terjemahan (19).
(19) TSu : BPI chief executive Cezar Consing apologised
on Wednesday morning in an interview with a
local TV station.
6.4 Kesimpulan
Teknik penerjemahan akan memandu seorang penerjemah
dalam memutuskan padanan yang tepat mewakili makna yang ingin
disampaikan TSu. Pada hakikatnya, setiap padanan makna TSu
yang disajikan pada TSa harus didasari teknik tertentu. Jenis dan
varian teknik penerjemahan memiliki peran penting dalam
Kategori
Nilai Parameter Kualitatif
Terjemahan
Akurat 3 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau
teks bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam
bahasa sasaran; sama sekali tidak terjadi distorsi
makna
Kurang 2 Sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa,
Akurat klausa, kalimat atau teks bahasa sumber sudah
dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran.
Namun, masih terdapat distorsi makna atau
terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna
yang dihilangkan, yang mengganggu keutuhan pesan.
Tidak Akurat 1 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau
teks bahasa sumber dialihkan secara tidak akurat ke
dalam bahasa sasaran atau dihilangkan (deleted).
7.4 Kesimpulan
Hasil terjemahan yang berkualitas merupakan tujuan dari
setiap praktik penerjemahan. Meskipun isu “kualitas” terus menjadi
topik perdebatan para ahli di bidang kajian terjemahan, kualitas
dapat dipahami sebagai hasil terjemahan yang baik, yaitu (i) hasil
terjemahan yang mewakili makna yang ingin disampaikan oleh
TSu; (ii) hasil terjemahan yang dikemas dalam bahasa yang baik
8.1 Pendahuluan
Pada BAB 1 buku ini telah diperkenalkan penerjemahan
sebagai suatu disiplin ilmu dibuktikan dengan lahirnya teori-teori
terkait penerjemahan melalui artikel-artikel ilmiah dan buku-buku
teks yang berdasarkan hasil penelitian. Seiring dengan
perkembangan penerjemahan sebagai suatu disiplin ilmu yang
independen, penerjemahan saat ini tidak lagi hanya menjadi suatu
bidang kajian, akan tetapi telah merambat ke dunia profesional. Hal
ini merupakan kontribusi besar Halliday yang ingin menjembatani
antara teori linguistik dan profesionalisme dalam terjemahan
(Yallop, 1987: 347). Dengan demikian, penerjemahan telah
menjadi profesi yang dapat dijadikan sebagai mata pencaharian.
Penerjemahan yang selama ini dianggap hanya sekadar
mengalihkan bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) dan
setiap orang yang dapat berbicara dalam dua bahasa yang berbeda
dapat dikatakan sebagai seorang penerjemah merupakan suatu
anggapan yang keliru karena proses penerjemahan tidak
sesederhana itu. Gouadec (2007: xiii) menegaskan bahwa seorang
penerjemah harus memiliki kompetensi yang unggul, baik dalam
bahasa yang terlibat, bidang yang diterjemahkan, maupun keahlian
dalam menggunakan teknologi seperti penggunaan perangkat lunak
dalam penerjemahan. Di samping keahlian tersebut, Sofyan (2016)
juga menyatakan bahwa keahlian memanfaatkan sumber online
(daring) sangat membantu profesionalisme penerjemah.
Fakta yang disebutkan di atas belum tuntas ketika seorang
penerjemah ingin turun langsung sebagai seorang pebisnis di
bidang terjemahan. Sebagai pebisnis, seorang penerjemah harus
8.4 Kesimpulan
Di samping keberadaannya sebagai suatu disiplin ilmu,
penerjemahan juga berperan dalam dunia profesi. Penerjemahan
yang dulunya hanya dianggap suatu kegiatan sukarela telah beralih
kepada profesionalisme. Peralihan tersebut tentunya melahirkan
konsekuensi tertentu yang mengikat kedua belah pihak, yaitu
penerjemah dan pengguna jasa penerjemahan (klien). Dengan
demikian, di banyak daerah, khususnya perkotaaan yang
multikultural, banyak ditemukan orang yang berprofesi sebagai
penerjemah. Profesi sebagai penerjemah mampu menjamin
pemenuhan kebutuhan hidup.
Penerjemah profesional harus memiliki kemampuan
profesional dalam bidangnya. Mereka harus selalu memperbaharui
profesionalismenya dan beradaptasi dengan kemajuan teknologi.
Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, penerjemah
profesional sebaiknya menguasai program-program ataupun
perangkat-perangkat lunak, baik yang bersifat daring maupun
luring dalam melakukan pekerjaannya. Oleh karena itu, salah satu
kompetensi yang harus dimiliki penerjemah profesional adalah
latar belakang pendidikan di bidang penerjemahan, baik yang
bersifat formal maupun informal.
Selanjutnya, profesionalisme juga erat hubungannnya
dengan etika. Penerjemah profesional harus memiliki etika
penerjemahan profesional. Etika penerjemahan tentunya berkaitan