Anda di halaman 1dari 95

OLEH

PRANA UGIANA GIO


gioprana89@gmail.com
Bab 2
Aljabar Matriks dan Vektor Acak
(Matrix Algebra & Random Vectors)

2.2 Sekilas Dasar-Dasar Mengenai Aljabar Vektor dan Aljabar Matriks


(Some Basics of Matrix and Vector Algebra)

Buku Bacaan
Applied Multivariate Statistical Analysis, Sixth Edition
Richard A. Johnson & Dean W. Wichern

Buku Bacaan Tambahan


Aljabar Linear Elementer, Versi Aplikasi, Edisi Kedelapan, Jilid 1
Elementary Linear Algebra, Ninth Edition
Howard Anton
Chris Rorres
Materi

[2.2.1] Sekilas Vektor dan Transpose pada Vektor


[2.2.2] Visualisasi Vektor (2 Dimensi & 3 Dimensi)
[2.2.3] Memperpanjang dan Memperpendek Vektor (Mengalikan Vektor dengan
Konstanta)
[2.2.4] Operasi Penjumlahan pada Vektor dan Visualisasinya
[2.2.5] Panjang dan Arah Vektor
[2.2.6] Dua Vektor yang Tegak Lurus
[2.2.7] Linearly Independent
[2.2.8] Projection (Bayangan) Vektor 𝒙 terhadap Vektor 𝒚
[2.2.9] Matriks
[2.2.10] Invers Matriks
[2.2.11] Matriks-Matriks Orthogonal
[2.2.12] Nilai Eigen dan Vektor Eigen
[2.2.13] Eliminasi Gauss-Jordan
[2.2.14] Metode Iterasi Jacobi
[2.2.15] Metode Iterasi Gauss-Seidel
[2.2.16] Menghitung Invers Matriks
[2.2.17] Dekomposisi LU dengan Metode Eliminasi Gauss
[2.2.18] Metode Dekomposisi Cholesky
[2.2.19] Dekomposisi QR
[2.2.20] Basis
[2.2.21] Spanning (Perentang)
[2.2.1] Sekilas Vektor dan Transpose pada Vektor
Suatu array 𝒙 dari 𝑛 bilangan real, yakni 𝑥1 , 𝑥2 , . . . , 𝑥𝑛 disebut vektor, dan dinyatakan sebagai
berikut.

𝑥1
𝑥2
𝒙 = [ ⋮ ] 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝒙′ = [𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ]
𝑥𝑛

Perhatikan bahwa 𝒙′ merupakan transpose dari vektor 𝒙, yakni operasi transpose suatu kolom
menjadi baris. Misalkan diberikan vektor sebagai berikut.

1
𝒙=[ ]
2

Maka transpose dari vektor 𝒙 adalah sebagai berikut.

𝒙′ = [ 1 2 ]
[2.2.2] Visualisasi Vektor (2 Dimensi & 3 Dimensi)
Suatu vektor 𝒙 secara geometri dapat dinyatakan sebagai suatu garis berarah (directed line)
berdimensi 𝑛, dengan komponen 𝑥1 sepanjang sumbu pertama (first axis), 𝑥2 sepanjang sumbu
kedua (second axis), … dan 𝑥𝑛 sepanjang sumbu ke- 𝑛 . Gambar 2.2.1 merupakan ilustrasi
visualisasi suatu vektor berdimensi 3.

𝒙′ = [1,3,2] merupakan vektor


Dalam contoh ini, titik baris berdimensi 3 disajikan
awalnya terletak pada dalam bentuk garis berarah.
titik asal.

Gambar 2.2.1
Applied Multivariate Statistical Analysis, Sixth Edition
Richard A. Johnson & Dean W. Wichern

Gambar 2.2.2 merupakan ilustrasi visualisasi suatu vektor berdimensi 2.

𝑥1 = 2
𝒙=[ ]
𝑥2 = 1

Dalam contoh ini, titik


1 𝑥2 awalnya terletak pada
titik asal.

𝑥1
1 2
Gambar 2.2.2

Gambar 2.2.3 juga merupakan ilustrasi visualisasi suatu vektor berdimensi 2.

𝑥1 = 2
𝒙=[ ]
𝑥2 = −1
𝑥1
Dalam contoh ini, titik
awalnya terletak pada
titik asal.
𝑥2
Gambar 2.2.3
[2.2.3] Memperpanjang dan Memperpendek Vektor (Mengalikan Vektor dengan
Konstanta)
Suatu vektor dapat diperpanjang atau diperpendek (expandend or contracted) dengan
mengalikannya dengan suatu konstanta 𝑐. Dalam hal ini, didefinisikan vektor 𝑐𝒙 sebagai

𝑐𝑥1
𝑐𝑥2
.
𝑐𝒙 = .
.
[𝑐𝑥𝑛 ]

yakni, 𝑐𝒙 merupakan vektor yang diperoleh dengan mengalikan setiap elemen dari vektor 𝒙
dengan konstanta 𝑐. Perhatikan Gambar 2.2.4.

Gambar 2.2.4
Applied Multivariate Statistical Analysis, Sixth Edition
Richard A. Johnson & Dean W. Wichern
[2.2.4] Operasi Penjumlahan pada Vektor dan Visualisasinya
Dua buah vektor dapat juga dijumlahkan. Penjumlahan dari dua vektor, yakni 𝒙 dan 𝒚
didefinisikan sebagai

𝑥1 𝑦1 𝑥1 + 𝑦1
𝑥2 𝑦2 𝑥2 + 𝑦2
. . .
𝒙+𝒚 = . + . = .
. . .
[𝑥𝑛 ] [𝑦𝑛 ] [𝑥𝑛 + 𝑦𝑛 ]

Sehingga 𝒙 + 𝒚 merupakan vektor dengan 𝑥𝑖 + 𝑦𝑖 sebagai elemen ke-𝑖. Sebagai contoh misalkan
diberikan 2 buah vektor, yakni

3 1
𝒙 = [4] 𝑑𝑎𝑛 𝒚 = [3]
7 2

maka elemen ke-1 dari vektor 𝒙 + 𝒚 adalah 𝑥1 + 𝑦1 , yakni 3 + 1 = 4, elemen ke-2 dari vektor
𝒙 + 𝒚 adalah 𝑥2 + 𝑦2 , yakni 4 + 3 = 7 , dan elemen ke-3 dari vektor 𝒙 + 𝒚 adalah 𝑥3 + 𝑦3 ,
yakni 7 + 2 = 9.

3+1 4
𝒙 + 𝒚 = [4 + 3 ] = [7 ]
7+2 9

Penjumlahan dari dua buah vektor yang berasal dari titik pusat (origin) menyatakan diagonal
dari jajarangenjang (parallelogram) yang dibentuk dari dua buah vektor asal (two original
vectors) tersebut yang saling berdampingan (adjacent sides) (Gambar 2.2.5).
Gambar 2.2.5
Applied Multivariate Statistical Analysis, Sixth Edition
Richard A. Johnson & Dean W. Wichern

𝑏 Jajarangenjang ini dibentuk oleh


dua vektor, yakni vektor 𝑎 dan
vektor 𝑏 yang saling
𝑎 𝑎+𝑏 𝑎 berdampingan.

Vektor 𝑎+𝑏 merupakan


𝑏 diagonal dari jajarangenjang.
Vektor 𝑎 dan 𝑏 berasal dari
titik pusat (lingkaran merah)

Misalkan diberikan vektor

1 0
𝒙 = [ ] 𝑑𝑎𝑛 𝒚 = [ ]
0 1

Maka

1+0 1
𝒙+𝒚 =[ ]=[ ]
0+1 1

Perhatikan Gambar 2.2.6.


𝒚
1
𝒙

𝒙+𝒚
𝒚

𝒙
0 1
Gambar 2.2.6
[2.2.5] Panjang dan Arah Vektor
Suatu vektor mempunyai arah dan panjang. Dalam kasus berdimensi 𝑛 = 2 , misalkan
diberikan vektor

𝑥1
𝒙 = [𝑥 ]
2

Panjang dari vektor 𝒙 atau dapat dinyatakan 𝐿𝒙 , didefinisikan sebagai

𝐿𝒙 = √𝑥12 + 𝑥22

Secara geometri (geometrically), panjang dari sebuah vektor berdimensi dua dapat dipandang
sebagai sisi miring dari sebuah segitiga siku-siku. Perhatikan Gambar 2.2.1.4.

Gambar 2.2.7
Applied Multivariate Statistical Analysis, Sixth Edition
Richard A. Johnson & Dean W. Wichern

Misalkan diberikan vektor

1
𝒙=[ ]
1

Panjang dari vektor 𝒙 adalah

𝐿𝒙 = √12 + 12 = √2
Perhatikan Gambar 2.2.8.

1
Panjang vektor 𝒙 adalah √2 . 𝒙=[ ]
Panjang dari sebuah vektor 1 1
berdimensi dua dapat 𝐿𝒙 = √2
dipandang sebagai sisi miring
dari sebuah segitiga siku-
siku. 0 1

Gambar 2.2.8

Panjang dari vektor 𝒙′ = [𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ] dengan 𝑛 komponen, didefinisikan

𝐿𝒙 = √𝑥12 + 𝑥22 + 𝑥32 + ⋯ + 𝑥𝑛2 (2.2.1)

Perkalian suatu vektor 𝒙 dengan suatu skalar 𝒄 akan mengubah panjang. Berdasarkan
persamaan (2.2.1.)

𝐿𝑐𝒙 = √𝑐 2 𝑥12 + 𝑐 2 𝑥22 + ⋯ + 𝑐 2 𝑥𝑛2

= |𝑐 | √𝑥12 + 𝑥22 + ⋯ + 𝑥𝑛2

= |𝑐 |𝐿 𝑥

Misalkan diberikan vektor

1
𝒙=[ ]
1
Panjang dari vektor 𝒙 adalah

𝐿𝒙 = √12 + 12 = √2
1 √2

Misalkan ditetapkan suatu skalar 𝑐 = 4, maka

𝐿4𝒙 = √42 (1)2 + 42 (1)2 = 4√2

√2

Panjang bertambah dengan


√2 arah tetap.
1 √2

Perkalian dengan skalar 𝑐 tidak mengubah arah dari vektor 𝒙 jika 𝑐 > 0. Jika 𝑐 bernilai negatif,
maka membuat suatu vektor dengan arah yang berlawanan terhadap vektor 𝒙 . Misalkan
diberikan vektor dan skalar

1
𝒙 = [ ] 𝑑𝑎𝑛 𝑐 = 2
1

Perhatikan bahwa

1 2
𝑐𝒙 = 2 [ ] = [ ]
1 2

𝐿𝑐𝑥 = √22 + 22 = √8 = 2√2

Kemudian misalkan 𝑐 = −2, maka


1 −2
𝑐𝑥 = −2 [ ] = [ ]
1 −2

𝐿𝑐𝑥 = √(−2)2 + (−2)2 = 2√2

1
2[ ]
1

1
−2 [ ]
1

Dua vektor dengan panjang sama, namun arahnya berlawanan. Dari

𝐿𝑐𝑥 = |𝑐 |𝐿𝑥 (2.2.2)

Jelas bahwa 𝒙 diperpanjang ketika |𝑐 | > 1 dan akan diperpendek ketika 0 < |𝑐 | < 1. Perhatikan
Gambar 2.2.9.

Gambar 2.2.9
Applied Multivariate Statistical Analysis, Sixth Edition
Richard A. Johnson & Dean W. Wichern

Misalkan diberikan vektor 𝒙 sebagai berikut.


1
𝒙 = [ ] ; 𝐿𝒙 = √12 + 12 = √2 = (1)√2
1

Kemudian misalkan 𝑐 = 2, maka

𝐿2𝒙 = √(2 × 1)2 + (2 × 1)2 = √22 (12 + 12 ) = 2√12 + 12 = 2√2

1 1
Kemudian misalkan 𝑐 = 4, yakni 0 < 𝑐 = 4 < 1, maka

2 2
1 1 1
𝐿1𝑥 √
= ( × 1) + ( × 1) = √2
4 4 4 4

1
Perhatikan bahwa panjang vekor 𝒙 adalah √2. Kemudian vektor 𝒙 dikalikan dengan skalar 𝑐 = 4
1
panjang vektornya setelah dikalikan dengan skalar tersebut adalah √2, di mana
4

𝐿𝒙 > 𝐿1𝑥
4

Dengan memilih 𝑐 = 𝐿−1 −1


𝒙 , kita peroleh vektor unit (unit vector) 𝐿𝑥 𝒙 yang memiliki panjang 1

1
dan terletak searah dengan vektor 𝒙. Misalkan 𝒙 = [ ]; 𝐿𝒙 = √12 + 12 = √2. Kemudian
1

1
𝐿−1
𝒙 =
√2

maka

1
1 1
𝐿−1
𝒙 𝒙 = [ ] = √2
√2 1 1
[√2]
2 2
1 1 1 1
𝐿𝐿−1
𝒙 𝒙
= √( ) +( ) =√ + =1
√2 √2 2 2

Perhatikan Gambar 2.2.10.

Panjang vektor 𝒙 adalah √2.


𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 = √2

1
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 = 1 Panjang vektor 𝐿 𝒙 adalah 1.
𝒙

Gambar 2.2.10
[2.2.6] Dua Vektor yang Tegak Lurus
Perhatikan bahwa pada Gambar 2.2.11, dua vektor pada bidang (vektor 𝒚 dan vektor 𝒙) dan
sudut 𝜃 diantara kedua vektor tersebut. Perhatikan bahwa sudut 𝜃 direpresentasikan sebagai
selisih antara sudut 𝜃1 dan sudut 𝜃2 yang dibentuk oleh kedua vektor tersebut dan sumbu
koordinat pertama.

Perhatikan bahwa pada


Gambar 2.2.1.6, dua vektor
pada bidang (vektor 𝒚 dan
vektor 𝒙 ) dan sudut 𝜃 sumbu koordinat pertama
diantara kedua vektor (terdapat angka 1).
tersebut

Gambar 2.2.11
Applied Multivariate Statistical Analysis, Sixth Edition
Richard A. Johnson & Dean W. Wichern

𝑥1 𝑦1
Perhatikan bahwa vektor 𝒙 = [𝑥 ] menghasilkan sudut 𝜃1 , sedangkan vektor 𝒚 = [𝑦 ]
2 2

menghasilkan sudut 𝜃2 . Perhatikan bahwa

𝜃 = 𝜃2 − 𝜃1

Karena oleh definisi

𝑥1 𝑦1
cos(𝜃1 ) = ; cos(𝜃2 ) =
𝐿𝑥 𝐿𝑦

𝑥2 𝑦2
sin(𝜃1 ) = ; sin(𝜃2 ) =
𝐿𝑥 𝐿𝑦

Dan
cos(𝜃) = cos(𝜃2 − 𝜃1 ) = cos(𝜃2 ) cos(𝜃1 ) + sin(𝜃2 ) sin(𝜃1 )

Sudut 𝜃 di antara vektor 𝒙′ = [𝑥1 , 𝑥2 ] dan 𝒚′ = [𝑦1 , 𝑦2 ] ditentukan oleh

cos(𝜃) = cos(𝜃2 − 𝜃1 ) = cos(𝜃2 ) cos(𝜃1 ) + sin(𝜃2 ) sin(𝜃1 )

𝑦1 𝑥1 𝑦2 𝑥2
cos(𝜃) = cos(𝜃2 − 𝜃1 ) = ( )( )+( )( )
𝐿𝑦 𝐿𝑥 𝐿𝑦 𝐿𝑥

𝑥1 𝑦1 + 𝑥2 𝑦2
= (2.2.3)
𝐿𝑥 𝐿𝑦

Sekarang akan diperkenalkan/didefinisikan perkalian dalam (inner product) dari dua vektor.
Dalam kasus berdimensi 𝑛 = 2, perkalian dalam dari 𝒙 dan 𝒚 adalah

𝑦1
𝒙′ 𝒚 = [𝑥1 𝑥2 ] [𝑦 ] = 𝑥1 𝑦1 + 𝑥2 𝑦2
2

Berdasarkan definisi ini dan persamaan (2.2.3), maka

𝑥1
𝐿𝒙 = √𝒙′𝒙 = √[𝑥1 𝑥2 ] [𝑥 ] = √𝑥12 + 𝑥22
2

𝒙′𝒚 𝒙′𝒚
cos(𝜃) = =
𝐿𝒙 𝐿𝒚 √𝒙′𝒙√𝒚′𝒚

Karena cos(90) = cos(270) = 0 dan cos(𝜃) = 0 jika hanya 𝒙′ 𝒚 = 0, 𝒙 dan 𝒚 merupakan tegak
lurus ketika 𝒙′ 𝒚 = 0.

Sebagai ilustrasi, ketika 𝜃 = 90, maka gambarnya sebagai berikut.


Misalkan 𝒚′ = [0 1] (vertikal)
dan 𝒙′ = [1 0] (horizontal), maka
𝜃 = 90, dan 𝒙′ 𝒚 = 0, yakni
𝜃 = 90
[1 0] [0] = 0
1

Karena cos(90) = cos(270) = 0 dan cos(𝜃) = 0 hanya jika 𝒙′ 𝒚 = 𝟎, di mana 𝒙 dan 𝒚 tegak
lurus (perpendicular) ketika 𝒙′ 𝒚 = 𝟎. Misalkan diberikan vektor

0 1
𝒙 = [ ] 𝑑𝑎𝑛 𝒚 = [ ]
1 0

Jika kedua vektor 𝒙 dan 𝒚 tersebut digambar, maka diperoleh gambar sebagai berikut.

1 Perhatikan bahwa vektor 𝒙 dan 𝒚 saling tegak


𝒚=[ ] lurus atau sudut yang dibentuk dari kedua
0
vektor tersebut adalah 90. Maka 𝒙′𝒚 pastilah
1
0. 𝒙′ 𝒚 = [0 1] [ ] = 0.
0

0
𝒙=[ ]
1

Perhatikan bahwa vektor 𝒙 dan 𝒚 saling tegak


lurus atau sudut yang dibentuk dari kedua
vektor tersebut adalah 270. Maka 𝒙′𝒚 pastilah
−1 0
0. 𝒙′ 𝒚 = [0 1] [ ] = 0. 𝒙=[ ]
0 1
1
𝒚=[ ]
0

Perhatikan bahwa vektor 𝒙 dan 𝒚 sejajar atau


sudut yang dibentuk dari kedua vektor tersebut
0
adalah 0. Maka. 𝒙′ 𝒚 = [0 1] [ ] = 1. 0
1 𝒚=𝒙=[ ]
1
0 0
𝒚=[ ] 𝒙=[ ]
−1 1

Perhatikan bahwa vektor 𝒙 dan 𝒚 berlawanan


arah atau sudut yang dibentuk dari kedua
vektor tersebut adalah 180 . Maka. 𝒙′ 𝒚 =
[0 1] [ 0 ] = −1
−1

Untuk sembarang bilangan berdimensi 𝑛, kita definisikan perkalian dalam (inner product) dari 𝒙
dan 𝒚 sebagai

𝒙′ 𝒚 = 𝑥1 𝑦1 + 𝑥2 𝑦2 + ⋯ + 𝑥𝑛 𝑦𝑛 (2.2.4)

Dengan menggunakan perkalian dalam (inner product), maka panjang vektor berdimensi 𝑛 dapat
dinyatakan

𝐿𝒙 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝒙 = √𝒙′𝒙 (2.2.5)

Serta sudut yang terbentuk terhadap vektor-vektor dengan 𝑛 komponen

𝒙′𝒚 𝒙′𝒚
cos(𝜃) = = (2.2.6)
𝐿𝒙 𝐿𝒚 √𝒙′𝒙√𝒚′𝒚

Sekali lagi, karena cos(𝜃) = 0 jika hanya 𝒙′ 𝒚 = 0, maka kita katakan bahwa 𝒙 dan 𝒚 merupakan
1 0
tegak lurus (perpendicular) ketika 𝒙′ 𝒚 = 0. Perhatikan vektor 𝒙 = [ ] dan 𝒚 = [ ] di mana
0 1
saling tegak lurus.

Gambar 2.2.12
Besarnya sudut yang dibentuk dari kedua vektor tersebut adalah 90 (Gambar 2.2.12), sehingga
cos(90) = 0. Perhatikan bahwa

𝟎
𝒙′ 𝒚 = [ 𝟏 𝟎] [ ] = 𝟎
𝟏

Yang mana vektor 𝒙 dan vektor 𝒚 saling tegak lurus (perpendicular).

1 −1
Seandainya diberikan 𝒙 = [ ] dan 𝒚 = [ ], maka sudut yang dibentuk adalah 180, sehingga
0 0
cos(180) = −1, atau

[1 −1
𝒙′ 𝒚 0] [ ] −1
cos(𝜃) = = 0 = = −1
√𝒙′ 𝒙√𝒚′ 𝒚 1 −1 √1√1
√[1 0] [ ] √[−1 0] [ ]
0 0

Yang menunjukkan hasil yang sama.

Contoh 2.1 (Menghitung panjang dari vektor-vektor dan sudut di antara vektor-vektor
tersebut)

Misalkan diberikan vektor 𝒙′ = [1,3,2] dan 𝒚′ = [−2,1, −1] . Tentukan 3𝒙 dan 𝒙 + 𝒚 .


Selanjutnya, tentukan panjang dari vektor 𝒙, panjang dari vektor 𝒚, dan sudut di antara vektor 𝒙
dan vektor 𝒚. Juga, periksa panjang pada vektor 3𝒙 merupakan tiga kali panjang vektor 𝒙.

1 3
3𝒙 = 3 [3] = [9]
2 6

3 −2 1
𝒙 + 𝒚 = [9] + [ 1 ] = [10]
6 −1 5

Selanjutnya,
1
𝒙′ 𝒙 = [1,3,2] [3] = 12 + 32 + 22 = 14
2

−2
𝒚 𝒚 = [−2,1, −1] [ 1 ] = (−2)2 + 12 + (−1)2 = 6

−1

−2
𝒙′ 𝒚 = [1,3,2] [ 1 ] = (1)(−2) + (3)(1) + (2)(−1) = −1
−1

Sehingga

𝐿𝒙 = √𝒙′𝒙 = √14

𝐿𝒚 = √𝒚′𝒚 = √6

Dan

−1
𝑐𝑜𝑠 (𝜃) = = −0,109
√14√6

𝜃 = 96,3°

Akhirnya

𝐿3𝒙 = √32 + 92 + 62 = √126

3𝐿𝒙 = 3√14 = √126

Telah ditunjukkan bahwa


𝐿3𝑥 = 3𝐿𝑥
[2.2.7] Linearly Independent
Suatu pasangan dari vektor-vektor 𝒙 dan 𝒚 dengan ukuran yang sama (same dimension)
dikatakan bergantung linear (linearly dependent) jika terdapat konstanta 𝒄𝟏 dan 𝒄𝟐 yang
keduanya tidak sama dengan nol, yang memenuhi

𝑐1 𝒙 + 𝑐2 𝒚 = 𝟎

Suatu himpunan dari vektor-vektor 𝒙𝟏 , 𝒙𝟐 , … , 𝒙𝒌 dikatakan linearly dependent jika terdapat


konstanta-konstanta 𝑐1 , 𝑐2 , … , 𝑐𝑘 , yang seluruhnya tidak sama dengan nol, yang memenuhi

𝑐1 𝒙𝟏 + 𝑐2 𝒙𝟐 + ⋯ + 𝑐𝑘 𝒙𝒌 = 𝟎 (2.2.7)

Linear dependence secara tidak langsung menyatakan bahwa paling tidak terdapat satu vektor
dalam himpunan dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari vektor-vektor lain. Vektor-
vektor dengan dimensi yang sama yang tidak linearly dependent disebut sebagai linearly
independent.

Misalkan diberikan dua buah vektor, yakni

1 2
𝒙 = [ ], 𝒚 = [ ]
1 2

Berikut akan ditunjukkan bahwa vektor 𝒙 dan 𝒚 bersifat linearly dependent, yakni terdapat
konstanta 𝒄𝟏 dan 𝒄𝟐 (salah satu konstanta tidak sama dengan) sehingga membuat

𝑐1 𝑥 + 𝑐2 𝑦 = 𝟎

1 2
𝑥+𝑦 =[ ]+[ ]
1 2

1 2
𝑐1 𝑥 + 𝑐2 𝑦 = 𝑐1 [ ] + 𝑐2 [ ]
1 2
Perhatikan bahwa terdapat 𝒄𝟏 dan 𝒄𝟐 (salah satu atau kedua konstanta tidak sama dengan
nol) yang membuat

𝑐1 𝑥 + 𝑐2 𝑦 = 𝟎

1
Yakni, 𝑐1 = 1 dan 𝑐2 = − 2 sehingga

1 1 2 1 −1 0
𝑐1 𝑥 + 𝑐2 𝑦 = (1) [ ] + (− ) [ ] = [ ] + [ ] = [ ]
1 2 2 1 −1 0

Maka kedua vektor bersifat linearly dependent. Perhatikan bahwa kedua vektor tersebut searah.

Nilai determinan 0 menunjukkan


keberadaan solusi nontrivial.

Linearly dependent

Gambar 2.2.13

1 −1
Misalkan lagi diberikan vektor 𝑥 = [ ] dan 𝑦 = [ ] maka
1 −1

1 −1 0
𝑥+𝑦 =[ ]+[ ]=[ ]
1 −1 0

Perhatikan bahwa terdapat 𝒄𝟏 dan 𝒄𝟐 (salah satu atau kedua konstanta tidak sama dengan
nol) yang membuat

𝑐1 𝑥 + 𝑐2 𝑦 = 𝟎
Yakni, 𝑐1 = 1 dan 𝑐2 = 1 sehingga

1 −1 1 −1
𝑐1 𝑥 + 𝑐2 𝑦 = (1) [ ] + (1) [ ] = [ ] + [ ] = 0
1 −1 1 −1

Maka kedua vektor bersifat linearly dependent.

Nilai determinan 0 menunjukkan


keberadaan solusi nontrivial.

Linearly dependent

Gambar 2.2.14

Gambar 2.2.15
Sumber: Elementary Linear Algebra, Ninth Edition
Howard Anton
Chris Rorres
Gambar 2.2.16
Sumber: Elementary Linear Algebra, Ninth Edition
Howard Anton
Chris Rorres

Kita dapat menunjukkan keberadaan solusi nontrivial dengan hanya menunjukkan matriks
koefisiennya memiliki determinan 0 dan sebagai konsekuensinya tidak memiliki invers [2].

Contoh 2.2 (Mengidentifikasi vektor-vektor independen/bebas linear)

Perhatikan bahwa himpunan dari vektor-vektor

1 1 1
𝒙𝟏 = [2], 𝒙𝟐 = [ 0 ], 𝒙𝟑 = [−2]
1 −1 1

Dengan menetapkan

𝑐1 𝒙𝟏 + 𝑐2 𝒙𝟐 + 𝑐3 𝒙𝟑 = 0

Yang berarti bahwa

𝑐1 + 𝑐2 + 𝑐3 = 0
2𝑐1 − 2𝑐3 = 0
𝑐1 − 𝑐2 + 𝑐3 = 0
hanya memiliki solusi tunggal 𝑐1 = 𝑐2 = 𝑐3 = 0. Sebagaimana kita tidak dapat menemukan nilai
dari ketiga konstanta 𝑐1 , 𝑐2 , dan 𝑐3 tidak bernilai nol seluruhnya, sehingga memenuhi 𝑐1 𝒙𝟏 +
𝑐2 𝒙𝟐 + 𝑐3 𝒙𝟑 = 0 . Vektor-vektor dari 𝒙𝟏 , 𝒙𝟐 , dan 𝒙𝟑 tersebut disebut bebas linear (linearly
independent).

Nilai determinan tidak sama


dengan 0 menunjukkan memiliki
solusi trivial.

Bebas linear / linearly independent

𝑥1 = 0
𝑥2 = 0
𝑥3 = 0

Trivial
Bebas Linear
Linearly Independent

Gambar 2.2.17

Contoh Lain[2]
Perlihatkan bahwa vektor (2,2,2) dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor 𝒖 =
(0, −2,2) dan vektor 𝒗 = (1,3, −1), yakni terdapat skalar 𝑘1 dan 𝑘2 sehingga memenuhi

(2,2,2) = 𝑘1 𝒖 + 𝑘2 𝒗

Penyelesaian

Agar vektor (2,2,2) dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor 𝒖 dan vektor 𝒗, maka
harus terdapat skalar 𝑘1 dan 𝑘2 sehingga memenuhi

(2,2,2) = 𝑘1 (0, −2,2) + 𝑘2 (1,3, −1)


Perhatikan bahwa
\
(2,2,2) = (𝑘2 , −2𝑘1 + 3𝑘2 , 2𝑘1 − 𝑘2 )
𝑘2 = 2
−2𝑘1 + 3𝑘2 = 2
2𝑘1 − 𝑘2 = 2

Diketahui 𝑘2 = 2, maka

2𝑘1 + 3𝑘2 = 2
−2𝑘1 + 3(2) = 2
−2𝑘1 = −4
𝑘1 = 2

Atau

2𝑘1 − 𝑘2 = 2
2𝑘1 − (2) = 2
2𝑘1 = 4
𝑘1 = 2

Sehingga

(2,2,2) = 𝑘1 (0, −2,2) + 𝑘2 (1,3, −1)


(2,2,2) = (2)(0, −2,2) + (2)(1,3, −1)
(2,2,2) = (0, −4,4) + (2,6, −2)
(2,2,2) = (0 + 2, −4 + 6, 4 − 2)
(2,2,2) = (2, 2,2)

Perhatikan bahwa vektor (2,2,2) dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor 𝒖 dan
vektor 𝒗 karena karena terdapat skalar 𝑘1 = 2 dan 𝑘2 = 2 sehingga memenuhi
(2,2,2) = 𝑘1 𝒖 + 𝑘2 𝒗

Gambar 2.2.18
Sumber: Elementary Linear Algebra, Ninth Edition
Howard Anton
Chris Rorres

Gambar 2.2.19
Sumber: Elementary Linear Algebra, Ninth Edition
Howard Anton
Chris Rorres

𝑘1 = 2
𝑘2 = 2

Memenuhi

𝑘2 = 2
−2𝑘1 + 3𝑘2 = 2
2𝑘1 − 𝑘2 = 2

Gambar 2.2.20
Contoh Lain
Berikut akan diperiksa, apakah vektor-vektor

1 1 1
𝒙𝟏 = [2], 𝒙𝟐 = [ 0 ], 𝒙𝟑 = [−2]
1 −1 1

Termasuk bebas linear (linearly independent) atau tidak bebas linear (linearly independent).

Dengan menetapkan

𝑐1 𝒙𝟏 + 𝑐2 𝒙𝟐 + 𝑐3 𝒙𝟑 = 0

1 1 1
𝑐1 [2] + 𝑐2 [ 0 ] + 𝑐3 [−2] = 0
1 −1 1

Yang berarti bahwa

𝑐1 + 𝑐2 + 𝑐3 = 0
2𝑐1 − 2𝑐3 = 0
𝑐1 − 𝑐2 + 𝑐3 = 0

Karena nilai determinannya tidak sama


dengan nol, maka, vektor-vektor 𝒙𝟏 , 𝒙𝟐 , dan
𝒙𝟑 merupakan bebas linear (linearly
independent).

Gambar 2.2.21
𝑥1 = 0
𝑥2 = 0
𝑥3 = 0

Trivial
Bebas Linear
Linearly Independent

Gambar 2.2.22
[2.2.8] Projection (Bayangan) Vektor 𝒙 terhadap Vektor 𝒚

cos 𝜃
Lihat pada (2.2.3).

1
𝐿−1
𝒚 𝒚=𝐿 𝒚
𝑦

memiliki panjang 1

Jadi yang dicari panjang ini, yakni


𝑳𝒙 𝒄𝒐𝒔 𝜽 yang merupakan
bayangan/proyeksi dari vektor 𝒙
terhadap vektor 𝒚.

Gambar 2.2.23
Applied Multivariate Statistical Analysis, Sixth Edition
Richard A. Johnson & Dean W. Wichern

Proyeksi (bayangan) dari 𝒙 terhadap 𝒚 adalah

(𝒙′𝒚) (𝒙′𝒚) (𝒙′𝒚) 1


𝑝𝑟𝑜𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑜𝑓 𝒙 𝑜𝑛 𝒚 = 𝒚= 𝒚= 𝒚 (2.2.8)
𝒚′𝒚 (𝐿𝒚 𝐿𝒚 ) 𝐿𝒚 𝐿𝒚

Di mana vektor 𝐿−1


𝒚 𝒚 memiliki panjang satu (unit length). Panjang dari proyeksi adalah

|𝒙′𝒚| 1 | 𝒙 ′ 𝒚| 𝑥′𝑦
𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ 𝑜𝑓 𝑝𝑟𝑜𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 = 𝒚 = (1) = 𝐿 𝑥 | | = 𝐿𝑥 cos 𝜃 (2.2.9)
𝐿𝒚 𝐿𝒚 𝐿𝑦 𝐿𝑥 𝐿𝑦

𝜃 merupakan sudut yang dibentuk antara vektor 𝒙 dan vektor 𝒚.


Perhatikan bahwa

𝐿𝒙 = √𝒙′𝒙
𝐿𝒙 . 𝐿𝒙 = 𝒙′𝒙

Perhatikan bahwa vektor

𝐿−1
𝒚 𝑦

Mempunyai panjang 1. Contoh

3
𝑦 = [ ] , 𝐿𝑦 = √32 + 42 = 5
4

3
1 3
𝐿−1
𝒚 𝑦 = [ ] = [5]
5 4 4
5
Ingat!!!

𝑥′𝑦
3 2 4 2 25 cos 𝜃 =
𝐿𝐿−1 = √( ) + ( ) = √ = 1 𝐿𝑥 𝐿𝑦
𝒚 𝑦
5 5 25
Lihat pada (2.2.3).
Panjang dari proyeksi

|𝑥′𝑦| 𝑥′𝑦
𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ 𝑜𝑓 𝑝𝑟𝑜𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 = = 𝐿𝑥 | | = 𝐿𝑥 cos 𝜃
𝐿𝑦 𝐿𝑥 𝐿𝑦

Sebagai ilustrasi, misalkan

1
𝒙=[ ]
1
2
𝒚=[ ]
0
Besar 𝜃 = 45
1
𝒙=[ ]
1 2
𝒚=[ ]
0
𝜃 = 45
0 1 2

Tentukan vektornya (warna merah) dan


panjangnya. Dari gambar sudah terlihat
bahwa

1
𝑝𝑟𝑜𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑜𝑓 𝒙 𝑜𝑛 𝒚 = [ ]
0

Maka panjang vektornya adalah

√12 + 02 = 1

(𝒙′𝒚) (𝒙′𝒚) (𝒙′𝒚) 1


𝑝𝑟𝑜𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑜𝑓 𝒙 𝑜𝑛 𝒚 = 𝒚= 𝒚= 𝒚 (2.2.8)
𝒚′𝒚 (𝐿𝒚 𝐿𝒚 ) 𝐿𝒚 𝐿𝒚

2
([1 1] [ ]) 1
0 2
𝑝𝑟𝑜𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑜𝑓 𝒙 𝑜𝑛 𝒚 = [ ]
√2 + 0 √2 + 0 0
2 2 2 2

21 2 1
𝑝𝑟𝑜𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑜𝑓 𝒙 𝑜𝑛 𝒚 = [ ]=[ ]
22 0 0

|𝑥 ′ 𝑦 | 𝑥 ′𝑦
𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ 𝑜𝑓 𝑝𝑟𝑜𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 = = 𝐿𝑥 | | = 𝐿𝑥 cos 𝜃 = (√12 + 12 ) cos(45)
𝐿𝑦 𝐿𝑥 𝐿𝑦
1
= √2 ( √2) = 1
2

Sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.


𝜃 = 45
0 1 2

1
𝑝𝑟𝑜𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑜𝑓 𝒙 𝑜𝑛 𝒚 = [ ]
0
𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ 𝑜𝑓 𝑝𝑟𝑜𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 = 1
[2.2.9] Matriks
Suatu matriks merupakan suatu array persegi panjang dari bilangan-bilangan real. Kita notasikan
sembarang array dari 𝑛 baris dan 𝑝 kolom oleh

𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑝


𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑝
𝐴𝑛×𝑝 =[ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ]
𝑎𝑛1 𝑎𝑛2 … 𝑎𝑛𝑝

Operasi transpose (transpose operation) 𝐴′ dari suatu matriks mengubah kolom menjadi baris,
sehingga kolom pertama dari matriks 𝐴 menjadi baris pertama dari matriks 𝐴′; kolom kedua dari
matriks 𝐴 menjadi baris kedua dari matriks 𝐴′, dan seterusnya.

Contoh 2.3 (Transpose dari suatu matriks) Jika

3 −1 2
𝐴2×3 = [ ]
1 5 4

Maka

3 1
′ [
𝐴 = −1 5]
2 4

Gambar 2.2.24
Suatu matriks juga dapat dikalikan dengan suatu konstanta 𝑐. Hasil kali 𝑐𝑨 merupakan suatu
matriks, yakni dengan mengalikan setiap elemen dari matriks 𝑨 dengan 𝑐. Jadi

𝑐𝑎11 𝑐𝑎12 … 𝑐𝑎1𝑝


𝑐𝑎21 𝑐𝑎22 … 𝑐𝑎2𝑝
𝑐𝑨𝑛×𝑝 =[ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ]
𝑐𝑎𝑛1 𝑐𝑎𝑛2 … 𝑐𝑎𝑛𝑝

Dua buah matriks 𝑨 dan 𝑩 dengan dimensi yang sama dapat dijumlahkan. Matriks dari hasil
jumlah, yakni 𝑨 + 𝑩 memiliki entri ke-(𝑖, 𝑗) berupa 𝑎𝑖𝑗 + 𝑏𝑖𝑗 .

Contoh 2.4 (Jumlah dari dua matriks, perkalian matriks dengan suatu konstanta)

Jika

0 3 1 1 −2 −3
𝑨2×3 = [ ] 𝑑𝑎𝑛 𝑩2×3 = [ ]
1 −1 1 2 5 1

Maka

0 3 1 0 12 4
4𝑨 = 4 [ ]=[ ]
1 −1 1 4 −4 4

Dan

0 3 1 1 −2 −3 0+1 3−2 1−3 1 1 −2


𝑨+𝑩 = [ ] +[ ]=[ ]=[ ]
1 −1 1 2 5 1 1+2 −1 + 5 1+1 3 4 2

Ketika matriks 𝑨 memiliki dimensi (𝑛 × 𝑘) dan matriks 𝑩 memiliki dimensi (𝑘 × 𝑝), kita dapat
membentuk matriks dari hasilkali (product) 𝑨𝑩. Suatu elemen dari matriks 𝑨𝑩 merupakan inner
product dari setiap baris dari matriks 𝑨 dengan setiap kolom dari matriks 𝑩.
Hasilkali matriks 𝑨𝑩 merupakan

𝑨𝒏×𝒌 𝑩𝒌×𝒑 = Suatu matriks berdimensi (𝑛 × 𝑝) yang entrinya pada baris ke-𝑖 dan kolom ke-𝑗
merupakan inner product dari baris ke-𝑖 pada matriks 𝑨 dan kolom ke-𝑗 pada matriks 𝑩.

Atau

𝑒𝑛𝑡𝑟𝑖 𝑘𝑒 − (𝑖, 𝑗) 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠 𝑨𝑩 = 𝑎𝑖1 𝑏1𝑗 + 𝑎𝑖2 𝑏2𝑗 + ⋯ + 𝑎𝑖𝑘 𝑏𝑘𝑗 = ∑ 𝑎𝑖𝑙 𝑏𝑙 𝑗 (2.2.2.10)
𝑙=1

Ketika 𝑘 = 4 , kita memiliki empat hasilkali (products) kemudian menambahkannya, untuk


setiap entri dalam matriks 𝑨𝑩. Jadi

𝑎11 𝑎12 𝑎13 𝑎14 𝑏 𝑏1𝑗 𝑏1𝑝


⋮ ⋮ ⋮ ⋮ 𝑏
11 … …
… 𝑏2𝑗 … 𝑏2𝑝
𝑨𝑛×4 𝑩4×𝑝 𝑎𝑖1 𝑎𝑖2 𝑎𝑖3 𝑎𝑖4 21
… …
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ 𝑏31 𝑏3𝑗 𝑏3𝑝
… …
[𝑎𝑛1 𝑎𝑛2 𝑎𝑛3 𝑎𝑛4 ] [𝑏41 𝑏4𝑗 𝑏4𝑝 ]

𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑘𝑒 − 𝑗

= 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑘𝑒 − 𝑖 [⋯ (𝑎𝑖1 )(𝑏1𝑗 ) + (𝑎𝑖2 )(𝑏2𝑗 ) + (𝑎𝑖3 )(𝑏3𝑗 ) + (𝑎𝑖4 )(𝑏4𝑗 ) ⋯]

Contoh 2.5 (Perkalian matriks) Jika

−2
3 −1 2 2 0
𝑨=[ ], 𝑩 = [ 7 ], 𝑪=[ ]
1 5 4 1 −1
9

Maka

−2
3 −1 2 3(−2) − 1(7) + 2(9) 5
𝑨𝑩 = [ ][ 7 ] = [ ]=[ ]
1 5 4 1(−2) + 5(7) + 4(9) 69
9
Ketika suatu matriks 𝑩 terdiri dari sebuah kolom, biasanya (customary) dinyatakan dengan huruf
kecil 𝒃, yakni vektor 𝒃.

Contoh 2.6 Misalkan

7 5
1 −2 3 2
𝑨=[ ] , 𝒃 = [−3] , 𝒄 = [ 8 ] , 𝒅 = [ ]
2 4 −1 9
6 −4
Maka

7
1 −2 3 31
𝑨𝒃 = [ ] [−3] = [ ]
2 4 −1 −4
6

5

𝒃 𝒄 = [7 −3 6 [ 8 ] = [−13]
]
−4

Hasilkali (product) 𝒃′𝒄 merupakan vektor 1 × 1 atau bilangan tunggal (single number), yakni
−13.

7 35 56 −28

𝒃𝒄 = [−3] [5 8 − 4] = [−15 −24 12 ]
6 30 48 −24

7 7
1 −2 3
𝒅′ 𝑨𝒃 = [2 9] [ ] [−3] = [20 32 − 3] [−3] = 26
2 4 −1
6 6

Hasilkali (product) 𝒅′𝑨𝒃 merupakan vektor 1 × 1 atau suatu bilangan tunggal, yakni 26. Matriks
persegi (square matrices) merupakan bagian yang penting dalam pengembangan metode
statistika (development of statistical methods). Matriks persegi dikatakan simetri jika

𝑨 = 𝑨′
Atau

𝑎𝑖𝑗 = 𝑎𝑗𝑖

untuk seluruh 𝑖 dan 𝑗.

Contoh 2.7 (Matriks simetri (A Symmetric matrix)) Matriks

[3 5 ]
5 −2
𝑎𝑖𝑗 = 𝑎𝑗𝑖
𝑎12 = 𝑎21

Merupakan matriks simetri. Sedangkan pada matriks

3 6
[ ]
4 −2
𝑎12 ≠ 𝑎21

Bukan merupakan matriks simetri. Ketika dua buah matriks persegi (square matrices) 𝑨 dan 𝑩
memiliki dimensi yang sama (same dimension), hasilkali baik 𝑨𝑩 dan 𝑩𝑨 terdefinisi,
meskipun hasil keduanya tidak mesti sama.

Hasilkali baik 𝑨𝑩 dan


𝑩𝑨, belum tentu sama.

Gambar 2.2.25
Misalkan 𝑰 merupakan matriks persegi with ones on the diagonal dan bernilai 0 selain dari pada
itu (matriks identitas), ini berarti berdasarkan definisi dari perkalian matriks bahwa entri ke-(𝑖𝑗)
dari matriks 𝑨𝑰 adalah

𝑎𝑖1 × 0 + ⋯ + 𝑎𝑖,𝑗−1 × 0 + 𝑎𝑖𝑗 × 1 + 𝑎𝑖,𝑗+1 × 0 + ⋯ + 𝑎𝑖𝑘 × 0 = 𝑎𝑖𝑗

1 2 3 1 0 0
𝑨 = [ 4 5 6 ] , 𝑰 = [0 1 0 ]
7 8 9 0 0 1

Sebagai contoh entri ke-(𝑖 = 3, 𝑗 = 2) dari matriks 𝑨𝑰 adalah

𝑎𝑖1 × 0 + ⋯ + 𝑎𝑖,𝑗−1 × 0 + 𝑎𝑖𝑗 × 1 + 𝑎𝑖,𝑗+1 × 0 + ⋯ + 𝑎𝑖𝑘 × 0 = 𝑎𝑖𝑗


𝑎31 𝑖12 + 𝑎32 𝑖22 + 𝑎33 𝑖32 = 8
(7)(0) + (8)(1) + (9)(0) = 8

𝑎𝑖𝑗

Sebagai contoh entri ke-(𝑖 = 2, 𝑗 = 3) dari matriks 𝑨𝑰 adalah

𝑎𝑖1 × 0 + ⋯ + 𝑎𝑖,𝑗−1 × 0 + 𝑎𝑖𝑗 × 1 + 𝑎𝑖,𝑗+1 × 0 + ⋯ + 𝑎𝑖𝑘 × 0 = 𝑎𝑖𝑗


𝑎21 𝑖13 + 𝑎22 𝑖23 + 𝑎23 𝑖33 = 6
(4)(0) + (5)(0) + (6)(1) = 6

𝑎𝑖𝑗

Demikian pula

𝑰𝑨 = 𝑨
Jadi,

𝑰(𝒌×𝒌) 𝑨(𝒌×𝒌) = 𝑨(𝒌×𝒌) 𝑰(𝒌×𝒌) = 𝑨(𝒌×𝒌) 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑨(𝒌×𝒌) (2.2.11)

Matriks 𝑰 bertindak sebagai bilangan 1 dalam perkalian biasa (1. 𝑎 = 𝑎. 1 = 𝑎). Jadi matriks 𝑰
disebut sebagai matriks identitas.
[2.2.10] Invers Matriks
Jika terdapat matriks 𝑩 sedemikian rupa sehingga

𝑩𝑨 = 𝑨𝑩 = 𝑰

Maka matriks 𝑩 disebut sebagai invers dari matriks 𝑨 yang dilambangkan dengan 𝑨−𝟏 . Syarat
dari suatu matriks memiliki invers adalah ketika kolom-kolom 𝒂𝟏 , 𝒂𝟐 , … , 𝒂𝒌 dari matriks 𝑨
merupakan bebas linear (linearly independent). Yakni, keberadaan dari 𝑨−𝟏 berarti

𝑐1 𝒂𝟏 + 𝑐2 𝒂𝟐 … + 𝑐3 𝒂𝟑 = 0 ℎ𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑐1 = 𝑐2 = ⋯ = 𝑐𝑘 = 0 (2.2.12)

Sebagai contoh misalkan diberikan matriks

3 2
𝐴=[ ]
4 1

Maka

3 2
𝒂𝟏 = [ ], 𝒂𝟐 = [ ]
4 1

3 2
𝑐1 𝒂𝟏 + 𝑐2 𝒂𝟐 = 𝑐1 [ ] + 𝑐2 [ ] = 0
4 1

Nilai 𝑐1 dan 𝑐2 agar 𝑐1 𝒂𝟏 + 𝑐2 𝒂𝟐 = 𝟎 adalah 𝑐1 = 𝑐2 = 0 selain itu tidak ada. Maka matriks 𝐴
linearly independent yakni punya invers.
Nilai determinan tidak sama
dengan nol, punya invers.
Linearly independent. Trivial.

Tidak memiliki invers,


nilai determinan sama
dengan nol. Linearly
dependent. Nontrivial.

Gambar 2.2.26

Contoh 2.8 (Keberadaan suatu matriks invers) Untuk

3 2
𝑨=[ ]
4 1

Dapat diperiksa bahwa


−0,2 0,4 3 2 1 0
[ ][ ]=[ ]
0,8 −0,6 4 1 0 1
Jadi

−2 4
[ ]
8 −6

Merupakan 𝑨−𝟏 .

Gambar 2.2.27

Kita nyatakan

3 2 0
𝑐1 [ ] + 𝑐2 [ ] = [ ]
4 1 0

Menyatakan secara tak langsung bahwa 𝑐1 = 𝑐2 = 0 , sehingga kolom-kolom dari 𝑨 linearly


independent. Hal ini mengkonfirmasi bahwa terpenuhinya kondisi (2.2.12).

Matriks-matriks diagonal memiliki invers yang sangat mudah untuk dihitung. Perhatikan bahwa
pada matriks
Salah satu nilai 𝑎𝑖𝑗
tidak boleh bernilai
0.

Memiliki invers

Di mana untuk seluruh 𝑎𝑖𝑗 ≠ 0.

1
= 0,25
4

Gambar 2.2.28
[2.2.11] Matriks-Matriks Orthogonal
Jenis matriks persegi lain yang memiliki sifat

𝑸𝑸′ = 𝑸′ 𝑸 = 𝑰 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑸′ = 𝑸−𝟏 (2.2.13)

disebut sebagai matriks-matriks orthogonal (orthogonal matrices). Pada matriks-matriks


orthogonal memiliki sifat bahwa jika 𝑸 memiliki baris ke-𝑖 𝒒′𝒊 , maka 𝑸𝑸′ = 𝑰 berarti 𝒒′𝒊 𝒒𝒊 = 1
dan 𝒒′𝒊 𝒒𝒋 = 0 untuk 𝑖 ≠ 𝑗.

Kutipan Buku:
ALJABAR LINEAR ELEMENTER, VERSI APLIKASI, EDISI KEDELAPAN, JILID 1
HALAMAN 364

Definisi Sebuah matriks bujursangkar 𝐴 yang memiliki sifat

𝐴−1 = 𝐴𝑇

Disebut sebagai matriks orthogonal. Dari definisi ini kita mengetahui bahwa sebuah matriks
bujur sangkar 𝐴 orthogonal jika dan hanya jika

𝐴𝐴𝑇 = 𝐴𝑇 𝐴 = 𝐼

Pada kenyataannya, dari Teorema 1.6.3 kita telah mengetahui bahwa sebuah matriks bujur
sangkar 𝐴 orthogonal jika 𝐴𝐴𝑇 = 𝐼 ATAU 𝐴𝑇 𝐴 = 𝐼.

Sebagai contoh pada matriks

3/7 2/7 6/7


𝐴 = [−6/7 3/7 2/7 ]
2/7 6/7 −3/7
A=[3/7 2/7 6/7;-6/7 3/7 2/7 ; 2/7 6/7 -3/7]

Gambar 2.2.29

Contoh lain sebagai berikut.

4/5 0 −3/5
𝐴 = [−9/25 4/5 −12/25]
12/25 3/5 16/25

A=[4/5 0 -3/5 ; -9/25 4/5 -12/25 ; 12/25 3/5 16/25]

Gambar 2.2.30
Jadi baris-baris memiliki unit length dan bersifat orthogonal. Berdasarknya kondisi 𝑸′ 𝑸 = 𝑰,
kolom-kolom memiliki sifat yang sama. Pada matriks

3/7 2/7 6/7


𝐴 = [−6/7 3/7 2/7 ]
2/7 6/7 −3/7

Ditinjau dari baris.

3 2 2 2 6 2 9 + 4 + 36
√( ) + ( ) + ( ) = √ =1
7 7 7 49

−6 2 3 2 2 2
√( ) + ( ) + ( ) = 1
7 7 7

2 2 6 2 −3 2
√( ) + ( ) + ( ) = 1
7 7 7

Ditinjau dari kolom.

3 2 −6 2 2 2
√( ) + ( ) + ( ) = 1
7 7 7

2 2 3 2 6 2
√( ) + ( ) + ( ) = 1
7 7 7

6 2 2 2 −3 2
√( ) + ( ) + ( ) = 1
7 7 7
[2.2.12] Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Matriks persegi (square matrix) 𝑨 dikatakan memiliki nilai eigen 𝝀, dengan vektor eigen-nya
yang bersesuaian (eigenvector) 𝒙 ≠ 𝟎, jika

𝑨𝒙 = 𝝀𝒙 (2.2.14)

Biasanya, kita normalize (menormalkan) vektor 𝒙 sehingga memiliki panjang 1 (length unity),
yakni 𝒙′ 𝒙 = 1. Seringkali menotasikan normalized eigenvectors dengan notasi 𝒆.

Misalkan 𝑨 merupakan matriks simetri persegi berukuran 𝑘 × 𝑘. Maka matriks 𝑨 memiliki 𝑘


pairs of eigenvalues dan eigenvectors, yakni

𝜆1 , 𝑒1 𝜆2 , 𝑒2 … 𝜆𝑘 , 𝑒𝑘 (2.2.15)

Vektor-vektor eigen dapat dipilih untuk memenuhi 1 = 𝒆′𝟏 𝒆𝟏 = ⋯ = 𝒆′𝒌 𝒆𝒌 dan be mutually
perpendicular. Vektor-vektor eigen merupakan unik/tunggal (unique), kecuali jika dua atau lebih
nilai-nilai eigennya sama.

Contoh 2.9 (Memeriksa nilai-nilai eigen dan vektor-vektor eigen)

Misalkan

1 − 5]
𝐴=[
−5 1

Maka

1/√2 1/√2
[1 − 5] [ ] = 6[ ]
−5 1 −1/√2 −1/√2
𝜆1 = 6 merupakan nilai eigen, dan

1
√2
𝒆𝟏 =
1

[ √2]

𝑒1 merupakan normalized eigenvector yang bersesuian dari nilai eigen 𝜆1 = 6.

Anda boleh memperlihatkan pasangan nilai eigen dan vektor eigen yang kedua, yakni

𝜆2 = −4

1 1
𝒆′𝟐 = [ , ]
√2 √2

Metode untuk menghitung nilai-nilai eigen dan vektor-vektor eigen dipaparkan pada bagian 2A.

Nilai eigen 𝜆 = 6 dan vektor


eigennya

1 1 1 1
[ , − ] atau [− , ] Nilai eigen 𝜆 = −4 dan vektor
√2 √2 √2 √ 2
[0,7071; −0,7071] atau eigennya
[−0,7071; 0,7071]
1 1 1 1
[ , ] atau [− 2 , − 2]
√2 √2 √ √
[0,7071; 0,7071] atau
[−0,7071; −0,7071]

Gambar 2.2.31
Kutipan Buku:
ALJABAR LINEAR ELEMENTER, VERSI APLIKASI, EDISI KEDELAPAN, JILID 1
Halaman 108
Teorema [1] Suatu matriks bujursangkar 𝑨 dapat dibalik, jika dan hanya jika 𝒅𝒆𝒕(𝑨) ≠ 𝟎

Halaman 109
Teorema [2] Jika 𝑨 dapat dibalik, maka

1
𝑑𝑒𝑡(𝐴−1 ) = (1)
𝑑𝑒𝑡(𝐴)

Sistem Linear Berbentuk 𝑨𝒙 = 𝝀𝒙


Banyak aplikasi dari aljabar linear yang melibatkan sistem dengan 𝑛 persamaan linear dan 𝑛
faktor yang tidak diketahui yang dinyatakan dalam bentuk

𝐴𝑥 = 𝜆𝑥 (2)

Di mana 𝜆 adalah suatu skalar. Sistem persamaan semacam ini sebenarnya merupakan sistem
linear homogen yang tersamar, karena (2) dapat ditulis kembali sebagai

𝜆𝑥 − 𝐴𝑥 = 0

atau dengan menyisipkan suatu matriks indentitas dan memfaktorkan, sebagai

(𝜆𝐼 − 𝐴)𝑥 = 0 (3)

Sebagai contoh ilustrasi misalkan diberikan sistem persamaan linear

𝑥1 + 3𝑥2 = 𝜆𝑥1
4𝑥1 + 2𝑥2 = 𝜆𝑥2
Dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai

1 3 𝑥1 𝑥1
[ ] [𝑥 ] = 𝜆 [𝑥 ]
4 2 2 2

Yang berbentuk (2) dengan

1 3 𝑥1
𝐴=[ ] 𝑑𝑎𝑛 𝑥 = [𝑥 ]
4 2 2

Sistem tersebut dapat ditulis dalam bentuk

𝑥1 1 3 𝑥1 0
𝜆 [𝑥 ] − [ ][ ] = [ ]
2 4 2 𝑥2 0

Atau

1 0 𝑥1 1 3 𝑥1 0
𝜆[ ] [𝑥 ] − [ ] [𝑥 ] = [ ]
0 1 2 4 2 2 0

Atau

−3 ] [𝑥1 ] [0]
[𝜆 − 1 =
−4 𝜆 − 2 𝑥2 0

Yang berbentuk (3) dengan 𝜆𝐼 − 𝐴 adalah

𝜆−1 −3 ]
𝜆𝐼 − 𝐴 = [
−4 𝜆−2

Masalah utama yang menjadi perhatian untuk sistem linear berbentuk (3) adalah
menentukan nilai 𝝀 sehingga sistem tersebut memiliki solusi nontrivial. Nilai 𝝀 yang
demikian ini disebut NILAI KARAKTERISTIK (characteristic value) atau NILAI EIGEN
(eigenvalue) dari 𝑨.
Jika 𝜆 adalah nilai eigen dari 𝐴, maka solusi nontrivial dari (3) disebut VEKTOR EIGEN
(eigenvector) dari 𝐴 yang bersesuaian dengan 𝜆.

Sesuai dengan teorema [1], bahwa sistem (𝜆𝐼 − 𝐴)𝑥 = 0 memiliki solusi trivial jika dan
hanya jika

𝒅𝒆𝒕(𝜆𝐼 − 𝐴) = 0

Ini disebut PERSAMAAN KARAKTERISTIK (characteristic equation) DARI 𝑨. Nilai-nilai


eigen dari 𝐴 dapat dicari dengan menyelesaikan 𝜆 dari persamaan ini.

Suatu sistem persamaan linear disebut homogen jika SEMUA

KONSTANTAnya adalah 0, yakni sistem ini memiliki bentuk

𝑎11 𝑥1 + 𝑎12 𝑥2 + ⋯ + 𝑎1𝑛 𝑥𝑛 = 0


𝑎21 𝑥1 + 𝑎22 𝑥2 + ⋯ + 𝑎2𝑛 𝑥𝑛 = 0

𝑎𝑚1 𝑥1 + 𝑎𝑚2 𝑥2 + ⋯ + 𝑎𝑚𝑛 𝑥𝑛 = 0

Setiap sistem persamaan linear homogen adalah konsisten karena semua

sistem ini memiliki solusi 𝑥1 = 0 , 𝑥2 = 0 ,…, 𝑥𝑛 = 0 . Solusi ini disebut

SOLUSI TRIVIAL. Jika terdapat SOLUSI LAIN, maka solusi-solusi ini

disebut SOLUSI NONTRIVIAL.

Contoh Perhitungan Nilai Eigen dan Vektor Eigen


Diberikan sistem persamaan linear sebagai berikut.

𝑥1 + 3𝑥2 = 𝜆𝑥1
4𝑥1 + 2𝑥2 = 𝜆𝑥2
Persamaan karakteristik dari 𝐴 adalah

𝒅𝒆𝒕(𝜆𝐼 − 𝐴) = 0

|𝜆 − 1 −3 |
=0
−4 𝜆−2

(𝜆 − 1)(𝜆 − 2) − (−3)(−4) = 0

𝜆2 − 3𝜆 − 10 = 0

(𝜆 + 2)(𝜆 − 5) = 0

Maka nilai-nilai eigen dari 𝐴 adalah 𝜆 = −2 dan 𝜆 = 5.

Menurut definisi

𝑥1
𝒙 = [𝑥 ]
2

Adalah vektor eigen dari 𝐴 jika dan hanya jika 𝒙 adalah solusi nontrivial dari

(𝜆𝐼 − 𝐴)𝑥 = 0

Yakni

𝑥1 0
[𝜆 − 1 −3 ] [𝑥 ] = [ ] (4)
−4 𝜆 − 2 2 0

Untuk 𝜆 = −2, maka (4) menjadi

−3 ] [𝑥1 ] [0]
[𝜆 − 1 =
−4 𝜆 − 2 𝑥2 0
−2 − 1 −3 𝑥1 0
[ ] [𝑥 ] = [ ]
−4 −2 − 2 2 0

−3 −3 𝑥1 0
[ ] [𝑥 ] = [ ]
−4 −4 2 0

−3𝑥1 − 3𝑥2 = 0
−4𝑥1 − 4𝑥2 = 0

Dengan menyelesaikan sistem persamaan linear di atas, maka diperoleh

3𝑥1 = −3𝑥2
𝑥1 = −𝑥2

Dengan menetapkan sembarang bilangan 𝑡 untuk 𝑥2 maka diperoleh

𝑥2 = 𝑡
𝑥1 = −𝑡

Sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan 𝜆 = −2 adalah solusi tak nol berbentuk

𝑥1 −𝑡
𝒙 = [𝑥 ] = [ ]
2 𝑡
Untuk 𝜆 = 5, maka (4) menjadi

−3 ] [𝑥1 ] [0]
[𝜆 − 1 =
−4 𝜆 − 2 𝑥2 0

−3 ] [𝑥1 ] [0]
[5 − 1 =
−4 5 − 2 𝑥2 0

4 −3 𝑥1 0
[ ] [𝑥 ] = [ ]
−4 3 2 0

4𝑥1 − 3𝑥2 = 0
−4𝑥1 + 3𝑥2 = 0

Dengan menyelesaikan sistem persamaan linear di atas, maka diperoleh

4𝑥1 − 3𝑥2 = 0
4𝑥1 = 3𝑥2

Dengan menetapkan sembarang bilangan 𝑡 untuk 𝑥2 maka diperoleh

𝑥2 = 𝑡
3
𝑥1 = 𝑡
4

Sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan 𝜆 = 5 adalah solusi tak nol berbentuk

𝑥1 3
𝑥 = [𝑥 ] = [4 𝑡]
2
𝑡
Untuk nilai eigen 𝜆 = 5 ,
maka vektor eigen yang
bersesuaian
Untuk nilai eigen 𝜆 = −2,
𝑥1 3 maka vektor eigen yang
𝑥 = [𝑥 ] = [4 𝑡] bersesuaian
2
𝑡
𝑥1 −𝑡
Jika 𝑡 = −0,8, maka 𝒙 = [𝑥 ] = [ ]
2 𝑡
−0,6
𝒙=[ ] Jika 𝑡 = −0,7071, maka
−0,8
−0,7071
𝒙=[ ]
Gambar 2.2.32 0,7071
[2.2.13] Eliminasi Gauss-Jordan
Misalkan diberikan sistem persamaan linear sebagai berikut.

2𝑥 + 4𝑦 + 6𝑧 = 20
4𝑥 + 6𝑦 + 2𝑧 = 26
6𝑥 − 2𝑦 + 4𝑧 = 18

Sistem persamaan linear tersebut akan diselesaikan dengan menggunakan metode eliminasi
Gauss-Jordan dengan menggunakan software MATLAB.

Penyelesaian

Sistem persamaan linier sebelumnya dapat dinyatakan dalam MATLAB sebagai berikut.

[1] [2]

𝑏2 = 𝑏2 − 2𝑏1

[3] [4]

𝑏3 = 𝑏3 − 7𝑏2
𝑏3 = 𝑏3 − 3𝑏1

[5] [6]

𝑏1 = 𝑏1 + 2𝑏2 𝑏1 = 4𝑏1 + 𝑏3
[7] [8]

1
𝑏1 = 𝑏1
𝑏2 = 56𝑏2 + 10𝑏3 8

[9] [10]

1 1
𝑏2 = − 𝑏 𝑏3 = 𝑏
112 2 56 3

Dari [10], diperoleh

1 0 0 3
𝐴 = [0 1 0 2]
0 0 1 1

atau

𝑥=3
𝑦=2
𝑧=1

Gambar 2.2.33
[2.2.14] Metode Iterasi Jacobi
Misalkan diberikan sistem persamaan linier seperti berikut.

6𝑥 + 2𝑦 − 2𝑧 = 10
8𝑥 + 14𝑦 − 6𝑧 = 40
4𝑥 − 4𝑦 + 10𝑧 = 20

Selesaikan sistem persamaan linier di atas dengan menggunakan metode iterasi Jacobi.

Penyelesaian
Perhatikan bahwa, sistem persamaan linier di atas dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai
berikut.

10 − 2𝑦 + 2𝑧
𝑥=
6

40 − 8𝑥 + 6𝑧
𝑦=
14

20 − 4𝑥 + 4𝑦
𝑧=
10

Iterasi Pertama
Tetapkan nilai 𝑥 (0) = 𝑦 (0) = 𝑧 (0) = 0. Sehingga 𝑥 (1) dihitung sebagai berikut.

(1)
10 − 2𝑦 (0) + 2𝑧 (0) 10 − (2)(0) + (2)(0)
𝑥 = = = 1,666667
6 6

Kemudian akan dihitung 𝑦 (1). 𝑦 (1) dihitung sebagai berikut.

(1)
40 − 8𝑥 (0) + 6𝑧 (0) 40 − (8)(0) + 6(0)
𝑦 = = = 2,857143
14 14
Kemudian akan dihitung 𝑧 (1) . 𝑧 (1) dihitung sebagai berikut.

(1)
20 − 4𝑥 (0) + 4𝑦 (0) 20 − 4(0) + 4(0)
𝑧 = = =2
10 10

Iterasi Kedua
Berikut akan dihitung 𝑥 (2).

(2)
10 − 2𝑦 (1) + 2𝑧 (1) 10 − (2)(2,857143) + (2)(2)
𝑥 = = = 1,380952
6 6

Kemudian akan dihitung 𝑦 (2). 𝑦 (2) dihitung sebagai berikut.

(2)
40 − 8𝑥 (1) + 6𝑧 (1) 40 − (8)(1,666667) + 6(2)
𝑦 = = = 2,761905
14 14

Kemudian akan dihitung 𝑧 (2) . 𝑧 (2) dihitung sebagai berikut.

(2)
20 − 4𝑥 (1) + 4𝑦 (1) 20 − 4(1,666667) + 4(2,857143)
𝑧 = = = 2,476190
10 10

Hasil 𝑥, 𝑦, dan 𝑧 untuk setiap iterasi disajikan dalam tabel berikut ini.

Iterasi 𝑥 𝑦 𝑧 𝑥′ 𝑦′ 𝑧′
1 0.000000 0.000000 0.000000 1.666667 2.857143 2.000000
2 1.666667 2.857143 2.000000 1.380952 2.761905 2.476190
3 1.380952 2.761905 2.476190 1.571429 3.129252 2.552381
4 1.571429 3.129252 2.552381 1.474376 3.053061 2.623129
5 1.474376 3.053061 2.623129 1.523356 3.138840 2.631474
6 1.523356 3.138840 2.631474 1.497545 3.114428 2.646194
7 1.497545 3.114428 2.646194 1.510588 3.135486 2.646753
8 1.510588 3.135486 2.646753 1.503756 3.128272 2.649959
9 1.503756 3.128272 2.649959 1.507229 3.133551 2.649807
10 1.507229 3.133551 2.649807 1.505419 3.131501 2.650529

Pada iterasi kesepuluh, diperoleh


𝑥 = 1,505419
𝑦 = 3,131501
𝑧 = 2,650529

Gambar 2.2.34
[2.2.15] Metode Iterasi Gauss-Seidel
Misalkan diberikan sistem persamaan linier seperti berikut.

6𝑥 + 2𝑦 − 2𝑧 = 10
8𝑥 + 14𝑦 − 6𝑧 = 40
4𝑥 − 4𝑦 + 10𝑧 = 20

Selesaikan sistem persamaan linier di atas dengan menggunakan metode iterasi Gauss-Seidel.

Penyelesaian

Perhatikan bahwa, sistem persamaan linier di atas dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai
berikut.

10 − 2𝑦 + 2𝑧
𝑥=
6

40 − 8𝑥 + 6𝑧
𝑦=
14

20 − 4𝑥 + 4𝑦
𝑧=
10

Iterasi Pertama

Tetapkan nilai 𝑥 (0) = 𝑦 (0) = 𝑧 (0) = 0. Sehingga 𝑥 (1) dihitung sebagai berikut.

(1)
10 − 2𝑦 (0) + 2𝑧 (0) 10 − (2)(0) + (2)(0)
𝑥 = = = 1,666667
6 6

Kemudian akan dihitung 𝑦 (1). 𝑦 (1) dihitung sebagai berikut.


(1)
40 − 8𝑥 (1) + 6𝑧 (0) 40 − (8)(1,666667) + 6(0)
𝑦 = = = 1,904762
14 14

Kemudian akan dihitung 𝑧 (1) . 𝑧 (1) dihitung sebagai berikut.

20 − 4𝑥 (1) + 4𝑦 (1) 20 − 4(1,666667) + 4(1,904762)


𝑧 (1) = = = 2,095238
10 10

Iterasi Kedua
Berikut akan dihitung 𝑥 (2).
10 − 2𝑦 (1) + 2𝑧 (1) 10 − (2)(1,904762) + (2)(2,095238)
𝑥 (2) = = = 1,730159
6 6

Kemudian akan dihitung 𝑦 (2). 𝑦 (2) dihitung sebagai berikut.


40 − 8𝑥 (2) + 6𝑧 (1) 40 − (8)(1,730159) + 6(2,095238)
𝑦 (2) = = = 2,766440
14 14

Kemudian akan dihitung 𝑧 (2) . 𝑧 (2) dihitung sebagai berikut.


20 − 4𝑥 (2) + 4𝑦 (2) 20 − 4(1,730159) + 4(2,766440)
𝑧 (2) = = = 2,414512
10 10

Hasil 𝑥, 𝑦, dan 𝑧 untuk setiap iterasi disajikan dalam tabel berikut ini.

Iterasi 𝑥 𝑦 𝑧 𝑥′ 𝑦′ 𝑧′
1 0.000000 0.000000 0.000000 1.666667 1.904762 2.095238
2 1.666667 1.904762 2.095238 1.730159 2.766440 2.414512
3 1.730159 2.766440 2.414512 1.549358 3.006587 2.582892
4 1.549358 3.006587 2.582892 1.525435 3.092419 2.626794
5 1.525435 3.092419 2.626794 1.511458 3.119221 2.643105
6 1.511458 3.119221 2.643105 1.507961 3.128210 2.648099
7 1.507961 3.128210 2.648099 1.506630 3.131111 2.649793
8 1.506630 3.131111 2.649793 1.506227 3.132067 2.650336
9 1.506227 3.132067 2.650336 1.506090 3.132378 2.650516
10 1.506090 3.132378 2.650516 1.506046 3.132481 2.650574
Pada iterasi kesepuluh, diperoleh

𝑥 = 1,506046
𝑦 = 3,132481
𝑧 = 2,650574

Diketahui,

6𝑥 + 2𝑦 − 2𝑧 = 6(1,506046) + (2)(3,132481) − (2)(2,650574) = 1,000009 ≈ 10


8𝑥 + 14𝑦 − 6𝑧 = (8)(1,506046) + (14)(3,132481) − (6)(2,650574) = 39,99966 ≈ 40
4𝑥 − 4𝑦 + 10𝑧 = (4)(1,506046) − (4)(3,132481) + (10)(2,650574) = 20

Gambar 2.2.35
[2.2.16] Menghitung Invers Matriks
Misalkan diberikan matriks 𝐴 sebagai berikut.

2 4 6
𝐴=[ 4 6 2 ]
6 −2 4

Berikut akan ditentukan invers dari matriks 𝐴 atau 𝐴−1 sehingga berlaku

𝐴𝐴−1 = 𝐼

Di mana

1 0 0
𝐼 = [0 1 0]
0 0 1

Penyelesaian

Diketahui matriks 𝐴 dan matriks identitas 𝐼 sebagai berikut.

2 4 6 1 0 0
𝐴 = [ 4 6 2 ], 𝐼 = [0 1 0]
6 −2 4 0 0 1

Kemudian, elemen-elemen dalam matriks 𝐴 digabungkan dengan elemen-elemen dalam matriks


identitas 𝐼, yakni

2 4 6 1 0 0
[𝐴|𝐼 ] = [ 4 6 2 0 1 0 ]
6 −2 4 0 0 1

[𝐴|𝐼 ] akan ubah menjadi


1 0 0 𝑎 𝑏 𝑐
[0 1 0 𝑑 𝑒 𝑓]
0 0 1 𝑔 ℎ 𝑖

Di mana

𝑎 𝑏 𝑐
−1 [ 𝑑 𝑒 𝑓]
𝐴 =
𝑔 ℎ 𝑖

Berikut ini akan diselesaikan dengan menggunakan software MATLAB.

[1]

[2]

𝑏2 = 2𝑏1 − 𝑏2

𝑏3 = 3𝑏1 − 𝑏3

[3]

𝑏1 = 𝑏1 − 2𝑏2

𝑏3 = 7𝑏2 − 𝑏3
[4]
𝑏1 = 4𝑏1 + 𝑏3

𝑏2 = 56𝑏2 − 10𝑏3

1
𝑏1 = 𝑏1
8
1
𝑏2 = 𝑏
112 2
1
𝑏3 = 𝑏
56 3

Sehingga diperoleh invers dari matriks 𝐴, yakni 𝐴−1 adalah

Perhatikan bahwa
𝐴𝐴−1 = 𝐼
[2.2.17] Dekomposisi LU dengan Metode Eliminasi Gauss
Misalkan diberikan matriks 𝐴 sebagai berikut.

4 12 8 4
1 7 18 9
𝐴=[ ]
2 9 20 20
3 11 15 14

Berikut akan digunakan metode dekomposisi LU untuk memperoleh matriks segitiga bawah 𝐿
dan matriks segitiga atas 𝑈 atau sehingga memenuhi

𝐿𝑈 = 𝐴

Penyelesaian
Pada perhitungan akan dilibatkkan penggunaan software MATLAB. Matriks 𝐴 dinyatakan dalam
MATLAB sebagai berikut.

Tahap Pertama

1
𝑏2 = − 𝑏1 + 𝑏2
4

Sehingga matriks 𝐿

1 0 0 0
1
𝐿= 4 1 0 0
0 0 1 0
[0 0 0 1]
Tahap Kedua

1
𝑏3 = − 𝑏1 + 𝑏3
2

Sehingga matriks 𝐿

1 0 0 0
1
1 0 0
𝐿= 4
1
0 1 0
2
[0 0 0 1]

Tahap Ketiga

3
𝑏4 = − 𝑏1 + 𝑏4
4

Sehingga matriks 𝐿
1 0 0 0
1
1 0 0
4
𝐿= 1
0 1 0
2
3
[4 0 0 1]
Tahap Keempat

3
𝑏3 = − 𝑏2 + 𝑏3
4

Sehingga matriks 𝐿

1 0 0 0
1
1 0 0
4
𝐿= 1 3
1 0
2 4
3
[4 0 0 1]

Tahap Kelima

1
𝑏4 = − 𝑏2 + 𝑏4
2

Sehingga matriks 𝐿

1 0 0 0
1
1 0 0
4
𝐿= 1 3
1 0
2 4
3 1
[4 0 1]
2
Tahap Keenam

1
𝑏4 = − 𝑏3 + 𝑏4
4

Sehingga matriks 𝐿

1 0 0 0
1
1 0 0
4
𝐿= 1 3
1 0
2 4
3 1 1
[4 1]
2 4

Sehingga diperoleh matriks segitiga atas 𝑈

4 12 8 4
0 4 16 8
0 0 4 12
0 0 0 4

Dan matriks segitiga bawah 𝐿

1 0 0 0
¼ 1 0 0
½ ¾ 1 0
¾ ½ ¼ 1

Maka berlaku

𝐿𝑈 = 𝐴
Gambar 2.2.36
[2.2.18] Metode Dekomposisi Cholesky
Misalkan diberikan matriks simetri 𝐴 dengan dimensi 3 × 3.

𝑎11 𝑎12 𝑎13


𝐴 = [ 21 𝑎22
𝑎 𝑎23 ]
𝑎31 𝑎32 𝑎33

Karena 𝐴 merupakan matriks simetri, maka berlaku

𝐴 = 𝐴𝑇

Sehingga

𝑎12 = 𝑎21
𝑎13 = 𝑎31

Sebagai contoh misalkan diberikan matriks simetri 𝐴 sebagai beriku.

9 −3 6
𝐴 = [−3 17 − 10]
6 − 10 12

Perhatikan bahwa

𝐴 = 𝐴𝑇
𝑎12 = −3 = 𝑎21
𝑎13 = 6 = 𝑎31
𝑎23 = −10 = 𝑎32

Matriks simetri 𝐴 dapat dinyatakan sebagai perkalian matriks segitiga bawah 𝐿 dan matriks
segitiga atas 𝑈, di mana berlaku

𝐿 = 𝑈𝑇
Sehingga

𝐴 = 𝐿𝑈
𝐴 = 𝑈𝑇 𝑈

Perhatkan ilustrasi berikut.

Maka,

𝑎12 𝑎13
𝑢11 = √𝑎11 , 𝑢12 = , 𝑢13 =
√𝑎11 √𝑎11

Perhatikan bahwa 𝑢12 = 𝑢21 , sehingga

2
𝑎22 = 𝑢21 𝑢12 + 𝑢22

2
𝑎22 = 𝑢12 𝑢12 + 𝑢22

2 2
𝑎22 = 𝑢12 + 𝑢22

2
2
𝑎12
𝑢22 = √𝑎22 − 𝑢12 = √𝑎22 −
𝑎11

𝑎23 = 𝑢21 𝑢13 + 𝑢22 𝑢23


𝑎12 𝑎13
𝑎23 −
𝑎23 − 𝑢21 𝑢13 √𝑎11 √𝑎11
𝑢23 = =
𝑢22
𝑎2
√𝑎22 − 12
𝑎 11

2 2 2
𝑎33 = 𝑢13 + 𝑢23 + 𝑢33

2 2 )
𝑢33 = √𝑎33 − (𝑢13 + 𝑢23

Misalkan diberikan matriks simetri 𝐴 sebagai berikut.

Berikut akan ditentukan matriks 𝑈 𝑇 dan matriks 𝑈 berdasarkan matriks 𝐴 dengan menggunakan
metode dekomposisi Cholesky sehingga memenuhi

𝐴 = 𝑈𝑇 𝑈

Penyelesaian
Menentukan 𝑢11

𝑢11 = √9 = 3

Menentukan 𝑢12

𝑎12 −3
𝑢12 = = = −1
𝑢11 3

Menentukan 𝑢13

𝑎13 6
𝑢13 = = =2
𝑢11 3

Menentukan 𝑢22

2
𝑢22 = √𝑎22 − 𝑢12 = √17 − (−1)2 = 4

Menentukan 𝑢23

𝑎23 − 𝑢21 𝑢13 𝑎23 − 𝑢12 𝑢13 −10 − (−1)(2) −10 + 2


𝑢23 = = = = = −2
𝑢22 𝑢22 4 4

Menentukan 𝑢33

2 2 )
𝑢33 = √𝑎33 − (𝑢13 + 𝑢23 = √12 − (4 + 4) = 2

Sehingga, diperoleh matriks 𝑈 𝑇 dan matriks 𝑈 sebagai berikut.


𝐴 = 𝑈𝑇𝑈

Kemudian misalkan diberikan sistem persamaan linier sebagai berikut.

9𝑥1 − 3𝑥2 + 6𝑥3 = 4


−3𝑥1 + 17𝑥2 − 10𝑥3 = 2
6𝑥1 − 10𝑥2 + 12𝑥3 = 2

Sistem persamaan linier di atas akan diselesaikan dengan menggunakan metode dekomposisi
Cholesky.

Penyelesaian

Sistem persamaan linier tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk matriks seperti berikut.

𝐴𝑥 = 𝑏

Di mana 𝐴 merupakan matriks koefisien, 𝑥 merupakan vektor variabel, dan 𝑏 merupakan vektor
konstanta.
Berikut akan ditentukan matriks 𝑈 𝑇 dan matriks 𝑈 sehingga memenuhi

𝑈𝑇 𝑈 = 𝐴

Perhatikan bahwa pada contoh sebelumnya, telah diperoleh matriks 𝑈 𝑇 dan matriks 𝑈, yakni

Setelah diperoleh matriks 𝑈 𝑇 dan matriks 𝑈, kemudian selesaikan

𝑈𝑇 𝑧 = 𝑏

Yakni.
Sehingga diperoleh

3𝑧1 = 4
𝑧1 = 1,3333
−𝑧1 + 4𝑧2 = 2
−(1,3333) + 4𝑧2 = 2
𝑧2 = 0,8333

𝑧3 = 0,5

Setelah memperoleh 𝑧1 , 𝑧2 , dan 𝑧3 , kemudian selesaikan

𝑈𝑥 = 𝑧

Yakni,

Sehingga diperoleh

2𝑥3 = 0,5
𝑥3 = 0,25

4𝑥2 − 2𝑥3 = 0,8333


4𝑥2 − 2(0,25) = 0,8333
4𝑥2 = 0,8333 + 0,5
𝑥2 = 0,3333

𝑥1 = 0,3889

Maka, solusi dari sistem persamaan linier

9𝑥1 − 3𝑥2 + 6𝑥3 = 4


−3𝑥1 + 17𝑥2 − 10𝑥3 = 2
6𝑥1 − 10𝑥2 + 12𝑥3 = 2

Adalah

𝑥1 = 0,3889
𝑥2 = 0,3333
𝑥3 = 0,25
[2.2.19] Dekomposisi QR
Tentukan dekomposisi QR dari matriks

1 0 0
𝐴 = [1 1 0]
1 1 1

Penyelesaian
[1] Vektor kolom dari matriks 𝑨
Vektor kolom dari matriks 𝐴 adalah

1 0 0
𝑢1 = [1], 𝑢2 = [1], 𝑢3 = [0]
1 1 1

[2] Penerapan Proses Gram-Schmidt


 Langkah pertama
1
𝑣1 = 𝑢1 = [1]
1

Langkah kedua
< 𝑢2 , 𝑣1 >
𝑣2 = 𝑢2 − 𝑝𝑟𝑜𝑗𝑤1 𝑢2 = 𝑢2 − 𝑣1
|𝑣1 |2
0 ((1 × 0) + (1 × 1) + (1 × 1)) 1
= [1 ] − 2 [1 ]
1 √12 + 12 + 12 1

0 2 1
= [1 ] − [1 ]
3
1 1
2

3
1
𝑣2 =
3
1
[ 3 ]

Langkah ketiga

< 𝑢3 , 𝑣1 > < 𝑢3 , 𝑣2 >


𝑣3 = 𝑢3 − 𝑝𝑟𝑜𝑗𝑤2 𝑢3 = 𝑢3 − 𝑣1 − 𝑣2
|𝑣1 |2 |𝑣2 |2

0 ((1 × 0) + (1 × 0) + (1 × 1)) 1
= [0 ] − 2 [1 ]
√1 2 + 12 + 12
1 1
2

3
((0 × (−2/3)) + (0 × 1/3) + (1 × 1/3)) 1
− 2
2 2
1 2
1 2 3
√(− ) + ( ) + ( ) 1
3 3 3
[ 3 ]

2

1 3
0 1 1 ( 3) 1
= [0 ] − [1 ] −
3 6
1 1 ( 9) 3
1
[ 3 ]
2

−1/3 1 3
0 ( 3) 1
= [0] + [−1/3] −
2
1 −1/3 ( 3) 3
1
[ 3 ]
2

−1/3 3
0 1 1
= [0] + [−1/3] − ( )
2 3
1 −1/3
1
[ 3 ]
1
−1/3 3
0 1
= [0] + [−1/3] + −
1 −1/3 6
1
[− 6]

0
1

𝑣3 = 2
1
[ 2 ]

Maka diperoleh vektor-vektor basis orthogonal

2
− 0
3 1
1 1 −
𝑣1 = [1] , 𝑣2 = , 𝑣3 = 2
1 3 1
1 [ 2 ]
[ 3 ]

Selanjutnya menormalisasi vektor-vektor basis orthogonal untuk memperoleh basis ortonormal

|𝑣1 | = √3

√6
|𝑣2 | =
3

1 2 1 2 1 1

|𝑣3 | = (0) + (− ) + ( ) = √ =
2
2 2 2 √2

1
√3
𝑣1 1 1 1
𝑞1 = = [1 ] =
|𝑣1 | √3 √3
1
1
[√3]
2 2
− −
3 √6
𝑣2 3 1 1
𝑞2 = = =
|𝑣2 | √6 3 √6
1 1
[ 3 ] [ √6 ]

0
1
𝑣3 −
𝑞3 = = √2
|𝑣3 | 1
[ √2 ]

1 2
− 0
√3 √6 1
1 1 −
𝑄= √2
√3 √6 1
1 1
√2
[√3 √6 ]

[3] Menentukan Matriks R


Maka matriks 𝑅

< 𝒖𝟏 , 𝒒𝟏 > < 𝒖𝟐 , 𝒒𝟏 > < 𝒖𝟑 , 𝒒𝟏 > 3/√3 2/√3 1/√3


𝑅=[ 0 < 𝒖𝟐 , 𝒒𝟐 > < 𝒖𝟑 , 𝒒𝟐 >] = [ 0 2/√6 1/√6]
0 0 < 𝒖𝟑 , 𝒒𝟑 > 0 0 1/√2

Contoh perhitungan untuk < 𝑢1 , 𝑞1 >

1 1 1 3
(1 × ) + (1 × ) + (1 × )=
√3 √3 √3 √3

Dengan demikian, dekomposisi 𝑄𝑅 dari matriks A adalah


1 2
− 0
√3 √6 1 3/√3 2/√3 1/√3
1 1 −
𝐴 = 𝑄𝑅 = √2 × [ 0 2/√6 1/√6]
√3 √6 1
1 1 0 0 1/√2
√2
[√3 √6 ]

Q=[1/sqrt(3) -2/sqrt(6) 0 ; 1/sqrt(3) 1/sqrt(6) -1/sqrt(2) ; 1/sqrt(3) 1/sqrt(6) 1/sqrt(2)]


R=[3/sqrt(3) 2/sqrt(3) 1/sqrt(3) ; 0 2/sqrt(6) 1/sqrt(6) ; 0 0 1/sqrt(2)]

1 0 0
𝐴 = [1 1 0]
1 1 1

Perhatikan bahwa

𝑄𝑇𝑅𝐴𝑁𝑆𝑃𝑂𝑆𝐸 × 𝑄 = 𝐼𝑑𝑒𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠
Ilustrasi dengan MATLAB untuk Dekomposisi QR

1 0 0
𝐴 = [1 1 0]
1 1 1

A=[1 0 0 ; 1 1 0 ; 1 1 1]
[2.2.20] Basis
Misalkan 𝒗𝟏 = (1,2,1) , 𝒗𝟐 = (2,9,0) , dan 𝒗𝟑 = (3,3,4) . Tunjukkan bahwa himpunan 𝑆 =
{𝒗𝟏 , 𝒗𝟐 , 𝒗𝟑 } adalah suatu basis untuk 𝑅3 .

Penyelesaian

Definisi : Jika 𝑉 suatu ruang vektor sebarang dan 𝑆 = {𝒗𝟏 , 𝒗𝟐 , … , 𝒗𝒏 } adalah suatu himpunan
vektor-vektor pada 𝑉, maka 𝑆 disebut basis untuk 𝑉 jika dua syarat berikut berlaku :

 𝑆 bebas linier
 𝑆 merentang 𝑉

Pertama, akan diperlihatkan bahwa 𝑆 bebas linear (independent linear). Perhatikan bahwa

𝑘1 𝒗𝟏 + 𝑘2 𝒗𝟐 + 𝑘3 𝒗𝟑 = 𝟎

𝑘1 (1,2,1) + 𝑘2 (2,9,0) + 𝑘3 (3,3,4) = 0

𝑘1 + 2𝑘2 + 3𝑘3 = 0
2𝑘1 + 9𝑘2 + 3𝑘3 = 0
𝑘1 + 4𝑘3 = 0

Perhatikan bahwa agar 𝑆 adalah bebas linier, maka harus diperlihatkan bahwa satu-satunya solusi
dari sistem persamaan tersebut adalah

𝑘1 = 𝑘2 = 𝑘3 = 0

Untuk menunjukkan bahwa satu-satunya solusi dari sistem persamaan tersebut adalah

𝑘1 = 𝑘2 = 𝑘3 = 0
maka sistem persamaan tersebut harus memiliki solusi trivial. Dalam hal ini nilai determinan
dari matriks koefisien bernilai tak nol. Jika nilai determinan dari matriks koefisien bernilai tak
nol, maka 𝑆 bebas linier.

Perhatikan bahwa karena determinan dari matriks koefisien bernilai tak nol, yakni −1, maka 𝑆
bebas linier. Kemudian, akan diperlihatkan bahwa 𝑆 merentang 𝑉 . Untuk memperlihatkan 𝑆
merentang 𝑉, maka kita harus dapat menentukan apakah sebarang vektor 𝒃 = (𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ) pada
𝑅3 dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor-vektor 𝒗𝟏 , 𝒗𝟐 , dan 𝒗𝟑 , yakni

𝒃 = 𝑘1 𝒗𝟏 + 𝑘2 𝒗𝟐 + 𝑘3 𝒗𝟑

𝑘1 (1,2,1) + 𝑘2 (2,9,0) + 𝑘3 (3,3,4) = (𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 )

𝑘1 + 2𝑘2 + 3𝑘3 = 𝑏1
2𝑘1 + 9𝑘2 + 3𝑘3 = 𝑏2
𝑘1 + 4𝑘3 = 𝑏3

Perhatikan bahwa agar 𝑆 merentang 𝑉, maka sistem persamaan di atas harus memiliki tepat satu
solusi untuk sebarang 𝒃 = (𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ). Agar sistem persamaan di atas memiliki tepat satu solusi,
maka determinan dari matriks koefisien dari sistem persamaan tersebut harus bernilai tak nol.
Perhatikan bahwa karena determinan dari matriks koefisien bernilai tak nol, yakni −1, maka 𝑆
merentang 𝑉. Oleh karena 𝑆 bebas linier dan 𝑆 merentang 𝑉, maka 𝑆 adalah suatu basis untuk
𝑅3 .
[2.2.21] Spanning (Perentang)
Tentukan apakah vektor 𝒙𝟏 = (1,1,2), vektor 𝒙𝟐 = (1,0,1) dan vektor 𝒙𝟑 = (2,1,3) merentang
pada ruang vektor 𝑅3 !

Penyelesaian
Akan diperiksa apakah untuk sebarang vektor 𝒃 , yakni 𝒃 = (𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ) pada 𝑅3 dapat
dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear, yakni

𝒃 = 𝑘1 𝒗𝟏 + 𝑘2 𝒗𝟐 + 𝑘3 𝒗𝟑

dari vektor-vektor 𝒗𝟏 , 𝒗𝟐 , dan 𝒗𝟑 . Perhatikan bahwa

(𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ) = 𝑘1 (1,1,2) + 𝑘2 (1,0,1) + 𝑘3 (2,1,3)

Atau

(𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 ) = (𝑘1 + 𝑘2 + 2𝑘3 , 𝑘1 + 𝑘3 , 2𝑘1 + 𝑘2 + 3𝑘3 )

Sehingga diperoleh

𝑘1 + 𝑘2 + 2𝑘3 = 𝑏1
𝑘1 + 𝑘3 = 𝑏2
2𝑘1 + 𝑘2 + 3𝑘3 = 𝑏3

Akan diperiksa apakah sistem persamaan di atas konsisten (memiliki solusi) untuk semua nilai
𝑏1 , 𝑏2 , dan 𝑏3 . Perhatikan bahwa sistem tersebut konsisten untuk semua 𝑏1 , 𝑏2 , dan 𝑏3 jika dan
hanya jika matriks koefisiennya
Perhatikan bahwa jika det(𝐴) = 0 ini
berarti solusi dari sistem akan
menghasilkan nilai 𝟎. Jadi dengan kata
1 1 2 lain 𝑏1 = 𝑏2 = 𝑏3 = 0 , sehingga tidak
𝐴 = [1 0 1] merentang.
2 1 3

memiliki determinan tak nol. Namun demikian, det(𝐴) = 0, sehingga 𝒗𝟏 , 𝒗𝟐 , dan 𝒗𝟑 tidak
merentang pada ruang vektor 𝑅3 .

Misalkan 𝑏 ditentukan 𝑏 = (1,2,3) . Perhatikan


bahwa solusinya adalah

𝑖𝑛𝑓
[𝑖𝑛𝑓]
𝑖𝑛𝑓

Untuk berapapun ditetapkan vektor 𝑏 hasilnya


akan

𝑖𝑛𝑓
[𝑖𝑛𝑓]
𝑖𝑛𝑓

Ini karena det(𝐴) = 0 . Sehingga vektor 𝒙𝟏 =


(1,1,2) , vektor 𝒙𝟐 = (1,0,1) dan vektor 𝒙𝟑 =
(2,1,3) tidak merentang pada ruang vektor 𝑅3

DEMIKIANLAH . . . .
SEMOGA BERMANFAAT YA . . . .
MOHON KOREKSINYA ^___^
PRANA UGIANA GIO

Anda mungkin juga menyukai