Laporan TA 2020 Yulius Sandro Damar
Laporan TA 2020 Yulius Sandro Damar
TUGAS AKHIR
OLEH :
Diajukan sebagai persyaratan untuk memenuhi derajat Ahli Madya (Amd) pada
Program Studi Petro dan Oleo Kimia
Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Samarinda
Oleh:
NIM : 17614031
Judul Tugas Akhir : Studi Pengaruh Ukuran Partikel Batubara Lignit Terhadap
Gelombang Mikro
Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir ini adalah hasil
karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
Tugas Akhir ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundang-
NIM : 17614031
Menyetujui :
Pembimbing I. Pembimbing II,
NIM : 17614031
JURUSAN : TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI : TEKNIK KIMIA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
memberikan kemudahan bagi penuli sehingga dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir ini dengan baik, sehingga Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Studi
Pengaruh Ukuran Partikel Batubara Lignit Terhadap Luas Permukaan Spesifik
Karbon Aktif Sebagai Absorben Gelombang Mikro” ini dapat terselesaikan.
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan
jenjang pendidikan program Diploma III pada Jurusan Teknik Kimia Politeknik
Negeri Samarimda. Laporan ini disusun berdasarkan data yang penulis peroleh hasil
penelitian jurnal sekunder yang penulis gunakan.
Dalam penulisan laporan ini penulis mengalami beberapa kendala, namun
berkat bantuan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikannya. Dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Ramli, S.T., M.Eng, selaku Direktur Politeknik Negeri Samarinda.
2. Bapak Dedy Irawan, S.T., M.T, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia.
3. Ibu Sitti Sahreani, S.T., M.Eng, selaku Ketua Program Studi Petro dan Oleo
Kimia.
4. Ibu Marinda Rahim, S.T., M.T, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk dalam penyelesaian laporan ini.
5. Bapak Damianus Samosir, S.Si., M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk dalam penyelesaian laporan ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen, Staf Teknis/Analis serta Admisnistrasi Jurusan Teknik
Kimia.
7. Teman-teman Teknik Kimia Angkatan 2017 yang senantiasa saling membantu dan
memberikan semangat selama proses penyusunan proposal penelitian tugas akhir
ini.
v
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu pemulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sehingga dalam penulisan laporan tugas akhir ini dapat menjadin lebih
baik. Besar harapan penulis laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
menggunakannya.
Samarinda, …Agustus 2020
Penulis
vi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL....................................................................................................... xi
vii
2.2.2 Jenis-Jenis Karbon Aktif ....................................................................... 16
viii
4.1.2 Hasil Penelitian Alslaibi et al (2013) .................................................... 46
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4. 1 Pengaruh ukuran partikel terhadap luas permukaan karbon aktif .......... 46
Gambar 4. 2 Pengaruh ukuran partikel terhadap luas permukaan karbon aktif .......... 49
Gambar 4. 3 Pengaruh ukuran partikel terhadap luas permukaan karbon aktif .......... 51
x
DAFTAR TABEL
207EA ......................................................................................................... 19
Tabel 2. 6 Dielectric loss tangents untuk beberapa material karbon pada frekuensi
Tabel 4. 1 Pengaruh ukuran partikel terhadap luas permukaan karbon aktif .............. 45
Tabel 4. 2 Pengaruh ukuran partikel terhadap luas permukaan karbon aktif .............. 47
Tabel 4. 3 Pengaruh ukuran partikel terhadap luas permukaan karbon aktif .............. 49
xi
ABSTRAK
xii
ABSTRACT
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Batubara adalah bahan yang berasal dari busukan tanaman, yang dapat
ditemukan di seuruh dunia. Dan merupakan bahan bakar fosil terbanyak di dunia.
Berdasarkan nilai kalornya batu bara terbagi menjadi beberapa jenis. Lignit
merupakan jenis batu bara dengan nilai kalor terendah (Anonim, 2010). Indonesia
sendiri merupakan salah satu negara penghasil batubara terbesar di dunia, hal ini
dibutikan dengan produksi batubara di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 323,3
juta ton. Dimana 29,4% merupakan cadangan batu bara berkualitas rendah (Sub-
bituminous dan lignite) (Dudley, 2019). Berdasarkan data Dinas ESDM KALTIM
industri salah satunya sektor pembangkit listrik. Pada tahun 2018, produksi
pembangkit listrik di Indonesia mencapai 283,8 TWh yang sebagian besar dihasilkan
dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara yaitu sebesar 56,4% (Suharyati dkk,
batubara dengan nilai kalor tinggi (Suharyati et al., 2019). Hal ini menunjukan bahwa
batubara lignit masih minim diminati dan digunakan oleh industri . Mengingat
bahwa batubara lignit memiliki nilai produksi terbesar dari total produksi batubara.
Batubara lignit memiliki nilai kalor yang rendah, dan kandungan sulfur serta kadar
abu nya tinggi. Sehingga dari segi pemanfaatan sebagai bahan bakar kurang efektif
(Istiqomah, 2019). Hal ini menyebabkan nilai ekonomis dan pemanfaatan batubara
lignit masih minim terkhusus di Kalimantan Timur yang merupakan salah satu daerah
volatil 18,8 %, kandungan air 43,4 % dan nilai kalor sebesar 4110 kcal/kg (7400
Btu/lb) (Berkowitz, 1985). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa batubara
memiliki kandungan karbon yang cukup tinggi, sehingga batubara dapat diolah
menjadi karbon aktif sebagai absorben gelombang mikro melalui proses aktivasi
kimia berbantukan microwave Dimana karbon aktif merupakan senyawa amorf yang
diproduksi dari bahan mengandung karbon tinggi, melalui tahap proses aktivasi
Karbon aktif digunakan dalam berbagai bidang dan keperluan salah satunya
sebagai absorben gelombang mikro yang digunakan sebagai bahan yang membantu
dalam proses-proses berbantukan gelombang mikro, seperti untuk reaski kimia fenol,
reaksi kimia pewarna, restorasi Nox dan sebagainya (Rahim & Fitriyana, 2018). Dan
juga digunakan sebagai katalis dalam proses pirolisis yang melibatkan penggunaan
(NH4)2SO4 20% dengan memvariasikan daya Microwave yaitu 100 W, 200 W, 400
W, 600 W dan 800 W. Hasil terbaik yang diperoleh pada daya microwave 400 W
dengan hasil analisa produk sebagai berikut : innherent moisture 1,29 %, ash content
0,68 %, surface area 76,38 %, fixed carbon 92,34 %. Nilai dielectric constant
0,5330, dielectric loss factor 0,4743 dan dielectric lost tangent (tanδ) 0,8897
(Istiqomah, 2019). Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Wahyuni (2019)
dengan memvariasikan waktu aktivasi pada microwave yaitu 120 menit, 150 menit,
180 menit, 210 menit, dan 240 menit. Hasil terbaik diperoleh pada waktu aktivasi 210
menit didapatkan karakteristik produk karbon aktif yaitu nilai inherent moisture 1,29
%, nilai ash content 0,68 %, surface area sebesar 76,3795 m2/gram, nilai fixed
carbon mencapai 92,34 % Nilai dielectric constant (’) untuk waktu terbaik adalah
(0,5330) sedangkan nilai dielectric loss factor (”) adalah sebesar (0,4743) dan untuk
Wahyuni (2019) dimana pada hasil analisa produk ditemukan bahwa surface area
untuk kedua penelitian tersebut sebesar 76,38 m2/g dan 76,3795 m2/g dari hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa surface area kedua penelitian tersebut belum
4
memenuhi standar Typical material properties of Timrex FC-250 coke (Timcal Ltd)
and Aquacarb 207EA (Chemviron Carbon) yaitu untuk surface area harus sebesar
950–1100 m2/g.
dilakukan Erawati & Fernando (2018) menunjukkan jumlah daya serap iodin
aktif. Pada ukuran (-20+40; -40+60; -60+80; -80+100) mesh menghasilkan adsorpsi
iodin berturut-turut sebesar (228,42; 304,56; 507,60; 710,64) mg/g. Faktor luas
permukaan mempengaruhi hasil uji daya serap iodin pada karbon aktif, karena
semakin besar daya serap yang dihasilkan maka semakin besar kemampuan adsorpsi
karbon aktif (Erawati & Fernando, 2018). Pengaruh ukuran partikel terhadap daya
serap karbon aktif dapat jelaskan bahwa terdapat kecenderungan terjadi peningkatan
daya serap dari mesh partikel kecil ke ukuran partikel yang lebih besar. Pada mesh
kecil berarti jumlah partikel sedikit maka luas permukaan penyerapan kecil
sedangkan makin besar ukuran mesh jumlah partikel semakin besar maka luas
permukaan penyerapan juga semakin besar sehingga kemampuan daya serap juga
makin besar (Utomo, 2014). Karbon aktif dengan kemampuan menyerap iodin yang
tinggi berarti memiliki luas permukaan yang lebih besar dan juga memiliki struktur
Tujuan penelitian literatur ini yaitu untuk mempelajari pengaruh ukuran partikel
batubara lignit pada pembuatan karbon aktif dengan proses aktivasi kimia
Timrex FC-250 coke (Timcal Ltd) and Aquacarb 207EA (Chemviron Carbon).
Manfaat dari penelitian literatur ini yaitu agar dapat meningkatkan nilai
serta meningkatkan keefektifan metode dalam pembuatan karbon aktif dari batubara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batubara
Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari
sisa tumbuhan yang terhumifikasi, berwarna coklat sampai hitam yang selanjutnya
terkena proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun sehingga
terdiri dari zat organik, air dan bahan mineral (Adrian, 2017).
Batubara berasal dari tumbuhan yang disebabkan karena adanya proses geologi,
tumbuhan mempunyai komposisi utama yang terdiri dari karbon dan hidrogen. Selain
itu, terdapat kandungan mineral nitrogen. Substansi utamanya adalah selulosa yang
merupakan bagian dari selaput sel tumbuhan yang mengandung karbohidrat yang
proses yang terjadi tanpa adanya oksigen, kemudian berlangsung di bawah air yang
disertai aksi dari bakteri, sehingga terbentuklah arang kayu. Tidak adanya oksigen
dan beberapa dari keduanya berubah menjadi metan. .Vegatasi pada lingkungan
mengalami kompresi dan pengendapan di antara lapisan sedimen dan juga mengalami
kenaikan temperatur akibat geothermal gradient. Akibat proses tersebut maka akan
OH, COOH, OCH3, dan CO dalam wujud cair dan gas. Karena banyaknya unsur
oksigen dan hidrogen yang terlepas maka unsur karbon relatif bertambah yang
yang terus menerus serta kenaikan temperatur maka terbentuklah batubara sub-
bituminus dan bituminus dengan tingkat kalori yang lebih tinggi dibandingkan
dengan brown coal. Bumi tidak pernah berhenti, oleh karena itu kompresi terus
unsur karbon yang banyak merubah batubara sebelumnya ke tingkat yang lebih
tinggi, yaitu antrasit yang merupakan kasta tertinggi pada batubara (Cook &
Kanstsler, 1982).
(Adrian, 2017):
A. Teori Insitu
Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan
merata kualitasnya lebih baik, karena abunya relatif kecil. Batubara yang
8
Sumatera Selatan.
B. Teori Drift
dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh
media air dan berakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan
mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini
(Fahruddin, 2018) :
9
A. Batubara Lignit
Batubara lignit adalah batubara yang mempunyai nilai kalor bruto (Gross
Caloric Value) dibawah 4165 kcal/Kg yang mempunyai volatile matter diatas
31% dalam keadaan kering. Batubara lignit sering disebut sebagai batubara
kelas rendah (Low Rank Coal), batubara jenis ini sering juga disebut sebagai
Brown Coal. Endapan ini bisa dimanfaatkan secara terbatas untuk kepentingan
yang bersifat sederhana karena panas yang dikeluarkan sangat rendah. Lignit
atau batu bara coklat ini adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung
(Gross Caloric Value) antara 17.435 KJ/Kg (4165 kcal/Kg) dan 23.860 KJ/Kg
(5700 kcal/Kg).
10
Batubara jenis ini merupakan batubara yang berwarna hitam mengkilat dan
tampak halus. Batubara ini memiliki kandungan air yang rendah dengan sedikit
kandungan abu dan sulfur serta memiliki nilai kalori 6.100-7.100 kal/g.
kandungan kalorinya paling tinggi yaitu diatas 6900 kcal/Kg. Batubara ini
banyaknya kontaminasi. Selain itu untuk menentukan kualitas batubara juga perlu
a. Heating Value
dihasilkan oleh batubara tiap satuan berat. Dikenal nilai kalor net (net calorific
value atau low heating calorific value), yaitu nilai kalor hasil pembakaran di
mana semua air dihitung dalam keadaan gas. Dan nilai kalor gross (grisses
calorific value atau high heating value), yaitu nilai kalor hasil pembakaran di
mana semua air dihitung dalam keadan cair. Semakin tinggi heating value maka
aliran batubara setiap jamnya semakin rendah, sehingga kecepatan coal feeder
harus disesuaikan agar panas yang ditimbulkan tidak melebihi panas yang
b. Moisture Content
temperatur tertentu. Selain itu kandungan air ini akan banyak pengaruhnya pada
digunakan untuk menguapkan air yang terdapat pada batubara. Akibatnya, panas
c. Ash Content
tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, semakin rendah nilai kalorinya.
d. Sulfur Content
Sulfur yang ada secara alamiah akan membentuk asam sulfat yang akan
mempercepat terjadinya korosi pada alat angkut yang terbuat dari besi, roda-roda
pada belt conveyor, alat penggiling batubara, dan alat penyortir ukuran batubara.
Uap sulfur yang terlepas ke udara sekitar daerah industri yang menggunakan
batubara, akan berakibat tidak baik terhadap manusia, juga pada tingkat korosi
e. Volatile Matter
volatile matter sangat erat kaitannya dengan kelas batubara tersebut. Semakin
tinggi nilai volatile matter semakin rendah kelasnya. Pada pembakaran batubara,
ditentukan oleh :
………………… ( 2.1)
Semakin tinggi Fuel ratio maka karbon yang tidak terbakar semakin banyak.
f. Fixed Carbon
moisture, volatile matter, dan ash. Semakin rendah kandungan moisture maka
nilai fixed carbon semakin tinggi. Semakin tinggi nilai fixed carbon, maka
butir dengan ukuran seragam. Hal ini dilakukan dengan menggiling. Hardgrove
untuk digiling. Makin kecil nilai HGI, makin keras keadaan batubara, dan makin
menggunakan rumus :
……………………… (2.2)
W adalah berat dalam gram dari batubara lembut berukuran 200 mesh.
15
karbon yang paling rendah, sedangkan batubara dengan kandungan karbon yang
Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorf, yang dapat dihasilkan dari
bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan
cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan karbon
aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan ini berhubungan dengan struktur pori
internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang
aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat
adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas
16
permukaan. Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu 251000% terhadap berat
1. Bentuk serbuk. Karbon aktif berbentuk serbuk dengan ukuran lebih kecil dari
0,18 mm. Terutama digunakan dalam aplikasi fasa cair dan gas. Digunakan pada
pengolahan pemurnian jus buah, penghalus gula, pemurnian asam sitrat, asam
2. Bentuk granular. Karbon aktif bentuk granular/tidak beraturan dengan ukuran 0,2
– 0,5 mm. Jenis ini umumnya digunakan dalam aplikasi fasa cair dan gas.
Beberapa aplikasi dari jenis ini digunakan untuk: pemurnian emas, pengolahan
air, air limbah dan air tanah, pemurni pelarut dan penghilang bau busuk.
3. Bentuk pellet. Karbon aktif berbentuk pellet dengan diameter 0,8-5 mm.
Kegunaaan utamanya adalah untuk aplikasi fasa gas karena mempunyai tekanan
rendah, kekuatan mekanik tinggi dan kadar abu rendah. Digunakan untuk
pemurnian udara, kontrol emisi, tromol otomotif, penghilang bau kotoran, dan
1. Makropori. Merupakan bagian paling luar dari karbon aktif, dengan jari-jari lebih
besar dari 50 nm dengan volume pori-pori 0,2-0,5 cm3/gr dan luas permukaan
0,2-2 m2/gr. Makropori dan mesopori memberikan kapasitas adsorpsi karbon aktif
0,01 cm3/gr dengan luas permukaan 1-100 m2/gr. Mesopori merupakan cabang
volume pori 0,15-0,5 cm3/gr dan luas permukaan mencapai 100-1000 m2/gr.
1. Karbon penyerap gas (gas adsorbent carbon). Jenis arang ini digunakan untuk
menyerap kotoran berupa gas. Pori-pori yang terdapat pada arang jenis ini adalah
molekul dari cairan tidak bisa melewatinya. Karbon jenis ini dapat ditemui pada
2. Karbon fasa cair (liquid-phase carbon). Arang jenis ini digunakan untuk
menyerap kotoran atau zat yang tidak diinginkan dari cairan atau larutan. Jenis
pori-pori dari karbon ini adalah makropori yang memungkinkan molekul besar
untuk masuk. Arang jenis ini biasanya berasal dari batubara dan selulosa.
18
Berbagai standar kualitas karbon aktif telah dibuat oleh berbagai negara maju
seperti Amerika, Inggris, Korea, Jepang, dan Jerman sesuai dengan standar di negara
masing-masing. Indonesia juga telah membuat standar mutu karbon aktif menurut
Standar Nasional Indonesia SNI 06 - 3730 - 1995 seperti yang ditampilkan pada
Prasyarat Kualitas
No. Uraian
Butiran Serbuk
1. Bagian yang hilang pada pemanasan 950oC, % Maks. 15 Maks. 25
2. Kadar air, % Maks. 4,5 Maks. 15
3. Kadar abu, % Maks.2,5 Maks. 10
4. Bagian tidak mengarang 0 0
5. Daya serap terhadap I2, mg/g Min.750 Min. 750
6. Karbon aktif murni, % Min.80 Min. 65
7. Daya serap terhadap benzene, % Min.25 -
8. Daya serap terhadap biru metilen, mg/g Min.60 Min. 120
Sumber : Sudradjat & Pari, 2011
Adapun karbon aktif sebagai absorben gelombang mikro yang digunakan dalam
berikut.
19
gelombang mikro. Semakin besar luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan, maka
semakin banyak gelombang mikro yang dapat diserap sehingga semakin banyak pula
energi panas yang dapat dihasilkan dari karbon aktif tersebut yang dapat digunakan
sebagai pemanas bahan lain atau sebagai katalis reaksi heterogen (Istiqomah, 2019).
20
2.3.1 Karbonisasi
menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada temperatur 275°C, dekomposisi
menghasilkan tar, metanol dan hasil sampingan lainnya. Pembentukan karbon terjadi
2.3.2 Aktivasi
A. Aktivasi Kimia
Aktivasi cara kimia pada prinsipnya adalah perendaman arang dengan senyawa
kimia sebelum dipanaskan. Pada suhu tinggi bahan pengaktif akan masuk di antara
Bahan kimia yang dapat digunakan yaitu [(NH4)2SO4] , H3PO4, NH4Cl, AlCl3, HNO3,
KOH, NaOH, KMnO4, SO3, H2SO4 dan K2S. Pemakaian bahan kimia sebagai bahan
Umumnya aktivator meninggalkan sisa-sisa berupa oksida yang tidak larut dalam air
pada waktu pencucian. Oleh karena itu, dalam beberapa proses sering dilakukan
21
pelarutan dengan HCl untuk mengikat kembali sisa-sisa bahan kimia yang menempel
pada permukaan arang aktif dan kandungan abu yang terdapat dalam arang aktif.
B. Aktivasi Fisika
Aktivasi arang secara fisika menggunakan oksidator lemah, misalnya uap air,
gas CO2, N2, O2 dan gas pengoksidasi lainnya. Oleh karena itu, pada proses ini tidak
terjadi oksidasi terhadap atom-atom karbon penyusun arang, akan tetapi oksidator
Prinsip aktivasi ini dimulai dengan mengaliri gas-gas ringan, seperti uap air, CO2,
atau udara ke dalam retort yang berisi arang dan dipanaskan pada suhu 800-1000°C.
Pada suhu di bawah 800°C, proses aktivasi dengan uap air atau gas CO 2 berlangsung
sangat lambat, sedangkan pada suhu di atas 1000°C, akan menyebabkan kerusakan
frekuensi antara 300 Hz sampai 0,3 GHz. Microwave secara luas digunakan dalam
telekomunikasi. Gelombang mikro secara teori dapat diubah menjadi panas melalui
interaksi dengan bahan dielektrik. Bahan karbon secara umum merupakan absorben
microwave yang baik, bahan karbon dengan mudah dipanaskan menggunakan radiasi
dengan sifat atau karakteristik dengan luas permukaan dan pori yang lebih tinggi.
frekuensi tinggi, yaitu gelobang frekuensi radio dan microwave. Interaksi partikel
komponen medan listrik dari gelombang mikro menyebabkan dipol permanen dan
induksi berputar ketika mereka mencoba untuk menyesuaikan diri dengan medan
yang berputar dan kemudian energi diubah sebagai panas yang mempengaruhi
Karakterisasi karbon aktif adalah sifat dari karbon aktif yang akan
karbon yang dihasilkan setelah melalui karbonisasi dan aktivasi (Pujiarti &
Sutapa, 2005). Karbon aktif yang baik akan memberikan nilai rendemen yang
meningkatnya laju reaksi antara karbon dan gas-gas serta banyaknya jumlah
2. Kadar air. Kadar air merupakan kandungan air dalam karbon dengan kondisi
kering udara. Pada saat arang keluar dari tungku pengarangan, kadar air yang
terkandung sangat kecil, biasanya kurang dari 1%. Proses penyerapan air dari
udara sangat cepat, sehingga dalam waktu singkat kadar air mencapai kadar air
dipasarkan adalah karbon yang mempunyai kadar air 5-10% (Prameidia, 2013
dalam Istiqomah, 2019). Berdasarkan SII No. 0258-79, karbon aktif yang baik
karbon aktif yang baik mempunyai kadar air maksimal 4,5% untuk granular dan
3. Kadar abu. Karbon aktif yang dibuat dari bahan alam tidak hanya mengandung
mineral ini hilang selama proses karbonisasi dan aktivasi, sebagian lagi tertinggal
dalam karbon aktif (Jankowska., et all, 1991 dalam Istiqomah, 2019). Kadar abu
merupakan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran. Residu tersebut berupa zat-
zat mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran (Prameidia, 2013 dalam
Istiqomah, 2019). Berdasarkan SII No. 0258-79, karbon aktif yang baik
1995, karbon aktif yang baik mempunyai kadar air maksimal 2,5% untuk granular
4. Kadar zat terbang atau bagian yang hilang pada pemanasan 950 oC. Zat mudah
menguap adalah zat selain air, yaitu karbon terikat dan abu yang terdapat di dalam
arang, yang terdiri atas cairan dan sisa tar yang tidak habis dalam proses
karbonisasi. Kadar zat mudah menguap ini tergantung pada proses pengarangan
dan temperatur yang diberikan. Apabila proses karbonisasi lama dan temperatur
0258-79, karbon aktif yang baik mempunyai kadar zat mudah menguap maksimal
mempunyai kadar air maksimal 15% untuk granular dan 25% untuk powder.
5. Kadar karbon terikat. Kadar karbon terikat adalah fraksi C dalam arang. Kadar
karbon terikat dipengaruhi oleh kadar zat mudah menguap dan kadar abu
bergantung dari besarya kadar air, kadar abu. dan kadar zat terbang. Dimana.
apabila karbon aktif tersebut memiliki kadar air, kadar abu. dan kadar zat terbang
tinggi makan kadar karbon akan semakin kecil, begitupula sebaliknya (Saputri,
2016).
aktivator kimia yang biasa digunakan dalam proses aktivasi secara kimia pada proses
25
pembuatan karbon aktif sebagai absorben gelombang mikro. Selain memiliki fungsi
untuk menaikan hasil karbon, [(NH4)2SO4] juga memiliki fungsi untuk membuka pori
pori (Zou et all, 2011). Amonium Sulfat [(NH4)2SO4] juga merupakan senyawa kimia
yang berwujud padat, berwarna putih, berbentuk kristal (pada T > 513 oC), larut dalam
air, tidak larut dalam alkohol dan memiliki titik leleh 235-280oC pada tekanan 1 atm.
Ammonium Sulfat banyak dimanfaatkan sebagai pupuk nitrogen dan biasa disebut
diantaranya tebu, tembakau, cengkeh, kopi, lada, kelapa sawit, dan teh. Selain sebagai
pupuk, senyawa Amonium Sulfat juga digunakan dalam bidang industri seperti untuk
pengolahan air, fermentasi, bahan tahan api dan penyamakan. Sebagai pupuk,
Amonium Sulfat merupakan jenis pupuk anorganik tunggal yang terdiri dari unsur
Sulfur (24% berat) dalam bentuk ion Sulfat dan unsur Nitrogen (21% berat) dalam
2.5 Screening
berbeda untuk menghasilkan produk yang siap dipasarkan ataupun material yang siap
material pada suatu permukaan yang banyak lubangnya dengan ukuran sesuai
beberapa partikel sesuai dengan ukuran masing-masing partikel yang seragam (Perry,
1997).
shaker) yang mempunyai ukuran lubang ayakan semakin kecil. Setiap pemisahan
dengan jalan melewatkan material pada suatu permukaan yang banyak lubang atau
opening dengan ukuran partikel yang sesuai (Brown, 1978). Proses pemisahan
didasari atas perbedaan ukuran partikel didalam campuran tersebut. Sehingga ayakan
memiliki ukuran pori atau lubang tertentu, ukuran pori dinyatakan dalam satuan mesh
(Zulfikar, 2010).
Proses pengayakan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (Voight, 1994) :
1) Pengayakan manual
umumnya dilakukan dengan bantuan bilah kayu atau bilah bahan sintetis.
seluruh partikel dapat melintas dari lebar lubang yang sesuai (artinya tanpa sisa
diayakan).
2) Pengayakan mekanik
pengayak getar, guncang atau kocokan dilakukan dengan bantuan mesin, yang
umumnya mempunyai satu set ayakan dengan ukuran lebar lubang standar yang
berbeda-beda.
Jika ayakan tersusun lebih dari 2 ayakan yang berbeda ukuran lubangnya, maka
akan diperoleh fraksi-fraksi padatan dengan ukuran padatan sesuai dengan ukuran
lubang ayakan. Ayakan disusun secara vertikal dengan mesh nomor kecil diletakkan
paling atas berurutan hingga mesh nomor besar paling bawah. Urutan peletakan mesh
Dalam penyebutan dan penulisan fraksi partikel berdasarkan ukuran mesh dapat
beberapa hal seperti : jenis ayakan, cara pengayakan, kecepatan pengayakan, ukuran
ayakan, waktu ayakan, dan sifat bahan yang akan diayak (Candra dkk, 2018).
Waktu atau lama pengayakan (waktu optimum), jika pengayakan terlalu lama
terayak akan menjadi terayak. Jika waktunya terlalu lama maka tidak terayak
sempurna.
2) Massa sampel.
Jika sampel terlalu banyak maka sampel sulit terayak. Jika sampel sedikit maka
3) Intensitas getaran.
Semakin tinggi intensitas getaran maka akan semakin banyak terjadi tumbukan
Sampel yang baik mewakili semua unsur yang ada dalam populasi, populasi
Berbagai jenis alat pengayak yang dapat digunakan dalam proses sortasi bahan
screen (Pemutar), belt screen (kabel kawat atau ban), belt and roller (ban dan
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan screen adalah
kapasitas, kecepatan hasil yang diinginkan, kisaran ukuran (size range), sifat bahan
30
densitas, sifat bahan seperti densitas dan kemudahan mengalir (flowability), unsur
bahaya bahan seperti mudah terbakar, berbahaya, debu yang ditimbulkan, dan jenis
c) Screen aperture yaitu bukaan antara individu dari kawat mesh ayakan.
e) Screen interval yaitu hubungan antara diameter kawat kecil pada seri
ayakan standar.
Screening yang digunakan umumnya terbuat dari anyaman kawat atau dari plat
yang dilubangi. Untuk ukuran lubang yang berbeda, digunakan diameter kawat yang
berbeda pula. Istilah mesh sering digunakan untuk membedakan ukuran diameter
pada tiap lubang. Mesh merupakan jumlah lubang dalam 1 inch linear. Contohnya
ayakan 10 mesh, artinya sepanjang 1 inch terdapat 10 lubang. Standar ayakan yang
digunakan untuk melihat nomor mesh dan diameter lubang dapat dilihat pada Tabel
pada lingkungan dengan gelombang mikro ditetapkan oleh dielectric loss tangents
(tanδ = . Dielectric loss tangents terdiri dari dua parameter, yaitu dielectric
dipantulkan dan seberapa besar yang diserap, sedangkan dielectric loss factor ( )
ukuran kehilangan energi listrik dalam bentuk panas pada material. Untuk energi
gelombang mikro yang optimum, maka nilai harus tinggi (sehingga tan δ juga
tinggi) untuk mengubah energi gelombang mikro menjadi energi panas. Sebagian
material tidak memiliki nilai loss factor yang tinggi untuk terjadinya pemanasan
Karbon adalah absorben gelombang mikro yang sangat baik karena mudah di
material karbon bisa digunakan sebagai reseptor gelombang mikro untuk pemanasan
tidak langsung pada material yang transparan terhadap gelombang mikro. Besarnya
kapasitas material karbon untuk menyerap energi gelombang mikro dan merubahnya
Dapat dilihat bahwa loss tangents dari semua material karbon kecuali batu bara,
lebih tinggi dari loss tan air destilasi (tan δ air destilasi = 0,118 pada 2,45 GHz dan
298 K). (Menendez, 2010). Nilai tanδ dapat dihitung dari data absorbansi bahan (X)
yang diukur dengan alat Vector Network Analyzer (VNA) pada frekuensi 2,45 GHz.
Material absorber gelombang mikro dibagi menjadi dua yakni material dielektrik
dan magnetik. Pada bahan dielektrik energi gelombang mikro diserap sehingga terjadi
polarisasi yang mengikuti arah medan listrik. Ketika gelombang mikro berubah-ubah
terhadap waktu maka arah polarisasi juga berubah-ubah sehingga terjadi gesekan
dilakukan untuk menetukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter),
karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash) dan adapun analisa lainnya yang
(200 µm). Dalam standar ASTM, penentuan moisture in the analysis dilakukan
dua jam. Penentuan kadar moisture in the analysis sample ditentukan dengan
rumus berikut :
…….…………….…( 2.10)
Keterangan :
Ash content didefinisikan sebagai zat anorganik yang tertinggal setelah sampel
batubara dibakar dalam kondisi standar sampai diperoleh berat yang tetap.
Penentuan kadar abu untuk standar ASTM 3174 adalah pemanasan dilakukan
35
……………………………(2.11)
Keterangan :
c) Volatile Matter
Definisi volatile matter (VM) ialah banyaknya zat yang hilang bila sampel
batubara dipanaskan pada suhu dan waktu yang telah ditentukan (setelah
Volatile yang menguap terdiri atas sebagian besar gas-gas yang mudah terbakar,
seperti hidrogen, karbon monoksida, dan metan, serta sebagian kecil uap yang
dapat mengembun seperti tar, hasil pemecahan termis seperti karbon dioksida
dari karbonat, sulfur dari pirit, dan air dari lempung. Moisture berpengaruh pada
hasil yang berbeda dengan sampel yang dikering – udarakan. Faktor-faktor lain
36
- % IM ………………………(2.12)
Keterangan :
IM = Inherent Moisture
d) Fixed Carbon
Fixed carbon bahan bakar padat yang tertinggal dalam tungku setelah bahan
juga mengandung unsur H, O, N dan S yang tidak terbawa gas. Fixed carbon
Keterangan :
% M = Kadar Moisture
37
SAA (Surface Area Analyzer). Luas permukaan diperoleh dari adanya interaksi
zat padat dengan zat yang mengelilinginya, seperti cairan dan gas. Luas
permukaan dapat dihasilkan dari ukuran partikel yang melalui penggerusan dan
penghalusan yang baik akan menghasilkan bahan berpori. Hal yang paling
penting dalam menentukan ukuran luas permukaan adalah gas molekul yang
diserapnya. Luas permukaan diperoleh dari analisis benda padat secara fisika dari
gas yang diserap permukaan padat dan dijumlahkan keseluruhan gas yang
Prinsip kerja SAA didasarkan pada siklus adsorpsi gas N2 oleh sampel berupa
serbuk pada suhu N2 akan cair. Dengan cara sejumlah volume gas nitrogen yang
menghasilkan data tekanan proses yang bervariasi. Data volume gas yang
dimasukkan dengan jumlahnya telah diketahui dan data hasil kenaikan tekanan
Teori BET telah dikenalkan sejak tahun 1938 oleh Stephen Brunauer, Paul Hugh
adsorpsi molekul gas di permukaan zat padat (melekatnya molekul gas pada
dengan luas permukaan zat padatnya. Oleh karena itu teori BET dapat digunakan
untuk menentukan luas permukaan suatu zat padat. Selain itu, metode BET juga
dapat digunakan untuk menentukan porositas suatu zat padat yang berpori
Teori BET dilandasi oleh beberapa hal, antara lain (Rokayah, 2016) :
1. Molekul dapat teradsorpsi pada permukaan zat padat hingga beberapa lapis.
Teori ini lebih umum dari teori adsorpsi satu molekul dari Langmuir.
2. Dianggap juga tidak ada interaksi antar molekul gas yang teradsorpsi pada
= + …………………………………(2.14)
( )
Dimana:
𝑐 = exp [ …………………………………………..………(2.15)
39
Dimana:
EL = Kalor lebur
T = Suhu
Hasil dari uji dapat menentukan nilai kemiringannya dengan membentuk kurva
seperti Gambar 7.
Plot dalam BET merupakan kurva dengan sumbu x adalah P/PO dan sumbu y
1/V[(P⁄PO)−1] . Kurva tersebut akan membentuk suatu garis datar seperti gambar
2.7. Dari persamaan 2.14 kemiringan kurva sama dengan c−1/Vmc , dan titik
40
potong kurva dengan sumbu tegak sama dengan 1/Vmc . Dari kedua nilai
Dari nilai Vm, maka dapat dihitung nilai luas permukaan total sampel pada
persamaan 2.16.
St = A…………………………………………………….(2.16)
Dimana:
M = Massa molekul
S = ………………………………………………………(2.17)
menentukan luas permukaan zat padat. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa
semakin meningkat total ukuran pori, maka luas permukaannya juga akan
1. Mengecilkan ukuran batu bara lignit yang telah bersih dan kering.
2. Melakukan analisa proximate dan nilai kalor batubara lignit sebagai data
selama 90 menit dan mencuci kembali dengan cara mengaduk sampel dengan
8. Menyaring sampel.
10. Melanjutkan proses pemanasan dengan furnace pada suhu 950°C selama 10
menit.
METODE PENELITIAN
data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dari tiga jurnal ilmiah. Yang
terdiri dari dua jurnal nasional dan satu jurnal internasional. Dimana ketiga jurnal
tersebut berkaitan dengan tujuan penelitian literatur ini yaitu untuk melihat pengaruh
ukuran partikel terhdap luas permukaan karbon aktif melalui proses aktivasi kimia.
Untuk melihat hubungan yang jelas antara ukuran partikel dengan luas
permukaan dari ketiga jurnal yang teliti maka dilakukan analisa data dengan
agaimana pengaruh ukuran partikel terhdap luas permukaan dari karon aktif yang
Typical material properties of Timrex FC-250 coke (Timcal Ltd) and Aquacarb
207EA (ChemvironCarbon).
43
Tahap yang digunakan pada penelitian literatur (lirary researh) ini adalah :
Pada penelitian literatur (library research) kali ini digunakan tiga jurnal yang
memiliki tujuan yang sama dengan penelitian literatur ini yaitu untuk melihat
pengaruh ukuran partikel terhadap luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan.
terhadap luas permukaan karbon aktif berbahan dasar tongkol jagung. Dimana
ukuran partikel yang digunakan yaitu -28+32 mesh, -35+42 mesh, -60+65 mesh, -
65+80, dan -80+100 mesh. Tahap pembuatan karbon aktif melalui proses pirolisis
dilanjutkan dengan pengeringan dan karakterisasi (Bagheri & Abedi, 2009). Hasil
karakterisasi karbon aktif dari penelitian tersebut disajikan pada tabel 4.1 berikut :
45
6. Standar 950-1100
1350
1250
Luas Permukaan (m2/g)
1150
1050
950
850
750
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Diameter Partikel (mm)
Berdasarkan data pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pengaruh ukuran partikel
terhadap luas permukaan karbon aktif cenderung menyebabkan peningkatan luas permukaan
jika ukuran partikel semakin kecil. Pada ukuran mesh kecil berarti diameter partikel semakin
besar sehingga menghasilkan luas permukaan kecil sedangkan semakin besar ukuran mesh
maka diameter partikel semakin kecil yang menyebabkan luas permukaan semakin besar
(Utomo, 2014). Ukuran pori dan ukuran partikel memengaruhi luas permukaan
sehingga kecil besarnya luas permukaan spesifik dipengaruhi oleh ukuran pori dan
ukuran partikel. Bahan berukuran partikel besar menyebabkan ukuran pori semakin
mengecil sehingga menghasilkan luas permukaan spesifik yang menurun dan bahan
yang berukuran kecil memiliki luas pori yang besar sehingga luas permukaan bahan
Berdasarkan hasil luas permukaan karbon aktif pada tabel 4.1, maka ukuran
partikel yang memenuhi standar Typical material properties of Timrex FC-250 coke
gelombang mikro yaitu yang berada di antara ukuran partikel -28+32 mesh dan-
35+42 mesh.
luas permukaan, dimana ukuran partikel yang digunakan yaitu -4+9 (raw material), -
4+9 mesh (olive stone activated carbon/OSAC), -9+16 mesh (OSAC), dan ukuran
OSAC original. Dengan Menggunakan olive stone sebagai bahan baku karbon aktif,
47
olive stone dicuci terlebih dahulu lalu dikeringkan kemudian dilakukan aktivasi
panas dan HCl dan terakhir sampel dikeringkan (Alslaibi et al., 2013). Hasil
4. Standar 950-1100
920
900
Luas Permukaan (m2/g)
880
860
840
1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Diameter Partikel (mm)
Berdasarkan data pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pengaruh ukuran
partikel terhadap luas permukaan karbon aktif menunjukkan kecendrungan yang sama
dengan hasil penelitian Bahgeri & Abdi (2009). Hasil pada tabel 4.2 juga
memperlihatkan bahwa olive stone raw material memiliki luas permukaan yang jauh
lebih kecil dibandingkan dibandingkan olive stone yang telah diaktivasi pada ukuran
partikel yang sama, dimana olive stone raw material luas permukaannya hanya 3,02
m2/g dan olive stone yang telah diaktivasi luas permukaannya mencapai 915,39 m2/g.
Hal ini disebabkan karena aktivasi bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan
bertambah besar (Ajayi dan Olawale, 2009 dalam Jamilatun & Setyawan, 2014).
Berdasarkan hasil luas permukaan karbon aktif pada tabel 4.2 belum ada
ukuran partikel yang memenuhi standar Typical material properties of Timrex FC-
250 coke (Timcal Ltd) and Aquacarb 207EA (Chemviron Carbon). Namun terdapat
luas permukaan yang hampir memenuhi standar yaitu pada ukuran partikel -4+9
permukaan. Dimana ukuran partikel yang digunakan yaitu -65+100 mesh, -100+150
mesh, -150+270 mesh, -270+400 mesh, dan -400 mesh. Bahan baku yang digunakan
49
ialah tempurung kelapa sawit. Tempurung kelapa sawit terlebih dahulu dikarbonisasi
lalu diaktivasi menggunakan KOH 75% kemudian sampel diaktivasi fisika dan dicuci
berturut-turut dengan larutan HCl dan aquadest. Kemudian, karbon aktif dikeringkan
dalam oven selama 24 jam pada suhu 100oC. Karbon aktif yang telah kering lalu
Tabel 4.3 Pengaruh ukuran partikel terhadap luas permukaan spesifik karbon
aktif
6. Standar - 950-1100
1300
1250
Luas Permukaan (m2/g)
1200
1150
1100
1050
0.03 0.05 0.07 0.09 0.11 0.13 0.15 0.17 0.19
Diameter Partikel (mm)
terhadap luas permukaan karbon aktif menunjukan kecendrungan yang sama dengan
hasil penelitian Bahgeri & Abdi (2009) pada ukuran -65+400 mesh. Namun pada
ukuran yang lebih besar dari 400 mesh, dimana diameter partikelnya semakin kecil,
terlihat bahwa luas permukaan turun kembali. Hal ini dapat disebabkan karena pada
ukuran bahan yang terlalu kecil terjadi aglomerasi partikel membentuk gumpalan
Berdasarkan data pada tabel 4.3 dapat dianalisa bahwa ukuran partikel yang
digunakan menghasilkan luas permukaan yang lebih besar dari standar yang
diinginkan namun hasil luas permukaan dari karbon aktif ukuran -65+100 mesh
51
sudah mendekati standar Typical material properties of Timrex FC-250 coke (Timcal
lignit yang dapat menghasilkan luas permukaan karbon aktif sesuai dengan standar
Typical material properties of Timrex FC-250 coke (Timcal Ltd) and Aquacarb
menghasilkan luas permukaan karbon aktif yang diharapkan, telah dilakukan analisa
data pada beberapa jurnal penelitian yang relevan dengan tujuan penelitian literatur
ini, dimana hasil analisa jurnal tersebut dapat dilihat pada sub bab 4.1. Meskipun
bahan baku yang digunakan pada penelitian ini berbeda dengan bahan baku yang
digunakan pada literatur-literatur yang dibahas pada sub bab 4.1, tetapi semua bahan
baku tersebut memiliki karakteristik kandungan fixed carbon yang hampir sama
dengan batubara lignit. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa proksimat bahan baku
Fixed Carbon
No. Bahan Baku Kadar Air Kadar Abu Volatil Matter
1. Olive stone1 19,54%
5,43% 0,37% 74,66%
2. Tempurung
kelapa sawit2 11,90% 3,4% 66,80% 17,90%
3. Tongkol jagung3 21,088%
4,295% 13,584% 61,033%
4. Batubara lignit4 27,765%
22,25% 8,05% 41,96%
1
Sumber : Martín-Lara et al., 2013 2Lee et al., 2013 3Setiawan et al., 2016 4Istiqomah., 2019
Hal ini didukung juga dengan komposisi komponen dasar pembentuk karbon
aktif yang terkandung pada bahan-bahan baku tersebut, yaitu komponen bahan
organik yang terbentuk dari hasil proses pengendapan karbohidrat seperti lignin,
(Koessoemadinata, 1980 dalam Pari, 2000). Dari hasil analisa diperoleh komposisi
(30,91%), selulosa (26,81%), dan lignin (15,52%) (Prasetyawati & Suparti, 2015).
Sementara itu olive stone terdiri dari selulosa (20,10%), hemiselulosa (29,92%), dan
batubara dan komposisi pada setiap bahan baku maka dapat dikaitkan bahwa batubara
dan bahan baku pada setiap jurnal memiliki keterkaitan dan kesamaan yaitu pada
Ketiga jurnal yang digunakan pada penellitian litertatur ini, sebagaimana yang
terdapat pada sub bab 4.1, menggunakan proses inti yang sama untuk membuat
karbon aktif yaitu melalui proses aktivasi kimia. Walaupun pada penelitian yang
dilakukan oleh Bahgeri & Abdi (2009) dan penelitian Yuliusman (2015) dilakukan
proses pirolisis dan karbonisasi terlebih dahulu sebelum keduanya diaktivasi kimia,
namun proses pirolisis dan karbonisasi tersebut tidak terlalu signifikan memberi
pengaruh terhadap luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan. Karena proses
tersebut tidak membuat struktur pori dari arang menjadi besar, tujuan utamanya
hanya untuk mengurai zat penyusun senyawa organik menjadi karbon pada
tempertaur tinggi. Proses yang paling berpengaruh terhadap luas permukaan karbon
aktif ialah proses aktivasi. Arang yang dihasilkan dari karboniasi tanpa aktivasi
belum membentuk struktur pori yang sempurna, karbon aktif yang mengalami
menghasilkan karbon aktif yang memiliki pori luas permukaan yang lebih besar
(Yuliusman, 2015). Hal ini juga dapat dilihat pada penelitian Udayani et al. (2019)
dimana arang hasil karbonisasi tidak memiliki luas permukaan yang besar karena
struktur pori tidak berkembang, struktur pori akan ditingkatkan saat proses aktivasi.
Proses aktivasi mengubah arang hasil karbonisasi menjadi karbon aktif yang memiliki
jumlah pori yang besar yang terdistribusi secara acak dengan berbagai bentuk dan
ukuran, dan menghasilkan produk dengan luas permukaan yang besar (Udayani et al.,
2019).
54
Ketiga literatur yang digunakan pada sub bab 4.1 diatas sudah melalui
proses utama yang sama dengan penelitian literatur ini yaitu melaui proses aktivasi
kimia. Namun ketiga literatur tersebut masih menggunakan proses aktivasi kimia
konvensional sedangkan pada penelitian ini proses aktivasi kimia dibantu microwave.
energi yang dibutuhkan relatif kecil, pemanasan lebih cepat, pemanasan merata, dan
tingkat safety tinggi (Zulaechah et al., 2017). Tidak hanya itu penggunaan microwave
juga memberikan pengaruh terhadap kualitas karbon aktif yang dihasilkan yaitu
meningkatkan luas permukaan dari karbon aktif tersebut. Seperti pada penelitian
aktivasi konvensional yaitu masing-masing 1157 m2/g dan 928.8 m2/g. Hasil ini
luas permukaan mikropori sampel, serta luas permukaan BET sehingga luas
Dari hasil analisa literatur yang terdapat pada sub bab 4.1 dapat
diinterpretasikan bahwa karbon aktif yang memiliki luas permukaan sebesar 950-
55
1100 m2/g sesuai dengan standar Typical material properties of Timrex FC-250 coke
(Timcal Ltd) and Aquacarb 207EA (Chemviron Carbon) dapat dibuat melalui proses
mesh. Ini dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa nilai luas permukaan yang sesuai standar
berada diantara ukuran partikel -28+32 mesh dan -35+42 mesh dimana luas
permukaan karbon aktif yang dihasilkan ialah 810 m2/g dan 1200 m2/g. Hasil analisa
pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa untuk mendapatkan karbon aktif yang memiliki
luas permukaan yang dikehendaki sesuai standar harus menggunakan ukuran diatas
16 mesh, karena ukuran partikel dibawah 16 mesh memiliki diameter lebih besar dari
1 mm yang masih berupa butiran yang cukup besar sehingga jumlah partikelnya
sedikit dan mengakibatkan luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan juga kecil.
Sementara itu hasil pada tabel 4.3 juga mengindikasikan bahwa untuk mendapatkan
luas permukan yang dikehendaki sesuai standar harus menggunakan ukuran yang
lebih kecil dari 65 mesh, karena pada ukuran yang lebih besar dari 65 mesh partikel
yang dihasilkan sudah sangat halus atau dapat dikatakan berupa powder sehingga luas
permukaan yang dihasilkan juga akan meningkat terus seiring mengecilnya ukuran
partikel dan melewati batas standar maksimum luas permukaan yang diinginkan
Sehingga untuk mendapatkan luas permukaan karbon aktif sebesar 950 m 2/g sesuai
Pada penelitian yang dilakukan oleh Isqomah (2019) dan Wahyuni (2019)
telah dilakukan pembuatan karbon aktif dari batubara lignit menggunakan ukuran
partikel -10+12 mesh dengan diameter rata-rata pertikel 1,545 mm. Dari kedua
56
penelitian tersebut diperoleh luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan hanya
sebesar 76,38 m2/g. Hasil tersebut masih belum memenuhi luas permukaan standar
yang diinginkan, hal ini dapat disebabkan karena ukuran partikel yang digunakan
relatif masih tergolong besar sehingga luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan
kecil. Untuk meningkatkan luas permukaan karbon aktif tersebut dapat dilakukan
dengan mengecilkan ukuran partikel batubara lignit dari -10+12 mesh menjadi -
32+35 mesh sehingga karbon aktif yang dihasilkan memiliki luas permukaan yang
memenuhi standar Typical material properties of Timrex FC-250 coke (Timcal Ltd)
5.1 Kesimpulan
sebagai berikut :
1. Semakin kecil ukuran diameter atau semakin besar ukuran mesh partikel
yang digunakan, maka semakin besar luas permukaan karbon aktif yang
dihasilkan.
-32+35 mesh.
5.2 Saran
Untuk mendapatkan data primer luas permukaan karbon aktif yang lebih
DAFTAR PUSTAKA
Alslaibi, T. M., Abustan, I., Ahmad, M. A., & Foul, A. A. (2013). A review:
88. https://doi.org/10.1002/jctb.4028
Alslaibi, T. M., Abustan, I., Azmier, M., & Foul, A. A. (2013). Effect of Different
oOlive Stone Particle Size on the Yield and Surface Area of Activated Carbon
https://doi.org/10.4028/www.scientific.net/AMR.626.126
Bagheri, N., & Abedi, J. (2009). Preparation of High Surface Area Activated Carbon
https://doi.org/10.1016/j.cherd.2009.02.001
Cook, A. ., & Kanstsler, A. . (1982). The Origin and Petrology of Organic Matter in
Wollongong.
Erawati, E., & Fernando, A. (2018). Pengaruh Jenis Aktivator Dan Ukuran Karbon
https://doi.org/10.36055/jip.v7i2.3808
Fauziati, F., Priatni, A., & Adiningsih, Y. (2018). Pengaruh Berbagai Suhu Pirolisis
Asap Cair dari Cangkang Sawit sebagai Bahan Pengumpal Lateks. Jurnal Riset
Sepuluh November.
Hernández, V., Romero-García, J. M., Dávila, J. A., Castro, E., & Cardona, C. A.
60
https://doi.org/10.1016/j.resconrec.2014.09.008
Samarinda.
Jamilatun, S., & Setyawan, M. (2014). Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung
Kelapa dan Aplikasinya untuk Penjernihan Asap Cair. Spektrum Industri, 12(1).
https://doi.org/10.12928/si.v12i1.1651
Lee, Y., Park, J., Ryu, C., Gang, K. S., Yang, W., Park, Y. K., Jung, J., & Hyun, S.
https://doi.org/10.1016/j.biortech.2013.08.135
Martín-Lara, M. A., Blázquez, G., Ronda, A., Pérez, A., & Calero, M. (2013).
Menéndez, J. A., Arenillas, A., Fidalgo, B., Fernández, Y., Zubizarreta, L., Calvo, E.
https://doi.org/10.1016/j.fuproc.2009.08.021
Miranti, S. T. (2012). Pembuatan Karbon Aktif dari Bambu dengan Metode Aktivasi
61
Indonesia.
https://doi.org/10.1016/B978-0-12-384746-1.00014-8
Pakpahan, J. K., Karo, P. K., & Suroto, B. J. (2017). Studi Luas Permukaan Spesifik
Pari, G. (2000). Pembuatan Arang Aktif dari Batubara (The Manufacture of Activated
https://doi.org/10.5860/choice.38-0966
Prasetyawati, D. P., & Suparti. (2015). Pemanfaatan Kulit Jagung dan Tongol
Pujiarti, R., & Sutapa, J. P. G. (2005). Quality of Activated Charcoal from Mahogany
http://teknologihutan.fkt.ugm.ac.id/userfiles/download/Mutu_Arang_Aktif_dari_
Limbah_Kayu_Mahoni_sebagai_Bahan_Penjernih_Air_-_Rini_Pujiarti.pdf
62
Rahim, M., & Fitriyana. (2018). Upgrading East Kalimantan Lignite Into Activated
Rokayah, S. (2016). Analisis Struktur dan Luas Permukaan Spesifik Zeolit Berbasis
Silika Sekam Padi Akibat Variasi Suhu Kalsinasi 150oC, 250oC, dan 350oC.
Universitas Lampung.
Rosyid, M., Nawangsih, E., & Dewita. (2012). Perbaikan Surface Area Analyzer
Saputri, D. E. (2016). Pengaruh Konsentrasi dan Suhu Aktivator KOH pada Proses
Sembiring, M. T., & Sinaga, T. S. (2003). Arang Aktif (Pengenalan dan Proses
Setiawan, B., Himawanto, D. A., Budiana, E. P., & Widodo, P. J. (2016). Analisa
Sudradjat, R., & Pari, G. (2011). Arang Aktif: Teknologi Pengolahan dan Masa
Suharyati, Pambudi, S. H., Wibowo, J. L., & Pratiwi, N. I. (2019). Indonesia Energy
Sukir. (2008). Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Sekam Padi. Institut
Teknologi Bandung.
Udayani, K., Purwaningsih, D. Y., Setiawan, R., & Yahya, K. (2019). Pembuatan
Karbon Aktif Dari Arang Bakau Menggunakan Gabungan Aktivasi Kimia dan
https://doi.org/10.31284/j.iptek.2019.v23i1
Utomo, S. (2014). Pengaruh Waktu Aktivasi dan Ukuran Partikel Terhadap Daya
Serap Karbon Aktif dari Kulit Singkong dengan Aktivator NaOH. Seminar
Press.
Yuliusman. (2015). Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa Sawit dengan
Zou, T., Zhao, N., Shi, C., & Li, J. (2011). Microwave Absorbing Properties of
34(1). https://doi.org/10.1007/s12034-011-0042-3
Gelombang Mikro untuk Sintesis Karbon Aktif dari Limbah Biomassa dan
Aplikasinya dalam Pengurangan Kadar Congo Red 4BS. Unnes Physics Journal.
65
LAMPIRAN
Mesh 10 = 1,68 mm
Mesh 12 = 1,45 mm