Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Arang aktif

Arang aktif disebut juga arang aktif yang merupakan arang yang dimurnikan

dengan konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain

serta pori-porinya dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain atau kotoran, sehingga

permukaan karbon atau pusat aktif menjadi bersih dan lebih luas (Cooney, 1980).

Luas area pusat aktif inilah yang sangat menentukan efektifitas kegunaan arang

sebagai adsorben.

Arang aktif memiliki pori-pori mikro dan makro dengan jumlah, bentuk

serta ukuran yang bervariasi. Bentuk pori bisa berupa silinder, empat persegi

panjang atau tidak beraturan dengan ukuran diameter antara 10 – 100.000 Å

(Sudrajat dan Pari, 2011). Daya adsorpsi dari arang aktif juga ditentukan dari

jumlah senyawa karbonnya dengan kisaran antara 85% sampai 95% karbon bebas.

Arang aktif berwarna hitam, tiak berbau, tidak berasa dengan daya serap yang

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan karbon yang belum diaktivasi.

Arang aktif berbentuk amorf yang terdiri dari plat datar yang terdiri dari plat

datar yang atom-atom karbon yang tersusun dan terikat secara kovalen dalam kisi

heksagonal (Giles and Loehr, 1994). Hasil penelitian arang aktif dengan sinar X

menunjukkan adanya bentuk kristalin yang sangat kecil dengan struktur grafit

seperti digambarkan pada Gambar 2.1 (Sontheimer, 1985).

Proses pembuatan arang aktif terdiri dari dua tahap yaitu proses karbonisasi

dan proses aktivasi. Proses karbonisasi sempurna adalah pemanasan bahan

baku tanpa adanya udara sampai temperatur tinggi untuk mengeringkan dan

5
6

Gambar 2.1 Struktur fisik karbon aktif (Sontheimer, 1985).

menguapkan senyawa selain karbon. Pada proses ini terjadi dekomposisi thermal

dari bahan yang mengandung karbon dan menghilangkan proses non karbonnya.

Proses aktivasi adalah dilakukannya suatu perlakuan dengan tujuan mempebesar

pori dengan memecah ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul

permukaan sehingga arang megalami perubahan sifat secara fisik atau kimia

seperti bertambahnya diameter pori yang mengakibatkan daya absorpsinya

semakin besar (Sembiring dan Sinaga, 2003). Proses aktivasi arang dapat

dilakukan dengan cara aktivasi fisika atau kimia. Aktivasi fisika adalah proses

mengembangkan struktur pori dan memperbesar luas permukaan arang aktif

dengan bantuan panas, uap oksigen dan nitrogen (Manocha, 2003). Aktivasi kimia

adalah proses penukaran ion-ion rantai karbon dari senyawa organik dengan

pemakaian bahan-bahan kimia sehingga kapasitas adsorpsi arang meningkat

(Manocha, 2003). Aktivasi secara kimia sering digunakan untuk bahan dasar yang

mengandung selulosa dengan menggunakan bahan pengaktif seperti garam


7

kalsium klorida (CaCl2), natrium hidroksida (NaOH), dan asam fosfat (H3PO4)

(Sabarudin, 2003). Arang aktif bersifat sangat reaktif dan akan menyerap apa saja

yang kontak dengannya. Arang aktif aktif digunakan dalam industri minuman,

farmasi, katalisator, penyerap gas, penyerap logam, penyerap polutan mikro

seperti zat organic dan anorganik, serta pengahilang bau. Pada arang aktif ini

terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan suatu zat oleh permukaan arang

aktif.

Tabel 2.1 Standar Kualitas Arang Batang Gumitir


SNI*1 Tanpa
Prasyarat Kualitas Aktivasi*2 H3PO4*3
Uraian
Butiran Serbuk
Bagian yang
hilang pada Maksimal
Maksimal 25
pemanasan 15
950oC (%)
Maksimal
Kadar air (%) Maksimal 15 4,00 ± 0,00% 4,67 ± 0,33%
4.5
Maksimal
Kadar abu (%) Maksimal 10 4,34 ± 1,22 % 5,67 ± 0,33%
2.5
Bagian tidak
- -
mengarang
Daya serap
Minimal 631,0935 ± 759,62 ± 3,07
terhadap I2 Minimal 750
750 0,00 mg/g mg/g
(mg/g)
Kadar karbon
Minimal 80 Minimal 65 85,44% 84,33%
aktif (%)
Daya serap
terhadap benzena Minimal 25 -
(%)
Daya serap
131,34 ± 1,7 162,84 ± 0,50
terhadap biru Minimal 60 Minimal 120
mg/g mg/g
metilen (mg/g)
Berat jenis curah
0.45 – 0.55 0.3 – 0.35
(g/ml)
Lolos mesh 325
- Minimal 90
(%)
Jarak mesh (%) 90 -
Kekerasan (%) 80 -
Sumber: (SNI,1995)*1 (Siaka, 2016)*2 (Sahara, 2017)*3
8

Gambar 2.2 dan 2.3 menunjukkan spektra inframerah arang batang tanaman

gumitir dan arang batang tanaman gumitir yang teraktivasi asam fosfat 15%.

Gambar 2.2 Spektra inframerah arang batang gumitir

Gambar 2.3 Spektra inframerah arang aktif batang gumitir teraktivasi asam fosfat
15%.
9

Data spektrum inframerah yang dihasilkan dari arang yang tidak diaktivasi

disajikan pada Tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Data Spektrum Inframerah Arang Batang Gumitir

Bilangan
Bentuk
Gelombang Ʋ (cm-1) Intensitas Kemungkinan Gugus Fungsi
Pita
Spekra Pustaka
3375,50 3400-2300 Lebar Kuat -OH asam
2960,73 2960-2870 Tajam Kuat -CH alifatik (-CH3 stretching)
2931,80 2960-2870 Tajam Kuat -CH alifatik (-CH2 stretching)
1379,10 1480-1350 Tajam Kuat -CH alifatik (-CH bending)

Data spektrum inframerah yang dihasilkan dari arang aktif disajikan pada Tabel

2.3 berikut ini:

Tabel 2.3 Data Spektrum Inframerah Arang Aktif Batang Gumitir

Bilangan
Bentuk
Gelombang Ʋ (cm-1) Intensitas Kemungkinan Gugus Fungsi
Pita
Spekra Pustaka
3307,92 3400-2300 Lebar Kuat -OH asam
2958,80 2960-2870 Tajam Kuat -CH alifatik (-CH3 stretching)
2929,87 2960-2870 Tajam Kuat -CH alifatik (-CH2 stretching)
2654,05 2725-2525 Lebar Kuat -OH (P-OH)
1707,00 1700 Tajam Kuat P=O stretching
1456,26 1480-1350 Tajam Kuat -CH alifatik (-CH bending)
1240,23 1230 Tajam Kuat P=O (bending)
1026,13 1040-909 Tajam Kuat P-O (P-OH)

2.2 Adsorpsi

Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan atau penarikan molekul-molekul

suatu zat pada permukaan zat lain sebagai akibat ketidakseimbangan gaya-gaya

yang bekerja pada permukaan tersebut. Zat yang diserap disebut adsorbat dan zat

yang menyerap disebut adsorben (Osipow, 1962). Selain zat padat, adsorben juga

dapat berupa zat cair. Karena itu adsorpsi dapat terjadi antara interaksi zat padat

dan cair, zat padat dan gas, zat cair dan cair, atau zat cair dengan gas.
10

Berdasarkan gaya tarik molekul dan adsorbat maka adsorpsi dapat

dibedakan menjadi dua jenis yaitua adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia (Sinly dan

Johan, 2008) :

1. Adsorpsi fisik, yaitu adsorpsi yang disebabkan adanya gaya van der Waals

antara permukaan adsorben dengan permukaan adsorbat (penyebab terjadinya

kondensasi gas untuk membentuk cairan yang ada pada permukaan adsorben).

Adsorpsi ini ditandai dengan terjadinya ikatan yang lemah dan mudah putus,

panas adsorpsinya rendah (<20 Kj/mol), dapat membentuk lapisan multilayer,

keseimbangan adsorpsi terjadi secara reversibel, proses adsorpsi cepat, dan

adsopsinya dibawah titik didih adsorbat.

2. Adsorpsi kimia, yaitu adsorpsi yang disebabkan adanya reaksi kimia antara zat

yang diserap dengan adsorben sehingga banyaknya zat yang teradsorpsi

tergantung pada sifat khas padatannya, dengan kata lain melibatkan ikatan

kovalen sebagai hasil penggunaan elektron bersama oleh permukaan senyawa

kimia. Adsopsi ini ditandai dengan ikatan yang lebih kuat dibandingkan

dengan adsorpsi fisik, panas adsorpsinya cukup tinggi (20-800 kJ/mol),

membentuk lapisan monolayer, keseimbangan adsorpsi terjadi secara

ireversibel, proses adsorpsi terjadi cepat dan adsorpsi terjadi pada suhu tinggi.

Adsorpsi baik adsorpsi fisik maupun kimia dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti waktu kontak, karakteristik adsorben, ukuran molekul adsorben,

luas permukaan adsorben, kelarutan adsorben, temperatur dan pH (Peni, 2001).

Pada adsorpsi larutan oleh padatan akan sangat dipengaruhi oleh ikatan Van der

Waals, ikatan hidrogen, pertukaran ion dan ikatan kovalen. Semakin kuat

ikatannya, maka zat yang teradsorpsi (adsorbat) semakin susah terlepas dari
11

adsorbennya. Jumlah maksimum adsorbat yang teradsorpsi pada tiap gram

permukaan adsorbennya disebut dengan kapasitas adsorpsi (Khan, 1980).

2.2.1 Mekanisme Adsorpsi

Mekanisme reaksi yang terjadi pada proses adsorpsi pada umumnya tidak

serumit reaksi-reaksi dalam senyawa organik. Mekanisme reaksi ini berdasarkan

interaksi antara situs aktif permukaan dengan adsorbat, yang dapat dijelaskan

sebagai berikut (Tan, 1982) :

1. Mekanisme reaksi karena pembentukan ikatan van der Waals atau ikatan

hidrogen. Interaksi ini terjadi sebagai akibat pengutuban muatan negatif antar

lapis hidroksi apatit dengan muatan positif adsorbat terhidrasi jarak-pendek

atau antara atom yang elektronegatif seperti atom O yang ada pada adsorben

dengan atom H sebagai sambungan penghubung dari adsorbat terhidrasi antara

atom H dari adsorben akibat aktivasi asam dengan atom O dari adsorben

terhidrasi.

2. Mekanisme interaksi karena terbentuknya ikatan kovalen antara kovalen dan

adsobat. Mekanisme reaksi ini terjadi akibat pasangan elektron sunyi (lone

pair) atom O pada adsorben yang berfungsi sebagai basa lewis dengan muatan

positif ion logam yang berfungsi sebagai asam lewis.

2.2.2 Isoterm Adsorpsi

Adsorpsi sering ditunjukan dalam bentuk isoterm sebagai hubungan antara jumlah

adsorbat dengan konsentrasi dalam larutan pada temperatur konstan. Bentuk

isoterm adsorpsi dapat digambarkan sebagai berikut (Oxtoboxy et al., 1982) :


12

Gambar 2.4 Bentuk isoterm adsorpsi (Oxtoboxy et. al., 1982).

Isoterm adsorpsi fisika maupun kimia dapat dikelompokkan menjadi

beberapa jenis yaitu (Giles and Loehr, 1994) :

a. Isoterm Adsorpsi Jenis Ln (Linier)

Isoterm jenis ini terjadi akibat zat terlarut lebih mudah masuk ke dalam

padatan (adsorben) daripada ke pelarut.

b. Isoterm Adsorpsi Jenis L (Langmuir)

Isoterm ini menunjukkan afinitas relatif tinggi antara padatan dengan zat

terlarut pada tahap awal dan pada tahap selanjutnya menurun secara perlahan.

c. Isoterm Adsorpsi Jenis S (Brunaeur)

Isoterm ini terjadi jika padatan atu adsorben memiliki afinitas tinggi terhadap

pelarut. Bentuk kurva isoterm ini relatif cembung yang artinya adsorpsi mudah

terjadi pada konsentrasi tinggi dan susah terjadi pada konsentrasi rendah.
13

d. Isoterm Adsorpsi Freundlich

Isoterm adsorpsi Freundlich ini didasarkan atas terbentuknya lapisan tunggal

(monolayer) dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben, tetapi pada

isoterm jenis ini situs-situs aktif pada permukaan adsorbennya bersifat heterogen.

 Isoterm adsorpsi Langmuir

Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan pada beberapa asumsi, seperti adsorpsi

yang hanya terjadi pada lapisan tunggal (panas adsorbsi tidak tergantung pada

penutupan permukaan, dan semua situs pada permukaannya bersifat homogen

(Oscik, 1994). Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara

teoritis dengan mengganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul

zat yang diadsorpsi pada permukaan dengan molekul-molekul zat yang tidak

teradsorpsi (Khan, 1980). Dalam isoterm Langmuir pengaruh konsentrasi larutan

terhadap adsorpsi dapat dituliskan dengan persamaan linier sebagai berikut :

…………..………………… (2.1)

C menyatakan konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan, x/m adalah berat

adsorbat yang teradsorpsi per gram adsorben, K adalah konstanta kesetimbangan

yang berhubungan dengan kekuatan ikatan, dan b merupakan jumlah maksimum

adsorbat yang dapat diadsorpsi (kapasitas adsorpsi) untuk membentuk lapisan

molekuler. Dengan memplot nilai x/m terhadap c maka akan dihasilkan garis lurus

dengan slope 1/b dan intersep 1/bK, sehingga tetapan b dan K dapat ditentukan

(Adamson, 1990). Dari


14

Gambar 2.5 Kurva isoterm adsorpsi langmuir (Oxtoboxy et. al., 1982).

 Isoterm Adsorpsi Freundlich

Isoterm jenis Freundlich biasanya sering digunakan untuk mempelajari

adsorpsi larutan pada permukaan yang tidak ideal, kasar dan tidak beraturan

(heterogen). Dalam isoterm menurut Freundlich pengaruh konsentrasi larutan

terhadap adsorpsi menurut Freundlich dituliskan dengan bentuk logaritma sebagai

berikut :

( ) ……………………….. (2.2)

Dengan memplot log (Wm) terhadap log C maka nilai n dapat ditentukan

dengan slope kurva (Marcel, 1996)

Log x/m
m

Log C
Gambar 2.6 Kurva isoterm adsorpsi freundlich (Oxtoboxy et. Al., 1982).

2.3 Zat Warna Rhodamin B

Zat warna rhodamin B adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk yang

umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Rhodamin B sebagai senyawa

kompleks megandung gugus inti benzen dan gugus amino yang bersifat basa
15

sehingga sangat sulit didegradasi mikroorganisme secara alami (Purnamawati,

2015).

Rumus molekul dari rhodamin B yaitu C28H31N2O3Cl dengan berat 479

g/mol, dengan struktur sebagai berikut :

Gambar 2.7 Struktur molekul rhodamin B

Rhodamin B berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, tetapi dalam

bentuk larutan pada suatu konsentrasi berwana merah keunguan dan pada

konsentrasi yang lebih rendah akan berwarna merah terang. Zat warna ini

termasuk golongan pewarna xanthenes basa yang terbuat dari

metadietilamonifenol dan ftalik anhidrid (Ariani, 2004).

Dalam senyawa rhodamin B terdapat ikatan konjugasi, ikatan inilah yang

membuat rhodamin B berwarna merah. Selain adanya ikatan dengan konjugasi,

adanya ikatan dengan klorin menyebabkan rhodamin B berbahaya karena sifat

senyawa klorin sebagai senyawa anorganik yang bersifat sangat reaktif. Atom

klorin yang ada pada rhodamin B menyebabkan efek toksik apabila masuk

kedalam tubuh manusia. Atom klorin sendiri termasuk dalam golongan halogen,

dimana sifat halogen yang apabila berada dala senyawa organik akan

menyebabkan toksik dan karsinogenik (Ariani, 2004)


16

2.4 Spektrofotometri Ultraviolet dan Cahaya Tampak (UV-Vis)

Spektrofotometri UV-Vis adalah metode analisis kimia instrumental yang

berdasarkan pada interaksi energi radiasi elektromagnetik pada daerah ultraviolet

(panjang gelombang 200-380 nm) dan daerah sinar tampak (panjang gelombang

380-780 nm) dengan materi berupa atom atau molekul dalam suatu senyawa

kimia. Ketika suatu atom dipaparkan radiasi elektromagnetik, maka molekul

tersebut akan mengadsorpsi radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai.

Apabila suatu molekul menyerap radiasi ultraviolet, maka di dalam molekul

terjadi perpindahan elektron dari tingkat energi lebih rendah ke tingkat energi

yang lebih tinggi (transisi elektronik) dan adsorpsi tersebut menghasilkan garis

spektrum yang disebut spektrum UV-Vis atau spektrum eletronik (Mulja dan

Syahrani, 1995)

Spektrum UV-Vis dari senyawa organik berkaitan erat dengan transisi

elektronik diantara tingkat-tingkat elektronik. Transisi yang terjadi sangat

dipengaruhi oleh kromofor dan auksokrom. Kromofor adalah senyawa kovalen

tak jenuh yang dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis seperti C=C, C=O,

N=N, dan NO2. Auksokrom adalah gugus jenuh yang mempunyai pasangan

elektron bebas dan apabila berikatan dengan gugus kromofor akan mengubah

panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum seperti, -Cl, -OH, dan –NH2

(Khopkar, 2003).

Pelarut yang digunakan pad analisis spektrofotometri UV-Vis harus

memenuhi beberapa syarat diantaranya (i) harus memiliki kemurnian yang tinggi,

(ii) tidak berinteraksi dengan senyawa yang diukur, (iii) tidak mengandung sistem

konjugasi pada struktur molekulnya.


17

Pada spektrofotometri, konsentrasi suatu larutan ditetapkan dengan

pengukuran banyaknya cahaya yang diadsorpsi oleh larutan tersebut. Apabila

suatu larutan dipaparkan sinar polikromatik maka ada suatu berkas sinar dengan

panjang gelombang tertentu yang diserap, sedangkan berkas sinar lainnya

diteruskan melalui larutan tersebut. Berkas sinar yang diteruskan tersebut adalah

berkas berwarna. Warna yang diteruskan merupakan warna dari larutan, disebut

warna komplementer (tabel 2.1) dari sinar yang diadsorpsi (Muhammad dan

Achmad, 1990).

Tabel 2.3 Warna Komplementer Spektrum Sinar Tampak


Panjang Warna Yang Warna Yang
Gelombang (nm) Diserap Teramati
380 – 450 Violet Hujau kekuningan
450 – 495 Biru Kuning
495 – 570 Hijau Violet
570 – 590 Kuning Biru
590 – 620 Oranye Hijau – biru
620 – 750 Merah Biru – hijau
Sumber : Muhammad dan Achmad (1990)

Pengukuran konsentrasi suatu larutan Spektrofotometri UV-Vis berdasarkan

pada Hukum Lambert-Beer dapat dinyatakan sebagai berikut :

…………………………….. (2.3)

Jika It/Io = T maka,

…………..……………………. (2.4)

Dengan Io = itensitas cahaya datang (J/m2s), It = intensitas cahaya yang diteruskan

(J/m2s), = koefisien adsorpsi (Cm-1 L mol-1), b = tebal lapisan kuvet (cm), c =

konsentrasi larutan sampel (mol/L atau mg/L). Jika – log T = Absorbansi maka

…………………………………... (2.5)

Jika konsentrasi dinyatakan dalam gram/L, maka persamaan menjadi :


18

…………………………………… (2.6)

Dengan a = Absorbtivitas(L gram-1 cm-1)

Analisis spektrofotometri UV - Vis pada penelitian ini digunakan metode

kurva kalibrasi. Metode ini dilakukan dengan pengukuran suatu seri larutan

standar dengan berbagai konsentrasi, selanjutnya membuat grafik antara

konsentrasi (c) terhadap absorbansi (A) dengan mengikuti persamaan garis lurus y

= ax + b dengan x = konsentrasi, a = slope, b = intersep. Kurva kalibrasi dapat

digambarkan sebagai berikut (Skoog et al., 2000) :

Gambar 2.6 Kurva kalibrasi (Skoog et.al, 2000)

Konsentrasi analit dalam sampel dapat ditentukan dengan memasukkan nilai

absorbansi analit ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dari pengukuran

dibuat dengan persamaan :

( )
…….……………………….….. (2.3)

……………….…………….……… (2.4)

Nilai koefisien regresinya dapat ditentukan dengan persamaan :

………………………... (2.5)
√*( ( ) )+*( ( ) )+

Menurut hukum Lambert-Beer absorbansi sebanding dengan konsentrasi,

tetapi sering terjadi penyimpangan menyebabkan kalibrasi harus dilakukan setiap


19

melakukan analisis. Dalam proses analisis dengan kurva kalibrasi digunakan

beberapa larutan standar dengan memperhatikan beberapa hal seperti pereaksi

yang harus murni, dan larutan yang harus disiapkan setiap kali analisis dengan

cara mengencerkannya dari larutan induk (Ewing, 1985).

Anda mungkin juga menyukai