Anda di halaman 1dari 21

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Arang dan Arang Aktif

Arang adalah suatu bahan padat yang berpori dan merupakan hasil

pembakaran dari bahan yang mengandung karbon melalui proses pirolisis.

Sebagian dari pori-porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa

organik lain. Komponennya terdiri dari karbon terikat (fixed carbon), abu, air,

nitrogen dan sulfur (Djatmiko dkk, 1985).

Proses pirolisis terdiri dari dua tingkat yaitu pirolisis primer dan pirolisis

sekunder. Pirolisis primer adalah proses pirolisis yang terjadi pada suhu 150 -

300C (proses lambat) dan pada suhu 300 - 400C (proses cepat). Hasil dari

proses primer lambat adalah arang, H2 O, CO dan CO2 . Sedangkan hasil pirolisis

primer cepat adalah arang, gas, H2 O dan uap. Pirolisis sekunder adalah proses

pirolisis yang terjadi pada gas-gas hasil dan terjadi pada suhu lebih dari 600C

dan hasil prosesnya adalah CO, H2 dan hidrokarbon. Umumnya proses pirolisis

sekunder ini digunakan untuk gasifikasi (Alvarez et al. 1998; Agustina, 2002

dalam Pari, 2004).

Arang yang merupakan residu dari peruraian bahan yang mengandung

karbon sebagian besar komponennya adalah karbon dan terjadi akibat peruraian

panas. Proses pemanasan ini dapat dilakukan dengan jalan memanasi bahan

langsung atau tidak langsung di dalam timbunan, kiln, retort dan tanur (Djatmiko

dkk, 1985).
9

Roy (1993) mendefinisikan arang aktif adalah arang yang telah mengalami

proses aktivasi untuk meningkatkan luas permukaan melalui pembukaan pori-pori

sehingga daya adsorpsi dapat ditingkatkan. Definisi lain mengatakan arang aktif

adalah arang yang sudah diaktifkan, sehingga pori-porinya terbuka dan

permukaannya bertambah luas sekitar 300 sampai 2000 m2 /g. Permukaan arang

aktif yang semakin meluas ini menyebabkan daya adsorpsinya terhadap gas atau

cairan makin tinggi (Kirk dan Othmer, 1964). Daya adsorpsi arang aktif yang

tinggi disebabkan jumlah pori-pori yang besar (Lenntech, 2004).

Sedangkan menurut Sudrajat dan Salim (1994), arang aktif adalah arang

yang konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain, serta

rongga atau pori dibersihkan dari senyawa lain atau kotoran sehingga permukaan

dan pusat aktif menjadi luas atau daya adsorpsi terhadap cairan dan gas akan

meningkat.

Pembuatan Arang Aktif

Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon, baik

organik maupun anorganik asal bahan tersebut memiliki struktur berpori (Sudrajat

dan Salim, 1994). Arang aktif dapat dibuat dari arang biasa yang berasal dari

tumbuhan, ataupun barang tambang. Bahan-bahan tersebut adalah berbagai jenis

kayu, serbuk gergaji, sekam padi, dan batu bara (Pari, 1995).

Guerrero et al. (1970) menyatakan bahwa pembuatan arang aktif dilakukan

dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembentukan arang bersifat amorf porous

pada suhu rendah. Tahap kedua adalah proses pengaktifan arang untuk

menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang sehingga


10

meningkatkan porositas arang. Menurut Cheremisinoff dan Ellerbusch (1978)

dalam Pari (1995), pada kedua proses tersebut terjadi tahap-tahap sebagai berikut :

1. Dehidrasi yaitu proses menghilangkan air

2. Karbonisasi yaitu proses penguraian selulosa organik menjadi unsur

karbon, serta mengeluarkan senyawa-senyawa non karbon

3. Aktivasi yaitu proses pembentukan dan penyusunan karbon sehingga pori-

pori menjadi lebih besar

Pada prinsipnya arang aktif dapat dibuat dengan dua cara, yaitu cara kimia

dan cara fisika. Pada pembuatan arang aktif, mutu yang dihasilkan sangat

tergantung dari bahan baku yang digunakan, bahan pengaktif, suhu dan cara

pengaktifannya (Hartoyo et al. 1990).

1. Pembuatan Arang Aktif secara Kimia

Prinsipnya yaitu perendaman arang dengan senyawa kimia sebelum

dipanaskan. Pada proses pengaktifan secara kimia, arang direndam dalam larutan

pengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600 - 900C

selama 1 2 jam. Pada suhu tinggi ini bahan pengaktif akan masuk di antara sela-

sela lapisan heksagonal dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup.

Bahan kimia yang dapat digunakan antara lain H3 PO4 , NH4 Cl, AlCl3 , HNO3 ,

KOH, NaOH, KMnO 4 , SO3 , H2 SO4 dan K2 S (Kienle, 1986).

Pemakaian bahan kimia sebagai bahan pengaktif sering mengakibatkan

pengotoran pada arang aktif yang dihasilkan. Umumnya aktivator meninggalkan

sisa-sisa berupa oksida yang tidak larut dalam air pada waktu pencucian, oleh

karena itu dalam beberapa proses sering dilakukan pelarutan dengan HCl untuk
11

mengikat kembali sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan arang

dan kandungan abu yang terdapat dalam arang aktif. Hasil penelitian Botha (1992)

dalam Pari (2004) yang membuat arang aktif dari batubara, lalu mengekstrak

arang aktif tersebut dengan HCl 0,5 M menghasilkan arang aktif yang struktur

mikroporinya lebih besar.

2. Pembuatan Arang Aktif secara Fisika

Prinsipnya adalah pemberian uap air atau gas CO2 kepada arang yang telah

dipanaskan. Arang yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tungku aktivasi

lalu dipanaskan pada suhu 800 - 1000C. Selama pemanasan ke dalamnya

dialirkan uap air atau gas CO2 . Pada suhu dibawah 800C, aksi oksidasi uap air

ataupun gas CO2 berlangsung sangat lambat, sedangkan pada suhu diatas 1000C

akan menyebabkan kerusakan susunan kisi-kisi heksagonal.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

C + H2 O CO + H2 ?H = + 117 kJ

C + 2H2 O CO2 + 2H2 ?H = + 75 kJ

C + CO2 2CO ?H = + 157 kJ

Reaksi yang terjadi adalah endoterm, sehingga aktivasi yang terjadi

menjadi kurang efektif akibat panas yang terbentuk menjadi berkurang. Salah satu

hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membakar

gas- gas yang terbentuk (Kienle, 1986).

CO + O2 CO2 ?H = -285 kJ

H2 + O2 H2 O ?H = -238 kJ
12

Selama pengaktifan dengan gas- gas pengoksidasi, lapisan- lapisan karbon

kristalit yang tidak beratur akan mengalami pergeseran yang menyebabkan

permukaan kristalit atau celah menjadi terbuka sehingga gas-gas pengaktif yang

lembam dapat mendorong residu-residu hidrokarbon seperti senyawa ter, fenol,

metanol dan senyawa lain yang menempel pada permukaan arang. Cara yang

sangat efektif untuk mendesak residu-residu tersebut adalah dengan mengalirkan

gas pengoksidasi pada permukaan materi karbon (Pari, 1996).

Sifat dan Struktur Arang Aktif

Arang aktif adalah padatan amorf yang mempunyai luas permukaan dan

jumlah pori yang sangat banyak (Baker et al. 1997). Arang aktif berbentuk

kristal mikro, karbon non grafit, yang pori-porinya telah mengalami proses

pengembangan kemampuan untuk menjerap gas dan uap dari campuran gas dan

zat-zat yang tidak terlarut atau terdispersi dalam cairan (Roy, 1985). Tiap-tiap

kristal, biasanya terdiri dari 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan sekitar 20 30

atom karbon heksagonal pada tiap lapisan (Jankowska et al. 1991).

Selanjutnya Hartoyo (1974) mengemukakan bahwa sifat fisik arang aktif

dibagi dua macam :

1. Sifatnya keras dan bobot jenis tinggi, sesuai untuk bahan adsorpsi gas

2. Sifatnya lunak dan bobot jenis rendah, sesuai untuk bahan adsorpsi cairan

Menurut Hassler (1974), arang aktif adalah arang halus yang berwarna hitam,

tidak berbau, tidak mempunyai rasa, higroskopis, tidak larut dalam air, basa, asam

dan pelarut organik. Arang aktif tidak terdekomposisi atau bereaksi setelah
13

digunakan. Arang aktif berbentuk amorf, yang terdiri dari unsur karbon. Karbon

ini terdiri dari pelat-pelat dasar yang atom karbonnya terikat secara kovalen dalam

suatu kisi heksago nal mirip dengan grafit. Pelat-pelat ini terkumpul satu sama lain

membentuk kristal-kristal dengan susunan tidak beraturan dan jarak antar pelatnya

acak.

Semua arang aktif memiliki struktur pori, biasanya dengan sejumlah

hidrogen dan oksigen yang terikat secara kimia. Arang aktif biasanya

mengandung 2 % mineral yang biasanya ditunjukkan oleh kadar abu atau residu

pembakaran (Kienle dkk, 1996).

Penyelidikan dengan sinar-X menunjukkan bahwa arang aktif berbentuk

kristal yang sangat kecil mirip dengan struktur grafit. Grafit terdiri dari sejumlah

pelat yang tersusun secara paralel dan masing- masing pelat mempunyai sistem

heksagonal dengan enam atom karbon. Daerah kristalin hanya pada ketebalan 0,7

sampai 1,1 nm, lebih kecil dibanding grafit yang teramati. Hal ini berarti bahwa

tiap-tiap kristalin biasanya hanya tiga atau empat lapis atom dengan 20 sampai 30

karbon heksagon pada masing- masing lapisan (Kienle dkk, 1996).

Besar kecilnya ukuran pori dari kristalit-kristalit arang aktif selain

tergantung pada suhu karbonisasi juga bahan baku yang digunakan. Ukuran

porinya dapat berkisar antara 10 - > 250 A. Beukens et al. (1985) membagi

besarnya ukuran pori kedalam tiga katagori yaitu :


14

1. Makropori

Makropori didefinisikan sebagai ukuran pori arang aktif yang mempunyai

diameter lebih besar dari 250 A dengan volume sebanyak 0,8 mL/g dan

permukaan spesifik antara 0,5 2 m2 /g.

2. Mesopori

Pori-pori arang aktif yang diameternya berkisar antara 50 250 A

dengan volume 0,1 mL/g dan permukaan spesifik antara 20 70 m2 /g.

3. Mikropori

Pori arang aktif dengan ukuran diameter lebih kecil dari 50 A dan terbagi

atas tiga bagian yaitu :

a. Maksi mikropori

Maksi mikropori merupakan pori dengan diameter pori antara 25 50 A,

dapat digunakan untuk menyerap pigmen tanaman dan sangat baik untuk adsorpsi

molase.

b. Mesi mikropori

Diameter pori dari mesi mikropori adalah antara 15 25 A, yang sangat

baik untuk menyerap zat warna terutama metilen biru.

c. Mini mikropori

Diameter pori mini mikropori lebih kecil dari 15 A, dan dapat digunakan

dengan baik untuk penyerapan yodium dan fenol.

Distribusi ukuran pori merupakan parameter yang penting dalam hal

kemampuan daya serap arang aktif terhadap molekul yang ukurannya bervariasi.

Disamping distribusi pori, bentuk pori merupakan parameter yang khusus untuk
15

daya serap arang aktif yang terjadi. Pori-pori dengan bentuk silinder lebih mudah

tertutup yang menyebabkan tidak aktifnya bagian permukaan dari arang aktif

tersebut. Bila arang aktif digunakan untuk penjernihan air, lebih banyak

dibutuhkan pori-pori yang terbuka karena air sebagian besar mengandung

macam- macam partikel. Pengaruh dari ukuran pori untuk penyerapan fasa cair

dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini (Beukens et al. 1985).

Gambar 2. Pengaruh Ukuran Pori pada Penyerapan Fasa Cair

Keterangan : 1. Daerah yang memungkinkan pelarut dan bahan yang akan diserap
dapat masuk.

2. Daerah yang memungkinkan pelarut dan bahan yang lebih kecil


yang akan diserap dapat masuk.

3. Daerah yang hanya dimasuki pelarut.


16

Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang

dipengaruhi oleh suatu reaksi kimia antara adsorben dan adsorbat. Adsorben

adalah padatan atau cairan yang mengadsorpsi sedang adsorbat adalah padatan,

cairan atau gas yang diadsorpsi. Jadi proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan

dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan dan cairan dengan

padatan (Ketaren, 1986).

Sedangkan menurut Setyaningsih (1995), adsorpsi adalah proses terjadinya

perpindahan massa adsorbat dari fasa gerak (fluida pembawa adsorbat) ke

permukaan adsorben. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara

molekul adsorbat dengan tempat-tempat aktif di permukaan adsorben. Adsorpsi

merupakan peristiwa terjadinya perubahan kepekatan dari molekul, ion atau atom

antara permukaan dua fase.

Walstra (2003) mendefinisikan adsorpsi sebagai proses difusi suatu

komponen pada suatu permukaan atau antar partikel. Komponen yang terserap

disebut adsorbat dan bahan yang dapat menyerap disebut adsorben. Adsorben

dapat berupa padatan atau cairan. Adsorbat terlarut dalam cairan atau berada

dalam gas.

Dalam proses adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben

padatan atau cairan terhadap adsorbat atom-tom, ion-ion atau molekul- molekul

gas atau cairan lainnya (Microsoft, 2000), yang melibatkan ikatan intramolekuler

diantara keduanya (Osmonics, 2000). Melalui proses pengikatan tersebut, maka


17

proses adsorpsi dapat menghilangkan warna (Kadirvelu et al. 2003) dan logam

(Rossi et al. 2003).

Cheremisinoff dan Ellerbusch (1978) dalam Pari (1995) mengatakan bahwa

ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara fisik (physisorption) dan adsorpsi

secara kimia (chemisorption). Adsorpsi secara fisik terjadi karena perbedaan

energi atau gaya tarik menarik elektrik (gaya Van der Waals) sehingga molekul-

molekul adsorbat secara fisik terikat pada molekul adsorben. Jenis adsorpsi ini

umumnya adalah lapisan ganda (multi layer) dalam hal ini tiap lapisan molekul

terbentuk di atas lapisan- lapisan yang proporsional dengan konsentrasi

kontaminan. Makin besar konsentrasi kontaminan dalam suatu larutan maka

makin banyak lapisan molekul yang terbentuk pada adsorben. Adsorpsi fisik ini

bersifat dapat balik (reversible) yang berarti atom-atom atau ion- ion yang terikat

dapat dilepaskan kembali dengan bantuan pelarut tertentu yang sesuai dengan sifat

ion yang diikat. Sedangkan adsorpsi secara kimia, ikatan yang terjadi adalah

ikatan kimia yang kuat dan bersifat tidak dapat balik (irreversible) karena pada

pembentukannya diperlukan energi pengaktifan sehingga untuk melepaskannya

diperlukan pula energi yang besarnya relatif sama dengan energi pembentukan.

Menurut Setyaningsih (1995), mekanisme adsorpsi dapat diterangkan

sebagai berikut : molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke

permukaan luar adsorben (disebut difusi eksternal); sebagian ada yang teradsorpsi

di permukaan luar, sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben

(disebut difusi internal). Proses adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap
18

dasar, yaitu : zat terjerap pada bagian luar, zat bergerak menuju pori-pori arang

dan zat terjerap ke dinding bagian dalam dari arang.

Menurut Azah dan Rudyanto (1984) daya serap arang aktif dapat terjadi

karena (1) adanya pori-pori mikro yang sangat banyak yang dapat menimbulkan

gejala kapiler yang menyebabkan timbulnya daya serap (2) permukaan yang luas

dari arang aktif (3) pada kondisi bervariasi hanya sebagian permukaan yang

mempunyai daya serap, hal ini karena permukaan arang aktif bersifat heterogen,

penyerapannya hanya terjadi peda permukaan yang aktif saja.

Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan bila

mempunyai daya adsorpsi selektif, berpori (mempunyai luas permukaan per

satuan massa yang besar) dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat yang

hendak dipisahkan secara fisik maupun kimia (Setyaningsih, 1995).

Kirk dan Othmer (1957) dalam Pari (1995) menyebutkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi adsorpsi arang aktif antara lain adalah :

1. Karakteristik fisis dan kimia adsorben, seperti luas permukaan, ukuran

pori dan komposisi kimia permukaan arang aktif.

2. Karakteristik fisis dan kimia adsorbat, seperti ukuran molekul, kepolaran

molekul dan komposisi kimianya.

3. Konsentrasi adsorbat dalam fasa cair.

4. Karakteristik fasa cair, yaitu pH dan temperatur.

5. Lamanya proses adsorpsi berlangsung.

Menurut Kadirvelu et al. (2001) mekanisme adsorpsi ion logam oleh arang

aktif adalah pertukaran ion. Alfarra et al. (2004) menambahkan bahwa pada
19

aplikasi penghilangan satu jenis ion, arang aktif sering dipertanggungjawabkan

mempunyai perilaku sebagai penukar kation. Dalam kasus ini, adsorpsi tergantung

pada tekstur karbon, dan akan meningkat dengan meningkatnya pH, jumlah

permukaan dan konsentrasi larutan.

Kegunaan Arang Aktif

Ada dua macam jenis arang aktif yang dibedakan menurut fungsinya

(Setyaningsih, 1995) :

1. Arang penjerap gas (gas adsorbent carbon)

Jenis arang ini digunakan untuk menjerap kotoran berupa gas. Pori-pori

yang terdapat pada arang jenis ini adalah mikropori yang menyebabkan molekul

gas akan mampu melewatinya, tapi molekul dari cairan tidak bisa melewatinya.

Karbon jenis ini dapat ditemui pada karbon tempurung kelapa.

2. Arang fasa cair (liquid-phase carbon)

Arang jenis ini digunakan untuk menjerap kotoran/zat yang tidak diinginkan

dari cairan atau larutan. Jenis pori-pori dari karbon ini adalah makropori yang

memungkinkan molekul besar untuk masuk. Arang jenis ini biasanya berasal dari

batubara dan selulosa.

Saat ini arang aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia, pangan

dan farmasi. Umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penjerap dan

pemurni, dalam jumlah kecil juga digunakan sebagai katalis.


20

Sudrajat dan Salim (1994) mengemukakan bahwa arang aktif dapat

memurnikan produk yang dihasilkan industri dan juga berguna untuk

mendapatkan kembali zat-zat berharga dari campurannya serta sebagai obat.

Tabel 1. Penggunaan Arang Aktif dalam Industri

No. Tujuan Pemakaian


Untuk Gas
1. Pemurnian gas Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau
busuk dan asap
2. Pengolahan LNG Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan
mentah serta reaksi
3. Katalistaor Katalisator reaksi/pengangkut vinil klorida dan vinil
asetat
4. Lain-lain Menghilangkan bau pada kamar pendingin
Untuk Cairan
1. Industri obat dan makanan Menyaring dan menghilangkan warna
2. Minuman ringan dan keras Menghilangkan warna dan bau
3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah, zat perantara
4. Pembersih air Menyaring/menghilangkan warna, bau zat pencemar
dalam air, sebagai alat pelindung dan penukar resin
dalam alat penyulingan air
5. Pembersih air buangan Mengatur dan membersihkan air buangan dari
pencemar, warna, bau dan logam berat
6. Penambakan udang dan benur Pemurnian, penghilangan bau dan warna
7. Pelarut yang digunakan kembali Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa metanol,
etil asetat dan lain-lain
Lain-lain
1. Pengolahan pulp Pemurnian dan penghilangan bau
2. Pengolahan pupuk Pemurnian
3. Pengolahan emas Pemurnian
4. Penyaringan minyak makan dan Menghilangkan warna, bau dan rasa tidak enak
glukosa
(Sumber : PDII LIPI, 2004)

Kemampuan arang aktif sebagai bahan penyerap tidak sama antara satu

dengan yang lainnya, karena suatu penyerapan belum tentu baik untuk proses

penyerapan lainnya. Perbedaan ukuran partikel pori dan tingkat aktivasi dapat

mempengaruhi optimalisasi penggunaan arang aktif (Bikerman, 1958 dalam Pari,

2004).

Kegunaan arang aktif sebagai adsorben sangat luas. Arang aktif dapat

digunakan untuk menyerap senyawa organik non polar seperti mineral minyak,
21

fenol poliaromatik hidrokarbon, menyerap substansi halogenasi, bau, rasa,

produk-produk fermentasi dan substansi non polar yang tidak larut dalam air

(Lenntech, 2004). Kemampuan arang aktif sebagai adsorben terhadap ion logam

telah dibuktikan antara lain oleh Kadirvelu et al. (2001) serta Kadirvelu dan

Namasivayam (2003).

Kadirvelu et al. (2001) telah membuktikan kemampuan arang aktif sebagai

adsorben terhadap logam Hg, Pb, Cd, Ni, Cu dalam limbah cair industri radiator,

pelapisan nikel dan pelapisan tembaga. Kemampuan arang aktif sebagai

penghilang logam tersebut dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi karbon. Kenaikan

kadar karbon menaikkan persen adsorpsi ion logam. Sedangkan Kadirvelu dan

Namasivayam (2003) mempelajari proses adsorpsi logam Cd(II) menggunakan

arang aktif dari limbah padat pertanian.

Dalam proses penjernihan air, arang aktif selain mengadsorpsi logam- logam

seperti besi, tembaga, nikel, juga dapat menghilangkan bau, warna dan rasa yang

terdapat dalam larutan atau buangan air. Karena arang aktif lebih bersifat non

polar, maka komponen non polar dengan berat molekul tinggi (4 sampai 20 atom

karbon) yang terdapat dalam air buangan pabrik dapat diadsorpsi oleh arang aktif

(Buekens et al. 1985).

Pencemaran Air

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,

energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga

kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
22

berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Peraturan Pemerintah, 2001).

Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat

berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat. Pencemar memasuki badan air

dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off)

pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri dan lain-

lain (Effendi, 2003).

Parameter kualitas air dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (1) sifat fisik,

(2) sifat kimiawi, (3) sifat mikrobiologis dan (4) sifat radioaktif. Parameter fisik

antara lain warna, bau dan rasa, padatan tersuspensi, daya hantar listrik dan

kecerahan. Parameter kimiawi air dibagi menjadi dua yaitu (a) organik dan (b)

anorganik. Parameter bakteriologis mencakup bakteri koliform total, koliform


90
tinja, patogen dan virus. Parameter radioaktivitas mencakup zarah beta, Sr dan
226
Ra (Daryanto, 1995)

Sumber Pencemar

Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source)

atau tak tentu/tersebar (non-point/diffuse source). Sumber pencemar point source

misalnya knalpot mobil, cerobong asap pabrik dan saluran limbah industri.

Pencemar yang berasal dari point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan

dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Volume pencemar

dari point source biasanya relatif tetap. Sedangkan sumber pencemar non-point

source dapat berupa point source dalam jumlah yang banyak. Misalnya : limpasan

dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari

daerah pemukiman (domestik) dan limpasan dari daerah perkotaan.


23

Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan beberapa jenis pencemar dan

sumbernya dalam Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa Jenis Pencemar dan Sumbernya

Sumber Tertentu (Point Sumber Tak Tentu (Non Point


Source) Source)
Jenis Pencemar Limpasan Limpasan
Limbah Limbah
Daerah Daerah
Domestik Industri
Pertanian Perkotaan
1. Limbah yang dapat menurunkan X X X X
kadar oksigen
2. Nutrien X X X X
X X X X
3. Patogen
X X X X
4. Sedimen - X X X
5. Garam-garam - X - X
6. Logam yang toksik - X X -
7. Bahan organik yang toksik - X - -
8. Pencemaran panas
Sumber : Davis dan Cornwell, 1991

Bahan Pencemar (Polutan)

Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam

atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan

ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara

masuknya ke dalam ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua,

yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan

yang memasuki suatu lingkungan (misalnya badan air) secara alami, misalnya

akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan fenomena alam yang lain.

Polutan yang memasuki suatu ekosistem secara alamiah sukar dikendalikan.

Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat

aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban

(perkotaan), maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat

dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya

polutan tersebut (Effendi, 2003).


24

Berdasarkan sifat toksiknya, polutan/pencemar dibedakan menjadi dua

(Jeffries dan Mills, 1996) :

1. Polutan tak toksik

Polutan tak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami. Sifat

destruktif pencemar ini muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan

sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui perubahan proses

fisika kimia perairan. Polutan tak toksik terdiri atas bahan-bahan tersuspensi dan

nutrien.

2. Polutan toksik

Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan

kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku dan

karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya

berupa bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen dan bahan artifisial

lainnya. Mason (1993) mengelompokkan pencemar toksik menjadi lima yaitu :

a. Logam (metals), meliputi : timbal, nikel, kadmium, zinc, copper dan merkuri

b. Senyawa organik, meliputi pestisida organoklorin, herbisida, PCB, hidrokarbon

alifatik berklor, pelarut, surfaktan, hidrokarbon petroleum, aromatik polinuklir,

dibenzodioksin berklor, senyawa organometalik, fenol dan formaldehida.

c. Gas, misalnya klorin dan amonia

d. Anion, misalnya sianida, fluorida, sulfida dan sulfat

e. Asam dan alkali


25

Jenis-jenis Pencemar

Polutan yang memasuki perairan terdiri atas campuran berbagai jenis

polutan. Jika di perairan terdapat lebih dari dua jenis polutan maka kombina si

pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan tersebut dapat

dikelompokkan menjadi tiga (Effendi, 2003) :

1. Additive : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan merupakan

penjumlahan dari pengaruh masing- masing polutan. Misalnya, pengaruh

kombinasi zinc dan kadmium terhadap ikan.

2. Synergism : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan lebih besar

daripada penjumlahan pengaruh dari masing- masing polutan. Misalnya,

pengaruh kombinasi copper dan klorin atau pengaruh kombinasi copper dan

surfaktan.

3. Antagonism : pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan saling

mengganggu sehingga pengaruh secara kumulatif lebih kecil atau

kemungkinan hilang. Misalnya, pengaruh kombinasi kalsium dan timbal atau

zinc atau aluminium.

Rao (1992) mengelompokkan bahan pencemar di peraiarn menjadi beberapa

kelompok, yaitu : (1) limbah yang mengakibatkan penurunan kadar oksigen

terlarut (oxygen demanding waste), (2) limbah yang mengakibatkan munculnya

penyakit (disease causing agents), (3) senyawa organik sintetis, (4) nutrien

tumbuhan, (5) senyawa anorganik dan mineral, (6) sedimen, (7) radioaktif, (8)

panas (thermal discharge), dan (9) minyak. Bahan pencemar (polutan) yang
26

masuk ke dalam air biasanya merupakan kombinasi dari beberapa jenis pencemar

yang saling berinteraksi.

Limbah

Yang dimaksud dengan limbah atau benda/zat buangan yang kotor adalah

benda/zat yang mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan

manusia atau hewan dan umumnya muncul karena hasil perbuatan manusia

termasuk dari industrialisasi (Daryanto, 1995).

Sumber Air Limbah

Daryanto (1995) menyebutkan bahwa biasanya air limbah dapat diperoleh

dari berbagai sumber, antara lain :

(1). Air limbah rumah tangga

Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal

dari perumahan dan daerah perdagangan, sumber lainnya yang tidak kalah

pentingnya adalah daerah perkantoran atau lembaga serta fasilitas rekreasi. Air

limbah rumah tangga dapat dibedakan atas air limbah rumah tangga dari :

- Daerah pemukiman penduduk

- Daerah perdagangan/pasar/tempat usaha/hotel dan lain- lain

- Daerah kelembagaan (kantor-kantor pemerintahan dan swasta)

- daerah rekreasi

(2). Air limbah industri

Jumlah aliran limbah yang berasal dari industri sangat berva riasi

tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses

industri, derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah yang ada.
27

(3). Air limbah rembesan dan tambahan

Apabila turun hujan di suatu daerah, maka air yang turun secara cepat

akan mengalir masuk ke dalam saluran pengering atau saluran air hujan. Apabila

saluran ini tidak mampu menampungnya, maka limpahan air hujan akan digabung

dengan saluran air limbah, dengan demikian akan merupakan tambahan yang

sangat besar.

Karakteristik Air Limbah

Hindarko (2003) menyatakan bahwa melebihi suatu karakteristik tertentu,

buangan air limbah ke sungai, danau, laut dan lain- lain, akan menimbulkan

pencemaran terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah melalui

Departemen Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai

baku mutu air limbah yang dibuang ke badan air.

Semula peraturan yang ada hanya berbentuk Baku Mutu Effulen Standar

Departemen Kesehatan, yang sangat umum sifatnya. Kemudian disempurnakan

dalam PP No. 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air, dimana badan

air digolongkan atas empat kelompok utama, yaitu : (i). Golongan A : air yang

dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengelolaan terlebih

dahulu (ii). Golongan B : air yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku air

minum (iii). Golongan C : air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian

dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri pembangkit tenaga listrik

tenaga air (iv). Golongan D : air yang dapat dipakai untuk pelayaran dan lalu

lintas air di sungai, danau dan laut (Hindarko, 2003).


28

Selanjutnya menurut Hindarko (2003), karakteristik fisik air limbah meliputi

jumlah zat padat terlarut, bau, suhu, berat jenis dan warna. Karakteristik kimiawi

air limbah meliputi bahan organik dalam air limbah (protein, karbohidrat, lemak

dan minyak, surfaktan, peptisida), senyawa anorganik dalam air limbah (pH,

alkalinitas, klor, nitrogen, phospor, logam berat dan senyawa beracun). Sedangkan

karakteristik biologis dari air limbah meliputi jamur, ganggang, organisme

pathogenik.

Pengolahan Air Limbah

Pengolahan air limbah dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu secara fisika,

kimia dan biologi. Ketiga jenis proses ini bertujuan mengubah sifat buangan

kedalam bentuk yang lebih mudah diterima seperti sifat racun berkurang,

konsentrasi lebih rendah, volume berkurang dan sebagainya (Daryanto, 1995).

Secara lebih spesifik, ketiga cara pengolahan air limbah adalah sebagai

berikut :

1. Pengolahan secara fisika : pengayakan, pengendapan, penjernihan, pengadukan

cepat, penyaringan, evaporasi dan destilasi, stripper dan proses osmosis

2. Pengolahan secara kimia : netralisasi, presipitasi, koagulasi dan flokulasi,

oksidasi dan reduksi serta desinfeksi.

3. Pengolahan secara biologi : sistem aerobik (kolam oksidasi, lumpur aktif,

penambahan oksigen, trickling filter, lagon), sistem anaerobik (septik tank)

Anda mungkin juga menyukai