Etiologi
Distemper merupakan salah satu penyakit yang menular pada hewan anjing. Penyakit ini
disebabkan oleh Canine Distemper Virus (CDV) yang merupakan virus RNA beramplop dari
genus Morbilivirus, family Paramixoviridae, memiliki hubungan dekat dengan virus rinderpest
pada sapi dan measles pada manusia (Erawan dkk., 2019). Penyakit CDV bersifat multisitemik
karena dapat menyerang berbagai sistem respirasi, pencernaan, kutaneus hingga saraf. Penularan
penyakit ini melalui sekresi partikel virus secara aerosol dan dapat melalui kontak langsung antar
hewan yang terinfeksi CDV. Anjing usia muda (<12 bulan) dan anjing yang tidak divaksin
CDV merupakan virion pleomorfik yang berdiameter 150 250 nm, dengan RNA sense-
negatif berantai tunggal yang diapit oleh nukelokapsid simetris heliks . Protein virion CDV
mencakup tiga protein nukleokapsid: protein pengikat RNA (N) yang sebelumnya disebut
sebagai protein nukleokapsid (NP), fosfoprotein (P), dan protein polimerase (L); dan tiga protein
membran: protein matriks (M); satu protein fusi (F), dan protein hemagglutinin (H) (Headley, et
al., 2013).
Gejala Klinis
Anjing yang terinfeksi Canine Distemper Virus (CDV) memiliki gejala klinis yang sangat
bervariasi. Gejala tersebut dapat berat, ringan, dengan atau tanpa menunjukkan gejala – gejala
saraf (Erawan dkk., 2019). Manifestasi gejala yang ditumbulkan pada awal infeksi CDV yakni
demam, anoreksia, lethargi, penurunan berat badan, dehidrasi, mata berair, leleran pada hidung,
batuk, sesak, dan dapat menyebabkan gastroenteritis. Gejala saraf yang ditimbulkan merupakan
tanda bahwa virus telah mencapai system saraf pusat. Anjing akan mengalami kejang – kejang
(seizure), paralisis tremor, chorea, perubahan tingkah laku serta chewing gum (Gurning dkk.,
2013).
Patologi Patognomis
Penyakit distemper akan menyebabkan beberapa perubahan patologis baik organ dan
jaringan pada hewan. Pada penelitian Kardena dkk. (2011) melakukan nekropsi pada hewan
anjing yang terinfeksi CDV, organ paru – paru dapat dilihat pada gambar 1 didapatkan
perubahan makroskopik warna menjadi lebih merah, namun di beberapa bagian ada yang tampak
pucat atau bahkan kehitaman, serta perubahan ukuran yang lebih besar yang disebabkan kapiler –
kapiler darah pada paru – paru mengalami vasodilatasi untuk menarik sel radang dalam
melakukan proses fagositosis ke daurah yang terdapat radang, tampak adanya peradangan,
nekrotik atau infark. Pada saluran pencernaan juga dapat menyebabkan adanya enteritis
hemorragi. Organ – organ limfatik akan mengalami perubahan adanya proliferasi limfoid. Pada
beberapa kasus distemper dapat ditemui adanya eksudat pada organ seperti saluran cerna dan
saluran pernafasan, serta kerap ditemukannya radang kataral hingga mukopurulen. Virus CDV
menyerang system saraf pusat, yang mengakibatkan adanya perubahan patologis pada otak.
Menurut Yao-qian et al. (2013) lesi ensefalis pada otak disebabkan perubahan sekunder dari
abnormalitas pada hewan yang terinfeksi CDV. Penelitian yang dilakukan oleh Sitepu dkk.
(2013) menyatatakan terdapat adanya nekrosis otak, paru – paru, hepar dan ginjal pada anjing
yang terinfeksi CDV, serta perubahan lain seperti kongesti, degenerasi yang dapat dilihat pada
gambar 2.
Gambar 2. Perubahan Mikroskopik pada Anjing yang Terinfeksi CDV (HE, 400x).
Keterangan:
A) Kongesti ( ) pada vena centralis hati. B) Perdarahan ( ) pada septa alveoli paru-paru anjing
C. Perdarahan ( ) pada tubulus ginjal D. Degenerasi sel-sel neuron ( ) dan kongesti ( ) pada
cerebrum
Sumber: Sitepu dkk.(2013)
Pada penelitian Fadillah dkk (2015) menyebutkan bahwa anjing yang terinfeksi CDV
secara mikroskopis organ paru – paru akan tampak mengalami peradangan. Banyaknya infiltrasi
sel radang pada organ paru – paru akan menyebabkan pneumonia interstitialis, dan akan
menyebar ke bagian alveoli. Hal ini dapat diperparah jika terjadi infeksi sekunder. Menurut
peneliti organ limpa anjing yang terinfeksi CDV juga mengalami peradangan yang hamper
menyeluruh serta akan mengalami perubahan berupa proliferasi lymphoid. Otak terjadi
kerusakan sel disebabkan adanya reaksi demyelinisasi pada saraf pusat, peningkatan infiltrasi sel
Diagnosa PCR
Salah satu teknik diagnosa penyakit distemper pada anjing yang akurat yaitu
digunakan untuk melacak asam nukleat, dan telah dikembangkan untuk melacak infeksi virus.
Teknik RT-PCR dilakukan menurut Shimizu dalam Alcalde et al. (2011), Untuk mendeteksi gen
NP dengan metode RT-PCR dan Nested-PCR, dua set primer dirancang berdasarkan pada urutan
strain Onderstpoort, nomor aksesi Gen-Bank (AF014953). Urutan primer yang digunakan dalam
Pemeriksaan PCR juga dapat menggunakan sampel swab hidung, tonsilar, konjungtiva,
dan vagina serta antibiotik 1000 unit / mL penisilin dan 1000 μg / mL streptomisin yang telah
disuspensi. Kehadiran CDV dikonfirmasi oleh reverse transcriptase-PCR dengan CDV tertentu
5’CTTGAGCTTTCGACCCTTC 3’, dan fragmen yang diharapkan adalah 335 bp. Siklus
amplifikasi PCR dioptimalkan pada 94°C 45 detik, 52,2°C 45 detik dan 72°C 45 detik, untuk 35
siklus dengan langkah ekstensi akhir pada 72°C selama 5 menit. Pemeriksaan dengan sampel
serum dapat dillakukan dengan menentukan gen primer yang akan di analisa yang dapat dilihat
Tabel 1. Primer untuk RT-PCR dan analisa rantai dari CDV gen N, P, dan H (Tan et al., 2011)
Alcalde, R., Kogika, M. M., Lopes, L., & Bandiera-paiva, P. (2015). Canine distemper virus :
detection of viral RNA by Nested RT-PCR in dogs with clinical diagnosis. Brazil
Risiko Penyakit Distemper pada Anjing di Denpasar. Jurnal Veteriner Vol. 10 No.
3 : 173-177
Fadilah, M. F., Berata, I. K., & Kardena, I. M. (2015). Studi Histopatologi Limpa Anjing
Penderita Distemper Dikaitkan Dengan Sebaran Sel-Sel Radang Pada Otak Dan
Gurning, S. D. S., S. K. Widyastuti, and I G. Soma. Studi Kasus: Paralisis pada Anjing Shih-tzu
Headley, S. A., A. F. Alfieri and A. A. Alfieri. 2013. Canine Distemper Virus: Epidemiological
Inc.
Kardena, I. M., Winaya, I. O., & Berata, I. K. (2011). Gambaran Patologi Paru-Paru pada Anjing
Lokal Bali yang Terinfeksi Penyakit Distemper. Buletin Veteriner Udayana, 3(1),
17–24.
Distemper pada Anjing Umur 2 sampai 12 bulan. Indonesia Medicus Veterinus 2(5),
528–537.
Tan, B., Wen, Y., Wang, F., Zhang, S., Wang, X., Hu, J., and Shi, X. (2011). Pathogenesis and
phylogenetic analyses of canine distemper virus strain ZJ7 isolate from domestic