Anda di halaman 1dari 10

Nama : Athalia Elsha Pinontoan

NIM / Kelas : 32190172 / D

Nama dosen : Daulat H.H. Pohan, S.E., M.M.

Tugas Pertemuan 3

Teori Pertumbuhan Ekonomi


Apakah yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi?

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat


yang menyebabkan kenaikan produksi barang dan jasa atau peningkatan pendapatan
nasional. Pertumbuhan ekonomi juga dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi
perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik
selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat mengindikasi keberhasilan
pembangunan ekonomi dalam kehidupan masyarakat, sehingga penting untuk melakukan
penghitungan pada pertumbuhan ekonomi. Ekonomi suatu negara dapat dikatakan
bertumbuh ketika kegiatan ekonomi masyarakatnya berdampak langsung pada kenaikan
produksi barang dan jasa.

Lalu apa itu teori pertumbuhan ekonomi?

Teori pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor


apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan
mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain sehingga terjadilah
proses pertumbuhan. Jadi, teori pertumbuhan ekonomi tidak lain adalah suatu cerita (yang
logis) keterkaitan antar faktor ekonomi mengenai bagaimana pertumbuhan terjadi. Dalam
perkembangannya, ada sejumlah teori pertumbuhan ekonomi yang dicetuskan para ahli.
Teori-teori tersebut muncul untuk menjelaskan siklus pertumbuhan sekaligus faktor yang
berpengaruh langsung terhadap peningkatan perekonomian nasional. Meski pada dasarnya
memiliki persamaan, terdapat perbedaan sudut pandang dalam menjelaskan pertumbuhan
ekonomi.

1) Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik


Tokoh:

a) Adam Smith

Tokoh terkemuka yang kerap dikaitkan dengan teori ini memiliki anggapan bahwa
perekonomian penduduk dalam suatu negara akan dapat meraih titik tertinggi
melalui sistem liberal. Sistem tersebut terdiri dari dua unsur utama, yakni
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan output. Adam Smith melihat bahwa
suatu perekonomian akan tumbuh dan berkembang jika ada pertambahan
penduduk yang akan memperluas pasar serta mendorong spesialisasi. Munculnya
spesialisasi akan meningkatkan produktivitas pekerja dan mendorong kemajuan
teknologi hingga pertumbuhan ekonomi.

b) David Ricardo

David Ricardo berpendapat sebaliknya. Ia beranggapan bahwa pertumbuhan


penduduk sebenarnya tidak memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional. Sebaliknya, hal itu hanya akan membuat tenaga kerja produktif
bertambah banyak sehingga dapat berdampak pada penurunan upah pekerja. Ia
berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk yang terlalu besar bisa menyebabkan
melimpahnya tenaga kerja. Tenaga kerja yang melimpah menyebabkan upah yang
diterima masing-masing menurun, di mana upah tersebut hanya bisa untuk
membiayai tingkat hidup minimum (subsistence level). Pada tahap ini, perekonomian
mengalami stagnasi (kemandegan) yang disebut stationary state.

c) Thomas Robert Malthus

Thomas Robert Malthus berpendapat pertumbuhan penduduk yang besar akan


membuat kekurangan pangan, sehingga masyarakat akan hidup pas-pasan.

Di sini, Malthus menggunakan deret hitung dan deret ukur untuk mengemukakan
bahwa bahan makanan bertambah menurut deret hitung (1, 2, 3, 4, 5, dan
seterusnya), sedangkan penduduk bertambah menurut deret ukur (1, 2, 4, 8, 16 dan
seterusnya). Akibatnya, bahan makanan tidak cukup untuk menghidupi penduduk
(akan terjadi kelaparan), sehingga masyarakat hidup pada tingkat subsistence (pas-
pasan) dan perekonomian mengalami kemandegan.

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, ada 4 faktor yang mempengaruhi


pertumbuhan ekonomi, yaitu :

1) Jumlah penduduk
2) Jumlah barang-barang modal
3) Luas tanah dan kekayaan alam
4) Tingkat teknologi yang digunakan

2) Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik


Teori pertumbuhan ekonomi ini sebenarnya merupakan perkembangan dari teori klasik.
Aliran Neoklasik memusatkan teorinya pada tiga faktor yang berpengaruh pada
pertumbuhan ekonomi, yakni modal, tenaga kerja, dan perkembangan teknologi. Teori
ini meyakini bahwa peningkatan jumlah tenaga kerja dapat meningkatkan pendapatan
per kapita. Namun, tanpa adanya teknologi modern yang berkembang, peningkatan
tersebut tidak akan dapat memberikan hasil positif terhadap pertumbuhan ekonomi
secara nasional.

a) Harrod-Domar
berpendapat perlunya pembentukan modal (investasi) sebagai syarat untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang mantap/teguh. Menurutnya, ia berpendapat
bahwa pembentukan modal merupakan faktor penentu pertumbuhan ekonomi
karena menyebabkan perekonomian mampu menyediakan output produksi yang
lebih besar. Bila pembentukan modal telah dilakukan, maka perekonomian akan
sanggup memproduksi barang-barang dalam jumlah yang lebih besar.

b) Schumpeter

berpendapat pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan


kewirausahaan (entrepreneurship). Ketika yang lain menganggap penduduk sebagai
aspek sentral dalam proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, Schumpeter
berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan
kewirausahaan (entrepreneurship), karena mereka berani berinovasi dalam aktivitas
produksi. Menurut Schumpeter pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh adanya
inovasi penerapan pengetahuan dan teknologi di dunia usaha.

c) Robert Solow

berpendapat pengaruh tabungan/modal, populasi/tenaga kerja, dan teknologi


terhadap tingkat output dan pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi tingkat
tabungan, semakin tinggi pula modal dan output yang dihasilkan. Robert Solow yang
mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat meningkat bila ada pertumbuhan
output yang dapat dicapai apabila modal dan tenaga kerja dikombinasikan.

3) Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis


Teori ini berkembang di Jerman ditandai oleh pernyataan bahwa pertumbuhan ekonomi
dilakukan secara bertahap. Teori historis menitikberatkan pada proses perkembangan
perekonomian masyarakat mulai dari tahap prasejarah hingga tahapan industri,
masyarakat dunia dan masyarakat berkonsumsi tinggi.

Sebagai salah satu teori ekonomi populer, teori historis dikembangkan oleh sejumlah
ahli ekonomi yang memiliki pandangan berbeda-beda, tetapi sama-sama berpusat pada
kegiatan ekonomi masyarakat. Beberapa ahli yang terkenal sebagai pengembang teori
pertumbuhan ekonomi ini adalah Karl Bucher, Werner Sombart, dan Frederich List.

a) Frederich List

berpendapat pertumbuhan ekonomi muncul akibat dari tata cara produksi yang
dilakukan manusia. Frederich menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu
negara didasarkan pada teknik produksi dan mata pencaharian
penduduknya. membagi tahapan pertumbuhan ekonomi
menurut kebiasaan masyarakat dalam menjaga kelangsungan hidupnya melalui tata
cara produksi.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi manusia dibagi menjadi empat, yaitu masa
berburu dan mengembara, masa beternak dan bertani, masa bertani dan kerajinan,
serta masa kerajinan, industri, dan perdagangan.

b) Werner Sombart

Werner Sombart memiliki teori pertumbuhan ekonominya sendiri. Ia berpendapat


tahapan pertumbuhan ekonomi terjadi karena masyarakat memiliki susunan
organisasi dan ideologi masyarakat. Tahapannya adalah (1) zaman perekonomian
tertutup, di mana masyarakat masih terbatas menghasilkan barang dan
melakukannya secara kekeluargaan, (2) zaman kerajinan dan pertumbuhan,
masyarakat mulai ada pembagian kerja, dan (3) zaman kapitalis, muncul pemilik
modal.

Ia juga membagi pertumbuhan ekonomi menjadi empat, yaitu prakapitalisme


(Vorkapitalismus), kapitalisme madya (Furh Kapitalismus), kapitalisme raya (Hoch
Kapitalismus), dan kapitalisme akhir (Spot Kapitalismus). Di masa prakapitalisme,
manusia belum mengenal paham kapitalis karena masih bekerja untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Di tahap kapitalis madya, barulah mereka mulai mengenal
uang dan menumpuk kekayaan. Masuk ke tahap kapitalis raya, kaum kapitalis atau
pemilik modal bermunculan dan manusia diarahkan untuk memperoleh untung
sebesar-besarnya. Di tahap akhir, yaitu kapitalis akhir, kesenjangan antara kaum
kapitalis dan kaum buruh melahirkan kaum sosialis untuk mewujudkan kemakmuran
bersama.

c) Walt Whitman Rostow

berpendapat pertumbuhan ekonomi suatu negara akan mengalami lima tahapan.

Ia membagi pertumbuhan ekonomi ke dalam lima tahap, yaitu masyarakat


tradisional, prasyarat lepas landas (precondition of take off), lepas landas,
perekonomian matang (maturity of economic), dan tahap konsumsi massal tingkat
tinggi (high mass consumption).

Masyarakat tradisional masih menjalani hidup secara tradisional dengan memegang


adat istiadat. Produksi pun masih terbatas. Di prasyarat lepas landas, masyarakat
mulai menyadari bahwa mereka harus melakukan perubahan dan mulai terbuka
terhadap inovasi baru. Barulah di tahap lepas landas, pertumbuhan ekonomi
berlangsung.

Di tahap perekonomian matang, manusia telah mampu menggunakan teknologi


secara lebih selektif dan efektif, sehingga pemanfaatan faktor produksi dapat
dilakukan dengan lebih efisien. Di tahap akhir, yaitu tahap konsumsi massal tingkat
tinggi, masyarakat telah mencapai kemakmuran.
d) Karl Bucher

berpendapat pertumbuhan ekonomi suatu Negara berdasarkan hubungan produsen


dengan konsumen.

Teori pertumbuhan ekonomi yang ia kemukakan dibagi menjadi Rumah Tangga


Tertutup, Rumah Tangga Kota, Rumah Tangga Bangsa, dan Rumah Tangga Dunia. Di
masa RT Tertutup, masyarakat hanya memproduksi barang untuk kebutuhan
mereka sendiri. Kecepatan pertumbuhanlah yang baru mendorong mereka untuk
melakukan perdagangan di masa RT Kota. Di tahap RT Bangsa, beberapa barang
tidak dapat diproduksi secara mandiri oleh kota tertentu. Akhirnya, terjadilah
perdagangan antarkota. Terakhir di tahap RT Dunia, teknologi telah memungkinkan
masyarakat untuk melakukan perdagangan antarnegara.

Tugas Minggu 5
1. Sebutkan dan jelaskan teori-teori pembangunan yang anda ketahui!
A. Teori tahap Linier
Para ekonom pada tahun 1950-an hingga 1960-an memandang proses
pembangunan sebagai tahapan pertumbuhan ekonomi yang saling berkaitan antar
satu tahap ke tahap yang selanjutnya. Pembangunan diidentikan dengan
pertumbuhan ekonomi agregat secara cepat. Selain itu, dalam teori ini juga
menjelaskan peranan pemerintah dalam perekonomian walaupun konsep konsep
neoklasik seperti pasar bebas, otonomi sektor swasta tetap berjalan secara normal.

1) Tahap-tahap pertumbuhan Rostow


Politik perang dingin yang berkobar pada tahun 1950-an dan 1060-an yang
memicu persaingan sengit di kalangan negara-negara besar untuk mencari
pengikut setia dikalangan Negara-negara yang baru saja merdeka, maka
muncullah model-model pertumbuhan ekonomi bertahap (stages-of-growth
model of development). Rostow membagi proses perkembangan ekonomi suatu
Negara menjadi lima tahap; (1) perekonomian tradisional, dengan tingkat
pendapatan masyarakat yang rendah dan perekonomian yang stagnan (2)
prakondisi tinggal landas, dimana kondisi pertumbuhan dipersiapkan (3) tinggal
landas, permulaan bagi adanya pertumbuhan perekonomian secara
berkelanjutan (4) menuju kedewasaan, tahap meuju kematangan perekonomian
dan (5) konsumsi massa tinggi, tahapan produksi, pendapatan dan konsumsi
tingkat tinggi.

2) Model pertumbuhan Harrod-Domar


Sebuah model yang menunjukan hubungan fungsional secara ekonomis antara
variable- variable perekonomian, pada intinya tingkat pertumbuhan GNP (g)
pada suatu negara dipengaruhi oleh tingkat tabungan nasional (s) dan
sebaliknya akan menentukan rasio modal-output (k), sehingga persamaannya
adala g = s/k. Agar pembangunan perekonomian bisa tumbuh dengan pesat,
maka alokasi GNP yang dipergunakan untuk menabung dan menginvestasikan
harus sebanyak mungkin. Semakin banyak ditabung dan di investasikan maka
semakin cepat tingkat pertumbuhannya. Akan tetapi, tingkat pertumbuhan
maksimal yang dapat dijangkau pada setiap tingkat tabungan dan investasi amat
tergantung kepada tingkat produktivitas investasi tersebut.

B. Model perubahan structural


Sebuah mekanisme yang memungkinkan Negara – Negara terbelakang untuk
mentransformasikan struktur perekonomiannya dari pola pertanian subsisten
tradisional menuju ke perekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi pada
kehidupan kota, lebih bervariasi, memiliki sektor industri manufaktur dan jasa yang
tangguh. Model perubahan structural tersebut dalam analisisnya menggunakan
perangkat-perangkat neoklasik berupa konsep-konsep harga dan alokasi sumber
daya, serta metode-metode ekonometri untuk menjelaskan terjadinya proses
transformasi.

Teori Pembangunan Lewis


Menurut model ini, perekonomian pada Negara yang terbelakang terdiri dari dua
sector, yakni (1) sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten yang kelebihan
penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan
nol- merupakan situasi yang memungkinkan lewis untuk mendifinisikan kondisi
surplus tenaga kerja yang ditarik dari sector pertanian dan sector itu tidak akan
kehilangan outputnya sedikitpun. (2) sektor industri perkotaan, modern yang tingkat
produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang
ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor sebstensi .

C. Revolusi Ketergantungan Internasional


Model ketergantungan internasional memandang Negara-negara yang berkembang
sebagai korban kekuatan factor kelembagaan, politik, ekonomi, baik yang bersekala
domestic maupun internasional. Mereka semua telah terjebak galam
ketergantungan dan dominasi Negara-negara kaya.

1) Model Ketergantungan Neokolonial


Model yang dalil utamanya adalah keterbelakangan perekonomian pada negara
berekembang merupakan akibat dari adanya kebijakan politik, sosial, ekonomi
hingga budaya eksploitatif yang dimainkan oleh negara-negara maju.

2) Model Paradigma Palsu


Bahwa negara berkembang gagal mencapai kemajuan yang cukup pesat akibat
penerapan strategi pembangunan yang keliru tidak sesuai dengan kebutuhan
dari masyarakat untuk mencapai happiness (tidak sesuai dengan potensi, dan
biasanya disarankan dari pakar ekonomi barat). Model pembangunan yang lebih
menekankan pada akumulasi kapital tanpa memberikan perhatian pada
perluasan aspek sosial, lingkungan dan kelembagaan.

3) Teori Pembangunan Dualisme


Dualisme (dualism) adalah sebuah konsep yang dibahas secara luas dalam ilmu
ekonomi pembangunan. Konsep ini menunjukkan adanya jurang pemisah yang
kian lama terus melebar antara negara-negara kaya dan miskin, serta diantara
orang-orang kaya dan miskin pada berbagai tingkat disetiap Negara. Konsep
dualism ini terdapat 4 elemen kunci sebagai berikut:
 Disetiap tempat dan konteks, selalu ada sejumlah elemen superior dan
elemen inferior.
 Koeksistensi tersebut bukanlah suatu hal yang bersifat sementara atau
transisional, melainkan sesuatu yang bersifat baku, permanen atau kronis.
 Kadar superioritas serta inferioritas dari masing-masing elemen tersebut
bukan hanya tidak menunjukkan tanda-tanda akan berkurang, melainkan
cenderung meningkat.
 Hubungan saling keterkaitan antara elemen-elemen yang superior dengan
elemen-elemen lainnya yang inferior tersebut terbentuk dan berlangsung
sedemikian rupa, sehingga keberadaan elemen-elemen superior sangat
sedikit atau sms sekali tidak membawa manfaat untuk meningkatkan
kedudukan elemen-elemen inferior.

D. Teori Pembangunan Neo Klasik


Argumen pasar bebas neoklasik adalah keyakinan bahwa liberalisasi (pembukaan)
pasar-pasar nasional akan merangsang investasi, baik itu investasi domestik maupun
luar negeri. Model pertumbuhan neoklasik solow merupakan pilar yang sangat
mewarnai teori pertumbuhan neoklasik. Pada intinya model ini merupakan
pengembangan dari formulasi Harrod-Domar, dengan menambahkan faktor kedua,
yakni tenaga kerja serta memperkenalkan variable independen. Ketiga yakni
teknologi, ke dalam persamaan pertumbuhan. Menurut teori pertumbuhan
neoklasik tradisional (“Lama”), pertumbuhan output itu selalu bersumber dari satu
atau lebih dari tiga faktor: kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja,
penambahan modal, serta penyempurnaan teknologi.

E. Teori Pembangunan yang Baru


Merupakan pengembangan dan modifikasi dari teori petumbuhan tradisional yang
khusus untuk dirancang untuk menjelaskan kenapa equilibrium pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang bisa positif dan bervariasi di berbagai negara dan
mengapa pula arus modal cenderung mengalir dari negara-negara miskin ke Negara-
negara maju meskipun rasio modal-tenaga kerja masih rendah.

Dalam teori modern ini, faktor-faktor produksi yang krusial tidak hanya banyaknya
tenaga kerja dan modal,tetapi juga kualitas SDM dan kemajuan teknologi (yang
terkandung di dalam barang modal atau mesin), energi, kewirausahaan, bahan baku,
dan material. Bahkan dalam era globalisasi dan perdagangan bebas dunia saat ini,
kualitas SDM dan teknologi merupakan dua faktor dalam satu paket yang menjadi
penentu utama keberhasilan suatu bangsa dan negara. Selain itu, faktor-faktor lain
yang oleh teori modern juga dianggap sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi adalah ketersedian dan kondisi infrastruktur, hukum, serta peraturan,
stabilias poitik, kebijakan pemerintah, birokrasi, dan dasar tukar internasional.
2. Bagaimanakah Teori-teori Pembangunan bisa mempengaruhi Transformasi
Struktural?
Teori pembangunan merupakan salah satu teori besar yang juga dikenal dengan istilah
ideologi developmentalisme. Sesuai namanya, teori ini berporos pada aspek
pembangunan, lebih khususnya pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi.
Gagasan inti teori pembangunan adalah asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan motor penggerak terciptanya kesejahteraan sosial dan progres politik.
Di Indonesia, kata pembangunan sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Secara
umum, pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat
dan warganya; sering kali, kemajuan yang dimaksudkan terutama adalah kemajuan
material. Maka, pembangunan acap kali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh
satu masyarakat di bidang ekonomi; bahkan dalam beberapa situasi yang sangat umum
pembangunan diartikan sebagai suatu bentuk kehidupan yang kurang diharapkan bagi
‘sebagian orang tersingkir’ dan sebagai ideologi politik yang memberikan keabsahan bagi
pemerintah yang berkuasa untuk membatasi orang-orang yang mengkritiknya (Budiman,
1995: 1-2).
Pembangunan sebenarnya meliputi dua unsur pokok: pertama, masalah materi yang
mau dihasilkan dan dibagi, dan kedua, masalah manusia yang menjadi pengambil
inisiatif, yang menjadi manusia pembangun. Bagaimanapun juga, pembangunan pada
akhirnya harus ditujukan pada pembangunan manusia; manusia yang dibangun adalah
manusia yang kreatif, dan untuk bisa kreatif ini manusia harus merasa bahagia, aman,
dan bebas dari rasa takut. Pembangunan tidak hanya berurusan dengan produksi dan
distribusi barang-barang material; pembangunan harus menciptakan kondisi-kondisi
manusia bisa mengembangkan kreativitasnya (Budiman, 1995: 13-14).
Dalam praktek pembangunan di banyak negara, setidaknya pada tahap awal
pembangunan umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian
pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal.
Oleh karena itu, strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi
pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi.
Peranan sumber daya manusia (SDM) dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai
“instrumen” atau salah satu “faktor produksi” saja. Manusia ditempatkan sebagai posisi
instrumen dan bukan merupakan subyek dari pembangunan. Titik berat pada nilai
produksi dan produktivitas telah mereduksi manusia sebagai penghambat maksimisasi
kepuasan maupun maksimisasi keuntungan.

Teori Chenery yang dikenal dengan teori pattern of development, berfokus terhadap
perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri dan struktur
perekonomian negara berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian
tradisional ke sektor industri sebagai roda penggerak ekonomi. Hasil penelitian yang
dilakukan Chenery tentang transformasi struktur produksi menunjukkan bahwa sejalan
dengan peningkatan pendapatan per kapita, perekonomian suatu negara akan bergeser
dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri.
Abipraja (1993:35), menyatakan bahwa perubahan struktur ekonomi dalam proses
pembangunan bukan hanya perubahan struktur ekonomi saja, akan tetapi struktur sosial
yang berubah dalam proses pembangunan adalah struktur masyarakat pedesaan
berubah ke arah masyarakat perkotaan dan indsutri. Perubahan struktur bagi tiap
negara sangatlah berbeda, tergantung kepada tersedia atau tidaknya sumber alam, arah
perkembangan demokratis, sejarah sosio-politik, dan kebijaksanaan yang dianut.
Zadjuli (1985) dalam Sufri (2003:56), menyatakan perubahan struktur ekonomi dapat
dilihat menurut tiga dimensi pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan menurut asal (source of income)
2) Pendekatan menurut penggunaan dari pendapatan (disposable income)
3) Pendekatan berdasarkan dua (system dual economic system)

3. Mengapa Transformasi Struktural sulit terjadi di Indonesia?


Perubahan pertanian dan industri dalam ilmu ekonomi dinamai perubahan struktur
ekonomi atau transformasi struktural. Sesuai perubahan struktur itu terjadi pula
perubahan struktur ketenagakerjaan: transformasi ekonomi membuat kian sedikit
pekerja pertanian relatif atas pekerja industri. Pekerja pertanian masuk ke industri.
Menurut kalkulasi Pakpahan (2004), dalam periode 1960–2000-an setiap penurunan
satu persen PDB pertanian Indonesia di dalam PDB nasional hanya diikuti oleh
penurunan pangsa tenaga kerja pertanian kurang dari 0,5 persen.
Bandingkan dengan proses yang terjadi di Korea Selatan: setiap penurunan pangsa PDB
pertanian satu persen di dalam PDB nasional, pangsa tenaga kerja pertanian yang
berkurang hampir mencapai dua kalinya.
Hal serupa juga dicapai Malaysia dan Thailand. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa industrialisasi yang terjadi di Indonesia telah menyebabkan pemiskinan sektor
pertanian. Industrialisasi di Indonesia adalah industrialisasi yang memeras petani.
Industrialisasi semacam ini adalah industrialisasi yang bebannya ditaruh di pundak
petani. Mereka harus memikul beban industrialisasi. Bagaimana mungkin petani
memikul beban industrialisasi? Kondisi itu sangat mungkin terjadi apabila yang terjadi
adalah industrialisasi semu (pseudo- industrialization) atau industrialisasi prematur.
Industrialisasi semacam ini dicirikan oleh, antara lain, penurunan pangsa nilai PDB
pertanian tidak diikuti oleh penurunan pangsa tenaga kerja yang bekerja dibidang
pertanian.
Pertambahan tenaga kerja baru hanya mengalir ke sektor pertanian, bukan ke sektor
industri. Ketika tapak lahan semakin berkurang karena konversi, sementara tenaga kerja
baru terus mengalir ke sektor pertanian, maka terjadilah fenomena kelangkaan:
kelangkaan lahan. Involusi pertanian yang tecermin pada kelangkaan lahan akan diiringi
konflik. Menurut Komnas HAM, sengketa lahan menempati angka pelanggaran HAM
tertinggi dibanding kasus lain.
Pola umum industrialisasi yang berhasil ditandai oleh sinergi peningkatan nilai lapis
kue industri dengan penyerapan tenaga kerja. Di Indonesia ini tidak terjadi. Dengan
demikian pembangunan ekonomi yang terjadi di Indonesia lebih menguntungkan sektor
industri atau perkotaan, mengingat pertanian pada umumnya dilaksanakan di
perdesaan. Implikasi lebih lanjut adalah industrialisasi di Indonesia telah menyebabkan
ketimpangan yang melebar antara sektor pertanian dan industri atau juga dapat
ditafsirkan telah meningkatkan ketimpangan antara wilayah perdesaan dan wilayah
perkotaan.

Singkatnya, kebijaksanaan pembangunan Indonesia selama ini bias kepentingan


perkotaan (dan industri). Tenaga kerja yang menumpuk di sektor pertanian/perdesaan
memperlemah kapasitas pertanian Indonesia. Hal ini diperlihatkan kian meningkatnya
petani gurem dan rusaknya sumber daya pertanian. Kondisi ini akan membahayakan
ketahanan pangan dan kemampuan Indonesia dalam menghasilkan produk-produk
pertanian lain di masa mendatang.
Menumpuknya tenaga kerja di sektor pertanian yang tidak diikuti kemampuan
sektor ini memberikan penghidupan yang layak bagi para petani dan tenaga kerja
pertanian tidak hanya meningkatkan pengangguran dan kemiskinan di perdesaan serta
meningkatkan kesenjangan desa-kota dan pertanian-industri, tetapi juga akan
melumpuhkan perekonomian nasional.
Berpijak dari hal itu, konflik lahan sejatinya tidak bisa diselesaikan hanya lewat jalur
hukum. Selain jalur hukum, penyelesaian konflik lahan bisa dilakukan dengan menjawab
pertanyaan: sudahkah pembangunan ekonomi Indonesia ada di jalur yang benar?
Sudahkah model pembangunan ekonomi Indonesia menghasilkan transformasi
struktural? Uraian di atas menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia gagal
menghasilkan transformasi struktural.
Hal ini ditandai masih besarnya tenaga kerja yang menumpuk di sektor pertanian: 43
persen. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian terhadap DPB nasional terus menurun.
Sektor industri yang diharapkan bisa menyerap tenaga kerja baru ternyata jauh
panggang dari api.
Transformasi struktural pembangunan ekonomi Indonesia hanya akan terjadi apabila
ada kemauan membalik arah pembangunan: dari sektor non-tradable (sektor keuangan,
jasa, real estat, transportasi dan komunikasi, serta perdagangan/hotel/restoran) yang
bersifat padat modal, teknologi dan pengetahuan ke sektor tradable (pertanian,
pertambangan, dan manufaktur) yang padat tenaga kerja dan berbasis lokal.
Model pembangunan Indonesia saat ini telah menciptakan kesenjangan kota-desa,
keterbelakangan desa, dan marginalisasi ekonomi perdesaan dan pertanian. Ujung dari
semua itu adalah kian masifnya konflik lahan.

(sumber: https://economy.okezone.com/read/2012/01/25/279/562979/kegagalan-transformasi-struktural-ekonomi)

Anda mungkin juga menyukai