Anda di halaman 1dari 6

Teori Pertumbuhan Ekonomi: Historis,

Klasik, Neoklasik

1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis

Teori historis adalah teori mengenai pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang
menitikberatkan pada aspek kesejarahan serta aspek step-by-step dari pertumbuhan suatu
wilayah. Disini, masyarakat dianggap harus melewati beberapa tahapan terlebih dahulu
sebelum akhirnya bisa sukses menjadi negara maju. Tahap-tahap tersebut antara lain adalah
tahapan tradisional, pre-industrialisasi, industrialisasi, hingga tahapan modern. Ahli-ahli
ekonomi yang berkontribusi banyak pada teori ekonomi historis antara lain adalah W.W
Rostow, Frederich list, Karl Bucher, dan Werner Sombart.

a. Teori Ekonomi Friedrich List

Menurut Frederich List, pertumbuhan ekonomi suatu negara dinilai berdasarkan


metoda produksi serta apa mata pencaharian utama penduduknya. Menurut beliau, terdapat 4
fase pertumbuhan ekonomi yaitu masa berburu dan mengembara (nomaden), masa berternak
dan bertani (menetap), masa bertani dan kerajinan, lalu yang terakhir adalah masa kerajinan,
industri, dan perdagangan. Seluruh negara past akan bertumbuh mengikuti pola ini. Hampir
tidak mungkin suatu negara langsung lompat ke tahap industrialisasi tanpa melalui tahap
kerajinan dan berternak serta bertani.
Menurut List, pemerintah memiliki kewajiban untuk mendorong masyarakat beserta
negaranya untuk maju ke tahap perekonomian berikutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan
skema-skema insentif investasi dan kebijakan perdagangan lainnya. Oleh karena itu, teori
List banyak membahas mengenai perdagangan internasional beserta keuntungan dan
kerugiannya. Berdasarkan teori ini, suatu negara harus menganut perdagangan bebas ketika
masih terbelakang. Ketika sudah mulai maju, negara tersebut harus beralih ke proteksionisme
untuk melindungi industri domestik. Setelah menjadi negara maju, negara tersebut harus
bergerak lagi ke arah perdagangan bebas agar bisa mendominasi perdagangan internasional.
Inilah yang disebut sebagai politik industrialisasi Friedrich List.
b. Teori Ekonomi Karl Bucher
Karl Bucher menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara dicerminkan dari
hubungan yang terbentuk antara produsen dengan konsumennya. Bucher mengemukakan
teori pertumbuhan ekonomi yang dikenal sebagai rumah tangga. Secara umum, terdapat 4
jenis rumah tangga menurut Bucher, yaitu rumah tangga tertutup, rumah tangga kota, rumah
tangga bangsa/negara, dan yang terakhir, rumah tangga dunia.
Semakin maju perekonomian suatu negara, maka akan semakin luas lingkup
aktivitasnya. Selain itu, jumlah aktor yang terlibat juga semakin banyak dan bervariasi.
Ketika rumah tangga tertutup, kegiatan produksi serta perdagangan hanya terjadi dalam satu
keluarga atau satu desa. Ketika sudah maju ke rumah tangga kota, maka satu kota tersebut
saling terlibat dalam aktivitas ekonomi.
Ketika sudah sampai tahap rumah tangga bangsa, maka aktivitas ekonomi terjadi
dalam skala suatu negara. Bisa saja suatu perusahaan yang berkantor di Jakarta memiliki
usaha-usaha di Sumatera dan Papua. Pada tahap rumah tangga dunia, maka kerjasama dan
aktivitas ekonomi yang terbentuk sudah pada tahapan internasional. Contohnya adalah Nestle
yang berbasis di Eropa namun memiliki kantor dan pabrik di Amerika Serikat, Indonesia,
China, India, serta Jepang.
c. Teori Ekonomi Werner Sombart
Werner Sombart memiliki teori pentahapan pertumbuhanya sendiri. Sombart
membangi pertumbuhan ekonomi menjadi empat tahap yaitu pra-kapitalisme
(Vorkapitalismus), kapitalisme madya (Furh Kapitalismus), kapitalisme raya (Hoch
Kapitalismus), dan kapitalisme akhir (Spot Kapitalismus). Tahap ini dibentuk berdasarkan
seperti apa kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah, apakah memenuhi kebutuhan
sendiri, atau mencari keuntungan.
Pada era pra kapitalisme, manusia belum memahami apa itu kapitalisme karena mereka
masih berkerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Pada tahap ini, sistem dan aktivitas
ekonomi yang berlaku bersifat subsisten.
Manusia baru mulai mengenal uang, kekayaan, dan modal produksi pada masa kapitalisme
madya. Disini, sistem ekonomi sudah mulai bergeser dari perekonomian subsisten menjadi
perekonomian pasar. Sekarang, mereka mulai berupaya untuk memenuhi kebutuhan orang
lain, dengan imbalan uang dan barter.
Pada tahap kapitalisme raya, kaum kapitalis dan pemilik modal besar mulai muncul di
masyarakat. Mereka berinvestasi dan menanamkan uangnya pada usaha-usaha tertentu untuk
meningkatkan kekayaan mereka. Aktivitas investasi inilah yang akan menumbuhkan ekonomi
suatu negara.
Pada masa kapitalis akhir, aktivitas pengambilan keuntungan dari para pemilik modal sudah
sangat besar sehingga memunculkan kesenjangan sosial. Hal ini kelak akan menciptakan
gesekan sosial serta konflik-konflik lainnya. Disinilah muncul kaum sosialisme yang
menginginkan kemakmuran bersama.
d. Teori Ekonomi Walt Whitman Rostow
Salah satu ekonom historis yang paling terkenal adalah Walt Whitman Rostow atau
kerap disebut WW. Rostow. Beliau membagi pertumbuhan ekonomi kedalam lima tahap
yaitu masyarkaat tradisional, prasyarat lepas landas, lepas landas, dorongan kepada
kematangan, dan tahap konsumsi massal. Pada teori pertumbuhan ekonomi Rostow,
masyarakat tradisional masih menjalani hidup secara tradisional dengan memegang teguh
adat istiadat. Mereka masih menggunakan teknologi yang sederhana pada kegiatan sehari-
hari. Oleh karena itu, aktivitas ekonomi masih rendah dan cenderung subsisten.
Prasyarat lepas landas terjadi ketika masyarakat suatu negara mulai menyadari bahwa
harus ada perubahan di masyarakat mereka. Mereka harus menjadi lebih terbuka pada inovasi
dan teknologi baru. Disini, mulai muncul teknologi baru dan proses-proses ekonomi yang
lebih kompleks. Pada tahap lepas landas, semakin banyak teknologi yang digunakan dan
proses produksi mulai beralih ke sektor sekunder berupa manufaktur. Disini, pertumbuhan
ekonomi berjalan secara sangat cepat dan kemakmuran orang-orang pun meningkat pesat.

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik


Teori ekonomi klasik dipelopori oleh David Ricardo dan Adam Smith. Jika teori
historis berusaha menjelaskan tahapan-tahapan pertumbuhan ekonomi, maka teori klasik
berusaha menguraikan faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan tersebut.
Menurut para ekonom klasik, terdapat setidaknya 2 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
perekonomian suatu negara. Faktor tersebut antara lain adalah

 Jumlah penduduk (meliputi persebaran serta pertumbuhannya)


 Ketersediaan kekayaan alam dan modal
Kedua faktor ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya dalam menunjang
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun, jumlah keduanya tentu saja ada batasnya.
Salah satu konsep dasar dalam teori ini adalah adanya sejenis subsistence living atau suatu
angka pengeluaran minimum suatu individu untuk hidup layak. Ketika produk domestik
bruto per kapita meningkat dari angka tersebut, maka akan mendorong pertumbuhan
penduduk.
Ketika jumlah penduduk bertumbuh, maka ekonomi akan bertumbuh juga, tetapi tidak
pada laju yang sama dengan pertumbuhan penduduk. Hal ini terjadi karena ada
efek diminishing returns dari penambahan tenaga kerja pada suatu perekonomian. Pada suatu
titik, justru produk domestik bruto per kapita akan menurun, sehingga kesejahteraan
masyarakat ikut menurun. Penurunan kesejahteraan masyarakat ini akan berimplikasi pada
penurunan laju pertumbuhan penduduk pula, sehingga mengurangi jumlah penduduk.
Hal ini akan terjadi berulang-ulang sehingga menciptakan sejenis siklus
perekonomian. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi tidak bisa lebih tinggi dari angka
ekulibrium yang sudah ada di alam. Pandangan ini identik dengan pandangan pesimistik
Malthus dalam kependudukan ataupun pandangan fisis determinisme dalam ilmu geografi.
Kelemahan Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Secara umum, terdapat 2 kritik yang cukup besar terhadap teori pertumbuhan ekonomi klasik.
Kritik tersebut antara lain adalah
 Tidak dipertimbangkannya aspek perkembangan teknologi. Model klasik
pertumbuhan ekonomi sama sekali tidak memperhatikan peningkatan efisiensi
produksi karena inovasi teknologi. Oleh karena itu, ketika dikontekskan kedalam
dunia nyata, teori ini tidak terlalu akurat.
 Kurang akuratnya penentuan gaji dan pendapatan. Disini, tidak dipertimbangkan
aspek-aspek mikro ekonomi yang dapat menyebabkan pendapatan seseorang menjadi
lebih tinggi atau lebih rendah dari tingkat subsisten. Selain itu, tidak dipertimbangkan
juga peran lobby dan serikat buruh dalam menentukan pendapatan seorang pekerja.
Oleh karena kedua faktor ini, ketika dikontekskan kedalam pertumbuhan ekonomi modern,
teori pertumbuhan ekonomi klasik dianggap kurang akurat. Hal inilah yang mendorong para
ahli ekonomi untuk membentuk teori baru yaitu teori pertumbuhan ekonomi neo klasik.

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo-Klasik


Salah satu kritik terbesar dari teori ekonomi klasik adalah mereka tidak
mempertimbangkan perkembangan teknologi sebagai salah satu cara untuk meningkatkan
produktivitas perekonomian. Oleh karena itu, dalam teori ekonomi neo klasik, terdapat 3
aspek yang mendorong pertumbuhan produktivitas dan nantinya ekonomi dari suatu negara.
Ketiga faktor tersebut antara lain adalah

 Jumlah penduduk
 Ketersediaan kekayaan alam dan modal
 Perkembangan teknologi
Disini, para ekonom berasumsi bahwa perkembangan teknologi dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi diatas subsistence level yang sudah ditetapkan dalam ekonomi klasik.
Teori pertumbuhan ekonomi neoklasik ini dipelopori oleh beberapa ahli ekonomi yang
terkenal pada saat itu. Beberapa diantaranya adalah Harrod-Domar, Schumpeter, dan Solow-
Swann. Namun, yang paling sering digunakan adalah teori pertumbuhan milik Solow-Swann.
Fungsi Pertumbuhan dalam Model Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik
Dalam teori pertumbuhan ekonomi neoklasik, akumulasi modal dan bagaimana modal
tersebut dimanfaatkan dianggap sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Hubungan
antara modal dengan tenaga kerja juga sangat penting dalam menentukan total produksi
perusahaan. Namun, teori ini menambahkan bahwa teknologi sangat penting karena dapat
meningkatkan produktivitias dari tenaga kerja yang sudah ada. Hal ini dilakukan dengan cara
meningkatkan efisiensi kerjaan.
Fungsi produksi dan pertumbuhan ekonomi berdasarkan model pertumbuhan
neoklasik digambarkan oleh rumus dibawah ini
Y = AF (K, L)

 Y – Pendapatan, atau produk domestik bruto suatu perekonomian


 K – Ketersediaan modal/uang
 L – Jumlah tenaga kerja dalam suatu negara/wilayah
 A – Tingkat perkembangan teknologi negara/wilayah tersebut
Selain itu, karena terbentuk hubungan yang dinamis antara tenaga kerja dan teknologi, rumus
ini kerap dituliskan seperti ini Y = F (K, AL). Dapat dipahami bahwa teknologi dapat secara
langsung meningkatkan produktivitas para pekerja.

Asumsi dalam Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik


Dalam teori pertumbuhan ekonomi neoklasik, terdapat setidaknya 3 asumsi yang mendasari
teori ini. Asumsi-asumsi tersebut antara lain adalah

 Investasi modal mengalami diminishing returns. Diasumsikan bahwa penambahan


modal terus menerus akan menghasilkan keuntungan yang semakin kecil. Hal ini
dinamakan hukum diminishing returns dan marginal utility. Disini, diasumsikan juga
bahwa sistem ekonomi yang ada adalah ekonomi tertutup.
 Efek terhadap produksi total. Jika diasumsikan bahwa tenaga kerja konstan, maka
dampak peningkatan produksi dari investasi akan lebih kecil dari investasi
sebelumnya.
 Ekonomi yang bersifat Steady State. Dalam jangka pendek, laju pertumbuhan
ekonomi akan berkurang karena efek diminishing return. Oleh karena itu,
perekonomian akan berubah menjadi steady state dimana tidak terjadi perubahan-
perubahan besar.
Ketiga asumsi ini sangat penting sebagai dasar dari pengembangan teori pertumbuhan
ekonomi neoklasik.
 
Kesimpulan dari Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik
Berdasarkan asumsi dan pengembangna teori pertumbuhan ekonomi neoklasik diatas, kita
dapat menarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut antara lain adalah

 Produksi merupakan faktor dari pertumbuhan ekonomi. Dalam model ini,


diketahui bahwa produksi total adalah fungsi dari pertumbuhan ekonomi yang antara
lain dipengaruhi oleh faktor input, modal, tenaga kerja, dan perkembangan teknologi
 Laju Pertumbuhan dalam Ekuilibrium Steady-State. Laju pertumbuhan dari
produksi dalam ekuilibrium steady state bernilai sama dengan laju pertumbuhan
lapangan kerja dan jumlah populasi, tanpa dipengaruhi oleh tabungan/investasi.
 Peningkatan Pendapatan per kapita. Meskipun laju tabungan/investasi tidak
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi steady state, aktivitas ini meningkatkan jumlah
uang yang dimiliki setiap individu.
 Laju Pertumbuhan Jangka Panjang. Dalam model ini, pertumbuhan ekonomi
jangka panjang hanya dapat didorong oleh perkembangan teknologi

Anda mungkin juga menyukai