Kedudukan Peradilan Militer Dalam Sistem Hukum Indonesia
Kedudukan Peradilan Militer Dalam Sistem Hukum Indonesia
1. Pendahuluan
Sekelumit tulisan ini ditayangkan sehubungan banyaknya media massa, para pakar
yang kurang memahami Pengadilan Militer berkaitan dengan kasus tindak pidana yang
dilakukan oleh 11 anggota TNI dari satuan Grup 2 Kopassus Menjangan Kartosuro
Jawa Tengah dengan harapan semoga bermanfaat.
¹ Moch. Faisal Salman, Hukum Acara Pidana Militer di Indonesia (cet. II Bandung : Mandar Maju, 2002), Hal. 14
² Soegiri, SH., et. al., 30 Tahun Perkembangan Peradilan Militer di Negara Republik Indonesia (Jakarta: CV. Indra
Djaya, 1974)
3
dikutip dari desertasi Tiarsen Buaton yang berjudul Peradilan Militer dalam kekuasaan kehakiman di Indonesia,
studi tentang kedudukan dan yuridiksinya, Periode 1945-2008.
2
adalah Kitab Undang-Undang Pidana Militer maupun tindak pidana lain yang diatur diluar
KUHPM. Dengan demikian perbuatan 11 anggota TNI AD dari kesatuan Grup 2 Kopassus
Menjangan Kartosuro disidik oleh Polisi Militer dan di periksa, diadili dan diputus oleh
Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta bukan Pengadilan Negeri Yogyakarta.
4
Undang-Undang Dasar Republik Negara Republik Indonesia tahun 1945 Perubahan Ketiga Terbitan Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Hal. 38
5
Harkristuti Harkrisnowo. “Kewenangan Penyidikan atas Pelanggaran Hukum oleh anggota Polri : Kini dan Esok”
(Makalah disampaikan pada Seminar Sehari Militer, Polisi dan Penegak Hukum di Indonesia, yang
diselenggarakan oleh Yayasan Studi Perkotaan dan Jurnal Urbania, Jakarta 13 Februari 2001). Hal. 6
6
Charles A. Shanor & L. Lynn Hogue, National Security And Military Law (St. Paul MN: Thomson West. 2003),
hal.230. Dalam disertasi Tiarsen Buaton Peradilan Militer Dalam Kekuasaan Kehakiman di Indonesia: Studi
Tentang Kedudukan dan Yuridiksinya, Periode 1945-2008. Tahun 2009 hal 6-7
3
3. Harapan Penulis
Dengan adanya cuplikan tulisan tersebut di atas, diharapkan para pengamat dan
pakar di bidang hukum terutama yang berargumentasi di media cetak dan media
elektronik janganlah memiliki pemikiran yang sempit dan merasa curiga kepada
kemandirian hakim pada peradilan militer. Janganlah memiliki kebiasaan untuk
mengukur segala sesuatu dari kacamata sendiri atau dalam ilmu psikologi sosial
dinamakan fundamental attribution error (FAE). Peradilan Militer tidak selamanya
menjatuhkan pidana kepada pelaku kejahatan dengan pidana ringan, tetapi apabila
4
kasus yang terjadi dianggap berat, misalnya kasus penikaman yang terjadi dalam
ruangan sidang Pengadilan Agama Sidoarjo, Pengadilan Militer Tinggi menjatuhkan
hukuman mati kepada pelaku tindak pidana yang notabene seorang anggota militer.
Oleh karena itu, kasus LP Cebongan Sleman DIY yang dilakukan anggota TNI dari
Grup 2 Kopassus jangan dahulu dicurigai, biarkan hukum itu berjalan, biarkan Majelis
Hakim menjalankan tugasnya karena kita percaya bahwa Majelis Hakim Militer memiliki
asas substantive independence, yaitu Hakim membuat keputusan dan menjalankan
tugas hanya tunduk pada hukum dan bebas dari enchrochment dari lembaga manapun
juga. Kawallah persidangan militer pada Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, liputlah
persidangan itu karena Peradilan Militer seluruh Indonesia melaksanakan persidangan
secara terbuka untuk umum. Hanya sayangnya, Media cetak maupun elektronik tidak
mau meliput persidangan-persidangan yang terjadi pada peradilan militer. Para pakar
hukum boleh berpendapat, boleh berpandangan, boleh berargumentasi asalkan
memahami, mengerti dan mendalami serta memiliki data-data yang kuat tentang apa itu
peradilan militer.
Terima Kasih.