Anda di halaman 1dari 26

KONSEP DAN PENGERTIAN SOSIOLOGI POLITIK

BAB I
KONSEP DAN PENGERTIAN SOSIOLOGI POLITIK
A.    Konsep Sosiologi Politik
Max Weber adalah seorang sosiolog besar yang ahli kebudayaan, politik, hukum, dan
ekonomi. Ia dikenal sebagai seorang ilmuwan yang sangat produktif. Makalah-makalahnya
dimuat di berbagai majalah, bahkan ia menulis beberapa buku. The Protestant Ethic and the
Spirit of Capitalism (1904) merupakan salah satu bukunya yang terkenal. Dalam buku
tersebut dikemukakan tesisnya yang sangat terkenal, yaitu mengenai kaitan antara Etika
Protestan dengan munculnya Kapitalisme di Eropa Barat.

Sejak Weber memperkenalkannya pada tahun 1905 tesis yang memperlihatkan


kemungkinan adanya hubungan antara ajaran agama dengan perilaku ekonomi, sampai
sekarang masih merangsang berbagai perdebatan dan penelitian empiris. Tesisnya
dipertentangkan dengan teori Karl Marx tentang kapitalisme, demikian pula dasar asumsinya
dipersoalkan, kemudian ketepatan interpretasi sejarahnya juga digugat. Samuelson, ahli
sejarah ekonomi Swedia, tanpa segan-segan menolak dengan keras keseluruhan tesis Weber.
Dikatakannya dari penelitian sejarah tak bisa ditemukan dukungan untuk teori Weber tentang
kesejajaran doktrin Protestanisme dengan kapitalisme dan konsep tentang korelasi antara
agama dan tingkah laku ekonomis. Hampir semua bukti membantahnya.

Weber sebenarnya hidup tatkala Eropa Barat sedang menjurus ke arah pertumbuhan
kapitalisme modern. Situasi sedemikian ini barangkali yang mendorongnya untuk mencari
sebab-sebab hubungan antar tingkah laku agama dan ekonomi, terutama di masyarakat Eropa
Barat yang mayoritas memeluk agama Protestan. Apa yang menjadi bahan perhatian Weber
dalam hal ini sesungguhnya juga sudah menjadi perhatian Karl Marx, di mana pertumbuhan
kapitalisme modern pada masa itu telah menimbulkan keguncangan-keguncangan hebat di
lapangan kehidupan sosial masyarakat Eropa Barat. Marx dalam persoalan ini
mengkhususkan perhatiannya terhadap sistem produksi dan perkembangan teknologi, yang
menurut beliau akibat perkembangan itu telah menimbulkan dua kelas masyarakat, yaitu
kelas yang terdiri dari sejumlah kecil orang-orang yang memiliki modal dan yang dengan
modal yang sedemikian itu lalu menguasai alat-alat produksi, di satu pihak dan orang-orang
yang tidak memiliki modal/alat-alat produksi di pihak lain. Golongan pertama, yang
disebutnya kaum borjuis itu, secara terus menerus berusaha untuk memperoleh untung yang
lebih besar yang tidak di gunakan untuk konsumsi, melainkan untuk mengembangkan modal
yang sudah mereka miliki.

Muncul dan berkembangnya Kapitalisme di Eropa Barat berlangsung secara bersamaan


dengan perkembangan Sekte Calvinisme dalam agama Protestan. Argumennya adalah ajaran
Calvinisme mengharuskan umatnya untuk menjadikan dunia tempat yang makmur. Hal itu
hanya dapat dicapai dengan usaha dan kerja keras dari individu itu sendiri.

Ajaran Calvinisme mewajibkan umatnya hidup sederhana dan melarang segala bentuk
kemewahan, apalagi digunakan untuk berpoya-poya. Akibat ajaran Kalvinisme, para
penganut agama ini menjadi semakin makmur karena keuntungan yang mereka perolehnya
dari hasil usaha tidak dikonsumsikan, melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka.
Melalui cara seperti itulah, kapitalisme di Eropa Barat berkembang. Demikian menurut
Weber.

Sosiologi menurut Weber adalah suatu ilmu yang mempelajari tindakan sosial. Tidak
semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat
disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain.

Suatu tindakan adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi
pelakunya. Sosiologi bertujuan untuk memahami (verstehen) mengapa tindakan sosial
mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai makna subjektif
bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang hendak melakukan penafsiran bermakna, yang
hendak memahami makna subjektif suatu tindakan sosial harus dapat membayangkan dirinya
di tempat pelaku untuk dapat ikut menghayati pengalamannya. Hanya dengan menempatkan
diri di tempat seorang pekerja seks atau mucikari misalnya, seorang ahli sosiologi dapat
memahami makna subjektif tindakan sosial mereka, memahami mengapa tindakan sosial
tersebut dilakukan serta dampak dari tindakan tersebut.

Weber mendefinisikan kelas sebagai sekelompok orang. Pandangan lain menyatakan


bahwa kelas tidak hanya menyangkut orang-orang tertentu yang terlibat langsung dalam
kegiatan ekonomi, tetapi mencakup pula keluarga mereka. Hal ini mencerminkan pandangan
bahwa kedudukan seorang anggota keluarga dalam suatu kelas terkait dengan kedudukan
anggota keluarga lain. Kadang-kadang seorang anggota keluarga dapat memperoleh status
yang sama atau bahkan melebihi status yang semula diduduki kepala keluarga. Karena
adanya keterkaitan status seorang anggota keluarga dengan status anggota yang lain maka
bilamana status kepala keluarga naik, status keluarga akan ikut naik. Sebaliknya penurunan
status kepala keluarga akan menurunkan pula status keluarganya.

Secara ideal sistem kelas merupakan suatu sistem stratifikasi terbuka karena status di
dalamnya dapat diraih melalui usaha pribadi. Dalam kenyataan sering terlihat bahwa sistem
kelas mempunyai ciri sistem tertutup, seperti misalnya endogami kelas. Pergaulan dan
pernikahan, misalnya lebih sering terjadi antara orang-orang yang kelasnya sama dari pada
dengan orang dan kelas lebih rendah atau lebih tinggi

Simmel dan Konsep Sosiologi politik

Simmel, yang mengawali studinya di Universitas Berlin pada tahun 1876, lulus doktor
filsafat tahun 1881 dengan disertasi yang berjudul The Nature of Matter According to Kant’s
Physical Monadology. Ia tidak pernah menjadi dosen tetap di universitas di Jerman, namun
berbagai tulisannya yang brilian sangat mempengaruhi perkembangan sosiologi. Di Jerman,
Simmel berupaya menanamkan dasar-dasar sosiologinya di mana ia berhadapan dengan
konsep sosiologi yang positivistik yang dikembangkan oleh Comte, serta teori evolusi yang
dikembangkan oleh Spencer. Dalam mengembangkan konsep sosiologinya, Simmel merujuk
kepada doktrin-doktrin atomisme logis yang dikemukakan oleh Fechner di mana masyarakat
lebih merupakan sebuah interaksi individu-individu dan bukan merupakan sebuah interaksi
substansial. Dengan demikian, sosiologi memfokuskan pada atom-atom empirik, dengan
berbagai konsep dan individu-individu di dalamnya, serta kelompok-kelompok yang
kesemuanya berfungsi sebagai suatu kesatuan. Masyarakat, dalam skala yang paling luas,
justru ditemukan di dalam individu-individu yang melakukan interaksi. Bagi Simmel,
sosiologi haruslah diarahkan untuk merujuk kepada konsep utamanya yang mencakup
bentuk-bentuk sosiasi dari yang paling umum sampai yang paling spesifik. Bila kita dapat
menunjukkan totalitas berbagai bentuk hubungan sosial dalam berbagai tingkatan dan
keragaman, maka kita akan memiliki pengetahuan yang lengkap mengenai ‘masyarakat’.
Simmel yang berupaya keras untuk memisahkan sosiologi dari psikologi menganggap bahwa
perlakuan ilmiah atas data psikis, tidak secara otomatis menjadi data psikologis manakala
suatu realitas dari studi ilmiah ilmu-ilmu sosial dianggap sebagai konsep yang berbeda. Di
sini, struktur-struktur yang spesifik di dalam kehidupan sosio-kultural yang sangat kompleks
harus dihubungkan kembali, tidak saja dengan berbagai interaksi sosial tetapi juga dengan
berbagai pernyataan psikologis. Jadi, sosiologi harus membatasi diri dari hal-hal yang
bermakna psikologis. Sosiologi harus jauh melampui pemikiran-pemikiran yang bermakna
psikologis dengan melakukan abstraksi-abstraksinya sendiri.

Interaksi sebagai Konsep Dasar Sosiologi politik Simmel

Teori yang dikemukakan Simmel mengenai realitas sosial terlihat dari konsepnya yang
menggambarkan adanya empat tingkatan yang sangat mendasar. Pertama, asumsi-asumsinya
yang merujuk kepada konsep-konsep yang sifatnya makro dan menyangkut komponen-
komponen psikologis dari kehidupan sosial. Kedua, dalam skala luas, mengungkap masalah-
masalah yang menyangkut berbagai elemen sosiologis terkait dengan hubungan yang bersifat
inter-personal. Ketiga, adalah konsep-konsepnya mengenai berbagai struktur dan perubahan-
perubahan yang terjadi dan terkait dengan apa yang dinamakannya sebagai spirit (jiwa, ruh,
substansi), yaitu suatu esensi dari konsep sosio-kultural. Keempat, yaitu penyatuan dari
ketiga unsur di atas yang melibatkan prinsip-prinsip kehidupan metafisis individu maupun
kelompok.

Menurut Simmel, ada tiga elemen yang masing-masing ‘menempati’ wilayahnya sendiri
di dalam sosiologi yang terkait dengan tingkatan-tingkatan realitas sosial. Elemen pertama
adalah apa yang dijelaskannya sebagai sosiologi murni (pure sociology), di mana variabel-
variabel psikologis dikombinasikan dengan bentuk-bentuk interaksi. Konsepnya yang
dianggap bersifat mikro adalah yang menyangkut bentuk-bentuk (forms) di mana interaksi
yang terjadi di dalamnya melibatkan berbagai tipe (types) dan ini menyangkut individu yang
terlibat di dalam interaksi itu. Elemen kedua adalah sosiologinya yang bersifat umum dan
terkait dengan produk-produk sosio-kultural dari sejarah manusia. Sedangkan elemen ketiga
adalah konsepnya mengenai sosiologi filsafat yang terkait dengan pandangan-pandangannya
menyangkut konsepsi dasariah (hukum) alam serta takdir manusia. Untuk mengatasi
masalah-masalah interrelasi di antara tiga tingkatan dari realitas sosial itu, Simmel melakukan
pendekatan dialektik seperti yang terdapat di dalam ajarannya Marx, meskipun tujuannya
berbeda. Dengan pendekatan ini, Simmel berupaya menyatukan fakta dan nilai, menolak ide-
ide yang memisahkan antara berbagai fenomena sosial, memfokuskan pada kurun waktu
masa lalu dan masa yang akan datang, serta sangat memperhatikan konflik dan kontradiksi.
Simmel mewujudkan komitmen atas konsep-konsepnya melalui cara (berpikir) dialektis,
dengan selalu mengkaji berbagai hubungan yang ada, dan selalu merujuk kepada konsep
dualisme yang menggambarkan konflik dan kontradiksi.
B.     Pengertian Sosiologi Politik
Politik adalah suatu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang berwujud proses pembuatan kekuasaan, khususnya Negara.
Menurut Aristoteles politik adalah usaha yang di tempuh warga Negara untuk
mewujudkan kebaikan bersama.
Pengertian sosilogi politik menurut para ahli
-          Secara umum sosiologi politik adalah cabang ilmu pengetahuan sosiologi yang
memperhatikan sebab dan akibat dari distribusi kekuatan di dalam masyarakat, dan dengan
konflik-konflik social dan politik yang berakibat pada perubahan terhadap alokasi perubahan
tersebut.
-          Gordon Marshal sosiologi politik adalah focus terhadap deskripsi, analisis, dan penjelasan
tentang suatu Negara, suatu lembaga yang mengklaim monopoli terhadap legitimasi
pengunaan kekuatan terhadap suatu wilayah di masyarakat. Sementara ilmu politik terutama
membahas dengan mesin pemerintahan, mekanisme adminitrasi public, dan bidang politik
formal pada pemilihan umum, opini public dan perilaku politik.
-          Genealogy of morality sosiologi politik adalah upaya untuk memahami dan campur tangan
ke dalam hubungan yang selalu berubah antara social dan politik .
-          Kesimpulan sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas,
komando di dalam semua masyarakat, dan membedakan antara penguasa dan yang di atur
dalam masyarakat.

C.    Hubungan Sosiologi dan Politik


Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari seluruh seluk beluk yang berhubungan dengan
sosial. Banyak aspek yang dipelajari dalam ilmu sosiologi dimana berkait dengan kehidupan
sosial, hubungan antar sesama, kekeluargaan, kasta, rumpun, bangsa, agama dan asosiasi
kebudayaan, ekonomi dan organisasi politik.
Pada dasarnya ilmu sosiologi sangat berkaitan erat dengan ilmu politik karena pada
dasarnya perlu dipahami mengenai ruang lingkup penelaahan masing-masing ilmu. Misal:
ilmu sosiologi mempelajari proses proses yang terjadi di antara masyarakat. Sedangkan ilmu
politik berhubungan dengan pembentukan kekuasaan dan alokasi kekuatan. Dari situ bisa bisa
didapat gambaran bahwa kedua ilmu tsb saling berkait. Misal, dalam sosiologi ada
penelaahan tentang profil sosial, nah hal itu digunakan dalam ilmu politik untuk menelaah
misalnya: kelompok sosial yag bersifat apatis terhadap politik, anomie terhadap politik,
kecenderungan suatu kelompok sosial untuk bereaksi terhadap suatu keputusan politik.

                                                                        BAB II
MASYARAKAT DAN KONFLIK
A.    Definisi Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang atau manusia yang mendiami suatu tempat , hidup
bersama dan melakukan aktifitas-aktifitas secara bersama-sama.
Masyarakat (society) merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan komuniti
manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan
jaringan perhubungan antara pelbagai individu.
Masyarakat Menurut Para Ahli
1.      Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan
menghasilkan kebudayaan.
2.      Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan
organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang
terbagi secara ekonomi.
3.      Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi
yang merupakan anggotanya.
4.      Menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif
mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah
tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam
kelompok / kumpulan manusia tersebut.
B.     Ciri-ciri masyarakat
Masyarakat Matriarchat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
         Pembagian masyarakat dalam klan-klan yang dirunut dari garis ibu (matrilineal).

         Keluarga adalah keluarga “besar” yang biasanya “dikepalai” oleh nenek tertua atau
perempuan lainnya di dalam keluarga yang dianggap sesuai untuk mengatur urusan keluarga.
         Laki-laki dewasa yang bertanggung jawab untuk mengurus anak-anak adalah saudara laki-
laki Ibu

         Kata Ibu tidak hanya terbatas pada Ibu yang melahirkan kita saja, melainkan juga saudara-
saudara perempuan Ibu lainnya dari Nenek yang sama.

         Seluruh anak-anak yang dilahirkan oleh saudara perempuan Ibu adalah juga adik dan kakak.
Tidak ada istilah sepupu.

         Perkawinan biasanya dalam bentuk, perkawinan “berkunjung”. Dimana pihak laki-laki
mendatangi pihak perempuan hanya pada malam hari sampai pagi menjelang. Sedangkan sisa
hari-hari seorang laki-laki akan dihabiskan di rumah Ibunya atau di tempat kerja. Pilihan
lainnya adalah pihak laki-laki tinggal di rumah keluarga istrinya.

         Anak yang dilahirkan digolongkan ke dalam klan Ibunya dan akan dinamakan berdasarkan
nama Klan Ibunya.

         Budaya yang egaliter dan demokratis dalam arti sesungguhnya.

         Pengambilan keputusan adalah demokratis dan melibatkan semua pihak, perempuan, laki-
laki, tua dan muda. Semua dapat menyuarakan pendapatnya

         Masyarakat yang tidak mengenal tingkátan atau penggolong-golongan (misalnya dalam
bentuk kasta) dan tidak mempunyai kelas/kasta/kelompok penguasa.

         Masyarakat yang cinta damai. Tidak mempunyai kelas/kasta/kelompok tukang perang/ksatria
dan tidak mengenal budaya pembentukan tentara/ksatria/tukang perang. Walaupun pengaruh-
pengaruh dari masyarakat patriarchaat, yang memiliki kasta/kelas/kelompok
ksatria/tentara/tukang perang, sangat besar. Tidak mengenal budaya kekerasan dan perang.
Karena alasan itulah ksatria tidak diperlukan, dan budaya-budaya kekerasan seperti
pembunuhan, perang, perampokan, pemerkosaan tidak dikenal dan tidak membudaya.
Banyak daripada masyarakat matriarchal ini yang bahkan tidak mengenal kata “membunuh”,
“memperkosa”, dan lain-lain kata-kata yang merupakan perlambang daripada kekerasan dan
penindasan. Dengan persentuhan daripada masyarakat patriarchal dengan masyarakat
matriarchal ini, beberapa kata-kata yang melambangkan kekerasan, penindasan dan
kekejaman masuk ke dalam kosa kata masyarakat matriarchal. Akan tetapi konsep yang
dikandung dalam kata-kata tersebut tetap saja tidak membudaya.

         Memuja seorang Dewi atau seorang Ibu Suci yang dipuja sebagai Ibu Asal dari masyarakat
tersebut yang merupakan perwujudan dari Ibu Alam.
         Tidak mengenal pandangan mengenai “kepemilikan pribadi”, melainkan kepemilikan
bersama dalam keluarga atau kepemilikan kolektiv. Karena itulah harta-harta seperti harta
pusaka (tanah, ladang, dll) merupakan milik keluarga dengan kepemilikan diturunkan dari
pihak Ibu(-Ibu) kepada anak perempuannya ataupun pihak perempuan lainnya dalam
keluarga besar. Akan tetapi seluruh anggota keluarga mempunyai hak guna. Adapun hasil-
hasil dari harta-harta (termasuk harta pusaka) tersebut akan dikelola oleh pihak perempuan
dewasa atau nenek tertua untuk kepentingan seluruh anggota keluarga.

         Tidak mengenal kepala-kepala dan lain-lain kedudukan yang bertumpu pada kekuasaan
melainkan konsep perwakilan yang bertumpu kepada mufakat atau konsensus. Wakil dari
klan ini bisa laki-laki maupun perempuan.

         Tidak mengenal kelompok penguasa agama yang mengatur segala perizinan tentang urusan-
urusan dalam masyarakat yang biasanya mengaku-ngaku serbagai perwakilan penguasa langit
(Tuhan) yang merasa berhak menghukum dan mengadili masyarakat.

         Tidak mengenal kebencian terhadap hubungan kasih sayang antara laki-laki dan perempuan.
Perkawinan adalah merupakan urusan keluarga dan tidak memerlukan “izin” dari kelas
“penguasa agama” melainkan dari pihak yang bertanggung jawab dalam keluarga. hubungan
badan antara laki-laki tidak dianggap suatu yang hina, melainkan sebagai salah satu
ungakapan kasih sayang antara laki-laki dan perempuan. Karena itulah masyarakat
matriarchal tidak mengenal konsep-konsep perversitas dalam bidang seksual seperti
“pelacuran” (baik laki-laki maupun perempuan), istri/suami simpanan (konkubine),
homoseksualitas, dan pemerkosaan yang umum terjadi pada masyarakat patriarchal.

         Anak adalah mahluk yang dihargai dan dihormati keberadaannya. Karena itulah masyarakat
Matriarchal tidak mengenal konsep anak haram, anak tidak ber-Bapak. Karena setiap anak
adalah mahluk yang sangat dihoramti kelaihiran dan keberadaannya, dan setiap anak jelas
mempunyai Ibu(-Ibu) dan mempunyai keluarga (keluarga besar). Karena itulah masayarakat
matriarchal tidak mengenal budaya pembunuhan anak-anak, karena kekejian masyarakat
terhadap perempuan hamil yang menyebabkan sang Ibu menggugurkan bayi dengan paksa.

         Tidak mengenal konsep anak berdasakan kelaminnya. Karena itulah anak laki-laki maupun
perempuan adalah sama dihormati dan dihargai. Tidak mengenal budaya pembunuhan anak
perempuan maupun anak laki-laki karena kelamin yang satu lebih dihargai daripada yang
lainnya. Anak adalah bakal individu, baik laki-laki maupun perempuan.

C.    KONFLIK
Konflik berasal dari kata kerja latin configure yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Definisi dari konflik adalah :
1.      Suatu kondisi dimana tujuan, kebutuhan dan nilai-nilai kelompok yang bersaing, bertabrakan
dan akibatnya terjadilah agrasi walaupun belum tentu berbentuk kekerasan (schelling).
2.      Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara
beberapa orang, kelompok atau organisasi.
3.      Konflik domestik : isu utamanya adalah suatu kondisi dimana terdapat masalah-masalah
antara pemegang kekuasaan dengan penantangnya yang diselesaikan dengan cara damai.
4.      Konflik regional : isu utama menekankan proses negosiasi dan hubungan antara negara
tetangga. Bentuk hubungan bisa bersifat cooperative, competitive, dan transforming.
5.      Konflik internasional : isunya sama dengan konflik regional tetapi cakupannya lebih luas.
Konflik dapat menjadi alat yang efektif dalam percaturan internasional. Ia dapat
mengemban fungsi sebagai upaya untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuatan
(power), memelihara kohesifitas internal dan memeperluas hubungan ke luar. Kekerasan
seringkali merupakan alat yang ampuh untuk bargaining position. Meskipun demikian
penyelesaian konflik selalu merupakan tujuan yang secara politik paling diharapkan, karena
hal itu mengurangi korban jiwa manusia, mencegah disorganisasi suatu bangsa dan
memulihkan stabilitas dalam hubungan luar negeri mereka. Penyelesaian konflik (conflict
resolution) adalah suatu jalan menuju perdamaian, sekurang-kurangnya perdamaian negative,
dan mempunyai fungsi lain, misalnya menjamin stabilitas politik dan kesinambungan
pembangunan sosial maupun ekonomi.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.

1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan
kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada
berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua
pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama,
hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika
masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri
dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi
ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya
konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada.
Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik
maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada
tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi
(Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat
hubungannya dengan stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau
lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun
terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang
sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak
mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif
(Robbins, 1993).
7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain,
kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini,
pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang
diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku
komunikasi (Folger & Poole: 1984).
9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin
dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun
perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart,
1993:341).
10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak
dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito,
1995:381)

D.    Beberapa Pandangan Mengenai Peran Konflik

Ada pertentangan pendapat mengenai perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam
organisasi yang disebut oleh Robbin (1996: 431) sebagai The Conflict Paradoks, yaitu
pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di
sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:

1.      Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu
hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan
dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil
disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara
orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi
karyawan.
2.      Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan
bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau
organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam
kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota.
Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong
peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi
untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3.      Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong
suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang
kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan
tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada
tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut
tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

Stoner dan Freeman (1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu
pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):

1.      Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari.
Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan
yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus
dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan
memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen
bertugas meminimalisasikan konflik.
2.      Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara
lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik
dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer
sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal
untuk mencapai tujuan bersama.

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami
berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)

1.      Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus
dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor
penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan
dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata
kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di
kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh
karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
2.      Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik
merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia.
Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana
menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak
tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi.
Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal
konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan
kinerja organisasi.

Berdasarkan penjabaran pandangan-pandangan di atas, ada dua hal penting yang bisa
disorot mengenai konflik:

1.      Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan
apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku
komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada
komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang
berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan
makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya
diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut
muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341).
Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak
yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena
tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
2.      Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif
(Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana
pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya
membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya
perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara
menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan
bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.

E.     Teori-Teori Penyebab Konflik


Untuk memahami cara-cara mengelola konflik, berikut ini diuraikan beberapa teori utama
mengenai sebab konflik, masing-masing dengan metode dan sasaran berbeda :
a.      Teori Hubungan Masyarakat
Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus
terjadi,ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu
masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini  adalah :
1)      Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang menalami
konflik;
2)      Mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang
ada di dalamnya.

b.      Teori Negosiasi Prinsip


Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan
perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran
yang ingin dicapai teori ini adalah :
1)      Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan
berbagai masalah dan isu, dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan
kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap;
2)      Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau
semua pihak.

c.       Teori Kebutuhan Manusia


Teori ini berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar
manusia – fisik, mental, dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas,
pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran yang ingin
dicapai dari teori ini adalah :
1)      Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan
bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu;
2)      Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua pihak atau semua
pihak.

d.      Teori Identitas


Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering
berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah :
1)      Membentuk pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan
bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu;
2)      Agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi
kebutuhan dasar semua pihak.
e.       Teori Kesalahpahaman Antar Budaya
Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara
komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
Sasaran yang ingin dicapai dari teori ini adalah :
1)      Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya lain;
2)      Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain;
3)      Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.

f.        Teori Transformasi Konflik


Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan
ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran
yang ingin dicapai teori ini adalah :
1)      Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan
ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi;
2)      Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antara pihak-pihak yang
mengalami konflik;
3)      Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan,
keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

F.     Alat Bantu Analisis Konflik


Sebelum dibahas mengenai alat bantu konflik, perlu dijelaskan terlebih dahulu apa yang
dimaksud dengan analisis konflik. Analisis konflik dapat dipandang sebagai intervensi tetapi
sekaligus sebagai persiapan untuk mengambil tindakan.  Bagi sebagian orang yang bekerja
untuk menangani konflik secara praktis, konsep analisis konflik tampak sangat jauh dari
pengalaman mereka sendiri. Mereka kadang berpendapat bahwa analisis konflik
mengharuskan keobjektifan dan kenetralan, dan bukan pengalaman pribadi dan emosi yang
kuat. Analisis konflik tidaklah demikian, tetapi sebagai suatu proses praktis untuk mengkaji
dan memahami kenyataan konflik dari berbagai sudut pandang. Selanjutnya pemahaman ini
membentuk dasar untuk mengembangkan strategi dan merencanakan tindakan. Analisis
konflik dapat dilakukan dengan sejumlah alat bantu dan teknik yang sederhana, praktis dan
sesuai. Alat bantu ini bukan merupakan proses-proses yang kaku, tetapi sifatnya adaptif
terhadap keadaan-keadaan tertentu yang sedang dianalisis.
Mengapa perlu alat bantu untuk menganalisis konflik? Beberapa jawaban dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1.      Untuk memahami latar belakang dan sejarah suatu situasi dan kejadian-kejadian saat ini;
2.      Untuk mengidentifikasi semua kelompok yang terlibat, tidak hanya kelompok yang menonjol
saja;
3.      Untuk memahami pandangan semua kelompok dan lebih mengetahui bagaimana
hubungannya satu sama lain;
4.      Untuk mengidentifikasi faktor-faktor dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari
konflik;
5.      Untuk belajar dari kegagalan dan juga kesuksesan.
Berikut disajikan beberapa alat bantu analisis konflik dan menjelaskan cara
penggunaannya dalam kasus-kasus tertentu :
a.      Penahapan Konflik
Konflik berubah setiap saat, melalui berbagai tahap aktivitas, intensitas, ketegangan dan
kekerasan yang berbeda. Tahap-tahap ini penting sekali diketahui dan digunakan bersama alat
bantu lain untuk menganalisis berbagai dinamika dan kejadian yang berkaitan dengan
masing-masing tahap konflik.
Analisis dasar terdiri dari lima tahap, yang umumnya disajikan secara berurutan di sini
(meskipun mungkin ada variasi-variasi dalam situasi khusus) dan mungkin berulang dalam
siklus yang sama.
Tahap-tahap ini adalah :
1)      Prakonflik
Merupakan periode di mana terdapat suatu ketidaksesuaian sasaran di antara dua pihak
atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari pandangan umum, meskipun
satu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadinya konfrontasi. Mungkin terdapat
ketegangan hubungan di antara beberapa pihak dan/atau keinginan untuk menghindari kontak
satu sama lain.
2)      Konfrontasi
Pada tahap ini konflik menjadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada
masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan aksi demokratisasi atau perilaku
konfrontatif lainnya. Kadang pertikaian atau kekerasan pada tingkat rendah lainnya terjadi di
antara kedua pihak. Masing-masing pihak mungkin mengumpulkan sumber daya dan
kekuatan dan mungkin mencari sekutu dengan  harapan dapat meningkatkan konfrontasi dan
kekerasan. Hubungan di antara kedua pihak menjadi sangat tegang, mengarah pada polarisasi
di antara para pendukung di masing-masing pihak
3)      Krisis
Merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan/atau kekerasan terjadi paling hebat.
Dalam konflik skala besar, ini merupakan periode perang, ketika orang-orang dari kedua
pihak terbunuh. Komunikasi normal di antara kedua pihak kemungkinan putus. Pernyataan-
pernyataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak-pihak lainnya.
4)      Akibat
Suatu krisis pasti akan menimbulkan suatu akibat. Satu pihak mungkin menaklukkan
pihak lain, atau mungkin melakukan gencatan senjata (jika perang terjadi). Satu pihak
mungkin menyerah atau menyerah atas desakan pihak lain. Kedua pihak mungkin setuju
bernegosiasi, dengan atau tanpa bantuan perantara. Suatu pihak yang mempunyai otoritas
atau pihak ketiga lainnya yang lebih berkuasa mungkin memaksa kedua pihak menghentikan
pertikaian. Adapun keadaannya, tingkat ketegangan, konfrontasi dan kekerasan pada tahap ini
agak menurun, dengan kemungkinan adanya penyelesaian.
5)      Pasca Konflik
Akhirnya situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan,
ketegangan berkurang dan hubungan mengarah ke lebih normal di antara kedua pihak.
Namun, jika isu-isu dan masalah-masalah yang timbul karena sasaran mereka yang saling
bertentangan tidak diatasi dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi situasi pra
konflik.
b.      Urutan Kejadian
Urutan kejadian adalah suatu alat bantu yang sederhana. Alat ini berupa grafik yang
menunjukkan kejadian-kejadian yang telah ditempatkan menurut waktu. Urutan kejadian
merupakan daftar waktu (tahun, bulan atau hari, sesuai skalanya) dan menggambarkan
kejadian-kejadian secara kronologis. Anda dapat menggunakan metode ini untuk
menunjukkan urutan-urutan kejadian dalam kehidupan anda, misalnya, atau sejarah negara
anda. Dalam hal ini, anda dapat menggunakan urutan kejadian untuk menunjukkan sejarah
suatu konflik.
Dalam suatu konflik, sekelompok orang sering memiliki pengalaman dan pandangan
yang sangat berbeda;mereka melihat dan memahami konflik dengan cara-cara yang sangat
berbeda. Mereka sering memiliki sejarah yang berbeda. Orang-orang yang di pihak yang
berlawanan mungkin memperhatikan atau menekankan kejadian-kejadian yang berbeda,
menjelaskannya secara berbeda, dan emosinya masing-masing berbeda.
Tujuan penggunaan urutan kejadian bukan untuk menempatkan sejarah yang ‘benar’ atau
‘objektif’, tetapi untuk memahami pandangan orang terlibat. Oleh karena itu, kejadian-
kejadian yang berbeda digambarkan oleh kelompok lawannya sebagai bagian penting dalam
memahami konflik.
Urutan kejadian juga merupakan suatu cara bagi masyarakat untuk saling mempelajari
sejarah dan pandangan pihak lain mengenai suatu situasi. Dan ketika membahas pandangan-
pandangan yang berbeda mengenai konflik, dan kejadian-kejadian yang diingat oleh masing-
masing kelompok, pemahaman mereka akan semakin berkembang tentang situasi yang
mereka hadapi bersama.
c.       Pemetaan Konflik
Pemetaan konflik merupakan teknik yang digunakan untuk menggambarkan konflik
secara grafis, menghubungkan pihak-pihak lainnya. Ketika masyarakat yang memiliki
berbagai sudut pandang berbeda memetakan situasi mereka secara bersama, mereka saling
mempelajari pengalaman dan pandangan masing-masing. Pemetaan konflik adalah sebuah
teknik visual yang menggambarkan hubungan di antara berbagai pihak yang berkonflik.
Tujuan dibuatnya alat bantu pemetaan konflik adalah:
1)      untuk lebih memahami situasi dengan baik;
2)      untuk melihat hubungan di antara berbagai pihak secara lebih jelas;
3)      Untuk menjelaskan di mana letak kekuasaan;
4)      Untuk memaksa keseimbangan masing-masing kegiatan atau reaksi;
5)      Untuk melihat para sekutu atau sekutu yang potensial berada di mana;
6)      Untuk mengidentifikasi mulainya intervensi atau tindakan
7)      Untuk mengevaluasi apa yang telah dilakukan.
Alat bantu ini digunakan: di awal proses, bersama dengan alat-alat bantu analisis
lainnya. Di akhir proses, untuk mengidentifikasi kemungkinan jalan pembuka dalam
mengambil tindakan atau untuk membantu proses membangun strategi. Berbagai variasi
dalam penggunaan alat bantu pemetaan konflik, misalnya : peta geografis yang menunjukkan
tempat dan pihak-pihak yang terlibat, pemetaan berbagai isu, pemetaan penjajaran kekuasaan,
pemetaan kebutuhan dan ketakutan, patung manusia untuk mengungkap berbagai perasaan
dan hubungan.
Cara-cara memetakan suatu konflik adalah sebagai berikut:
1)      Tentukan apa yang ingin anda petakan, kapan, dan dari sudut pandang apa. Pilih suatu
peristiwa tertentu dalam situasi tertentu. Jika anda berusaha untuk memetakan seluruh konflik
politik di suatu daerah secara rinci, waktu yang dibutuhkan mungkin sangat banyak, petanya
sangat besar dan sangat rumit sehingga tidak banyak membentuk.
Akan lebih bermanfaat jika pemetaan situasi yang sama dilakukan dengan berbagai sudut
pandang yang berbeda dan perhatikan sudut bagaimana pihak-pihak yang berbeda
menanggapinya. Usaha untuk merekonsiliasi sudut pandang yang berbeda merupakan intisari
dalam mengelola konflik. Menanyakan apakah pihak-pihak yang memiliki pandangan
tertentu akan bersedia menerima penjelasan anda tentang hubungan mereka dengan pihak-
pihak lainnya merupakan suatu disiplin yang baik.
2)      Jangan lupa menempatkan diri anda dan organisasi anda dalam peta. Menempatkan diri
anda di peta berarti mengingatkan bahwa anda adalah bagian dari situasi, bukan di luar
situasi, bahkan saat anda menganalisisnya. Pihak-pihak lain memandang anda dan organisasi
anda dengan persepsi tertentu. Anda mungkin memiliki kontak dan hubungan dengan orang
lain yang menawarkan peluang untuk membantu membuka jalan dalam bekerja dengan
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
3)      Pemetaan bersifat dinamis : mencerminkan suatu keadaan tertentu dalam situasi yang
berubah dan menuntun ke arah tindakan.  Analisis-analisis seperti itu harus menawarkan
berbagai kemungkinan baru. Apakah yang dapat dilakukan? Siapa yang paling baik? Apa
dasar-dasar yang perlu diletakkan sebelumnya; selanjutnya struktur semacam apa yang ingin
dibangun? Ini adalah beberapa pertanyaan yang harus anda tanyakan saat anda melakukan 
pemetaan.
4)      Selain aspek-aspek yang ‘objektif’, isu-isu di antara pihak-pihak yang relevan dengan
konflik juga dipetakan. Mengapa ada konflik? Hal-hal ini dapat diletakkan dalam sebuah
kotak, seperti yang kami lakukan dalam contoh-contoh berikut, atau anda mungkin memiliki
cara yang lebih baik untuk menunjukkan isu-isu yang ada.

BAB III
MASALAH-MASALAH SOSIAL POLITIK

Contoh kasus konflik ruang (Perusahaan VS masyarakat)

Contoh konflik ruang yang terjadi di Riau, mudah2an bisa dipakai sebagai referensi
(Contoh kasus) dalam pembuatan PP tentang peran serta masyarakat dalam penataan ruang,
kasus seperti ini banyak terjadi di pulau sumatra. Dimana hak hak atas ruang dari masyarakat
bisa diabaikan atas nama investasi. dan ketika terjadi konflik maka masyarakat selalu berada
pada pihak yang kalah. Sudah Saatnya UU penataan ruang bisa mewujudkan kedaulatan
rakyat terhadap sumberdaya alam sebagaimana diamanatkan oleh pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Kronologis Penyerangan Dusun Suluk Bongkal Desa Beringin Kecamatan Pinggir
Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Kamis, 18 Desember 2008 "Ini Perintah Atasan"
(Pernyataan Dir. Reskrim Polda Riau Kombes Pol. Alex Mandalika dilokasi saat hendak
melakukan pembakaran rumah masyarakat Dusun Suluk Bongkal, 18 Desember 2008).
Pada tanggal 18 Desember 2008 tepatnya pukul 10.00 WIB pasukan Brimob Polda Riau
beserta 500-an pasukan Samapta serta pasukan kepolisian dari Polres Bengkalis yang
dipimpin langsung oleh Dir. Reskrim Polda Riau Kombes. Alex Mandalika mendatangi
Dusun Suluk Bongkal untuk melakukan pengusiran terhadap warga yang berdiam di Dusun
tersebut karena dianggap telah melakukan penyerebotan terhadap areal HPHTI PT. Arara
Abadi. Pasukan tersebut dilengkapi dengan persenjataan (pentungan dan senjata api) serta
water cannon. Kedatangan pasukan tersebut telah diketahui kabarnya oleh warga Dusun sejak
sehari sebelumnya sehingga membuat warga Dusun seluruhnya melakukan mobilisasi ke
jalan masuk Dusun untuk mempertahankan kampung. Beberapa saat kemudian masyarakat
coba untuk melakukan perundingan dengan kepolisian yang dipimpin oleh Kepala Dusun
Suluk Bongkal Khalifah Ismail, Ketua RW 03 Rasyidin, Tokoh masyarakat Suluk Bongkal
Pongah, Loceng dan beberapa tokoh masyarakat lainnya yang didampingi oleh Ketua Umum
Serikat Tani Riau Riza Zuhelmy. Perundingan dilakukan dengan pihak kepolisian yang
langsung dipimpin oleh Dir. Reskrim Polda Riau yang didampingi aparat kepolisian lainnya.
Awalnya warga menanyakan tentang operasi yang dilakukan dan surat perintah, namun pihak
kepolisian hanya menjawab ini perintah atasan. Hal yang sangat aneh operasi yang
menggunakan banyak perlengkapan dan dipimpin langsung oleh perwira polri ini tidak ada
pemberitahuan resmi sebelumnya, tidak ada surat perintah resmi pelaksanaan penggusuran
serta tidak ada keputusan pengadilan untuk melakukan eksekusi ini. Warga meminta kepada
pihak kepolisian untuk tidak melakukan tindakan represif karena Dusun tersebut syah
merupakan sebuah perkampungan berdasarkan peta administrasi wilayah Dusun Suluk
Bongkal yang ditandatangani oleh Bupati Bengkalis pada 12 Maret 2007 seluas 4.856 ha
(tertuang dalam lembaran Pemerintahan Kabupaten Bengkalis no. 0817-22 0817-31.0618-54
0616 63).  
Secara historis, catatan yang kami peroleh tentang bahwa dusun Suluk Bongkal termasuk
dalam Besluit yang dipetakan sejak Belanda menjalin kerjasama dengan kerajaan Siak,
diperkirakan tahun 1940. Sekitar tahun 1959, dibuatlah peta yang mempunyai ketentuan
pembagian wilayah memiliki hutan tanah ulayat batin (keabsahan suku Sakai) termasuk
didalamnya wilayah Suluk Bongkal. Setelah sekian lama masyarakat Suluk Bongal hidup
berdampingan dengan suku-suku lain di dusunnya, sejak diterbitkannya Surat Keputusan
Menteri Kehutanan dimaksud, konflik pun mulai mencuat, dan beberapa masyarakat dusun
terpaksa pindah, karena tidak tahan lagi dengan pola kekerasan yang dilakukan oleh 911
selaku pengaman asset perusahaan.
Perlu kami sampaikan bahwa, sah-sah saja PT. Arara Abadi menegaskan kepada publik
mereka memiliki Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan nomor 743/Kpts-II/1996 tentang
PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI ATAS AREAL
HUTAN SELUAS ± 299.975 (DUA RATUS SEMBILAN PULUH SEMBILAN RIBU
SEMBILAN RATUS TUJUH PULUH LIMA) HEKTAR DI PROPINSI DAERAH
TINGKAT I RIAU KEPADA PT. ARARA ABADI. Perlu kami sampaikan disini pokok-
pokok yang tertuang dalam SK tersebut adalah: Ketetapan pertama point kedua disebutkan:
Luas dan letak definitif areal kerja Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI)
ditetapkan oleh Departemen Kehutanan setelah dilaksanakan pengukuran dan penataan batas
di lapangan." Persoalannya kemudian adalah, kami belum mendapatkan satu info pun tentang
sosialisasi hasil pengukuran dan penataan batas di lapangan, terkait SK tersebut.

Dalam ketetapan kedua yang memuat kewajiban-kewajiban perusahaan diantaranya:


• Point kedua Melaksanakan penataan batas areal kerjanya selambat-lambatnya 2 (dua) tahun
sejak ditetapkan Keputusan ini. Faktanya kemudian adalah, kami belum pernah mendapati
tentang areal batas kerja yang dimaksud, tertuang dalam sebuah surat yang dipublikasikan
secara umum untuk diketahui khalayak ramai. Jika penataannya ditegaskan 2 tahun setelah
SK ditetapkan, maka tentunya tahun 1998, PT Arara Abdi telah menyelesaikan seluruh proses
inclaving terhadap kawasan yang telah dihuni masyarakat jauh sebelum mereka ada.
Dalam ketetapan keempat dimuat:
1.      Apabila di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) terdapat lahan
yang telah menjadi tanah milik, perkampungan, tegalan, persawahan atau telah diduduki dan
digarap oleh pihak ketiga, maka lahan tersebut dikeluarkan dari areal kerja Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman Industri (HPHTI).
2.      Apabila lahan tersebut ayat 1 (satu) dikehendaki untuk dijadikan areal Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman Industri (HPHTI), maka penyelesaiannya dilakukan oleh PT. ARARA
ABADI dengan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
Selanjutnya, perusahaan juga mempunyai kewajiban yang ditetapkan pada ketentuan III :
A.1. diungkapkan bahwa, perusahaan wajib memperhatikan atau mengambil langkah-langkah
secara maksimal untuk menjamin keselamatan umum karyawan dan atau orang lain yang
berada dalam areal kerjanya. Bahwa, banjir yang diakibatkan oleh areal perusahaan yang
tidak dirawat - ditandai dengan desa yang berada dalam kawasan HPH/TI PT Arara Abadi
sering kebanjiran – adalah bukti kelalaian yang dapat mencelakakan orang. Banjir diduga
disebabkan karena sedikitnya hutan penyanggah yang disisakan, serta tidak tepatnya
perencanaan pembangunan (tidak seimbangnya antara pembangunan hulu dan hilir). Bukan
semata-mata karena alamiah, melainkan karena prilaku manusia.
Hal ini sejalan dengan Surat Menteri Kehutanan RI No : 319/MENHUT/V/2007
tertanggal 12 Mei 2007 tentang persetujuan penyelesaian sengketa agraria antara masyarakat
dengan PT. Arara Abadi juga menegaskan hal yang sama hal ini merupakan surat balasan
dari Surat Gubernur Riau No : 100/P.H. 13.06 tertanggal 8 Maret 2007 tentang Penyelesaian
Sengketa Agraria antara masyarakat dengan PT. Arara Abadi, dan masyarakat meminta pihak
kepolisian untuk menahan diri melakukan penggusuran tersebut berkaitan dengan akan
dilakukannya gugatan Class Action oleh masyarakat pada Januari 2009 mendatang serta Pak
Pongah sempat mau menceritakan sejarah kampung tersebut dari sejak zaman Kerajaan Siak
berdiri yang telah mewariskan daerah tersebut kepada Suku Sakai di wilayah tersebut hingga
Republik Indonesia berdiri dan sampai saat ini. Namun pihak kepolisian tidak mau untuk
berunding dengan dalih masyarakat tidak memiliki surat kepemilikan lahan. Keadaan
semakin tegang hal ini dikarenakan perundingan yang tak menemukan solusi dan pihak
kepolisian akan melakukan penggusuran secara paksa apabila masyarakat tetap menghadang.
Satu jam kemudian sekitar pukul 11.30 WIB pihak kepolisian berupaya menerobos
barisan ibu-ibu dan anak-anak yang berdiri di jalan masuk menuju Dusun Suluk Bongkal
(KM 46) yang dari pagi telah berada di lokasi untuk mempertahankan kampung halaman.
Sembari itu polisi juga melakukan upaya penahanan Riza Zuhelmy (Ketua Umum Serikat
Tani Riau) beserta beberapa perwakilan masyarakat yang mengikuti perundingan. Namun hal
ini dengan segera direspon oleh warga sehingga sempat terjadi aksi saling tarik-menarik
ketika polisi secara paksa untuk memasukkan Riza Zuhelmy kedalam mobil yang dikendarai
kepolisian. Alhasil masyarakat berhasil melakukan penyelamatan terhadap rekannya yang
mau ditahan dan kemudian dievakuasi didalam kampung. Situasi sempat mereda dan
masyarakat tetap berbaris-bertahan di depan jalan masuk dusun sembari menyanyikan lagu
Indonesia Raya dan lagu-lagu perjuangan-wajib nasional symbol keteguhan mempertahankan
kampung halaman. Aksi saling mendorong pun sempat terjadi, dari lokasi massa terdengar
kabar bahwa pihak kepolisian sebagian telah bersiap untuk meninggalkan lokasi, sesaat
kemudian kembali sontak dengan kabar pihak kepolisian melakukan penangkapan terhadap
10 warga dan hendak mengepung dusun melalui jalan masuk lain.
Dari jalan PT. Adei P & I yang juga bisa menuju ke dusun telah terlihat rombongan
kepolisian dalam jumlah yang cukup banyak (ratusan) dengan mengendarai mobil truck
kepolisian dan mobil kepolisian lainnya menutup jalan tersebut sehingga warga panik karena
khawatir kampung akan dikepung dan warga tergusur serta seluruh isi kampung diluluh
lantahkan. Proses evakuasi pun dilaksanakan terhadap beberapa tokoh masyarakat termasuk
juru runding yang diutus oleh masyarakat. Tepat pukul 11.35 WIB ketika proses evakuasi
dilakukan bentrokan pun tak terelakkan ketika polisi memaksa warga untuk mundur dengan
tindakan represif dan menggunakan persenjataan. Gas air mata pun ditembakkan oleh polisi
melalui water cannon kearah warga sehingga membuat kondisi tak terkendali. Kabar yang
didapat dari warga, polisi juga mengeluarkan tembakan dari senjata api (menembakkan
peluru karet) sedikitnya melukai 2 warga terkena tembakan tersebut. Kemudian pada Pukul
12. 30 WIB polisi berusaha untuk melakukan penangkapan terhadap Ibu-Ibu namun hal ini
coba untuk dicegah oleh salah satu pengurus Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Riau
Antony Fitra karena Ibu-Ibu tersebut ada yang sedang dalam keadaan hamil dan ada anak-
anak, namun upaya tersebut dihadang oleh pihak kepolisian. Antony Fitra sempat terkena
tendangan dari pihak kepolisian sebanyak 2 kali di bagian kaki dan perut kemudian diseret
paksa oleh pihak kepolisian beserta Ibu-Ibu. Warga yang ditangkap dimasukkan kedalam
mobil kepolisian kemudian pada sekitar pukul 14.00 WIB dibawa ke Mapolsektif Mandau.
Dalam kondisi represif tersebut polisi secara serentak menembakkan gas air mata, peluru
karet dari senjata api serta melakukan pemukulan terhadap warga dengan menggunakan
pentungan sehingga situasi menjadi tak terkendali dan banyak warga yang terluka, ketika itu
warga telah tercerai berai dan mencari tempat penyelamatan menyusuri belukar dan hutan
disekitar kampung. Hal ini dikarenakan 2 helikopter terbang disekitar lokasi kemudian
menjatuhkan bahan peledak diatas rumah warga satu persatu dan ledakan yang keras terjadi,
satu persatu rumah warga terbakar sehingga kondisi semakin tak terkendali. Api pun semakin
menjalar sehingga warga bersembunyi dalam posisi berpencar dan sebagian dievakuasi ke
dalam kampung. Proses penangkapan pun terus dilakukan, disusul serangan darat oleh
Samapta dengan menggunakan senjata api dan kemudian Satuan Polisi Pamong Praja beserta
preman bayaran PT. Arara Abadi melakukan penyerangan terhadap masyarakat dengan
melakukan pemukulan dan penangkapan terhadap masyarakat. Diakibatkan kondisi yang
sangat represif peristiwa ini menelan korban meninggal dunia 1 jiwa (Putri, Umur 2 Tahun)
anak dari warga dusun yang juga merupakan anggota Serikat Tani Riau akibat lari ketakutan
dan masuk kedalam sumur. Jenazah Putri baru dapat dievakuasi pada malam hari akibat
kondisi represif (dilokasi apabila ada warga yang beraktifitas ditangkap oleh kawanan
preman, Satpol PP, Polisi dan PAM SWAKARSA). Tak hanya berhenti disitu alat berat pun
segera dimobilisasi masuk kedalam kampung untuk membersihkan sisa kebakaran dan
meluluh lantahkan seluruh asset yang dimiliki oleh masyarakat dusun termasuk sanggar
belajar dan rumah ibadah. Laporan yang terakhir diperoleh dari warga sekitar 200 warga
termasuk pengurus KPP STR ditahan di Mapolsektif Mandau, sekitar 200 warga bertahan di
dalam kampung dan lebih dari 400 warga yang sampai sekarang masih berada ditengah hutan
dalam kondisi berpencar dan belum bisa berkomunikasi termasuk warga sekitar desa tetangga
yang ikut bersolidaritas (Desa Melibur, Tasik Serai, Tasik Serai Timur, Mandi Angin).
Jumlah akurat kerugian masyarakat belum dapat dipastikan dikarenakan sedang
berkonsentrasi untuk mengembalikan situasi menjadi kondusif, sementara sampai saat ini
Polisi, Satpol PP, Pam Swakarsa PT. Arara Abadi dan Preman bayaran mengepung dusun dan
memata-matai warga yang bersembunyi. 19 Desember 2008 Kepolisian dan Satpol PP
menambah ratusan pasukan untuk masuk ke Suluk Bongkal sebanyak 8 Bus dan 8 truck serta
alat berat 3 unit dan beberapa ekor anjing pelacak

BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Politik adalah suatu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang berwujud proses pembuatan kekuasaan, khususnya Negara.
Politik adalah suatu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang berwujud proses pembuatan kekuasaan, khususnya Negara.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari seluruh seluk beluk yang berhubungan dengan
sosial. Banyak aspek yang dipelajari dalam ilmu sosiologi dimana berkait dengan kehidupan
sosial, hubungan antar sesama, kekeluargaan, kasta, rumpun, bangsa, agama dan asosiasi
kebudayaan, ekonomi dan organisasi politik.
Masyarakat (society) merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan komuniti
manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan
jaringan perhubungan antara pelbagai individu.
Konflik berasal dari kata kerja latin configure yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Ada pertentangan pendapat mengenai perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam
organisasi yang disebut oleh Robbin (1996: 431) sebagai The Conflict Paradoks, yaitu
pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di
sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
Mengapa perlu alat bantu untuk menganalisis konflik? Beberapa jawaban dapat
dikemukakan sebagai berikut :
1.      Untuk memahami latar belakang dan sejarah suatu situasi dan kejadian-kejadian saat ini;
2.      Untuk mengidentifikasi semua kelompok yang terlibat, tidak hanya kelompok yang menonjol
saja;
3.      Untuk memahami pandangan semua kelompok dan lebih mengetahui bagaimana
hubungannya satu sama lain;
4.      Untuk mengidentifikasi faktor-faktor dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari
konflik;
5.      Untuk belajar dari kegagalan dan juga kesuksesan.
Konflik berubah setiap saat, melalui berbagai tahap aktivitas, intensitas, ketegangan dan
kekerasan yang berbeda. Tahap-tahap ini penting sekali diketahui dan digunakan bersama alat
bantu lain untuk menganalisis berbagai dinamika dan kejadian yang berkaitan dengan
masing-masing tahap konflik.
Urutan kejadian adalah suatu alat bantu yang sederhana. Alat ini berupa grafik yang
menunjukkan kejadian-kejadian yang telah ditempatkan menurut waktu. Urutan kejadian
merupakan daftar waktu (tahun, bulan atau hari, sesuai skalanya) dan menggambarkan
kejadian-kejadian secara kronologis. Anda dapat menggunakan metode ini untuk
menunjukkan urutan-urutan kejadian dalam kehidupan anda, misalnya, atau sejarah negara
anda. Dalam hal ini, anda dapat menggunakan urutan kejadian untuk menunjukkan sejarah
suatu konflik.

B.     SARAN
1.      Diharapkan kepada teman-teman mahasiswa agar kiranya dapat mengerti bagaimana

hubungan antara masyarakat dan adanya konflik dalam masyarakat tersebut.

2.      Sebagai tindak lanjut makalah ini, sebenarnya kita seharusnya dapat membahas dan

menggambarkan terjadinya konflik dalam proses interaksi social atau dikatakan sebagai

social control dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai