Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

MT3103 PRAKTIKUM PEMROSESAN MATERIAL

Modul A
PROSES PENGEROLAN LOGAM (METAL ROLLING)

Oleh:
Genby Ardinugraha
13718023

Anggota:

Kelompok 12
Rafli Fadhillah Rasyad 13717025
Genby Ardinugraha 13718023
R Erlangga M W 13718039
Ngakan Made Ramadipa A R 13718057
Aulia Nur Lathifa 13718061

Tanggal Praktikum 15 Oktober 2020


Tanggal Pengumpulan Laporan 19 Oktober 2020
Asisten (NIM) Khansa Lathifah
(13716051)

LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Logam merupakan material yang sudah sangat lama digunakan
oleh material, Lempengan logam yang dibuat dengan menggunakan palu
sudah digunakan sejak jaman dahulu untuk keperluan arsitektur,
lempengan ini dapat dipotong dan dibentuk menjadi banyak bentuk yang
membantu manusia. Namun proses pembentukannya baru mulai
dikembangkan oleh Leonardo Da Vinci dengan menggambarkan mesin
rolling pertama pada abad ke 15. Semenjak saat itu rolling menjadi bagian
dari pemrosesan logam yang mendasar bagi manusia karena menghasilkan
produk yang konsisten terutama pada zaman industri rolling banyak
digunakan untuk membentuk produk yang memiliki bentuk penampang
yang sama seperti rel kereta dan T Beam.

1.2 Tujuan
1. Mengukur nilai kekerasan tembaga sebelum dan sesudah proses
pengerolan.
2. Mengukur dan menghitung besar gaya pengerolan tembaga dari
proses pengerolan dan hasil uji tarik untuk tiap tahapan reduksi.
3. Menghitung besar daya pengerolan tembaga dari proses pengerolan
dan hasil uji tarik untuk tiap tahapan reduksi.
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Teknik Pembentukan Logam


a. Proses pembentukan logam (kategori beserta contohnya rolling dan
wiredrawing).

Kategori pembentukan logam antara lain :

1) Direct-compression-type processes
2) Indirect compression processes
3) Tension type processes
4) Bending processes
5) Shearing processes

Gambar 2.1 Tipe pembentukan logam [3]

Pada proses direct-compression, gaya tekan diberikan kepada


permukaan benda kerja secara langsung, dan benda kerja akan berubah bentuk
sesuai dengan gaya tekan tersebut. Contoh dari proses ini adalah forging dan
rolling. Proses indirect-compression termasuk wiredrawing, tube drawing,
ekstrusi, dan deep drawing sebuah cup. Gaya utama yang diberikan adalah
gaya tarik, namun akan mucul gaya tekan akibat interaksi antar benda kerja
dengan cetakan.. Contoh terbaik tension-type forming process adalah
stretch forming, di mana lembaran logam dibungkus dengan kontur dari
cetakan di bawah beban gaya tarik. Bending melibatkan aplikasi momen
lentur ke lembaran, sedangkan geser melibatkan penerapan gaya geser
yang cukup besar untuk menghancurkan logam di bidang geser.[3]

b. Zona deformasi plastis.

Deformasi yang dihasilkan oleh rolling dapat dianggap sebagai dua


dimensi. Dibandingkan dengan proses pengerjaan logam lainnya,
deformasi yang dihasilkan oleh rolling relatif seragam. Namun, studi
dengan grid jaringan telah menunjukkan bahwa lapisan permukaan tidak
hanya compress tetapi juga shear.

Gambar 2.2 zona deformasi plastis . [3]

c. State of stress dan lingkaran Mohr.

Gaya yang mengenai benda kerja adalah compress dari roll atas
dan roll bawah, serta juga dari tahanan searah bidang lebar bidang benda
kerja agar benda kerja tidak melebar. State of stress dari gaya-gaya yang
bekerja pada bidang tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 2.3 State of stress dan lingkaran mohr

d. Yield criterion.

Kriteria yield dalam pembentukan logam terbagi atas dua teori,


yaitu teori Von Mises (distortion criterion) dan teori Tresca (maximum
shear stress criterion). Definisi dari kriteria Tresca adalah material
mengalami yielding jika tegangan geser maksimumnya melebihi τ yield.
Persamaan teori Tresca dengan melihat lingkaran Mohr’s adalah sebagai
berikut.

σmax−σmin
τ max=
2

Teori Von Mises diberikan oleh persamaan berikut

σy 2=σ 12 −σ 1 σ 2+ σ 22
Gambar 2.4 (a) kiri, Von Mises ; (b) kanan Tresca[7]

Dari gambar bisa dijelaskan tegangan didalam kurva tidak akan


mencapai yielding, sedangkan tegangan diluar kurva mencapai yielding.
Kriteria tresca lebih konservatif daripada von mises yang berarti yielding
tercapai lebih dahulu walaupun von mises belum tercapai yielding. Dari
gambar ditunjukkan bahwa kurva tresca berada di dalam kurva von mises.

2.2 Mekanika Pengerolan Logam


a. Prinsip volume konstan pada pembentukan logam.

Hukum volume konstan deformasi plastik dari logam disertai oleh


perubahan volume yang agak signifikan hanya terdiri dari 1-2% untuk
logam lebur. Praktis perubahan volume ini mungkin mengabaikan dan
menganggap bahwa volume logam sebelum mation sama dengan volume
logam setelah deformasi. Volume konstan logam sebelum dan sesudah
deformasi memiliki nama hukum volume konstan. Yang penting
konsekuensi dihasilkan dari hukum volume konstan. [1]

b. Deformasi homogen dan tidak homogen pada pembentukan logam.


Deformasi homogen adalah deformasi pada setiap titik benda
kerja sama atau seragam. Namun pada kenyataan kondisi ini sulit
tercapai dan tidak pernah terjadi karena adanya gesekan (friction)
pada permukaan kontak benda kerja dengan alat atau cetakan dan juga
karena adanya gesekan (shearing) pada benda kerja, yang tersebut
menyebabkan deformasi tidak homogen. Garis-garis pada arah
ketebalan melengkung setelah dideformasi dari keadaan awal.

Gambar 2.5 Deformasi homogen dan non homogen[2]


c. Prinsip perhitungan mean flow stress pada pembentukan logam.

Variasi dari flow stress dengan regangan dapat diabaikan untuk


hot-working atau untuk logam yang di cold-work. Pada kasus dimana
strain hardening muncul, pendekatan terbaik untuk memilih sebuah flow
stress yang digunakan dalam perhitungan beban pembentukan adalah
dengan menggunakan persamaan mean flow stress sebagai berikut.

ϵa
1
σ́ o= ∫ σo dϵ
εa−ϵb ϵb

Gambar dibawah ini merepresentasikan persamaan diatas. Ini


dianggap sebagai pilihan yang lebih baik daripada flow stress berdasarkan
ε =( εa+ εb)/ 2. Ketika ekspresi analitik untuk kurva aliran diperlukan,
biasanya mungkin untuk mencocokkan data ke persamaan lain. Data
ekstensif untuk tekanan aliran dalam clod-working telah dipublikasikan.
Namun untuk strain besar (ε > 1) telah diusulkan bahwa flow stress
diberikan oleh persamaan berikut.

σ 0= A+ Bε
Dimana A= K(1-n); B = Kn

Gambar 2.6 kurva flow stress [3]

d. Hot rolling dan cold rolling, serta keuntungan dan kerugiannya.

Hot rolling adalah tahap awal dari langkah pengerolan msterial


(breaking down). Hot rolling ini dilakukan diatas temperature rekristalisasi
dari logam. Cold rolling dilakukan pada suhu kamar dan, dibandingkan
dengan panas bergulir, menghasilkan lembaran dan strip Dengan
permukaan yang jauh lebih baik (karena kurangnya skala), toleransi
dimensi yang lebih baik, dan sifat mekanik yang ditingkatkan (karena
pengerasan regangan). [5]

Keuntungan dari hot rolling adalah:

1) Homogenitas material ditingkatkan.


2) Karena perbaikan butir, sifat fisik material ditingkatkan.
3) Bahan menjadi lunak pada temperatur panas, dengan demikian
perubahan bentuk dapat dengan mudah dicapai.
4) Energi yang dibutuhkan untuk deformasi jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan cold rolling.
5) Porositas material sebagian besar dihilangkan.
Kerugian dari hot roling adalah:

1) Oksidasi dan penskalaan menyebabkan permukaan akhir yang buruk.


2) Akurasi dimensi buruk.
3) Peralatan dan pemeliharaan untuk hot rolling mahal.
4) Logam tertentu rapuh pada temperatur tinggi dan logam ini tidak dapat
dikerjakan dengan panas

Keuntungan dari cold rolling adalah:

1) Cold rolling meningkatkan kekuatan dan kekerasan material karena


pengerasan regangan.
2) selesai permukaan yang baik sebagai oksidasi atau penskalaan terjadi.
3) Akurasi dimensi yang baik dimungkinkan.
4) Sifat mekanik yang lebih baik tercapai.
5) Ekonomis untuk bagian-bagian kecil.
6) Penanganan komponen lebih mudah.

Kerugian dari cold rolling adalah:

1) Sebagian besar sulit untuk dikerjakan.


2) Tekanan sisa dapat berbahaya.
3) Cocok untuk bahan ulet.
4) Biaya perkakas tinggi di mana produksi tinggi diperlukan.
5) Energi tinggi diperlukan untuk deformasi plastis.[6]

e. Gaya-gaya yang bekerja pada pengerolan logam.

Gaya-gaya yang bekerja pada pengerolan logam ada dua, yaitu


gaya radial (P) dan gaya tangensial (F). Arah gaya radial keluar bidang
lingkaran pada roll sedangkan arah gaya tangensial tegak lurus terhadap
gaya radial. Gambar dibawah ini menunjukkan gaya yang bekerja pada
pengerolan logam.
Gambar 2.7 Gaya yang bekerja selama rolling[3]

f. Distribusi tekanan pada pengerolan logam.

Distribusi tekanan rolling sepanjang kontak permukaan


ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Tekanan meningkat maksimum
pada titik netral dan kemudian turun. Area dibawah kurvva sebanding
dengan beban rolling, yang bertujuan untuk perhitungan kerja pada pusat
gravitasi distribusi tekanan. Oleh karena itu, distribusi tekanan penting
karena lokasi dari resultan beban rolling mengacu ke pusat roll untuk
menentukan torsi dan daya yag dibutuhkan untuk menghasilkan reduksi.

Gambar 2.8 Distribusi tekanan rolling sepanjang kontak.[3]

g. Sudut kontak pada pengerolan logam.

Sudut α antara bidang masuk dan garis tengah dari roll disebut
dengan angle of contact atau angle of bite . Berdasarkan pada gambar 2.7,
komponen horizontal dari gaya normal adalah Pr sin α, dan kompoen
horizontal dari gaya gesek adalah F cos α. Agar benda kerja dapat masuk
ke tenggorokan gulungan komponen horizontal gaya gesekan, yang
bertindak terhadap celah gulungan, harus sama dengan atau lebih besar
dari komponen horizontal gaya normal, yang bertindak menjauh dari celah
gulungan. Kondisi pembatas untuk masuknya pelat tanpa gulungan ke
dalam gulungan adalah

F cos α = Pr sin α

F sin α
= =tan α
Pr cos α

F = μPr

μ=tan α [3]

h. Parameter pengerolan logam (buat kesimpulan dengan mencari hubungan


dengan formula gaya pengerolan).

Parameter pengerolan logam antara lain :

1) diameter roll;
2) ketahanan deformasi logam yang dipengaruhi metallurgi, temperature dan
laju regangan;
3) gesekan atara roll dan benda kerja;
4) dan kehadiran front tension dan back tension di bidang lembaran

2 1
Formula gaya pengerolan adalah P= σ ' bl [ ( e Q −1 ) ]
√3 Q

Dari persamaan tersebut bisa dijelaskan bahwa beban roll


1
meningkat dengan diameter roll lebih besar dari D 2 , tergantung kontribusi

dari friction hill. Beban rolling juga meningkat jika lembaran yang masuk
ke roll menjadi lebih tipis.[3]
i. Back tension dan front tension.

Tegangan dapat diterapkan ke strip di salah satu zona masuk (back


tension) atau zona keluar (front tension), atau keduanya. Back tension
diterapkan ke lembaran dengan menerapkan tindakan pengereman ke
gulungan yang memasok lembaran ke dalam celah roll (pay-off reel)
dengan beberapa cara yang sesuai. Front tension diterapkan dengan
meningkatkan kecepatan rotasi dari take-up reel. [4]

j. Asumsi pengerolan dingin.

Asumsi yang digunakan pada pengerolan dingin antara lain sebagai


berikut :

1) Permukaan kontak rol dengan logam berbentuk circular. Tidak ada


deformasi
elastis roll
2) Koefisian gesek konstan sepanjang titik pada bidang kontak.
3) Tidak adanya lateral spread (penyebaran lateral) sehingga rolling bisa
dianggap plane strain.
4) Bidang vertikal tidak mengalami perubahan
5) Kecepatan rol konstan
6) Deformasi elastis pada logam diasumsikan tidak ada karena
perbandingannya
terlalu kecil jika dibandingkan deformasi plastisnya.
7) Krieria distorsi energi dari kriteria luluh untuk plane strain.
2
σ 1−σ 3= σ 0=σ 0' [3]
√ 3

2.3 Cacat pengerolan


Cacat pengerolan pada logam antara lain wavy edges yaitu cacat
yang muncul karena defleksi roll; zipper cracks, terjadi karena benda kerja
memiliki keuletan yang rendah; edge cracks, karena peristiwa ballering;
dan alligatoring terjadi karena ketidakhomogen dari suatu bidang kerja.
Gambar 2.9 bentuk-bentuk defect dari pengerolan (a) wavy edges; (b) zipper
cracks in the center of the strip; (c) edge cracks; (d) alligatoring[4]

2.4 Pengaruh proses pengerolan terhadap sifat dan struktur mikro


material logam.
Selama proses pengerolan (hot rolling), yang awalnya berbutir
kasar, getas dan strukturnya berporos pada ingot (atau continuously
cast metal) di broken-down menjadi butir yang lebih halus dan sifat
yang ditingkatkan seperti penguatan kekuatan dan kekerasan.
Sementara pada cold rolling, produk memiliki kekuatandan kekerasan
lebih tinggi dan permukaan yang kebih baik. Bentuk struktur mikronya
akan menjadi pipih, atau biasanya disebut dengan elongated.

Gambar 2.10 perubahan mikrostruktur spesimen rolling[4]


2.5 Prinsip thermomechanical treatment.
Prinsip thermomechanical treatment adalah melibatkan sejumlah
aplikasi untuk baja dari siklus pemanasan dan pendinginan yang
dikombinasikan dengan semacam deformasi, untuk mengubah bentuknya
dan pada akhirnya untuk memperbaiki struktur mikro demi sifat yang lebih
baik.
BAB III

PROSEDUR PERCOBAAN

Siapkan pelat tembaga dengan panjang 100 mm

Ukur tebal awal pelat


dan kekerasan awal

Siapkan mesin uji rol dan catat kecepatan dalam


rpm

Tentukan besarnya reduksi

Lakukan proses pengerolan

Catat voltase pengerolan

Lakukan pengujian kekerasan setelah proses


pengerolan

Ulangi percobaan untuk proses reduksi 50% dan


75%
BAB IV

PENGOLAHAN DATA

4.1 Data Percobaan

Jenis spesimen : Tembaga


Diameter awal ( D0) : 80 mm
Koefisien Gesek (μ) : 0,10
Kecepatan putar (ω) : 4 rad/s
Indentor : 1/8 inch
Load : 100 kg

Gambar 4.1 Spesimen Awal

Gambar 4.2 Spesimen setelah percobaan

Tabel 4.1 Pengukuran Awal


No p (mm) l (mm) t (mm) Kekerasan
Awal (HRE)
1 101.61 18.82 10.2 84
2 101.66 18.12 10.5 72
3 101.48 19.26 10.3 83
Rata-rata 101.583 18.73 10.33 79.67

Tabel 4.2 Data Praktikum


Reduksi Tahapan Tebal akhir Voltase Kekerasan Kekerasan
(mn) (V) Akhir Rata-rata
(HRE) (HRE)
25% 1 9.54 1.79 85 84.25
2 8.83 2.15 83
3 8.27 2.02 84
4 7.64 2.12 85
50% 1 6.95 2.3 90 90
2 6.13 2.43 90
3 5.65 2.33 89
4 5.03 2.57 91
75% 1 4.22 2.05 91 92.5
2 3.73 2 94
3 3.16 2.74 93
4 2.53 2.45 92

4.2 Pengolahan Data


a. Pengujian Tarik
Panjang=101,683mm, Tebal = 5mm, Lebar = 12.81mm; L = 5 x 12,81 =
64,05 mm2

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Tarik

5285. 1300 16428.


P (N) 0 214.2 2285.7 8285.7 16140
7 0 5
ΔL
(mm 0 0.25 0.5 1 1.5 2 2.5 3
)
16428. 16428. 16428. 15428. 1400 10714.
P (N) 16000 9287.7
5 5 5 5 0 2
ΔL
(mm 4 5 6 7 8 9 10 10.25
)
Berikut adalah perhitungan mencari nilai tegangan.
P 214,2 N
σ= = =3,344 MPa
A 64,05 mm 2

Selanjutnya dicari nilai regangan. Berikut adalah perhitungan mencari nilai


regangan.
∆l 0,25 mm
e= = =0,002461042
lo 101 , 583 mm

Dengan perhitungan yang sama diperoleh nilai tegangan dan regangan


untuk masing-masing beban yang tertera pada tabel berikut.

Tabel 4.4 Data Engineering stress-strain material Cu


P(N) σ (MPa) ΔL (mm) e
0 0 0 0
214,2 3,344262295 0,25 0,002461042
2285,7 35,68618267 0,5 0,004922083
5285,7 82,52459016 1 0,009844167
8285,7 129,3629977 1,5 0,01476625
13000 202,9664325 2 0,019688334
16140 251,9906323 2,5 0,024610417
16428,5 256,4949258 3 0,029532501
16428,5 256,4949258 4 0,039376667
16428,5 256,4949258 5 0,049220834
16428,5 256,4949258 6 0,059065001
16000 249,80484 7 0,068909168
15428,5 240,8821233 8 0,078753335
14000 218,579235 9 0,088597502
10714,2 167,2786885 10 0,098441668
9287,7 145,0070258 10,25 0,10090271

300

250

200

150

100

50

0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Gambar 4.3 Kurva Engineering Stress-Strain

Dari data di tabel 4.4 lalu diolah nilai true stress dan true strainnya dengan
persamaan berikut.
σt = σ (e+1)
εt = ln (e+1)

Dengan melakukan perhitungan dengan persamaan di atas, diperoleh data


true stress dan true strain pada tabel berikut.

Tabel 4.5 Data True Stress-Strain

e εt
σ (MPa) σt (MPa)
(mm/mm) (mm/mm)
256,49492 0,0295325 264,06986 0,0291048
58 01 24 16
256,49492 0,0393766 266,59484 0,0386211
58 67 12 75
256,49492 0,0492208 269,11982 0,0480478
58 34 01 26
256,49492 0,0590650 271,64479 0,0573864
58 01 89 44

274

272

270

268

266

264

262

260
0.03 0.03 0.04 0.04 0.05 0.05 0.06 0.06

Gambar 4.4 Kurva True Stress-Strain

Untuk mendapatkan nilai koefisien strain hardening dan konstanta


kekuatan, diperlukan kurva regresi log true stress-strain pada daerah
plastis. Nilai log true stress-strain disajikan pada tabel di bawah ini

Tabel 4.6 Nilai Logaritma true stress-strain

σt (MPa) εt log σt log εt


(mm/mm) (MPa) (mm/mm)
-
264,06986 0,0291048 2,4217188 1,53603513
24 16 4 9
-
266,59484 0,0386211 2,4258517 1,41317451
12 75 4 6
-
269,11982 0,0480478 2,4299456 1,31832625
01 26 8 8
-
271,64479 0,0573864 2,4340013 1,24119068
89 44 9 3

2.44
2.43
f(x) = 0.04 x + 2.48
R² = 0.99 2.43
2.43
2.43
2.43
2.42
2.42
2.42
2.42
2.42
2.41
-1.6 -1.55 -1.5 -1.45 -1.4 -1.35 -1.3 -1.25 -1.2

Gambar 4.5 Kurva Log True Stress-Strain

Dari gambar di atas dengan memenuhi :

𝑙𝑜𝑔 𝜎t = 𝑛 x 𝑙𝑜𝑔 𝜀t + 𝑙𝑜𝑔𝐾

𝑦=𝑚𝑥+𝐶

Dengan :
K= Konstanta kekuatan

n= konstanta strain hardening

Didapat persamaan regresi 0,0414x + 2,4848. Maka :

n = 0,0414

log K = 2,4848, sehingga nila K=305,35 MPa.

b. Pengerolan Tembaga
Dari data yang diperoleh kemudian dicari nilai hm, Δh dan juga
regangan (ε0, εf, εi, εm) untuk setiap tahapan reduksi dengan persamaan
dibawah ini.

hm = (h0 + hf)/2

Δh = h0 – hf

ε0 = ln (h0awal/h0i)

εf = ln (h0awal/hfi)

εi = ln (h0i/hfi)

εm = (εf + εi)/2

Tabel 4.7 Data dan pengolahan pengerolan logam


h0
Tahap hf (mm) hm (mm) Δh (mm) εo εf εi εm
(mm)
1 10,33 9,54 9,935 0,79 0 0,079558798 0,079558798 0,079558798
2 9,52 8,83 9,175 0,69 0,081657434 0,156897269 0,075239834 0,116068551
3 8,83 8,27 8,55 0,56 0,156897269 0,222417774 0,065520506 0,14396914
4 8,27 7,64 7,955 0,63 0,222417774 0,30165468 0,079236906 0,190445793
5 7,64 6,95 7,295 0,69 0,30165468 0,396310624 0,094655944 0,245483284
6 6,95 6,13 6,54 0,82 0,396310624 0,521857533 0,12554691 0,323702221
7 6,13 5,65 5,89 0,48 0,521857533 0,603396738 0,081539205 0,342467971
8 5,65 5,03 5,34 0,62 0,603396738 0,719632299 0,116235561 0,41793393
9 5,03 4,22 4,625 0,81 0,719632299 0,895217155 0,175584856 0,535401006
10 4,22 3,73 3,975 0,49 0,895217155 1,018644049 0,123426894 0,571035472
11 3,73 3,16 3,445 0,57 1,018644049 1,184480256 0,165836206 0,675158231
12 3,16 2,53 2,845 0,63 1,184480256 1,40683298 0,222352725 0,814592853

Selanjutnya Panjang busur rol (Lp), Q dan flow stress (σ’) untuk tiap
tahapan reduksi dicari dengan persamaan dibawah ini.
L p=¿ √ R ∆ h ¿
Lp
Q=μ
hm

K ε f (n +1)−ε 0(n +1)


σ '= ( )
ε f −ε 0 ( n+1 )
Setelah itu, gaya pengerolan dapat dihitung menggunakan persamaan di
bawah ini.
2 1 Q
P=
√3
σ ' b Lp
Q (
( e −1 ) )
Sehingga diperoleh Lp, Q dan σ’ dan P untuk tiap tahapan reduksi dan
dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.8 Data hasil perhitungan σ’ dan gaya teoritis


Lp
Q σ’ (MPa) P teoritis (N)
(mm)
5,62138 0,05658
264,0394643 33026,61107
8 2
5,25357 0,05726 279,4299352 32675,91166
4,73286 0,05535
284,9833035 29993,43682
4 5
0,06310
5,01996 288,8364328 32369,3819
4
0,07201
5,25357 292,2919696 34435,82567
6
5,72712 0,08757
295,6284715 38268,79933
8 1
4,38178 0,07439 298,1549016 29332,84671
4
0,09325
4,97996 300,1553109 33883,40376
8
0,12307
5,6921 302,6341056 39645,72963
2
4,42718 0,11137
304,7855779 30870,16783
9 6
4,77493 0,13860
306,5637458 33957,88178
5 5
0,17644
5,01996 308,6269244 36645,4263
9

Tabel 4.9 Data Gaya pengerolan terukur terhadap voltase


Tahap Voltase (V) P terukur
(N)
1 1,79 5250
2 2,15 6950
3 2,02 6200
4 2,12 6800
5 2,3 7700
6 2,43 8350
7 2,33 7850
8 2,57 8950
9 2,05 6450
10 2 6200
11 2,74 9500
12 2,45 8450

Selanjutnya dibuat beberapa grafik berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh


dari pengolahan data diatas.
10000
9000
8000
7000
P (N) 6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.75 0.8 0.85
Δh (mm)

Gambar 4.6 Kurva P terukur vs Δh

45000
40000
35000
30000
25000
P (N)

20000
15000
10000
5000
0
0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.75 0.8 0.85
Δh (mm)

Gambar 4.7 Kurva P teoritis vs Δh

Lalu grafik dibawah ini merupakan perbandingan antara gaya terukur dan
gaya teoritis terhadap pertambahan panjang di setiap reduksi.
40000

35000

30000

25000
P (N)

20000
P terukur
15000 P teoritis
10000

5000

0
0.46 0.48 0.5 0.52 0.54 0.56 0.58
Δh (mm)

Gambar 4.8 Kurva P vs Δh reduksi 25%

40000

35000

30000

25000
P (N)

20000
P terukur
15000 P teoritis
10000

5000

0
0.61 0.62 0.63 0.64 0.65 0.66 0.67 0.68 0.69 0.7
Δh (mm)

Gambar 4.9 Kurva P vs Δh reduksi 50%


45000

40000

35000

30000

25000
P (N)

20000 P terukur
15000 P teoritis

10000

5000

0
0.68 0.7 0.72 0.74 0.76 0.78 0.8 0.82 0.84
Δh (mm)

Gambar 4.10 Kurva P vs Δh reduksi 75%

Spesimen tembaga direduksi ketebalannya sebesar 25%, 50% dan 75% dan
kemudian diuji keras. Kemudian hasilnya dapat diperoleh pada kurva
dibawah ini.

95

90
Kekerasan (HRE)

85

80

75

70
0 10 20 30 40 50 60 70 80
% reduksi

Gambar 4.11 Kurva Kekerasan vs % reduksi

c. Mikrostruktur hasil pengerolan tembaga


(a)

(b)
(c)

(d)
(e)
Gambar 4.12 (a) struktur mikro reduksi 0%; (b) struktur mikro reduksi
25%; (c) struktur mikro reduksi 50%; (d) struktur mikro reduksi 75%; dan
(e) struktur mikro reduksi 75%-annealed
BAB V

ANALISIS DATA

Hasil pengerolan dapat dilihat pada Gambar 4.2, dapat dilihat bentuk dari
hasil pengerolan menjadi melengkung. Hal ini terjadi karena gaya yang diterima
oleh benda kerja berbeda. Dimana pada bagian yang menerima beban lebih tinggi
akan memiliki penambahan panjang yang lebih besar sehingga benda kerja akan
melengkung ke arah deformasi yang lebih kecil. Mikrostruktur spesimen hasil
percobaan bisa dilihat pada Gambar 4.12 dimana terjadi perubahan mikrostruktur
dari pengerolan reduksi 0%, 25%, 50%, 75%, dan annealed. Dapat dilihat bahwa
ketika reduksi akibat pengerolan semakin besar, bentuk fasa yang ada akan
menjadi semakin pipih atau disebut juga elongated. Namun, ketika telah dilakukan
prosses anneal terlihat terjadi rekristalisasi di mana bentuk fasa-fasa nya kembali
menjadi equiaxial.

Ketika melakukan percobaan, dapat diperhatikan jika lebar dari spesimen


bisa dikatakan tetap ataupun jika ada perubahan, maka perubahan tersebut sangat
kecil dibandingkan dengan pertambahan panjang. Hal tersebut dikarenakan
adanya pembatasan arah regangan, sehingga yang mengalami regangan hanya
bagian panjang dan tinggi dari spesimen. Pembatasan arah regangan tersebut
disebabkan karena adanya gaya gesek antara benda kerja dan roll. Selain itu, pada
percobaan kali ini juga dilakukan pada kondisi cold rolling, sehingga diasumsikan
jika regangan arah lateral adalah 0 atau tidak ada (plane strain). Kalo pun ada
perubahan lebar, maka bisa dilihat dari state of stress spesimen rolling yang
mengalami biaxial compression, maka akan terjadi pengurangan dimensi dari
lebar akibat gaya tekan.

Perhatikan Gambar 4.11 Kurva kekerasan vs % reduksi, bisa kita lihat


bahwa kekerasan semakin besar dengan bertambahnya % reduksi. Dimana saat
reduksi 0%, 25%, 50%, dan 75% berturut-turut nilai kekerasannya adalah 79,67
HRE; 84,25 HRE; 90 HRE; dan 92,5 HRE. Pertambahan kekerasan tersebut
disebabkan oleh adanya fenomena strain hardening pada material saat dilakukan
cold working. Strain hardening disebabkan karena adanya deformasi plastis yang
menyebabkan densitas atom-atom meningkat sehingga pergerakan dislokasi sulit
terjadi. Akibatnya specimen tembaga kekerasannya bertambah. Sedangkan pada
spesimen hasil anneal, nilai kekerasannya akan berkurang, karena jika diberikan
heat treatmet maka akan terjadi stress relief di mana regangan regangan sisa pada
material akan hilang sehingga kekerasan akan menurun.

Dari percobaan yang dilakukan didapat nilai K sebesar 305,05 MPa, dan
nilai K tembaga menurut literatur sebesar 315 MPa, nilai yang didapatkan cukup
akurat. Sedangkan untuk nilai n, dari percobaan yang dilakukan didapatkan
besarnya adalah 0,0414, dimana menurut literatur adalah sebesar 0,54. Hal ini
karena nilai n yang didapat dari literatur adalah hasil anneal, sedangkan pada nilai
n hasil pengolahan data bukan hasil anneal.

Pada Kurva 4.3.5 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup


signifikan pada tegangan terukur dan tegangan terhitung, Di mana tegangan
terhitung memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai terhitung
karena pada nilai terhitung memiliki berbagai asumsi yang mengabaikan berbagai
faktor yang dapat mempengaruhi gaya yang dibutuhkan untuk melakukan
pengerolan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Nilai kekerasan tembaga sebelum dan sesudah proses pengerolan
masing-masing adalah 79,67 HRE (Awal); 84,24 HRE (reduksi
25%); 90 HRE (reduksi 50%); 92,5 HRE (reduksi 75%)
2. Besar gaya pengerolan tembaga dari proses pengerolan dan hasil
uji Tarik untuk tiap tahapan produksi adalah dapat dilihat dibawah
ini

Tahap P terukur P teoritis


1 5250 33026,61107
2 6950 32675,91166
3 6200 29993,43682
4 6800 32369,3819
5 7700 34435,82567
6 8350 38268,79933
7 7850 29332,84671
8 8950 33883,40376
9 6450 39645,72963
10 6200 30870,16783
11 9500 33957,88178
12 8450 36645,4263

6.2 Saran
Spesimen praktikum mungkin bisa divariasikan, seperti
menggunakan material lain atau melakukan hot rolling agar bisa dilihat
perbandingannya.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Danchenko. “Metal Forming.” 2007. [Online]. Available: http://metal-


forming.org/images/for-books/Danchenko/danchenko-omd-
engl.pdf
[2] F. F. Wu et al., “Revealing homogeneous plastic deformation in
dendrite-reinforced Ti-based metallic glass composites
under tension,” Nat. Publ. Gr., 2017.
[3] G. E. Dieter, Mechanical Metallurgy, London: McGraw-Hill Book
Company, 1988.
[4] Kalpakjian. R Schmid, Manufacturing Engineering and Technology,
6th edition. Prentice Hall, 2009.
[5] Metal Supermarket. “DIFFERENCE BETWEEN HOT ROLLED
STEEL AND COLD ROLLED STEEL.” [Online].
Available: https://www.metalsupermarkets.com/difference-
between-hot-rolled-steel-and-cold-rolled-steel/
[6] Permanent Steel Manufacturing Co.,Ltd. “Advantages and
Disadvantages of Hot Rolled Steel and Cold Rolled Steel.”
[Online]. Available:
https://www.permanentsteel.com/newsshow/Advantagesand
DisadvantagesofHotRolledSteelandColdRolledSteel.html
[7] R. C. Hibbeler, Mechanics of Materials, Singapore: Pearson Prentice
Hall, 2011.

Anda mungkin juga menyukai