Anda di halaman 1dari 37

Laporan Praktikum

Laboratorium Teknik Material 2


Modul A Proses Pembentukan Logam (Metal Forming)
oleh :
Nama

: Catia Julie Aulia

NIM

: 13714035

Kelompok

:6

Anggota (NIM) : M. Fariz Akram

(13714006)

Egi Setiawan

(13714007)

Sandi Yudha Prawira

(13714032)

Catia Julie Aulia

(13714035)

Gumelar Kalamal Haq

(13714039)

Tanggal Praktikum

: Kamis, 17 November 2016

Tanggal Penyerahan Laporan : Kamis, 24 November 2016


Nama Asisten (NIM)

: Daniel Aditya Putra

Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material


Program Studi Teknik Material
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
2016

(13712049)

Catia Julie Aulia


13714035

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Logam merupakan salah satu material yang banyak digunakan saat ini,
baik untuk produk kebutuhan sehari-hari hingga produk yang digunakan untuk
keperluan yang khusus. Dalam prosesnya, logam diperoleh dari mineral yang
mengandung unsur logam tersebut dan kemudian diekstraksi. Logam yang
telah diperoleh biasa dicetak dalam bentuk ingot yang siap untuk diolah lebih
lanjut menjadi produk jadi.
Dalam prosesnya, ingot pasti diberikan perlakuan agar dapat dijadikan
produk jadi. Salah satu perlakuan yang dilakukan adalah dengan mengubah
bentuk ingot tersebut melalui proses metal forming. Metal forming terdiri dari
berbagai macam proses, salah satunya adalah cold rolling.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari Praktikum Metal Forming adalah :
1. Menentukan nilai kekerasan spesimen sebelum dan setelah proses
pengerolan.
2. Menentukan nilai konstanta strain hardening (n) spesimen uji.
3. Menentukan nilai konstanta kekerasan (K) spesimen uji.
4. Menentukan nilai gaya dan daya pengerolan spesimen uji berdasarkan
perhitungan dan pengukuran.
5.

Page 2 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

BAB II
TEORI DASAR
2.1 Klasifikasi Proses Pembentukan Logam
Secara umum, prinsip dari proses pembentukan logam adalah pemberian
deformasi yang bersifat permanen terhadap logam tanpa terjadi kegagalan
(cracking atau fracturing). Oleh karena itu, tegangan yang diberikan pada logam
harus melebihi nilai yield strength yang dimiliki logam tersebut, namun tidak
boleh melebihi nilai ultimate tensile strength.
Klasifikasi proses pembentukan logam berdasarkan gaya yang diberikan
pada benda kerja adalah sebagai berikut :
a. Direct-Compression Processes
Pembentukan logam dilakukan dengan memberikan gaya tekan
yang searah dengan arah aliran benda kerja. Pada proses ini, logam akan
mengalami tegangan tekan secara langsung dari gaya yang diberikan.
Contoh direct-compression process adalah proses forging dan rolling.

(Sumber : G. E. Dieter, Metallurgy, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 1986, p.504.)
Gambar 2.1 Proses Forging dan Rolling.

b. Indirect-Compression Processes
Pembentukan logam dilakukan dengan memberikan gaya primer,
biasanya gaya tarik. Pada proses ini, logam akan mengalami tegangan
tekan secara tidak langsung dari gaya yang diberikan, dimana tegangan
tekan berasal dari kontak antara logam dengan cetakan. Contoh indirectcompression processes adalah wire drawing, extrusion, dan deep drawing.

Page 3 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

(Sumber : G. E. Dieter, Metallurgy, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 1986, p.504.)
Gambar 2.2 Proses Wire Drawing, Extrusion, dan Deep Drawing.

c. Tension Type Processes


Pembentukan logam dilakukan dengan memberikan gaya tarik dari
dua arah dimana logam ditumpu pada cetakan. Contoh tension type
processes adalah stretch forming.

(Sumber : G. E. Dieter, Metallurgy, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 1986, p.504.)
Gambar 2.3 Proses Stretch Forming.

d. Bending Processes
Pembentukan logam dilakukan dengan memberikan gaya bending
pada logam sehingga terjadi deformasi plastis pada logam. Umumnya,
bentuk logam yang digunakan pada metode ini adalah logam dengan
bentuk pelat.

Page 4 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

(Sumber : G. E. Dieter, Metallurgy, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 1986, p.504.)
Gambar 2.4 Proses Bending.

e. Shearing Processes
Pembentukan logam dilakukan dengan memberikan gaya geser
sehingga logam akan mengalami tegangan geser agar terjadi rupture pada
bidang gesernya.

(Sumber : G. E. Dieter, Metallurgy, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 1986, p.504.)
Gambar 2.5 Proses Shearing.

Selain itu, pembentukan logam juga diklasifikasikan berdasarkan


temperatur proses pembentukannya, yaitu Hot Working dan Cold Working.
Perbedaan antara hot working dengan cold working adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perbedaan Hot Working dengan Cold Working.

Temperatur Kerja
Fenomena yang

Hot Working
T > Trekristalisasi
Logam mengalami

Cold Working
T < Trekristalisasi
Logam mengalami strain
Page 5 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Terjadi
Toleransi Dimensi
Permukaan Hasil

rekristalisasi.
Tidak dapat dicapai.
Kasar akibat terjadinya

hardening.
Dapat dicapai.
Halus akibat tidak

Proses

oksidasi pada logam.

terjadinya oksidasi pada

Exuiaxial
Lebih rendah, kecuali

logam.
Elongated
Lebih tinggi, kecuali

keuletan dan reduksi area.

keuletan, elongasi dan

Bentuk Butir
Sifat Mekanik

reduksi area.

2.2 Proses Rolling


Proses rolling merupakan salah satu proses yang ada pada metal forming
dimana benda kerja dialirkan melalui sepasang rolls yang berputar dengan tujuan
untuk mereduksi ketebalan dan menyeragamkan ketebalan benda kerja tersebut.
Pada proses rolling, ketebalan benda kerja akan berkurang dan benruk
geometrinya akan berubah, tetapi volume benda kerja nilainya tetap.
Proses rolling merupakan salah satu direct-compression process. Proses
rolling memiliki konfigurasi rolls two-high pullover, two-high reversing, threehigh, four-high, cluster, four-stand continuous mill, dan planetary mill.

Page 6 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

(Sumber : G. E. Dieter, Metallurgy, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 1986, p.504.)
Gambar 2.6 Macam Konfigurasi Rolls. (a) Two-High, Pullover; (b) Two-High, Reversing; (c)
Three-High; (d) Four-High; (e) Cluster.

(Sumber : G. E. Dieter, Metallurgy, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 1986, p.504.)
Gambar 2.7 Konfigurasi Rolls Four-Stand Continuous Mill.

Page 7 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

(Sumber : G. E. Dieter, Metallurgy, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 1986, p.504.)
Gambar 2.8 Konfigurasi Rolls Planetary Mill.

Selain itu, proses rolling juga dibedakan berdasarkan temperatur kerjanya,


yaitu hot rolling dan cold rolling.
Tabel 2.2 Perbedaan Hot Rolling dengan Cold Rolling.

Hot Rolling
Tproses > Trekristalisasi
Permukaan produk kasar akibat

Cold Rolling
Tproses < Trekristalisasi
Permukaan produk halus karena

terjadinya oksidasi pada logam.


Bentuk butir equiaxial.
Tidak ada strain hardening.
Reduksi ketebalan besar.
Energi rolling kecil.
Toleransi dimensi yang ketat sulit

tidak terjadi osidasi pada logam.


Bentuk butir elongated.
Terjadi strain hardening.
Reduksi ketebalan kecil.
Energi rolling besar.
Toleransi dimensi yang ketat dapat

dicapai karena terjadi pemuaian

dicapai.

dan penyusutan.
Diameter rolls 0.18 25 mm.

Diameter rolls 0.2 3 mm.

2.3 Gaya dan Usaha pada Pengerolan


Pada proses pengerolan, terdapat berbagai macam gaya yang bekerja
seperti yang ada pada skema berikut.
Page 8 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

(Sumber : G. E. Dieter, Metallurgy, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 1986, p.504.)
Gambar 2.9 Skema Pengerolan.

Berdasarkan skema pengerolan, diketahui bahwa selama proses rolling


berlangsung terjadi perubahan ketebalan logam dari h o pada titik masuk X-X
menjadi hf pada titik keluar Y-Y. Logam memasuki rolls dengan kecepatan awal
Vo, ketika logam melewati rolls logam tersebut akan mengalami penambahan
kecepatan menjadi Vf. Penambahan kecepatan ini disebabkan oleh adanya gaya
gesek yang timbul antara logam dengan rolls. Namun, terdapat satu titik dimana
tidak terjadi slip, yakni titik N (no-slip point).
Selama proses rolling, benda kerja akan mengalami kontak dengan rolls
dan menghasilkan busur kontak tertentu. Lp merupakan proyeksi dari panjang
busur kontak antara benda kerja dengan rolls. Di sepanjang busur kontak tersebut,
terdapat dua jenis gaya yang bekerja, yakni gaya radial Pr dan gaya tangensial
(gaya gesek) F. Komponen vertikal Pr merupakan rolling load P. Rolling load
adalah gaya tekan yang diberikan rolls kepada benda kerja. Gaya gesek F timbul
akibat adanya kontak antara benda kerja dengan rolls. Gaya gesek akan membuat
kecepatan alir benda kerja meningkat (Vf).
Agar logam dapat ditarik, maka :
F cos Pr sin

Page 9 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Pr cos Pr sin
Tan
Dimana :
= koefisien gesek antara permukaan roll dengan benda kerja
= sudut kontak
Besar gaya pengerolan adalah :
P= p b L p
Dimana :
P = gaya pengerolan (MN)
p = tekanan pengerolan rata-rata (MPa)

b = lebar pelat (m)


Lp =

(Sumber : G. E. Dieter, Metallurgy, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 1986, p.504.)
Gambar 2.10 Distribusi Tekanan Roll di Sepanjang Busur Kontak

Berdasarkan kurva diatas, diketahui bahwa daerah yang diarsir merupakan


daerah gaya tangensial yang digunakan untuk mengatasi gaya gesek. Sedangkan
bagian di bawah kurva yang tidak diarsir merupakan daerah gaya radial yang
digunakan untuk mengubah bentuk benda kerja. Titik puncak pada kurva
merupakan gaya tangensial pada saat benda kerja mencapai titik N (no-slip point).

Page 10 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Selain gaya, pada proses pengerolan juga terdapat usaha atau energi yang
dilakukan sebagai berikut :
a. Homogeneous Work
Usaha yang dibutuhkan untuk mereduksi cross-section benda kerja.
b. Frictional Work
Usaha yang dibutuhkan untuk melewatkan benda kerja terhadap
tahanan gesekan.
c. Redundant Work
Usaha yang dibutuhkan untuk mengubah arah aliran benda kerja.

2.4 Parameter Pengerolan


Berdasarkan persamaan rolling load, dapat disimpulkan parameter yang
mempengaruhi proses rolling sebagai berikut :
a. Diameter Roll
F=

2
1( Q ) D
o A
e 1 b
h
3
Q
2

Semakin besar diameter roll, semakin besar pula panjang busur


kontak antara roll dengan benda kerja, sehingga rolling load akan semakin
besar juga.
b. Koefisien Gesekan
Semakin besar koefisien gesek antara roll dengan benda kerja,
semakin besar pula energi yang dibutuhkan pada proses pengerolan.
c. Flow Stress Logam
Semakin besar flow stress logam, semakin besar pula rolling load
yang dapat diterima logam, sehingga deformasi yang dapat diterima logam
akan semakin besar juga.
d. Front Tension dan Back Tension
Pemberian front tension dan back tension akan menurunkan energi
yang dibutuhkan pada proses pengerolan. Front tension dan back tension
dapat diberikan dengan mengatur kecepatan coiler dan uncoiler logam.

Page 11 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

2.5 Asumsi pada Cold Rolling


Dalam prosesnya, cold rolling memiliki asumsi sebagai berikut :
a. Busur (lengkungan) kontak berbentuk bulat rol tidak berdeformasi
elastis.
b. Koefisien gesekan konstan pada semua titik kontak.
c. Tidak ada kecepatan lateral.
d. Deformasi bersifat homogen.
e. Kecepatan peripheral dari rol konstan.
f. Deformasi elastis dari pelat dapat diabaikan ketika dibandingkan dengan
deformasi plastis.
g. Kriteria distorsi-energi untuk yielding adalah:

1 3=

2
0= ' 0
3

2.6 Deformasi pada Pengerolan


Selama proses pengerolan, rolls akan mengalai deformasi. Deformasi yang
dapat terjadi pada rolls adalah sebagai berikut :
a. Roll Bending
Roll bending terjadi akibat roll tidak mampu untuk menahan reaksi
yang diberikan oleh benda kerja terhadap rolling load yang diberikan oleh
roll, sehingga roll mengalami pelengkungan pada arah longitudinal.
Dengan adanya roll bending, akan menghasilkan produk dengan ketebalan
pada bagian tengah lebih tinggi dibandingkan bagian sisi.
b. Roll Flattening
Roll flattening terjadi akibat roll tidak mampu menahan reaksi
yang diberikan oleh benda kerja terhadap rolling load yang diberikan oleh
roll, sehingga roll yang semula berbentuk bundar/circular mengalami
pemipihan. Hal ini akan menghasilkan produk dengan permukaan yang
bergelombang.

Page 12 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

2.7 Cacat pada Pengerolan


Dalam proses pengerolan, dapat terjadi cacat pada produk hasil
pengerolan. Secara umun, cacat yang terjadi disebabkan oleh ketidakhomogenan
deformasi yang dialami oleh benda kerja akibat adanya perbedaan tegangan pada
benda kerja. Cacat yang ada pada pengerolan diantaranya adalah wavy edge,
zippering, side cracks, lateral spread, dan alligatoring.

(Sumber : G. E. Dieter, Metallurgy, 3rd ed., McGraw-Hill, New York, 1986, p.504.)
Gambar 2.11 Cacat pada Pengerolan. (a) Wavy Edge; (b) Zippering; (c) Side Cracks; (d)
Lateral Spread; (e) Alligatoring.

Page 13 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam pengujian metal forming adalah sebagai
berikut :
Menyiapkan spesimen uji berupa pelat tembaga.

Melakukan pengujian tarik untuk material yang sama dengan material spesimen uji.

Mengukur dimensi spesimen (panjang, lebar, dan tebal).

Mengukur nilai kekerasan awal spesimen uji.

Melakukan proses cold rolling sebanyak 3x dengan reduksi sebanyak 25%, 50%, dan 75%.

Mengukur gaya dan daya tiap reduksi 25%.

Memotong sebagian spesimen hasil cold rolling tiap reduksi 25%.

Mengukur nilai kekerasan akhir spesimen hasil cold rolling setiap reduksi 25%.

Mengukur lebar akhir spesimen hasil cold rolling setiap reduksi 25%.

Page 14 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

BAB IV
DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Data Percobaan
Mesin Rolling
Diameter roll (D)

: 80 mm

Koefisien gesekan ()

: 0.1

Kecepatan putaran roll (n)

: 4 rad/s

Konstanta cold rolling()

: 0.45

Spesimen Uji
Jenis material : Tembaga
Tabel 4.1 Data Awal Spesimen Sebelum Diberi Perlakuan

No.

Panjang (mm)

Lebar (mm)

Tebal (mm)

Kekerasan (HRE)

99.09

18.33

10.05

65.5

99.08

18.48

9.99

65.5

99.31

18.68

9.98

65.5

Rata-rata

99.16

18.49

10.01

65.5

Tabel 4.2 Data Spesimen Setelah Diberi Perlakuan

Reduksi

25%

50%

Tahap

Tebal Akhir (mm)

Tegangan (V)

9.51

1.68

8.86

2.01

8.25

2.09

7.54

2.10

6.82

2.62

6.31

2.16

5.67

2.36

Page 15 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

75%

5.01

2.30

4.35

2.66

3.80

2.64

3.18

2.79

2.52

2.79

Tabel 4.3 Nilai Kekerasan Spesimen Setelah Diberi Perlakuan

Reduksi

25%

50%

75%

No.

Kekerasan (HRE)

65

65

63

67

67.5

69

69

70

69

Kekerasan Rata-Rata (HRE)

64

67.83

69.5

Page 16 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

4.2 Pengolahan Data


a. Pengolahan Hasil Uji Keras
Kurva reduksi ketebalan pelat terhadap kekerasan dapat dibentuk melalui
data yang telah diperolah pada tabel 4.3 sebagai berikut :
Grafik 4.1 Kurva Reduksi - Kekerasan

Kurva Reduksi - Kekerasan


70
68
66
Kekerasan (HRE)

64
62
60
0%

25%

50%

75%

Reduksi

b. Pengolahan Hasil Uji Tarik


Nilai koefisien strain hardening (n) dan konstanta kekerasan (K) dapat
dihitung melalui data yang ada pada kurva uji tarik spesimen. Pada kurva uji tarik
material tembaga, diketahui nilai gaya (F) dan perubahan panjangnya (l) yang
kemudian dapat diolah menjadi kurva log o (true stress) vs. log (true strain).
Data F dan l yang diambil sebanyak 5 data, yang diambil pada daerah
dimulainya y (daerah plastis) hingga sesaat sebelum mencapai uts. Pemilihan
daerah tersebut disebabkan karena pada saat proses cold rolling spesimen tidak
melampaui uts (tidak patah) dan asumsi yang ada pada cold rolling yaitu
deformasi elastis diabaikan. Berdasarkan kurva uji tarik Cu bahan roll, diketahui
yield strength y = 15864 MPa dan ultimate tensile strength uts = 16424 MPa.

Page 17 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Nilai engineering stress dan engineering strain dapat dihitung melalui


persamaan berikut :

eng =

F
A0

eng =

dan

l i l o l
=
lo
lo

Dimana :
Ao = luas penampang awal = 64.05 mm2 (diketahui dari kurva uji tarik)
lo = panjang awal spesimen = 12.81 mm (diketahui dari kurva uji tarik)
Selanjutnya, nilai true stress dan true strain dapat dihitung melalui
persamaan :
true = eng ( eng +1)

dan

true =ln ( eng +1 )

Kemudian dari nilai true stress dan true strain yang telah diperoleh dapat
dihitung nilai koefisien strain hardening dan konstanta kekuatannya melalui
persamaan flow stress.
=K n

Dengan :
= true stress pada daerah setelah yield sampai sesaat sebelum uts
K = konstanta kekuatan
n = koefisien strain hardening
= true strain pada daerah setelah yield sampai sesaat sebelum uts

Tabel 4.4 Pengolahan Data Kurva Uji Tarik

No.

F (N)

A (mm2)

l (mm)

lo (mm)

eng

eng

true

true
Page 18 of 37

Log true

Log

Catia Julie Aulia


13714035

(MPa)

(MPa)

(MPa)

16130

64.05

0.13

12.81

251.83

0.0101

254.39

0.0100

2.4055

-1.9

16270

64.05

0.39

12.81

254.02

0.0304

261.75

0.0299

2.4178

-1.5

16340

64.05

0.78

12.81

255.11

0.0608

270.64

0.0591

2.4324

-1.2

16410

64.05

1.05

12.81

256.20

0.0819

277.20

0.0787

2.4428

-1.1

16419

64.05

1.31

12.81

256.34

0.1022

282.56

0.0973

2.4511

-1.0

Dari pengolahan data tersebut didapatkan kurva engineering stress


engineering strain dan true stress true strain sebagai berikut :

Grafik 4.2 Kurva Engineering Stress Engineering Strain

Kurva Engineering Stress - Engineering Strain


257
256
255
254
Engineering (MPa) 253
252
251
250
249
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
Engineering

Grafik 4.3 Kurva True Stress True Strain

Page 19 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Kurva True Stress - True Strain


290
280
270
True (MPa)

260
250
240
0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

True

Untuk mendapatkan nilai konstanta kekerasan dan koefisien strain


hardening digunakan regresi sehingga perlu diplotkan kurva log true stress vs. log
true strain.

Grafik 4.4 Kurva Log True Stress Log True Strain

Kurva Log True Stress - Log True Strain


2.46
2.45
f(x) = 0.04x + 2.49
R = 0.94

2.44
2.43
2.42

Log True (MPa)

2.41
2.4
2.39
-2.2

-2

-1.8 -1.6 -1.4 -1.2

2.38
-1 -0.8

Log True (MPa)

Dari kurva diatas didapatkan persamaan garis:

Page 20 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

y = 0.0458x + 2.0932
dimana persamaan flow stress nya adalah :
log = n log + log K
sehingga didapatkan :
n = 0.0458
log K = 2.0932
K = 123.936 MPa
Berdasarkan literatur2, nilai koefisien strain hardening untuk tembaga
adalah 0.44 dengan konstanta kekerasan 530 MPa.

c. Pengolahan Hasil Pengerolan


Data yang diperoleh dari proses pengerolan dapat dihitung untuk
menentukan nilai daya yang terhitung dan daya yang terukur yang digunakan pada
saat proses berlangsung.
Regangan awal yang dialami oleh spesimen dapat dihitung melalui
persamaan :
o =ln

h0 awal
h0 i

Regangan akhir yang dialami oleh spesimen dapat dihitung melalui


persamaan :
f =ln

h0 awal
hfi

Regangan yang dialami oleh spesimen pada saat pengerolan berlangsung


dapat dihitung melalui persamaan :
f =ln

h0 i
hfi

Page 21 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Regangan rata-rata yang dialami oleh spesimen dapat dihitung melalui


persamaan :
m =

o + f
2

Panjang proyeksi busur rol yang bersentuhan dengan spesimen dapat


dihitung melalui persamaan :
L p= R h

dengan

h=h0 hf

Tebal rata-rata yang dimiliki oleh spesimen dapat dihitung melalui


persamaan :
Lp
Q=
hm

h0+ h
2
hm =
f

dengan

Tengangan alir rata-rata yang dialami spesimen dapat dihitung melalui


persamaan :
f

1
=
d
f o o

Kemudian, gaya yang diberikan pada saat proses pengerolan dalam


kondisi plane strain dapat dihitung melalui persamaan :

P=

2
1
b Lp ( e Q 1 )
Q
3

Daya pengerolan dapat dihitung melalui persamaan :

Page 22 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

N (kW )=

4 aPn
60000

a=L p

dengan

Untuk nilai daya yang terukur dapat diplotkan berdasarkan Kurva


Kalibrasi Load Cell Mesin Roll Sep. 2009, kemudian dikonversi kedalam satuan
kW melalui persamaan sebelumnya.
Keterangan :
Dengan:
R = radius rol
h = tebal pelat
P = gaya pengerolan (N)
p = tekanan pengerolan rata-rata (MPa)
b = lebar pelat
Lp = panjang proyeksi busur rol yang bersentuhan dengan benda kerja
= tegangan alir material
n = frekuensi putaran
N = daya pengerolan
Tabel 4.5 Pengolahan Data Pengerolan

Reduksi

25%

50%

Tahap

h0 (mm)

hf (mm)

hm
(mm)

h
(mm)

Lp (mm)

10.01

9.51

9.76

0.50

4.47

0.045

0.051

0.051

0.025

10

9.51

8.86

9.18

0.65

5.09

0.055

0.051

0.122

0.070

0.086

11

8.86

8.25

8.55

0.61

4.93

0.057

0.122

0.193

0.071

0.157

11

8.25

7.54

7.89

0.71

5.32

0.067

0.193

0.283

0.089

0.238

11

7.54

6.82

7.18

0.72

5.36

0.074

0.283

0.383

0.100

0.333

11

6.82

6.31

6.56

0.51

4.51

0.068

0.383

0.461

0.077

0.422

11

6.31

5.67

5.99

0.64

5.05

0.084

0.461

0.568

0.106

0.514

12

5.67

5.01

5.34

0.66

5.13

0.096

0.568

0.692

0.123

0.630

12

Page 23 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

75%

5.01

4.35

4.68

0.66

5.13

0.109

0.692

0.833

0.141

0.762

12

4.35

3.80

4.07

0.55

4.69

0.115

0.833

0.968

0.135

0.900

12

3.80

3.18

3.49

0.62

4.97

0.142

0.968

1.146

0.178

1.057

12

3.18

2.52

2.85

0.66

5.13

0.180

1.146

1.379

0.232

1.263

12

Tabel 4.6 Pengolahan Data Pengerolan


Terhitung

Terukur
P (N)

P (N)

N (kW)

10105.51

N (kW)

17.0288

1.68

4800

8.0884

12387.74

23.8007

2.01

6250

12.0081

12359.30

23.0038

2.09

6600

12.2842

13657.36

27.4243

2.1

6255

12.5602

14019.08

28.3482

2.62

6700

13.5482

11892.79

20.2399

2.16

7000

11.9130

13550.59

25.8338

2.36

8000

15.2517

13971.87

27.0500

2.3

7700

14.9074

14192.23

27.4766

2.66

9300

18.0051

13090.53

23.1355

2.64

9200

16.2596

14199.57

26.6447

2.79

9750

18.2953

15057.72

29.1522

2.79

9750

18.8763

Page 24 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Nilai daya yang telah diperoleh melalui perhitungan dan pengukuran,


dapat dibandingkan melalui kurva daya vs. reduksi berikut :
Grafik 4.4 Kurva Daya - Reduksi

Daya - Reduksi
35
30
25
20

Daya Terhitung

Daya (kW) 15

Daya Terukur

10
5
0
0.25
0.5
0.75
Reduksi

Page 25 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

BAB V
ANALISIS DATA
Pada pengujian pengerolan kali ini, spesimen yang digunakan adalah pelat
tembaga. Spesimen terlebih dahulu diukur dimensi dan kekerasannya sebelum
dilakukan proses pengerolan. Setelah dilakukan proses pengerolan, kekerasan
spesimen pada reduksi 25% mengalami penurunan, hal tersebut tidak sesuai
dengan teori, yaitu seharusnya kekerasan spesimen bertambah akibat adanya
strain hardening. Ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh ketika pengujian
keras yang dilakukan sebanyak 3x, jarak antar indentasi terlalu dekat (kurang dari
3-5 diameter indentor) sehingga terdapat distorsi dan permukaan spesimen tidak
rata baik karena adanya kotoran maupun bentuknya yang tidak rata akibat proses
pengerolan sehingga nilai kekerasan yang terukur menjadi tidak akurat. Untuk
kekerasan spesimen pada reduksi 50% mengalami peningkatan, karena terjadi
fenomena strain hardening akibat adanya multiplikasi dislokasi ketika spesimen
mengalami deformasi plastis. Begitu pula dengan nilai kekerasan spesimen pada
reduksi sebesar 75% yang mengalami peningkatan kekerasan akibat adanya
fenomena strain hardening.
Kemudian, berdasarkan pengolahan data uji tarik, diperoleh nilai koefisien
strain hardening dan konstanta kekerasan tembaga adalah 0.0458 dan 123.936
MPa. Nilai koefisien strain hardening yang dihitung sudah hampir sesuai dengan
nilai yang ada pada literatur2, yaitu 0.0458. Sedangkan untuk nilai konstanta
kekerasan sangat berbeda jauh dengan literatur, yaitu 123.936 MPa, seharusnya
530 MPa. Hal tersebut disebabkan oleh data yang diperoleh dari literatur
merupakan data untuk tembaga yang telah diberi perlakuan annealing, sedangkan
spesimen tembaga yang digunakan pada praktikum ini tidak diketahui apakah
sudah mengalami perlakuan annealing atau belum.
Berdasarkan pengolahan data pengerolan, diperoleh kurva daya terhadap
reduksi baik daya yang terhitung maupun daya yang terukur. Daya yang terhitung
nilainya jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai daya yang terukur. Hal

Page 26 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Pada saat proses pengerolan berlangsung,
spesimen mengalami bending dan bentuknya menjadi melengkung, hal tersebut
disebabkan oleh deformasi terjadi tidak homogen. Dengan begitu, nilai ketebalan
untuk tiap titik pada spesimen juga akan berbeda-beda dan menjadi tidak akurat.
Selain itu, terjadi penambahan lebar spesimen setelah dilakukan proses
pengerolan. Dengan adanya penambahan lebar spesimen, maka spesimen tidak
dalam kondisi plane strain, sehingga persamaan plane strain seharusnya tidak
dapat digunakan. Untuk daya yang terukur, data yang digunakan berasal dari
kurva kalibrasi load cell mesin roll bulan September 2009. Data tersebut sudah
dapat dibilang lama (7 tahun yang lalu), dan bisa saja terdapat perbedaan kalibrasi
pada mesin roll tahun 2009 dengan tahun 2016.

Page 27 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum metal forming adalah :
1. Nilai kekerasan spesimen sebelum dan setelah proses pengerolan adalah
sebagai berikut :
Reduksi

Kekerasan Rata-Rata (HRE)

0%

65.5

25%

64

50%

67.83

75%

69.5

2. Nilai konstanta strain hardening (n) spesimen adalah 0.0458.


3. Nilai konstanta kekerasan (K) spesimen adalah 123.936 MPa.
4. Nlai gaya dan daya pengerolan spesimen uji berdasarkan perhitungan dan
pengukuran adalah sebagai berikut :
Terhitung

Terukur
P (N)

P (N)

N (kW)
V

N (kW)

10105.51

17.0288

1.68

8.0884

12387.74

23.8007

2.01

12.0081

12359.30

23.0038

2.09

12.2842

13657.36

27.4243

2.1

12.5602

14019.08

28.3482

2.62

13.5482

11892.79

20.2399

2.16

11.9130

13550.59

25.8338

2.36

15.2517

13971.87

27.0500

2.3

14.9074

14192.23

27.4766

2.66

18.0051

Page 28 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

13090.53

23.1355

2.64

16.2596

14199.57

26.6447

2.79

18.2953

15057.72

29.1522

2.79

18.8763

6.2 Saran
Saran dari praktikum metal forming adalah sebagai berikut :
1. Spesimen uji digrinding terlebih dahulu sebelum dilakukan uji keras.
2. Spesimen diuji tarik terlebih dahulu agar nilai koefisien strain hardening
dan konstanta kekerasannya akurat.
3. Mengkalibrasi kembali mesin roll.
4. Menggunakan konfigurasi roll yang sesuai agar tidak terjadi roll bending.

Page 29 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

DAFTAR PUSTAKA
1. Dieter, George E. 1986. Mechanical Metallurgy. New York: McGraw-Hill.
2. https://en.wikipedia.org/wiki/Strain_hardening_exponent, diakses pada 23
November 2016 pukul 23.30.

Page 30 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

LAMPIRAN
Pertanyaan Setelah Praktikum
1. Jelaskan mengapa pelat hasil pengerolan sering tidak lurus dan tebalnya
tidak seragam?
Jawab :
Hal tersebut disebabkan oleh roll mengalami deformasi, baik roll bending
maupun roll flattening terutama apabila kekakuan antara roll dengan benda
kerja hampir sama. Selain itu, deformasi plastis yang tidak homogen juga
dapat menyebabkan ketebalan pelat tidak seragam, serta gaya gesek yang
tidak konstan.
2. Menurut perkiraan saudara, adakah pengaruh kecepatan pengerolan
terhadap daya dan gaya pada proses rolling?
Jawab :
Ya, kecepatan pengerolan dapat mempengaruhi gaya dan daya pada proses
pengerolan. Semakin besar kecepatan pengerolan, maka gaya gesek yang
terjadi akan semakin tinggi, dan semakin tinggi pula daya dan gaya
pengerolan yang dibutuhkan.
3. Jelaskan kegunaan proses annealing pada tembaga hasil cold work!
Gambarkan struktur mikro spesimen tembaga sebelum dan sesudah cold
work serta setelah di anneal!
Jawab :
Annealing berguna untuk menghilangkan internal stress yang dimiliki oleh
tembaga akibat bekas proses pemesinan sebelumnya. Dengan adanya
proses annealing, proses cold work dengan reduksi yang cukup besar akan
lebih mudah dilakukan. Berikut adalah gambar struktur mikro tembaga
sebelum dan sesudah cold work serta setelah di anneal.

Page 31 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Tugas Setelah Praktikum


1. Pada cold rolling ini, deformasi yang diukur adalah deformasi plastis,
sedangkan gaya yang terukur menunjukkan gaya pengerolan yang
dibutuhkan untuk deformasi total. Jelaskan mengapa demikian dan dengan
menggunakan kurva terhadap buatlah hubungan antara f dan i lalu
berikan analisa.
Jawab :
Deformasi yang diukur adalah deformasi plastis saja karena asumsi pada
proses cold rolling yang mengabaikan deformasi elastis. Selain itu,
deformasi elastis yang terjadi tidak begitu memberikan banyak pengaruh.

Hubungan f dengan i
130
125
120
f

(MPa) 115

110
105
100
0

0.2 0.4 0.6 0.8

1.2 1.4 1.6

Page 32 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Berdasarkan kurva diatas, i bergerak lebih cepat dibandingkan


dengan f. Regangan yang terjadi pada f lebih besar dibandingkan dengan
i.
2. Buatlah kurva antara daya (baik perhitungan maupun pengukuran)
terhadap tahap reduksi. Analisislah hasilnya dan katikan dengan pengertian
steady state pada proses cold rolling!
Jawab :

Daya - Reduksi
35
30
25
20

Daya Terhitung

Daya (kW) 15

Daya Terukur

10
5
0
0.25
0.5
0.75
Reduksi

Daya yang terhitung nilainya jauh lebih besar dibandingkan dengan


nilai daya yang terukur. Pengertian steady state pada cold rolling yaitu
variabel yang mendefinisikan suatu sistem akan selalu konstan, dimana
pada kasus ini variabel tersebut adalah daya. Namun, nilai daya pada
praktikum ini tidak konstan disebabkan oleh berbagai macam faktor yang
telah dijelaskan pada bab analisis data.
3. Gambarkan kurva kekerasan mikro terhadap regangan. Diskusikan
hasilnya.
Jawab :

Page 33 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Kurva Reduksi - Kekerasan


70
68
66
Kekerasan (HRE) 64
62
60
0%

25%

50%

75%

Reduksi

Setelah dilakukan proses pengerolan, kekerasan spesimen pada


reduksi 25% mengalami penurunan, hal tersebut tidak sesuai dengan teori,
yaitu seharusnya kekerasan spesimen bertambah akibat adanya strain
hardening. Ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh ketika pengujian
keras yang dilakukan sebanyak 3x, jarak antar indentasi terlalu dekat
(kurang dari 3-5 diameter indentor) sehingga terdapat distorsi dan
permukaan spesimen tidak rata baik karena adanya kotoran maupun
bentuknya yang tidak rata akibat proses pengerolan sehingga nilai
kekerasan yang terukur menjadi tidak akurat. Untuk kekerasan spesimen
pada reduksi 50% mengalami peningkatan, karena terjadi fenomena strain
hardening akibat adanya multiplikasi dislokasi ketika spesimen mengalami
deformasi plastis. Begitu pula dengan nilai kekerasan spesimen pada
reduksi sebesar 75% yang mengalami peningkatan kekerasan akibat
adanya fenomena strain hardening.
4. Dari perhitungan dan pengukuran terhadap gaya dan daya, apabila terjadi
perbedaan diantara keduanya, tunjukkan kesalahan-kesalahan yang
mungkin terjadi, dan berikan saran saudara.
Jawab :

Page 34 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Berdasarkan pengolahan data pengerolan, diperoleh kurva daya


terhadap reduksi baik daya yang terhitung maupun daya yang terukur.
Daya yang terhitung nilainya jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai
daya yang terukur. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Pada saat
proses pengerolan berlangsung, spesimen mengalami bending dan
bentuknya menjadi melengkung, hal tersebut disebabkan oleh deformasi
terjadi tidak homogen. Dengan begitu, nilai ketebalan untuk tiap titik pada
spesimen juga akan berbeda-beda dan menjadi tidak akurat. Selain itu,
terjadi penambahan lebar spesimen setelah dilakukan proses pengerolan.
Dengan adanya penambahan lebar spesimen, maka spesimen tidak dalam
kondisi plane strain, sehingga persamaan plane strain seharusnya tidak
dapat digunakan. Untuk daya yang terukur, data yang digunakan berasal
dari kurva kalibrasi load cell mesin roll bulan September 2009. Data
tersebut sudah dapat dibilang lama (7 tahun yang lalu), dan bisa saja
terdapat perbedaan kalibrasi pada mesin roll tahun 2009 dengan tahun
2016.

Page 35 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Foto Selama Praktikum

Page 36 of 37

Catia Julie Aulia


13714035

Page 37 of 37

Anda mungkin juga menyukai