Anda di halaman 1dari 89

UNIVERSITAS INDONESIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN


TERMOREGULASI MELALUI TEPID WATER SPONGING MENGGUNAKAN
MODEL KONSERVASI LEVINE

KARYA ILMIAH AKHIR

Oleh:
MUHAMMAD KHABIB BURHANUDDIN IQOMH
1206195520

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, JUNI 2016

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN


TERMOREGULASI MELALUI TEPID WATER SPONGING MENGGUNAKAN
MODEL KONSERVASI LEVINE

KARYA ILMIAH AKHIR


Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Spesialis Keperawatan Anak

Oleh:
MUHAMMAD KHABIB BURHANUDDIN IQOMH
1206195520

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, JUNI 2016

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Taufiq, Hidayah
serta Inayah-Nya yang senantiasa tercurah hingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah akhir dengan judul ” Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Gangguan Termoregulasi Melalui Tepid Water Sponging Menggunakan Model
Konservasi Levine”. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Sang
Penyampai Risalah Muhammad Al Amin. Dibalik terselesaikannya karya ilmiah
akhir ini, penulis dengan segala kerendahan hati, ingin menyampaikan ucapan
terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Nani Nurhaeni, SKp., MN., selaku supervisor utama yag telah
meluangkan waktu, motivasi, arahan, masukan dan saran dalam penyusunan
karya ilmiah akhir ini.

2. Dessie Wanda, MN., Ph.D. Selaku supervisor yang telah meluangkan waktu,
tenaga, pikiran, kesabaran, arahan dan masukan selama penyusunan karya
ilmiah akhir ini.

3. Dra. Junaiti Sahar, SKp., M.App.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia

4. Seluruh staf dosen pada Departemen Keperawatan Anak Program Pasca


Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia atas bimbingan dan
bantuan yang tidak ternilai

5. Ketua dan pengurus Yayasan Ngesti Widhi Husada yang memberikan


kesempatan, bantuan biaya selama menempuh Program Ners Spesialis
Keperawatan Anak

6. Ketua STIKES Kendal beserta staff, yang telah memberikan kesempatan


kepada penulis untuk mengikuti Program Ners Spesialis Keperawatan Anak.

7. Ibuku tercinta Slamet Farhatun atas segala kasih sayang dan untaian doa tiada
henti disetiap sujud dan setiap perputaran waktu.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
8. Istriku Mooniek Setyowati atas segala dukungan, motivasi, doa yang tiada
henti.

9. Rekan-rekan mahasiswa Program Ners Spesialis Keperawatan Anak 2015


yang telah memberi dukungan, masukan dan bantuan selama penyususnan
karya ilmiah akhir ini.

10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang tidak bisa
disebutkan penulis.

Semoga Allah membalas segala kebaikan dengan balasan yang terbaik


dengan bilangan yang tak terhitung. Besar harapan saya semoga karya ini dapat
memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan kita semua. Amin

Depok, Juni 2016


Penulis

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
KATAPENGANTAR......................................................................................... iv
DAFTAR ISI...................................................................................................... v
DAFTAR SKEMA ...................................................................................... .... vi
DAFTAR TABEL........................................................................................ .... vii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. viii
1. BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2. Tujuan.......................................................................................................... 5
1.3. Sistematika penulisan....................................................................................5

2. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Gambaran Kasus.......................................................................................... 7
2.2. Tinjauan Teoritis........................................................................................... 12
2.7. Itegrasi Teori Dan Konsep Keperawatan Dalam Proses Keperawatan ...... 20

3. BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI


3.1. Pencapaia Kompetensi Sesuai Area Peminatan ........................................ 31
3.2. Peran Ners Spesialis Keperawatan .......................................................... 34
3.3. Implementasi Evidence Based Nursing Practice..................................... 39

4. BAB 4 PEMBAHASAN
4.1. Penerapan Model Konservasi Levine Pada Asuhan Keperawatan............ 41
4.2. Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak Dalam Pencapaian Target...... 47

5. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 49
5.2. Saran ............................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1. Integrasi Model Konservasi Levine dalam Proses Keperawatan...... 20

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hypotheses pada kasus anak K........................................................ 25

Tabel 2.2 Pelaksanaan Pada Anak.................................................................. 28


Tabel 2.3 Evaluasi Asuhan Keperawatan Anak K............................................ 30

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
BAB 1
PENDAHULUAN

Bab satu akan membahas tentang latar belakang penulisan karya ilmiah dan
pemilihan teori keperawatan, tujuan serta sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang


Demam disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, tumor, stres dan trauma.
Bakteri atau virus yang masuk dalam tubuh manusia akan menstimulus sel
makrofag yang akan melepaskan pirogen didalam pembuluh darah. Pirogen
yang diproduksi masuk dalam pembuluh darah akan terbawa sampai
hipotalamus. Produksi prostaglandin akan mengalami peningkatan akibat
stimulus pirogen, prostaglandin akan meningkatkakn titik basal termoregulator
tubuh sehingga menyebabkan peningkatan suhu dalam tubuh (Chiappini, et
al, 2009). Suhu tubuh diatur dengan mekanisme seperti termostat di
hipotalamus. Mekanisme ini menerima masukan dari reseptor yang berada di
pusat dan perifer, jika terjadi perubahan suhu tubuh maka reseptor akan
menghantarkan informasi ke termostat yang akan meningkatkan atau
menurunkan produksi panas. Infeksi akan mengakibatkan peningkatan set
point suhu tubuh akibatnya hipotalamus akan menaikkan suhu tubuh. Pada
umumnya kasus demam pada anak yang disebabkan oleh virus relatif singkat
dan memiliki konsekuensi yang terbatas (Wong, 2008).

Demam menyebabkan rasa tidak nyaman pada anak, anak menjadi rewel
sehingga waktu untuk istirahat menjadi terganggu. Setiap peningkatan suhu
tubuh 10C akan meningkatkan metabolisme tubuh sebesar 10%-20%. Dampak
dari peningkatan metabolisme adalah meningkatnya kehilangan cairan,
meningkatnya konsumsi oksigen, beban kerja jantung meningkat. Rasa tidak
nyaman akibat demam dan komplikasi yang ditimbulkan menjadi alasan
utama untuk mengatasi demam secepatnya (James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
2

Tatalaksana pada anak dengan demam dapat dilakukan dengan metode


farmakologi dan non farmakologi. Tatalaksana farmakologi dengan
memberikan obat golongan antipiretik seperti asetaminofen, aspirin, dan obat
golongan Non Steroid Anti Inflamation Drug (NSAID). Sedangkan
tatalaksana nonfarmakologi meliputi pengaturan suhu lingkungan, kompres,
manajemen cairan, monitor derajat dehidrasi. Kombinasi antara terapi
farmakologi dan non farmakologi akan mempercepat penurunan suhu (James,
Nelson, & Ashwill, 2013). Penggunaan kompres dingin untuk mengurangi
demam tidak lagi direkomendasikan karena akan mengakibatkan
vasokontriksi pembuluh darah yang akan mengakibatkan tubuh menggigil.

Italian Pediatric Society Guidelines menjelaskan bahwa tepid water sponging


merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi demam.
Pemberian tepid water sponging merupakan metode yang menguntungkan
pada anak dengan demam karena memiliki efek samping yang terbatas dan
bersifat sementara serta tidak mempengaruhi pusat pengaturan suhu di
hipotalamus. Tepid water sponging direkomendasikan untuk anak yang
mengalami kenaikan suhu, meskipun harus dilakukan penelitian lebih lanjut,
karena penelitian tentang tepid water sponging masih sedikit (Chiappini et
al, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Thomas, Vijaykumar, Naik, Moses and


Bantonisamy, (2009) di India tentang penggunaan tepid sponge mendapatkan
hasil bahwa kombinasi tepid water sponging dengan antipiretik lebih cepat
menurunkan panas dibandingkan dengan pada pasien yang hanya
mendapatkan antipiretik. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Setiawati, Rustina dan Kuntarti pada tahun (2009) di Bandung tentang
efektifitas tepid water sponging pada anak dengan demam mendapatkan hasil
bahwa pasien yang mendapatkan kombinasi tepid water sponging dan
antipiretik lebih cepat terjadi penurunan suhu dibandingkan pasien yang hanya
mendapatkan antipiretik.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
3

Asuhan keperawatan pada anak demam akibat infeksi dilakukan untuk


mengembalikan suhu tubuh menjadi normal kembali. Selain itu asuhan
keperawatan bertujuan untuk mengurangi bahkan menghilangkan dampak
akibat peningkatan suhu tubuh. Rasa tidak nyaman yang muncul pada anak
dengan demam akan meningkatkan kehilangan energi. Energi yang banyak
terbuang akan mempengaruhi metabolisme, metabolisme tubuh yang
terganggu berdampak pada terganggunya fungsi tubuh. Tindakan konservasi
energi menjadi salah satu tidakan yang penting dalam mempertahankan energi
pada anak selama sakit. Dibutuhkan metode pendekatan khusus keperawatan
yang efektif dalam melakukan konservasi energi. Salah satu model
pendekatan keperawatan yang dapat digunakan adalah dengan pendekatan
model konservasi Levine.

Model konservasi yang dikemukakan oleh Myra E. Levine merupakan model


pendekatan keperawatan yang menitikberatkan pada konservasi energi,
konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal serta konservasi
integritas sosial. Konsep model ini terdiri atas wholism (menyeluruh), adaptasi
dan konservasi. Model konservasi menjelaskan cara yang kompleks yang
dilakukan individu dalam melakukan adaptasi untuk melanjutkan fungsi.
Adaptasi dilakukan oleh individu untuk menghadapi perubahan yang terjadi
baik internal maupun eksternal. Proses adaptasi inilah yang akan yang
membantu individu bertahan dan tetap menjalankan fungsi tubuh, dalam
melakukan adaptasi individu akan menghadapi hambatan yang harus di hadapi
(Tomey & Alligood, 2010).

Demam pada anak akan menimbulkan respon tubuh berupa ketidaknyamanan


yang mengakibatkan penggunaan energi lebih banyak untuk melakukan
adaptasi. Model konservasi dengan pinsip konservasi energi, konservasi
integritas struktural, konservasi personal dan konservasi sosial akan
membantu anak dalam melakukan adaptasi guna menjalankan fungsi
tubuhnya. Pendekatan konservasi ini memposisikan bahwa individu adalah

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
4

mahluk yang unik dan holistik sehingga membutuhkan perlakuan yang


bersifat menyeluruh (wholism). Perawat dituntut untuk dapat melakukan
pengkajian secara menyeluruh sehingga dapat menentukan masalah yang
dialami pasien sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan tepat.
Model konservasi dapat membantu perawat dalam melakukan pengkajian dan
menegakkan trophicognosis (masalah keperawatan) dan menyusun hipotesis
(rencana intervensi) untuk mengatasi masalah. Tujuan konservasi adalah
kemampaua individu untuk dapat menghadapi masalah yang muncul secara
holistik dari dalam individu dan dari luar individu (Tomey & Alligood, 2010).

Konservasi energi pada anak dengan demam akan menjadi penting, konservasi
akan membantu mempertahankan menjaga keseimbangan antara energi yang
dibutuhkan dan energi yang terbuang. Dukungan sosial dan pengetahuan
sangat penting dalam membantu anak dan keluarga untuk mempertahankan
energi. Pengetahuan yang dimiliki pasien dan keluarga akan memungkinkan
keluarga untuk mandiri dan tidak selalu tergantung pada perawat atau petugas
kesehatan. Keluarga merupakan lingkungan terdekat pada anak yang dapat
membantu anak dalam mencapai konservasi energi.

Model konservasi Myra E. Levine memiliki pendekatan yang menyeluruh


sehingga dapat digunakan sebagai panduan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada anak yang mengalami demam akibat infeksi. Model ini
sesuai dengan salah satu prinsip asuhan keperawatan pada anak yaitu family
center care dan developmental care, dimana dalam memberikan asuhan
keperawatan tidak hanya berpusat pada kebutuhan pasien tetapi secara
menyeluruh dengan memaksimalkan semua potensi yang berada di lingkungan
anank. Sistem pendekatan menyeluruh dan mencakup berbagai dimensi yang
dimiliki model konservasi menjadi dasar penulis memilih model pendekatan
ini untuk mengatasi masalah demam pada anak akibat infeksi di ruang infeksi.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
5

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran pelaksanaan residensi Ners Spesialis Keperawatan
Anak dengan penyakit infeksi, pemberian asuhan keperawatan pada anak
dengan gangguan pemenuhan kebutuhan termoregulasi demam melalui
tepid water sponging menggunakan konservasi Levine di ruang perawatan
infeksi.

1.2.2. Tujuan Khusus


1.1.2.1. Melakukan aplikasi tepid water sponging untuk mengatasi demam
pada anak.
1.1.2.2. Melakukan aplikasi teori keperawatan model konservasi Levine dalam
memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan demam.
1.1.2.3. Melakukan analisa kasus dan memberikan asuhan keperawatan
dengan menggunakan pendekatan teori keperawatan model konservasi
Levine dan analisis pencapaian kompetensi ners spesialis.
1.1.2.4. Memberikan gambaran peran perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan secara profesional yang meliputi peran sebagai pemberi
asuhan kepererawatan, pemberi konseling, pendidik, pemberi
motivasi, dan peran melakukan kolaborasi serta pencapaian
kompetensi dalam praktik residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak
di ruang infeksi.

1.3. Sitematika Penulisan


Karya ilmiah ini terdiri atas 5 bab. Setiap bab akan bersisi pokok pembahasan
yang berbeda. Bab satu berisi latar belakang, tujuan penulisan dan sitematika
penulisan. Bab dua berisi tentang aplikasi teori keperawatan model
konservasi Levine yang meliputi gambaran kasus, tinjauan teoritis, integrasi
teori dan konsep keperawatan dam proses asuhan keperawatan, aplikasi teori
keperawatan terhadap kasus keloaan yang telah dipilih. Bab empat
pembahasan dan bab lima yang terdiri atas kesimpulan dan saran, selain

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
6

terdapat 5 bab pada karya ilmia akhir ini juga akan disertakan lampiran-
lampiran terkait pelaksanaan praktik residensi ners spesialis keperaw atan
anak.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
BAB 2
GAMBARAN KASUS DAN TINJAUAN TEORI

Pada bab 2 ini akan dijelaskan tentang gambaran kasus yang dikelola selama
praktik residensi yang berhubungan dengan masalah keperawatan yang diambil
sebagai penerapan teori keperawatan, tinjauan teori, integrasi teori dan konsep
keperawatan yang dipilih dengan kasus yang dipilih, aplikasi teori keperawatan
pada kasus yang terpilih

2.1. Gambaran Kasus


Kasus utama pada karya ilmiah akhir ini adalah kasus pneumonia,
laringomalasia tipe 1, gizi buruk marasmus, dan Paten Duktus Arteriosus
(PDA). Kasus tambahan pada karya ilmiah ini adalah human
immunodefficiency virus (HIV), demam berdarah dengue (DBD),
bronkopneumonia dan sepsis. Semua kasus yang dipilih adalah kasus yang
terdapat masalah demam dan dikelola dengan menggunakan pendekatan
model konservasi Levine.

Kasus 1
An. K (3 bulan) dengan diagnosa medis kasus pneumonia, laringomalasia tipe
1, gizi buruk marasmus, dan Paten Duktus Arteriosus (PDA). Riwayat pasien
sekarang: pasien dibawa ke IGD karena panas (38,6 oC) dan sesak napas.
Pengkajian menggunakan model konservasi Levine pada tanggal 12 april jam
8:00. Konservasi energi: pasien terpasang Naso Gastric Tube (NGT),
mendapat susu formula 60 ml x 8, pasien tidur 15-18 jam/24 jam, hanya bisa
miring kanan-kiri, terpasang oksigen nasal kanul 2.5 liter/menit. Nadi: 148
0
x/menit, suhu 38,3 C, pernapasan 48 x/menit. Konservasi integritas
struktur: terdapat retraksi dinding dada, terdengar ronchi, pasien
mendapatkan imunisasi Hb1. Konservasi integritas personal: BB: 3,9 kg,
PB: 54 cm, nilai Z-score: <-3, pasien bisa miring kanan-kiri, pasien hanya
bisa menangis. Konservasi integritas sosial: pasien merupakan anak ke-2,
diasuh oleh orang tua, selama dirawat pasien ditunggui ibunya.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
8

Terapi farmakologi: ventolin 1 respul+ NaCl 0,9 3 ml (inhalasi) 6 kali/hari,


zink salf 3 kali/hari, paracetamol 40 mg P.O. jika panas, omeprazole 2x5 ml
P.O., cefotaxim 2x 200 mg intra vena. Pemeriksaan laboratorium kimia klinik
tanggal 9 april 2016 : PH 7,413, p CO2 51,90 mm Hg, p O2 102,8 mm Hg, p
CO3 33,50 mmol/L, total CO2 35,10 mmol/L, Base Excess 35,10 mmol/L,
saturasi O2 97.80%, HCO3 32,2 mmol/L, standard base excess 8,7 mmol/L.
Hasil pemeriksaan sputum: B pertusis dan B para pertusis negatif. Hasil
pemeriksaan ronntgen thoraks: kardiomegali, infiltrat paru kanan atas,
perihilier paracardial kanan, gambaran pneumonia. Pemeriksaan serologi:
kalsitonin 0,08 ng/mL. Hasil laboratorium tanggal 7 april 2016: Hb 11,1
gr/dl, Ht 32%, leukosit 19.200 , trombosit 334.000, Na 132, K 4,8, Cl 109.
Tripochognosis pada pasien ini adalah: inefektif bersihan jalan napas,
hipertemi, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan dan resiko
infeksi.

Kasus 2
An. S. usia 11 bulan dengan diagnosa medis meningitis,encephalopati, failur
to thrive (FTT), multiple congenetal anomaly, HAP. Pasien dibawa ke IGD
pada tanggal 16 Maret karena panas suhu 39,5 oC, kejang dirumah 5 kali
dengan kaki dan tangan kaku, tidak ada muntah. pasien dipindahkan di ruang
infeksi, selama di ruang infeksi kesadaran composmentis. Terapi yang
didapatkan fenobarbital 2x125 mg IV, omeprazole 2x5 mg IV, fenitoin 2x125
mg IV, paracetamol 60 mg jika panas, ceftazidin 4x250 mg IV, ventolin 4x1
respul+NaCl 0,9 %.

Pengkajian menggunakan model konservasi Levine pada tanggal 30 Maret.


Konservasi energi: pasien terpasang Naso Gastric Tube (NGT), mendapat
susu formula 120 ml x 8. Nadi: 138 x/menit, suhu 39,9 0C, pernapasan 34
x/menit. Konservasi integritas struktur: terdengar ronchi kedua lapang
paru. Konservasi integritas personal: BB: 4,9 kg, PB: 66 cm, nilai Z-score:
<-3, pasien bisa miring kanan-kiri, pasien hanya bisa menangis. Konservasi
integritas sosial: pasien merupakan anak pertama, diasuh oleh neneknya.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
9

Pemeriksaan laboratorium kimia klinik tanggal 29 maret 2016 : PH 7,448, p


CO2 28,2 mm Hg, p O2 84,2 mm Hg, p CO3 19,7 mmol/L, Base Excess -2,7
mmol/L, saturasi O2 97 %, HCO3 19,7 mmol/L. Hasil pemeriksaan ronntgen
thoraks: infiltrat paru kanan atas, perihilier paracardial kiri, konsolidasi
paratrakheal bilateral. Pemeriksaan MSCT Scan dengan kontras: lesi
mencefalon sisi kiri suspect focal cerebritis. Hasil laboratorium tanggal 29
april 2016: Hb 10,3 gr/dl, Ht 29,2 %, leukosit 16.790 , trombosit 650.000,
LED 45, Na 140, K 4,4, Cl 90.
Tripochognosis pada pasien ini adalah: inefektif bersihan jalan napas,
hipertemi, gangguan perfusi jaringan serebri.

Kasus 3
An. F, usia 2 tahun 6 bulan di bawa ke IGD RS Harapan Kita dengan
keluhan panas 2 hari, terdapat batuk dan pilek, pasien memiliki riwayat
kejang demam, pada tanggal 21 Maret di pindah diruang perawatan infeksi
dengan diagnosa medis Dengue Haemoragic Fever (DHF), kesadaran
komposmentis pasien terpasang IVFD KaEn IB 1800 cc/24 jam, terapi yang
diberikan paracetamol 3x250 mg IV, bioxan 1 x 2 gram IV, cefixim 2x 1
gram 1V, imunos 2x1 cth.

Pengkajian menggunakan model konservasi Levine pada tanggal 22 maret.


Konservasi energi: pasien malas makan, porsi makan dihabiskan 1/3 porsi,
tampak lemah. Nadi: 128 x/menit, suhu 38,4 0C, pernapasan 26 x/menit, BB:
20 kg, PB: 105 cm, nilai Z-score: >3. Konservasi integritas struktur:
terdengar ronchi kedua lapang paru. Konservasi integritas personal pasien
senang jika diajak bercanda dan senang jika sebelum tindakan diberi mainan,
pasien sudah bisa menungkapkan keinginan dan keluhan, selalu minta
digendong. Konservasi integritas sosial: pasien merupakan anak pertama,
diasuh oleh orangtuanya, selama perawatan ditemani ayah-ibu secara
bergantian.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
10

Pemeriksaan laboratorium kimia klinik tanggal 20 maret 2016: Hb 10,7 gr/dl,


Ht 33,0 %, leukosit 7,98 10ˆ3µL , trombosit 261.000 µL, pemeriksaan
serologi dengue NS1 positif. Tripochognosispada pasien ini adalah:
hipertemi, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko infeksi.

Kasus 4
An. A. usia 1 tahuan 5 bulan dengan diagnosa medis HIV kategori 4, failur
to thrive (FTT), bronkopneumonia, gizi buruk marasmus. Pasien rujukan dari
RSUD Serang datang tanggal 16 maret dengan gizi buruk, panas dan batuk.
Pasien dipindahkan di ruang infeksi, selama di ruang infeksi kesadaran
composmenti setelah dilakukan pemeriksaan secara lengkap anak A di
diagnosis HIV kategori 4 dan pneumonia. Terapi yang cefotaxim 2x250 mg
IV, casditin 4x1ml PO, cortrimosazol 1x25 ml PO, ZnSO4 2x10 mg PO,
asam folat 2x 1mg PO. Paracetamol 3x 50 ml PO jika panas, micostatin 4x0,5
ml PO.

Pengkajian menggunakan model konservasi Levine pada tanggal 30 Maret.


Konservasi energi: pasien terpasang Naso Gastric Tube (NGT), mendapat
susu formula 120 ml x 8. Nadi: 140 x/menit, suhu 38,1 0C, pernapasan 39
x/menit. Konservasi integritas struktur: terdengar ronchi kedua lapang
paru, terdapat retraksi dinding dada, iga gambang. Konservasi integritas
personal: BB: 5,65 kg, PB: 65 cm, nilai Z-score: <-3, pasien bisa miring
kanan-kiri, pasien hanya bisa menangis. Konservasi integritas sosial: pasien
merupakan anak ke 4, diasuh oleh ayah ibu.

Pemeriksaan laboratorium kimia klinik tanggal 3 Maret 2016: Hb 6,9 gr/dl,


Ht 21,7 %, leukosit 8,81 10ˆ3µL , trombosit 264.000 µL, MCV 93fL, MCH
30 pg/ml, MCHC 32 g/dl, SGOT 98, SGPT 116, albumin 2,50 g/dl, CD4
absolut 512, CD4 % 16 %. Pemeriksaan rontgen thoraks: intertitial
pneumonia. Tripochognosispada pasien ini adalah: inefektif bersihan jalan
napas, hipertemi, ketidakseimbangan nutrsi kurang dari kebutuhan.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
11

Kasus 5
An. P. usia 1 tahuan 6 bulan dengan diagnosa medis Diare Persiten
Dehidrasi Ringan Sedang (DADRS), epilepsi, CP spastik. Pasien datang di
IGD RSCM tanggal 20 April dengan keluhan diare 10 x sebelum masuk
rumah sakit, terdapat muntah, panas 3 hari dan batuk. Pasien dipindahkan di
ruang perawatan infeksi pada tanggal 21 April jam 8, selama di ruang infeksi
kesadaran composmentis. Terapi yang cefotaxim 2x250 mg IV, cefotaxim
3x400 mg IV, metronidazole 3x7,5 ml PO, paracetamol 3x150 mg IV,
renalyte 150 ml tiap diare, renalyte 75 ml tiap muntah, zinc 1x20 mg PO.

Pengkajian menggunakan model konservasi Levine pada tanggal 22 april.


Konservasi energi: pasien terpasang naso gastric tube (NGT), mendapat
susu formula 75 ml x 6. Nadi: 126 x/menit, suhu 38,9 0C, pernapasan
34x/menit. Konservasi integritas struktur: mukosa bibir pucat, turgor
lambat. Konservasi integritas personal: BB: 15 kg, PB: 81 cm, nilai Z-
score: 2< SD < 3, pasien bisa miring kanan-kiri, pasien hanya bisa menangis.
Konservasi integritas sosial: pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara,
diasuh oleh ayah ibu.

Pemeriksaan laboratorium kimia klinik tanggal 21 April 2016: Hb 11,6 gr/dl,


Ht 32,4 %, leukosit 16,27 10ˆ3µL , trombosit 323.000 µL, MCV 86,4 fL,
MCH 30 pg/ml, MCHC 35,8 g/dl, SGOT 238, SGPT 71, kreatinin 0,20 g/dl,
ureum 10 mg/dl. Na 124 mEq/l, K 4,13 mEq/l, Cl 82,4 mEq. Prokalsitonin
0,10. Pemeriksaan analisis tinja warna kuning, konsistensi lembek, lendir
tidak ada, darah tidak ada, pus tidak ada, leukosit 1-2 LBP, eritrosit 1-2 LBP,
telur cacing negatif, amoeba negatif, lemak negatif, serta tumbuhan negatif,
serat otot negatif, darah tinja negatif. Tripochognosis pada pasien ini adalah:
hipertermi, kekurangan volume cairan, resiko ketidakseimbangan elektrolit.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
12

2.2. Tinjauan Teoritis


2.2.1. Demam
Demam adalah kondisi suhu tubuh berada diatas suhu normal sebaga
akibat adanya peningkatan pengaturan suhu yang berda di hipotalamus,
pengaturan suhu pada kondisi sehat atau demam merupakan keseimbangan
anatara produksi panas dan pelepasan panas. Demam bukan suatu penyakit
tetapi merupakan manifestasi klinis dari suatu penyakit. Demam
merupakan respon tubuh terhadap adanya infeksi kuman atau virus yang
menyerang tubuh (Sumarno, 2012).

Demam adalah peningkatan diatas set point sehingga pengaturan suhu


lebih tinggi atau suhu berada diatas 38 0C (James, Nelson, & Ashwill,
2013). Suhu tubuh diatur dengan mekanisme seperti termostat di
hipotalamus. Mekanisme ini menerima masukan dari reseptor yang berada
di pusat dan perifer jika terjadi perubahan suhu maka reseptor akan
menghantarkan informasi ke termostat yang akan meningkatkan atau
menurunkan produksi panas. Infeksi akan mengakibatkan set point suhu
tubuh akibatnya hipotalamus akan menaikkan suhu tubuh. Pada umumnya
kasus demam pada anak disebabkan oleh virus, relatif singkat dan
memiliki konsekuensi yang terbatas (Wong, 2008).

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh akibat kelebihan panas atau


perubahan set point pada hipotalamus. Pada hipertermi terjadi peningkatan
suhu tubuh melebihi 38OC pada pengukuran aksila dan diatas 37 OC pada
pengukuran rektal. Pada kondisi normal, set point pada hipotalamus
diatur berada pada suhu 37 OC, proses inflamasi akibat adanya infeksi baik
karena virus maupun mikrobakteri akan merespon tubuh untuk menaikkan
suhu tubuh, informasi suhu yang ditangkap oleh hipotalamus kemudian
diolah dan diterjemahkan berupa pengeluaran panas sesuai perubahan set
point (Potter & Perry, 2010).

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
13

Demam dihubungkan dengan beberapa kondisi penyakit. Dari sini dapat


diketahui bahwa faktor eksternal dapat mempengaruhi secara langsung
pusat regulasi suhu tubuh yang berada dihipotalamus untuk menaikkan set
point. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa faktor eksternal
menstimulasi sebuah pola respon umum, yang dihasilkan dalam
peningkatan set point. Semua jenis faktor produksi demam dapat
menyebabkan produksi dan pelepasan beberepa pirogen internal yaitu
bahan yang dapat menyebabkan meningkatnya suhu tubuh. Dalam
sekali pelepasan, pirogen endogen (EP) memiliki peran penting untuk
menaikkan pengaturan kembali set point suhu pada hipotalamus.

Komplikasi akibat demam menjadi masalah yang sangat penting, demam


akan menyebabkan dehidrasi akibat peningkatan cairan selama terjadinya
demam. Kejang demam dapat terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun,
kejang dapat mengakibatkan kerusakan pada otak sehingga akan
mempengaruhi tumbuh kembang anak. Selain itu, demam akan
menyebabkan ketidaknyamanan pada anak. Selain kejang, peningkatan
suhu tubuh yang tidaknormal dapat menyebabkan kematian.

Suhu tubuh terbagi atas dua jenis yaitu core temperatur (suhu inti)
surface temperatur (suhu pada kulit). core temperatur merupakan suhu
pada jaringan dalam dari tubuh, seperti kranium, thorax, rongga
abdomen dan rongga pelvis. Surface temperatur suhu pada kulit
merupakan jaringan subcutan, dan lemak, suhu ini berbeda, naik turunnya
tergantung respon terhadap lingkungan. Pada manusia nilai normal untuk
suhu tubuh oral adalah 37ºC, tetapi pada sebuah penelitian kasar
terhadap orang-orang muda normal, suhu oral pagi hari rerata adalah 36,7º
C dengan simpang baku 0,2º C. Dengan demikian, 95% orang dewasa muda
diperkirakan memiliki suhu oral pagi hari sebesar 36,3 – 37,1ºC. Berbagai
bagian tubuh memiliki suhu yang berlainan, dan besar perbedaan suhu
antara bagian-bagian tubuh dengan suhu lingkungan bervariasi.
Ekstremitas umumnya lebih dingin daripada bagian tubuh lainnya. Suhu

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
14

rectum dapat mencerminkan suhu pusat tubuh (core temperature) dan


paling sedikit di pengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Suhu oral
pada keadaan normal 0,5ºC lebih rendah daripada suhu rectum
(Corwin, 2009).

2.2.2. Tatalaksana
Tatalaksana pada anak dengan demam dapat dilakukan dengan metode
farmakologi dan non farmakologi. Tatalaksana farmakologi dengan
memberikan obat golongan antipiretik seperti asetaminofen, aspirin, dan
obat golongan non steroid anti inflamation drug (NSAID). Sedangkan
tatalaksana nonfarmakologi meliputi pengaturan suhu lingkungan,
kompres, manajmen cairan, monitor derajat dehidrasi. Kombinasi antara
terapi farmakologi dan non farmakologi akan mempercepat penurunan
suhu (James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Pemilihan obat antipiretik sangat penting pada anak, paracetamol dan


ibuprofen merupakan obat antipiretik yang direkomendasikan untuk
mengatasi demam pada anak. pemberian kombinasi antara paracetamol
dan ibuprofen tidak direkomendasikan karena akan meningkatkan
ketidaknyamanan pada anak (Chiappini & et al, 2009).

Terapi nonfarmakologi yang dapat diberikan pada anak dengan demam


salah satunya adalah dengan pemberian tepid water sponging. Penelitian
yang dilakukan oleh Thomas, Vijaykumar, Naik, Moses and Bantonisamy,
(2009) di India tentang kombinasi penggunaan tepid water sponging dan
antipiretik mendapatkan data bahwa pada pasien yang mendapat tindakan
kombinasi tepid water sponging dengan antipiretik lebih cepat terjadi
penurunan suhu dibandingkan pasien yang hanya mendapat terapi
farmakologi.

Penelitian tentang tepid water sponging juga dilakukan oleh Athirarani


(2013), penelitian mebandingkan antara kombinasi tepid water sponging

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
15

menggunakan air hangat dan paracetamol dengan kombinasi tepid water


sponging menggunakan air biasa dengan paracetamol. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kombinasi tepid water sponging menggunakan air
hangat dan paracetamol lebih cepat menurunkan panas.

Pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi, konveksi,


dan evaporasi. Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan satu
objek kepermukaan objek lain, tanpa keduanya bersentuhan. Konduksi
adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan kontak
langsung. Konveksi adalah penyebaran panas melalui gerakan udara.
Kipas angin listrik meningkatkan kehilangan panas melalui konveksi.
Evaporasi adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah
menjadi gas, Tindakan keperawatan pemberian kompres hangat dapat
meningkatkan kehilangan panas secara evaporasi. Selama evaporasi,
terdapat sebanyak 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang
menguap.

2.3. Model Konservasi Levine


Model konservasi Levine adalah salah satu dari beberapa teori keperaweatan
yang dapat digunakan sebegai salah satu metode pendekatan dalam
memberikan asuhan keperawatan anak, model konservasi Levine dapat
digunakan pada semua tahapan usia. Model konservasi berdasarkan memiliki
tiga prinsip yang digunakan untuk pendekatan yaitu: wholeness (keutuhan),
adaptation (adaptasi) dan konservasi (conservation) (Tommey & Alligood,
2010).

Wholeness (keutuhan) merupakan sistem yang terbuka yang menggabungkan


berbagai macam komponen baik yang berasal dari dalam individu maupun
dari luar individu menjadi satu kesatuan. Wholeness menekankan pada
hubungan antara pasien dan lingkungan sehingga dapat menciptakan
keutuhan. Wholeness akan tercapai jika individu atau pasien mampu
beradaptasi dengan lingkungan (Tommey & Alligood, 2010). Penyakit

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
16

infeksi merupakan akibat mikroorganisme atau virus yang berasaldari luar


tubuh manusia yang dapat mengganggu kondisi internal secara fisik pada
manusia yang dapat dilihat dengan manifestasi klinis yang muncul.

Adaptation (adaptasi) merupakan serangkaian proses untuk berubah yang


akan menghasilkan konservasi, atau dengan kata lain adaptasi merupakan
upaya pasien dalam mempertahankan integritas didalam lingkungan. Menurut
Parker, 2005 dalam Sulisnadewi, 2012 menyebutkan bahwa adaptasi
memiliki beberapa karakteristik yaitu: 1). Karakteristik historis, karakteristik
ini mengandung arti bahwa adaptasi merupakan proses historis, respon
individu akan ditentukan oleh pengalaman yang dimiliki baik dari segi
personal maupun keturunan, 2). Spesifik, perilaku individu dalam melakukan
adaptasi memiliki pola stimulus yang spesifik dan unik dalam menjalankan
aktifitas sehari-hari, 3). Redudansi (bisa diprediksi) artinya adalah pilihan
individu untuk berhasil atau gagal dalam melakukan adaptasi. Redudansi
akan dipengaruhi oleh trauma, usia, penyakit.

Konservasi (conservation) merupakan hasil dari proses adaptasi, konservasi


menjaga kelangsungan sistem kehidupan. Individu akan terus menerus
berupaya menjaga kelangsungan kehidupan dengan melakukan adaptasi
dengan lingkungannya, individu secara otomatis akan menjaga energi supaya
tidak terbuang dalam menjaga inegritas. Proses penghematan energi tidak
dapat diamati dan diukur secara langsung tetapi dapat dilihat dari
menaifestasi klinis yang muncul, perubahan energi yang dapat dikelola dan
dikenali. Konservasi merupakan upaya mencapai keseimbangan antara energi
yang ada dan kebutuhan didalam menjalani kehidupan (Tommey & Alligood,
2010).

Levine membagi konservasi menjadi empat wilayah yaitu konservasi energi,


konservasi integritas personal, konservasi integritas struktural, konservasi
integritas sosial. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat bertujuan
untuk mencapai prinsip konservasi.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
17

1. Konservasi energi
Konservasi energi bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara input dan
output energi, pengeluaran energi yang berlebihan akan mengakibatkan
pasien mengalami kelelahan sehingga akan mengganggu proses
penyembuhan. Secara fisiologis manusia melakukan pembaruan energi
secara terus menerus untuk menjaga kehidupannya. Energi yang masuk
dalam tubuh manusia berupa kalori dan nutrisi, oksigenasi. Adanya
gangguan pada asupan manusia mmaka produksi energi akan terganggu
sehingga antara kebutuhan dan energi yang ada tidak seimbang.
2. Konservasi integritas personal
Konservasi integritas pada pasien dilakukan dengan memelihara harga diri,
identitas diri. Penghargaan pasien sebagai manusia sangat penting, kondisi
sakit akan menjadikan titik awal kecemasan pada pasien.
3. Konservasi integritas struktur
Pengobatan adalah proses membentuk kembali fungsi dan struktur secara
utuh. Konservasi struktur akan mencegah kerusakan fisik dan
meningkatkan proses penyembuhan.
4. Konservasi integritas sosial
Manusia merupakan mahluk sosial yang selalu melakukan interaksi
dengan manusia yang lain. Perawat dalam memberika asuhan keperawatan
mempunyai peran melibatkan anggota keluarga selama proses
penyembuhan, membantu kebutuhan religius, menggunakan hubungan
interpersonal untuk konservasi integritas sosial (Tomey & Alligood, 2010).

Model konservasi Levine berasumsi bahwa pasien adalah individu yang


membutuhkan bantuan dalam melakukan adaptasi dengan kondisi dan
lingkungannya. Perawat dengan keilmuan dan kemampuan yang dimiliki
mampu memberikan pelayanan (asuhan keperawatan) pada pasien. Dalam
proses pemberian asuhan keperawatan, perawat harus mampu mengumpulkan
data, menentukan masalah, menyusun rencana tindakan untuk mengatasi
masalah, melaksanakan rencana dan melakukan evaluasi.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
18

Proses keperawatan Model Konservasi Levine dapat dijelaskan sebagai


berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data dengan melihat langsung
kondisi pasien, membaca data, tanya jawab secara menyeluruh dengan
menggunakan prinsip konservasi. Dalam melakukan pengkajian perawat
akan mengamati perubahan-perubahan baik pada kondisi internal maupun
eksternal pasien. beberapa aspek yang dinilai oleh perawat adalah:
a. Konservasi energi: keseimbangan antara suplai dan kebutuhan energi.
b. Konservasi integritas struktur: sistem pertahanan tubuh
c. Konservasi integritas personal: perasaan tentang harga diri dan
kepribadian.
d. Konservasi integritas sosial: kemampuan seseorang untuk berpastisipasi
dalam sistem sosial.
2. Trophicognosis (masalah keperawatan)
Trophicognosis merupakan alternatif diagnosa keperawatan bukan sebagai
pengganti diagnosa keperawatan. Data yang terkumpul kemudian disusun
dan dilakukan analisa untuk menentukan kebutuuhan pasien dan
memnyusu intervensi. Keputusan yang diambil untuk menentukan
kebutuhan pasien disebut sebagai Trophicognosis.
3. Hypotheses
Berdasarkan keputusan yang telah diambil, perawat akan melakukan
validasi ke pasien tentang masalah mereka. Kemudian perawat akan
menyusun hipotesis dari masalah yang muncul, kemudian hpotesis itu akan
menjadi rencana keperawatan.
4. Intervensi
Hipotesis yang dibuat perawat akan dijadikan pedoman dalam memberikan
asuhan keperawatan. Intervensi yang dilakukan berdasarkan pada prinsip
konservasi. Tujuan pendekatan dengan menggunakan prinsip konservasi
adalah untuk menjaga keutuhan dan mempromosikan adaptasi.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
19

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian terhadap respon klien terhadap intervensi
yang sudah dilakukan. Evaluasi dilakukan dengan mengkaji respon pasien
apakah hipotesis mendukung atau tidak. Hasil evaluasi dapat berupa
suportif dalam bentuk kenyamanan. Jika hasil evaluasi menunjukkan
bahwa hipotesis ternyata tidak mendukung pemecahan masalah pasien,
maka hipotesis harus direvisi dan membuat hipotesis yang baru.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
20

Skema 2.1 Integrasi Model Konservasi Levine dalam Proses Keperawatan pada
Anak dengan Demam

Peningkatan suhu tubuh Infeksi

Model konservasi Levine Konservasi energi: Konservasi integritas personal


Proses keperawatan Suhu: 38,3 °C, Nadi 148x/menit, RR: 48x/ Pasien dan keluarga mengungkapkan
menit, anak gelisah, rewel, batuk. kekhawatiran kondisi anaknya, merasa
Pengkajian :
tisak mampu merawat anaknya.
· Konservasi energi Konservasi integritas struktur:
· Konservasi integritas struktur Anak tampak lemah, Leukosit: 19,2 Konservasi integritas struktur sosial:
· Konservasi integritas personal 10ˆ3µL, Pasien hanya berbaring ditempat tidur,
· Konservasi integritas struktur kurang berespon terhadap stimulus
sosial (panggilan)

Trophycognosis

Hipotesis Demam

Tepid Sponge Intervensi · Status kesehatan


· Pengalaman sakit
· Pengalaman prosedur
Proses adaptasi pengobatan
· Usia
· Jenis Penyakit

Respon Organismik

Konservasi energi Konservasi integritas struktur Konservasi integritas personal Konservasi integritas
· Suhu normal · Suplai energi mencukupi · Penghargaan sebagai struktur sosial
· Nadi normal · Energi yang terpakai sedikit manusia · Pertumbuhan dan
· Pernapasan normal · Perbaikan proses inflamasi · Percaya diri perkembangan baik
· Anak tenang · Proses penyembuhan · Kehawatiran dan cemas · Interaksi sosial baik
berkurang

Wholeness

Sumber: Tomey & Alligood 2010; James, Nelson, & Ashwill, 2013.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
21

2.4. Integrasi Model Konservasi Levine dan Konsep Keperawatan dalam


Proses Keperawatan Klien dengan Anak Demam
2.4.1. Riwayat Singkat
An. K (3 bulan) dengan diagnosa medis kasus pneumonia,
laringomalasia tipe 1, gizi buruk marasmus, dan paten duktus
arteriosus (PDA). Riwayat pasien sekarang: pasien dibawa ke IGD
karena panas (38,6 oC) dan sesak napas.
2.4.2. Pengkajian
a. Konservasi energi
1. Status Nutrisi dan Cairan
Klien minum ASI hanya sampai usia 2 bulan, setelah itu klien
mendapat susu formula, selama dirawat pasien mendapatkan
susu SGM gain 74 8x90 cc melalui NGT.
2. Eliminasi
Klien BAB dan BAK ditampung menggunakan pempers, BAB
warna kuning, konsistensi lembek. Pempers selalu ditimbang
setelah BAB/BAK dan sebelum dipakai. Diuresis tiap hari rata-
rata 1-1,5 ml/kg/jam
3. Istirahat dan Tidur
Pasien tidur dengan durasi sekitar 12-18 jam setiap hari, sering
terbangun akibat sesak napas.
4. Aktivitas Bermain
Selama sakit anak hanya bermain diatas tempat tidur, orang tua
mengajak bicara dan menyanyi anaknya, kadang orang tua
mengajak bermain dengan menggendong.
5. Kebersihan Diri
Pasien mandi 2 kali sehari dengan cara diseka diatas tempat
tidur. Kulit kuning bersih, rambut bersih.
b. Konservasi Integritas Struktural
1. Keadaan Umum
Kesadaran composmentis, menangis lemah.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
22

2. Tanda tanda vital


O
Nadi: 148 x/menit, frekuensi napas: 48 x/menit, suhu: 38,3 C,
saturasi oksigen: 97%
3. Antopometri
BB: 4,0 kg, PB: 54 cm, lingkar kepala 37,5 cm, LLA: 12 cm,
nilai Z-score: <-3
4. Pengkajian fisik
a) Kepala
Bentuk normocheplo, rambut hitam, persebaran tidak merata
dan bersih, sutura rata, fotanela datar.
b) Muka
Mata simetris, jarak interkantus <3 cm, strabismus tidak ada,
konjungtiva merah muda, sklera tidak ikterik, mata tidak
cekung, pupil isokor, bereaksi terhadap rangsang cahaya,
mampu mengikuti obyek, tidak ada edema periorbital.
Hidung terdapat septum nasal. Terdapat pernapasan cuping
hidung, terpasang NGT, terpasang nasal kanul 2,5 liter/menit.
Mukosa bibir lembab, tidak terdapat sianosis, tidak terdapat
laboispalatoskisis atau labioskisis, lidah bersih warna merah
muda, terdapat banyak lendir.
Telinga simetris, telinga sebelah kiri lebih kecil dibanding
telinga kanan.
c) Dada
Inspeksi: terdapat retraksi dinding dada, dada gambang tidak
ada, ictus cordis tidak tampak, tidak ada sianosis.
Perkusi: redup disebelah kanan
Palpasi: taktil fremitus lebih kuat di sebelah kiri, denyu nadi
teraba teratur.
Auskultasi: bunyi napas versikuler, terdengar suara ronkhi,
tidak ada wheezing. Bunyi jantung I dan II reguler, terdengar
murmur dan gallop.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
23

d) Abdomen
Inspeksi: peut datar, hepar dan lien tidak teraba
Auskultasi: bising usus 3-6x menit
Perkusi: timpani
Palpasi: hepar teraba 4 cm dibawah arcus costae dan 2 cm
dibawah prosesus xypoideus.
e) Genetalia dan Anus
Jenis kelamin perempuan, labio mayora dan labio minora
tidak ada kelainan, anus normal, tidak ada kemerahan dan lesi
di perianal.
f) Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah normal, terpasang stoper
ditangan kanan, teraba hangat, tidak ada deformitas ataupun
kelainan kongenital, tdak terdapat jari tabuh, tidak terdapat
sianosis, menggemgam kuat, belum dapat berjalan dan
merangkak, tidak ada spastik, CRT < 3 detik.
g) Integumen
Kulit teraba hangat, tidak terdapat sianosis, kulit kering,
kuning langsat.
c. Konservasi Integritas Personal
Saat masuk ruang rawat BB pasien 3,9 kg, pasien respon terhadap
stimulus, menangis tidak kuat, selama sakit pasien berbaring di
tempat tidur, terdapat batuk, pasien diasuh oleh ibunya. Orang tua
pasien yakin anaknya akan sembuh dan normal seperti anak yang
lain.
d. Konservasi Integritas Sosial
Selama asakit pasien ditemani oleh ibunya, anak berinteraksi
dengan ibunya, ketika diajak bercanda anak tersenyum, anak
mendapat kasih sayang yang baik dari keluarga dan lingkungan.
2.4.3. Trophicognosis (Masalah Keperawatan)
1. Inefektif bersihan jalan napas
2. Hipertermi

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
24

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


4. Cemas
5. Defesiensi pengetahuan
6. Resiko infeksi
7. Resiko pertumbuhan tidak proporsional

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
25

2.4.4. Hypotheses (Intervensi Keperawatan)


Penyususnan Hypotheses (intervensi keperawatan) dibuat dengan menggunakan model konservasi Levine yang terdiri atas
konservasi energi, konservasi inegritas personal, konservasi integritas struktur dan konservasi integritas personal. Hypotheses
disusun berdasarkan prioritas diagnosa yang diambil.

Tabel 2.1 Hypotheses pada Kasus Anak K.


No Trophicognosis Hypotheses
1. Inefektif bersihan jalan napas Tujuan
Setelah dilakukan tidakan keperawatan, pasien menunjukkan kebersihan jalan napas efektif
Kriteria hasil
 Bunyi napas normal
 Frekuensi napas dalam batas normal < 40 x menit
 Saturasi 94%-99%
 Tidak terdapat retraksi diiding dada
 Kolaborasi pemberian oksigen
Intervensi
Konservasi energi
 Monitor saturasi oksiegen
 Auskultasi suara tambahan
 Berikan perubahan posisi tiap 3 jam
Konservasi integritas personal
 Melakukan komunikasi terapeutik, memanggil nama pasien sebelum tindakan
Konservasi integritas struktur
 Monitor tanda-tanda vital
 Monitor status pernapasan
 Kolaborasi pemberian inhalasi nebuliser
 Kolaborasi pemberian oksigen
 Kolaborasi pemberian antibiotik
Konservasi integritas sosial
 Berikan informasi pada keluarga tentang kondisi pasien

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
26

No Trophicognosis Hypotheses
 Ajarkan perubahan posisi
 Ajarkan keluarga cara memberikan inhalasi yang benar
 Jelaskan pada keluarga tentang pentingnya oksigen pada pasien

2. Hipertermi Tujuan
Setelah dilakukan tidakan keperawatan, suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria hasil
 Suhu dalam batas normal (36,5 OC-37,5 OC)
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Pasien tenang
Intervensi
Konservasi energi
 Monitor saturasi suhu tubuh dan tanda-tanda vital tiap 3 jam
 Berikan tepid water sponging
Konservasi integritas personal
 Melakukan komunikasi terapeutik, memanggil nama pasien sebelum tindakan
Konservasi integritas struktur
 Monitor tanda-tanda vital
 Berikan cairan secara adekuat
 Cek tanggal pemasangan infus
 Kolaborasi pemberian antipiretik
 Berikan pakaian yang tipis menyerap keringat
 Atur suhu lingkungan
 Monitor input dan output cairan
Konservasi integritas sosial
 Berikan informasi pada keluarga tentang kondisi pasien
 Berikan informasi tentang pentingnya cairan pada pasien
 Ajarkan manajemen demam dengan tepid water sponging

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
27

No Trophicognosis Hypotheses
3. Ketidakseimbnagan nutrisi Tujuan
kurang dari kebutuhan Setelah dilakukan tidakan keperawatan, kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil
 Berat badan sesuai usia
 Mual muntah tidak ada
 Kulit normal
Konservasi energi
 Monitor mual muntah
Konservasi integritas personal
 Melakukan komunikasi terapeutik, memanggil nama pasien sebelum tindakan
 Monitor input dan output
 Kolaborasi pemberian nutrisi sesuai kebutuhan
Konservasi integritas struktur
 Monitor tanda-tanda vital
Konservasi integritas sosial
 Berikan informasi pada keluarga tentang kondisi pasien
 Ajarkan keluarga cara memberikan makan melalui NGT
 Jelaskan pada keluarga tentang pentingnya nutrisi pada pasien
 Ajarkan keluarga memberikan makan sesuai jadwal
 Anjurkan orang tua untuk memberikan makan sebelum melakukan inhalasi

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
28

2.4.5. Interventions (pelaksanaan)


Implementasi adalah pelaksanaan Hypotheses yang sudah disusun untuk mengatasi trophicognosis.

Tabel 2.2. Pelaksanaan pada Anak K


No Konservasi Hari 1 Hari 2 Hari 5 Hari 10
12 April 2014 13 April 2014 16 april 2016 22 april 2016
1. Konservasi  Memonitor tanda-tanda  Memonitor tanda-tanda  Memonitor tanda-tanda  Memonitor tanda-tanda
energi vital (RR: 48 x/menit, N: vital (RR: 42 x/menit, N: vital (RR: 32 x/menit, N: vital (RR: 30 x/menit, N:
148 x/menit, suhu 38,4 OC 140 x/menit, suhu 38,1 OC 124 x/menit, suhu 37,1 OC 128 x/menit, suhu 37,3
 Memonitor saturasi  Memonitor saturasi  Memonitor saturasi O
C
oksigen (97%) oksigen (98%) oksigen (97%)  Memonitor saturasi
 Monitor penggunaan otot  Memonitor penggunaan  Memonitor bunyi napas oksigen (97%)
pernapasan tambahan otot pernapasan tambahan tambahan  Menimbang berat badan
 Menimbang berat badan  Menimbang berat badan  Menimbang berat badan BB 4,2 kg
BB 4,0 kg BB 4,0 kg BB 4,2 kg  Memonitor muntah
 Memonitor muntah  Memonitor muntah  Memonitor muntah  Mengganti NGT
 Memberikan susu formula  Memberikan susu formula  Memberikan susu formula  Memberikan susu
1 x 90 ml melalui NGT 1 x 90 ml melalui NGT 1 x 100 ml melalui NGT formula 1 x 120 ml
 Memberikan oksigen nasal  memonitor oksigen nasal  memonitor oksigen nasal melalui NGT
kanul 2,5 liter/menit kanul 2,5 liter/menit kanul 2 liter/menit  memonitor oksigen nasal
 Memberikan posisi miring  Memberikan posisi miring  Memberikan poisi pronasi kanul 2 liter/menit
ke kiri ke kanan  Memberikan posisi
miring kiri
2. Konervasi  Memanggil nama pasien  Memanggil nama pasien  Memanggil nama pasien  Memanggil nama pasien
integritas sebelum melakukan sebelum melakukan sebelum melakukan sebelum melakukan
personal tindakan tindakan tindakan tindakan
 Melakukan komunikasi  Melakukan komunikasi  Melakukan komunikasi  Melakukan komunikasi
terpeutik dengan orang tua terpeutik dengan orang tua terpeutik dengan orang tua terpeutik dengan orang
pasien pasien pasien tua pasien
3. Konservasi  Memberikan inhalasi  Memberikan inhalasi  Memberikan inhalasi  Memberikan inhalasi
integritas nebuliser ventolin 1 nebuliser ventolin 1 nebuliser ventolin 1 nebuliser ventolin 1
struktur repul+3 ml NaCl 0,9% repul+3 ml NaCl 0,9% repul+3 ml NaCl 0,9% repul+3 ml NaCl 0,9%

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
29

No Konservasi Hari 1 Hari 2 Hari 5 Hari 10


12 April 2014 13 April 2014 16 april 2016 22 april 2016

 Memberikan obat  Memberikan obat


paracetamol 40 mg IV paracetamol 40 mg IV

4. Konservasi  Mengajarkan ibu untuk  Mengajarkan ibu untuk  Memotivasi ibu untuk  Memotivasi ibu untuk
integritas sosial melakukan tepid water melakukan tepid water memberikan makan tepat memberikan makan tepat
sponging sponging waktu waktu
 Mengajarkan ibu untuk  Mengajarkan ibu untuk  Mengajarkan ibu fisioterapi
memberikan inhalasi memberikan posisi pronasi dada
nebuliser  Mengajarkan ibu untuk
 Mengajarkan ibu untuk mencatat input dan output
merubah posisi tiap 3 jam cairan
 Mengajrkan ibu untuk
mencatat input dan output
cairan

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
30

2.4.6. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan untuk mengobservasi hasil implementasi yang sudah dilakukan, dalam model konservasi Levine,
evaluasi disebut juga sebagai respon organismik.

Tabel 2.3. Evaluasi Asuhan Keperawatan Anak K.


Respon Organismik Respon Organismik Respon Organismik Respon Organismik
12 April 2014 13 April 2014 16 april 2016 22 april 2016
Subyektif: Subyektif: Subyektif: Subyektif:
Ibu pasien mengatakan anaknya Ibu pasien mengatakan anaknya masih Ibu pasien mengatakan anaknya tidak Ibu pasien mengatakan anaknya tidak
masih demam, tetapi setelah demam. Muntah tidak ada, masih ada panas, muntah tidak ada, sesak tidak panas, muntah tidak ada, sesak tidak
dilakukan tepid water sponging sesak, masih banyak lendir yang keluar ada, berat badannya naik, anaknya ada, berat badannya naik, anaknya
panasnya turun. Muntah tidak ada, lewat mulut, anaknya masih rewel, tidur dengan tenang. tidur dengan tenang.
masih ada sesak, masih banyak lendir BAB dan BAK tidak ada masalah.
yang keluar lewat mulut, anaknya Objektif: Objektif:
masih rewel, BAB dan BAK tidak Objektif: Konservasi Energi Konservasi Energi
ada masalah. Konservasi Energi Pemberian nutrisi melalui NGT 100 Pemberian nutrisi melalui NGT 120
Pemberian nutrisi melalui NGT 90 ml, ml, BB: 4,2 kg. muntah tidak ada, ml, BB: 4,2 kg. muntah tidak ada,
Objektif: muntah tidak ada, nasal kanul nasal kanul terpasang dengan oksigen nasal kanul terpasang dengan oksigen
Konservasi Energi terpasang dengan oksigen 2,5 2 liter/menit, pasien pronasi. 2 liter/menit, pasien posisi miring kiri.
Pemberian nutrisi melalui NGT 90 liter/menit, pasien posisi miring ke
ml, muntah tidak ada, nasal kanul kanan diganjal bantal. Konservasi Integritas Personal Konservasi Integritas Personal
terpasang dengan oksigen 2,5 Pasien menoleh ketika dipanggil Pasien menoleh ketika dipanggil
liter/menit, pasien posisi miring kiri Konservasi Integritas Personal namanya, ibu pasien kooperatif. namanya, ibu pasien kooperatif.
diganjal bantal. Pasien menoleh ketika dipanggil
namanya, ibu pasien kooperatif, ibu Konservasi Integritas Struktur Konservasi Integritas Struktur
Konservasi Integritas Personal dan mengikuti prosedur oengobatan Inhalasi selesai,muntah tidak ada, Inhalasi selesai,muntah tidak ada,
Pasien menoleh ketika dipanggil yang didapatkan pasien. reflek batuk ada, setelah difisioterapi reflek batuk ada, setelah difisioterapi
namanya, ibu pasien kooperatif. dada sputum keluar. dada sputum keluar.
Konservasi Integritas Struktur Konservasi Integritas Struktur
Obat paracetamol masuk melalui Obat paracetamol masuk melalui Konservasi Integritas Sosial Konservasi Integritas Sosial
intravena, reaksi alergi tidak ada. intravena, reaksi alergi tidak ada. Ibu memberikan makan tepat waktu Ibu memberikan makan tepat waktu
inhalasi selesai, muntah tidak ada, inhalasi selesai, muntah tidak sesuai jadwal, ibu bisa melakukan sesuai jadwal.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
31

Respon Organismik Respon Organismik Respon Organismik Respon Organismik


12 April 2014 13 April 2014 16 april 2016 22 april 2016
setelah difisioterapi dada sputum Konservasi Integritas Sosial fisioterapi dada pada anaknya.
keluar. Ibu bisa melakukan kompres dengan
menggunakan metode tepid water
Konservasi Integritas Sosial sponging, ibu mampu melakukan
Ibu bisa melakukan kompres dengan pemberian posisi miring kanan di
menggunakan metode tepid water tempat tidur, ibu mencatat setiap
sponging, ibu bisa melakukan memberikan makan dan mengganti
inhalasi nebuliser, ibu mencatat pempers.
setiap memberikan makan dan
mengganti pempers.
Analisa Analisa Analisa Analisa
1. Ketidakseimbangan nutrisi 1. Ketidakseimbangan nutrisi 1. Ketidakseimbangan nutrisi 1. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan kurang dari kebutuhan kurang dari kebutuhan kurang dari kebutuhan
2. Resiko infeksi 2. Resiko infeksi 2. Resiko infeksi 2. Resiko infeksi
Planning Planning Planning Planning
Lanjutkan sesuai care plann Lanjutkan sesuai care plann Lanjutkan sesuai care plann Lanjutkan sesuai care plann

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI

Bab 3 akan membahas mengenai kompetensi Ners Spesialis Keperawatan Anak


dan pencapaian kompetensi yang dilaksanakan selama praktik Residensi
Keperawatan Anak di rumah sakit sesuai dengan kompetensi yang dipilih. Mata
ajar yang di lewati adalah praktik klinik keperawatan anak lanjut II dan III.
Pelaksanaan residensi dibagi menjadi 2 tahapan yaitu residensi 1 yang
dilaksanakan selama 16 minggu yang terbagi menjadi 3 tempat yaitu ruang bedah
anak, ruang perinatalogi, ruang infeksi. Praktik residensi 1 berfokus pada
pengelolaan pasien dengan penyakit akut dan kegawatan. Praktik residensi II
dilaksanakan selama 11 minggu diruang infeksi dengan mengelola pasien dengan
gangguan termoregulasi dan melakukan asuhan keperawatan dengan pendekatan
model konservasi Levine. Pelaksanan praktik residensi I dan II dilakukan mulai
tanggal 15 September 2015 sampai 29 april 2016. Rumah Sakit yang digunakan
adalah RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RSAB Harapan Kita, RSUP Fatmawati
dan RSUP Persahabatan Jakarta.

3.1 Pencapaian Komptensi Sesuai Area Pembelajaran


3.1.1. Ruang Bedah Anak
a. Waktu dan Tempat
Praktik residensi I stase bedah dilaksanakan pada tanggal 7
September 2015 sampai 16 Oktober 2016 di ruang rawat bedah anak
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
b. Kasus Kelolaan
Residen mengelola pasien bedah anak dengan penyakit akut. Kasus
yang dikelola sesuai kontrak belajar adalah atresia ani on colostomy
post op posterio sagital ano retroplasty (PSARP), Morbus
Hirscprung, arteri vena malformation (AVM) on tracheostomi serta
kasus bedah anak lain yang tidak dilaporkan dalam laporan asuhan
keperawatan seperti fraktur femur post OREF, hipospadia, labioskiziz.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
33

c. Capaian Kompetensi
Selain kasus kelolaan, kompetensi lain yang dicapai oleh residen
selama di ruang rawat bedah anak adalah membuat jurnal reflektif,
presentasi kasus kelolaan arteri vena malformation (AVM) on
tracheostomi, pengelolaan keluarga dan pasien saat sebelum operasi
dan setelah operasi, manajemen nyeri.

3.1.2. Ruang Perinatalogi


a. Waktu dan Tempat
Residensi stase perinatalogi dilakukan mulai tanggal 19 Oktober
sampai 13 November 2015di ruang perinatalogi RS Fatmawati
Jakarta.
b. Kasus Kelolaan
Selama praktik di ruang perinatalogi residen mengambil kasus
respiration distress syndrome (RDS), hiperbilirubinemia, asfiksia dan
bayi berat lahir rendah (BBLR)
c. Capaian Kompetensi
Kompetensi yang dicapai di ruang perinatologi meliputi: mampu
memberikan asuhan keperawatan pada neonatus sakit maupun
neonatus sehat. Kompetensi terkait tindakan keperawatan yang dicapai
adalah perawatan bayi normal, bayi dengan berat badan lahir rendah,
penilaian usia kehamilan, resusitasi bayi, stabilitas kondisi bayi,
manajemen laktasi, pemantauan sitem kardio dan sistem respirasi,
pemantauan hemodinamik, pemberian imunisasi, pemberian obat
obatan baik enteral, parenteral maupun topikal. Kompetensi lain
adalah pemberian pendidikan kesehatan, persiapan perencanaan
pulang, pencegahan infeksi. Di ruang perinatalogi residen juga
melakukan kegiatan inovasi berupa peningkatan kesiapan dan
kemampuan ibu merawat bayi dengan menggunakan media lembar
balik, audio dan vidio. Semua target kompetensi yang disusun diawal
praktik tercapai semua.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
34

3.1.3. Ruang Infeksi


a. Waktu dan Tempat
Praktik residensi di ruang infeksi dilakukan selama dua kali yaitu pada
waktu residensi I yang dilaksanakan di RS Persahabatan Jakarta pada
tanggal 30 november 2015 sampai 8 januari 2016. Praktik residensi II
di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dan RSAB
Harapan Kita Jakarta. Pelaksanaan pada tanggal sampai 15 februari
sampai 25 maret 2016 dan tanggal 28 Maret sampai 29 april 2016.
b. Kasus Kelolaan
Kasus kelolaan yang dijadikan sebagai kasus utama adalah pasien
dengan diagnosa medis pneumonia, laringomalasia tipe 1, gizi buruk
marasmus, dan paten duktus arteriosus (PDA). Residen melakukan
pengeloaan pasien pneumonia dan bronkopneumonia, HIV, Diare,
meningitis. Pada praktik residensi II, residen mengelola pasien
berdasarkan kamar, setiap kamar berisi 6 pasien, rotasi perpindahan
kamar dilaksanakan setiap 2 minggu
c. Capaian Kompetensi
Kompetensi yang dicapai di ruang infeksi pada residesi I adalah
merawat anak dengan penyakit infeksi baik akut maupun kronik.
Kasus yang di ambil pada residensi I di ruang infeksi adalah TB paru,
Dengue haemoragic fever (DHF) dan typoid. Selain kasus tersebut
residen juga melakukan pemeberian asuhan keperawatan anak dengan
penyakit infeksi antara lain diare, HIV, tiphoyd, morbili, meningitis,
pneumonia, kejang demam, meningitis. Praktik residensi II residen
melakukan pengeloaan kasus berdasarkan kebutuhan termoregulasi
dan melakukan aplikasi teori keperawatan yang telah dipilih.
Kompetensi lain adalah melakukan implementasi EBN yang
dilaksanakan di ruang infeksi RSAB Harapan Kita.

3.2 Pencapaian Kompetensi Berdasar Peran Ners Spesialis Anak


Peran perawat klinis spesialis merupakan peran perawatt ahli dengan
keahlian dalam bidang praktik spesialisasi tertentu seperti bedah, kanker,

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
35

kardio-respirasi atau bidang spesifik tertentu seperti keperawatan pediatrik.


Perawat memiliki fungsi sebagai ahli, pendidik, manajer kasus, konsultan,
peneliti untuk menyusun rencana dalam rangka memperbaiki kualitas
asuhan keperawatan bagi pasien dan keluarganya (Potter & Perry, 2010).

3.2.1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan


Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan dengan melakukan
proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Proses
pengkajian merupakan tahapan yang sagat penting, karena dari data hasil
pengkajian inilah perawat bisa membuat keputusan yang tepat. Setelah
ditentukan keputusan berdasarkan data, maka perawat akan menyusun
intervesi yang akan diberikan kemudian dilakukan evaluasi. Pemberian
asuhan keperawatan dilakukan secara holistik dengan memperhatikan
kebutuhan dasar manusia.

Pasien anak sangat berbeda dengan pasien dewasa, selain mengatasi


masalah yang muncul, perawat spesialis anak harus memperhatiakn
tumbuh kembang anak selama menjalani perawatan di rumah sakit. Dalam
memberikan asuhan keperawatan, perawat spesialis anak berpedoman pada
prinsip tumbuh kembang, atraumatic care, berfokus pada keluarga.
Residen melakukan peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan
mengelola secara langsung pasien anak dengan memperhatikan prinsip
perawatan anak dan selalu melibatkan keluarga disetiap prosedur yang
didapatkan pasien selama menjalani rawat inap. Selama melaksanakan
paraktik di ruang infeksi, residen memberikan asuhan keperawatan pada
pasien yang mengalami masalah peningkatan suhu tubuh dengan
memberikan kompres. Memberikan terapi cairan, bahkan terkadang
melakukan pemasangan infus pada pasien, memantau status cairan.

Asuhan keperawatan di ruang bedah dilakukan mulai pengkajian hingga


evaluasi. Residen juga melakukan perawatan luka, perawatan kateter,
melakukan suction, pengambilan darah vena, arteri, manajemen nyeri. Di

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
36

ruang perinatalogi residen memberikan asuhan keperawatan pada neonatus


secara langsung, melakukan tindakan langsung baik pada pasien maupun
orang tua. Tindakan pada pasien seperti memonitor tanda-tanda vital,
pemberian nutrisi baik melalui OGT maupun botol, memberikan
perubahan posisi, menerapkan prinsip touching time, pemberian imunisasi.

Pencapaian kompetensi terkait gangguan kebutuhan termoregulasi pada


anak sakit akibat infeksi dilakukan dengan menggunakan pendekatan
model keperawatan Levine. Kasus yang diambil sebanyak 5 kasus terpilih
dengan gangguan termoregulasi. Residen memberikan asuhan keperawatan
mulai dari pengkajian, menentukan trophicognosis, menyusun hipotesis,
melaksanakan intervensi dan evaluasi (respon organismik).

3.2.2. Peran Sebagai Pendidik


Peran pendidik dilakukan dengan memberikan edukasi pada pasien dan
keluarga dengan tujuan meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga
sehingga terjadi perubahan perilaku, pengetahuan yang diberikan meliputi
kondisi pasien, gejala penyakit, prosedur tindakan yang dijalani selama
perawatan dan perawatan dirumah. Untuk mejadi seorang pendidik
perawat harus memiliki kemampuan komunikasi dan penguasaan
pengetahuan, mampu memanfaatkan media.

Selama menjalani praktik residensi ners spesialis, residen selalu


menjalankan fungsi sebagai pendidik sesuai dengan komptensi dan UU no
38 tahun 2014. Residen juga menjadi perseptor bagi mahasiswa D III dan
mahasiswa profesi ners generalis yang sedang menjalani praktik di
ruangan. Selain itu, di ruang perinatalogi RSAB Harapan Kita residen
melakukan proyek inovasi dengan memberikan pendidikan kesehatan
menggunakan media lembar balik, audio, video kepada orang tua pasien,
perawat ruangan. Di ruang infeksi residen mengajarkan teknik tepid water
sponging untuk mengatasi demam kepada perawat ruangan dan perwakilan

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
37

dari ruangan lain dalam bentuk seminar. Untuk proyek inovasi dan
aplikais EBN akan dibahas disub bab sendiri.

3.2.3. Peran Sebagai Pembela


Peran sebagai pembela yaitu melakukan perlindungan hak pasien. perawat
akan memeberikan informasi yang benar dan jelas kepada keluarga dan
pasien, informasi yang diberikan akan membantu pasien atau keluraga
mengambil keputusan (Kozier, 2011).

Ketika menjalankan praktik residensi di ruang infeksi RSCM terdapat


orang tua pasien yang bertanya tentang tindakan bronkoskopi yang akan
dijalani oleh anaknya, ibu pasien tidak berani bertanya pada dokter karena
takut dan melihat dokter sibuk. Berdasarkan peran residen sebagai
pembela, maka residen menemui dokter yang merawat pasien dan
menyampaikan apa yang apa yang menjadi permasalahan orang tua pasien.
Dokter menjelaskan tindakan bronkoskopi yang akan dijalani anaknya,
selama dokter menjelaskan residen mendampingi orang tua pasien. Selama
dokter menjelaskan, residen memotivasi ibu untu menanyakan hal yang
belum diketahui terkait tindakan yang akan dijalani anaknya, setelah
diberikan penjelasan ibu tampak tenang. Peran sebagai pembela bertujuan
untuk melindungi pasien dan keluarga dari kemungkinan kecelakaan,
trauma, memberikan rasa aman nyaman kepada keluarga dan pasien
selama menjalani pengobatan di rumah sakit. Selain itu, fungsi sebagai
pembela adalah membantu keluarga dalam mengambil keputusan selama
di rumah sakit.

3.2.4. Peran Sebagai Peneliti


Peran perawat spesialis sebagai peneliti adalah mencari fenomena terkait
asuhan keperawatan dan malakukan penelitan untuk mencari solusi
terhadap permasalahan yang ditemukan. Selain menemukan fenomena
terkait asuhan keperawatan, residen melakukan aplikasi hasil penelitian
dan memberikan asuhan keperawatan berdasarkan hasil penelitian

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
38

(evidenece based nursing). Terkait peran sebagai peneliti, residen


melakukan aplikasi hasil penelitian Comparative Effetiveness Of Tepid
water sponging And Antipyretic Drug Versus Only Antipyretic Drug In The
Management Of Fever Among Children: A Randomized Controlled Trial

3.2.5. Peran Sebagai Pembaharu


Peran lain yang dijalani residen selama praktik adalah sebagai pembaharu.
Peran ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada
klien dan keluarga. Peran sebagai inovator dilaksanakan selama residensi I
dan rsidensi II. Peran sebagai pembaharu praktik residensi I dilakukan
dengan melakukan pelaksanaan proyek inovasi di ruang perinatalogi
RSAB Harapan Kita. Proyek inovasi dilaksanakan berdasarkan pengkajian
yang dilakukan di ruang perinatalogi, berdasarkan pengkajian residen
menemukan permasalahan berkaitan dengan kegiatan edukasi. banyak
orang tua yang tidak tahu cara merawatan anaknya ketika pulang ke rumah
dan ketika memberikan pendidikan kesehatan perawat tidak menggunakan
media. Terkait fenomena yang ditemukan residen melakukan kegiatan
inovasi dengan judul “Pemanfaatan Media Sebagai Upaya Optimalisasi
Pendidikan Kesehatan Pada Keluarga Pasien Di Ruang Perina RSUP
Fatmawati”. Praktik residensi II di Ruang gambir RSAB Harapan kita,
residen melakukan proyek inovasi berdasarkan evidence based nursing
dengan judul Comparative Effectiveness of Tepid water sponging and
Antipyretic Drug Versus Only Antipyretic Drug in the Management of Fever
Among Children: A Randomized Controlled Trial. Pada praktik residensi II,
residen melakukan pengelolaan kasus yang akan dijadikan kelolaan pada
kasus karya ilmiah akhir.

3.2.6. Peran Sebagai Pemimpin


Peran perawat sebagai pemimpin bertujuan untuk melakukan peran
manajerial dengan cara mempengaruhi orang lain untuk bekerjasama
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proyek inovasi yang
dilakukan selama residensi bertujuan untuk melakukan perubahan asuhan

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
39

keperawatan yang lebih baik. Proyek inovasi juga sebagai sarana untuk
menjalankan peran sebagai pemimpin. Selama pelaksanaan proyek
inovasi, residen mengajak perawat ruangan untuk melakukan tindakan
perubahan di ruangan. Tema proyek inovasi dilaksanakan berdasarkan
ahisl pengkajian di ruangan, setelah mendapatkan data pengkajian, residen
menentukan maslaah dan membuat prioritas yang harus di atasi. Setelah
mendapatkan masalah utama, residen melakukan pemaparan masalah dan
menyusun tindakan untuk mengatasi permasalahan yang muncul. Bersama
perawat ruangan, residen bersama-sama melaksanakan program inovasi
untu mengatasi masalah, kemudian dilakukan evaluasi keberhasilan
program yang sudah dilaksanakan.

3.3 Implementasi Evidence Based Nursing Practice

Peran sebagai pembaharu dilaksanakan dengan dengan melakukan


penerapan hasil penelitian untuk mengatasi masalah yang muncul. Selain
itu, aplikasi hasil penelitian dilakukan untuk memberikan asuhan
keperawatan berdasarkan hasil penelitian. Hasil penelitian yang
diimplimentasikan dalam penelitian ini adalah Comparative Effetiveness Of
Tepid water sponging And Antipyretic Drug Versus Only Antipyretic Drug In
The Management Of Fever Among Children: A Randomized Controlled Trial
(perbandingan efektivitas kombinasi tepid water sponging dan antipiretik
versus hanya antipiretik dalam mengelola anak dengan demam).

a. Perencanaan (Plan)
Tahap perencanaan pada pelaksanaan proyek inovasi apliaksi EBN
diawali dengan mencari fenomena di ruangan, pengkajian dan
pengumpulan data. Pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab
kepada orag tua pasien yang anaknya mengalami panas dengan topik
penanganan panas pada anak. focus group discussion juga dilakukan
dengan perawat ruangan sehingga informasi yang dihimpun menjadi
lebih lengkap. Selanjutnya residen menentukan masalah utama yang
terdapat diruangan. Setelah itu, residen melakukan pencarian literatur dan

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
40

membuat buat proposal pelaksanaan inovasi diruangan. Setelah proposal


tersusun, residen melakukan presentasi di depan perawat ruangan dan
pihak manajemen RSAB Harapan Kita.
b. Pelaksanaan (Do)
Implementasi jurnal yang telah terpilih dilakukan selama 2 minggu
dengan melibatkan 14 pasien, yang terdiri dari 7 pasien intervensi dan 7
pasien kontrol.
c. Analisis (Study)
Hasil dari implementasi EBN menunjukkan bahwa kombinasi antara tepid
water sponging dengan paracetamol lebih cepat menurunkan panas
dibandingkan hanya mendapat paracetamol, saja, rata-rata suhu mencapai
normal pada menit ke 30-60. Penurunan panas pada pasien yang hanya
mendapat paracetamol lebih lambat, rata-rata suhu mencapai normal pada
menit ke 90-120. Ketidaknyamanan akibat terapi Kombinasi antara tepid
water sponging dengan paracetamol hanya sampai pada rentang ringan,
pada pasien lain tidak ditemukan ketidaknyamanan. Hasil implementasi
sesuai dengan jurnal yang diaplikasikan.
d. Tindak Lanjut (Act)
Melakukan kontrak dengan perawat ruangan dan pengambil kebijakan
untuk menjadikan tepid water sponging sebagai salah satu tiindakan
mandiri perawat dalam mengatasi masalah peningkatan suhu pada anak.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
BAB 4
PEMBAHASAN

Bab ini akan menjelaskan tentang aplikasi penerapan model konservasi Levine
dalam asuhan keperawatan gangguan termoregulasi pada anak dengan penyakit
infeksi dan praktik ners spesialis keperawatan anak dalam pencapaian target
kompetensi.

4.1 Penerapan Model Konservasi Levine Pada Asuhan Keperawatan Anak


Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Termoregulasi
4.1.1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan berdasarkan teori keperawatan model konservasi
Levine. Pengkajian dilakukan komprehensif dengan menggunakan model
konservasi Levine yang meliputi konservasi energi, konservasi integritas
struktur, konservasi intergritas personal dan konservasi integritas sosial.
Kasus yang dikelola adalah anak dengan gangguan kebutuhan
termoregulasi demam akibat infeksi. Pada kasus utama, diagnosa medis
adalah pneumonia. Panas dan batuk pada pasien akan menyebabkan
meningkatnya konsumsi energi untuk proses adaptasi dan penyembuhan.
Selain itu panas yang muncul meningkatkan laju metabolisme. Hasil
pengkajian pada 5 kasus kelolaan, semua pasien mengalami masalah
demam dengan suhu diatas 38 OC pada pengukuran aksila.

Kasus kelolaan yang diambil, 3 kasus (An. K, An. A dan An. S)


mengalami infeksi pada saluran pernapasaan yaitu pneumonia, sedangkan
pada kasus An. F diagnosa medisnya adalah DHF dan pada An. P dengan
masalah sitem pencernaan. Pada An. K, An. A, An. F trhopicognosis
teratasi, pada An. P masalah demam teratasi tetapi diare belum teratasi.
Pasien An. S. meninggal dunia. Pada An. K selain mengalami masalah
pada sistem pernapasan, pasien juga memiliki kelainan kongenital yaitu
laringomalasia tipe 1 dan PDA. Pasien An. A juga mengalami masalah
pada imunologi dan nutrisi yaitu infeksi HIV dan gizi buruk marasmus.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
42

Selain pneumonia, An. S mendapatkan diagnosa meningitis dan multiple


congenital anomal. Pada An. P. Selain diare, juga memiliki riwayat CP
spastik.

Hasil pengkajian pada kelima kasus kelolaan menunjukkan manifestasi


yang sama berupa peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh terjadi
akibat adanya infeksi mikroorganisme dan virus yang masuk kedalam
tubuh. Akibat infeksi tersebut, sistem kekebalan tubuh mengalami
masalah. Hasil pemeriksaan laboratorium pada kelima kasus menunjukkan
adanya peningkatan leukosit, Laju Endap Darah (LED), dan prokalsitonin.
Sistem kekebalan tubuh dikontrol oleh leukosit (sel darah putih), sel darah
putih berfungsi melindungi tubuh dari infeksi dan membantu
penyembuhan. Sistem kekebalan tubuh mencakup sitem spesifik dan
bawaan (innate), sitem spesifik melibatkan pengaktifan sel B dan sel T
yang mampu merespon secara cepat dan spesifik. Pada sitem bawaan yang
merespon adanya infeksi adalah neutrofil, basofil, eosinofil, monosit dan
makrofag. Respon peradangan dirangsang setelah terjadi infeksi dengan
mengalirkans el darah putih ke daerah yang terinfeksi untuk membatasi
kerusakan dan meningkatkan penyembuhan (Corwin, 2008). Tubuh
merupakan satu kesatuan (holism) dimana jika terjadi gangguan pada salah
satu sistem tubuh maka sitem yang lain akan melakukan upaya untuk
menyeimbangkan (Tomey & Alligood, 2006).

Demam meruapakan masalah serius yang harus diatasi, komplikasi akibat


panas dapat mengakibatkan ketidaknyamanan bahkan kematian, salah satu
komplikasi akibat adanya demam adalah kejang (Fetveit, 2007). Monitor
suhu harus dilakukan secara kontinyu sehingga komplikasi akibat demam
dapat dicegah. Pengukuran suhu pada anak kurang dari 4 minggu
dilakukan dengan menggunakan termometer infra merah. Pengukuran
menggunakan termometer inframerah membuat anak lebih nyaman karena
pengukuran tidak dilakukan dengan kontak langsung ke kulit pasien, dan
waktu lebih cepat. Pada anak usia lebih dari 4 minggu pengukuran dapat

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
43

mengunakan termometer digital dan termometer inframerah, lokasi


pegukuran suhu di dahi, telinga, aksila dan anal (Chiappini et al, 2009).
Pengukuran suhu dilakukan secara kontinyu, dilakukan sebelum dan
sesudah mendapat terapi farmakologi dan terpai non farmakologi. Di ruang
infeksi setiap pasien sudah memiliki termometer digital aksila, residen
juga mengajarkan cara melakukan pegukuran suhu kepada orang tua
pasien.

Pengukuran suhu dapat dilakukan di oral, rektal, aksila, dahi dan kulit.
Daerah timpani memiliki suplai darah arteri yang sama dengna
hipotalamus, sehingga suhu timpani masuk dalam kategori suhu inti.
Lokasi pengukuran yang memberikan hasil mendekati suhu inti berada di
rektal, suhu rektal mendekati suhu inti dibandingkan pemeriksaan di lokasi
lain. Tetapi pengukuran suhu melalui rektal harus lebih dipertimbangkan
karena jika dilakukan terlalu sering akan mengakibatkan gangguan pada
daerah rektal (Hockenberry & Wilson, 2009). Pada anak yang kurang
kooperatif pengukuran suhu melalui rektal sulit dilakukan, semua kasus
kelolaan dilakukan pengukuran suhu menggunakan termometr digital dan
dilakukan di aksila. Pengkajian tentang riwayat kesehatan dilakukan secara
mendalam terutama pada pasien yang mengalam riwayat kejang, pasien
dengan multiple diagnosis. Selain pada pasien pengkajian juga dilakukan
pada orang tua mengenai pengetahuan dan kemampuan orang tua jika anak
mengalami demam.

4.1.2. Trophicognosis
Trophicognosis bukan sebagai pengganti diagnosa keperawatan tetapi
merupakan alternatif lain dalam menegakkan masalah keperawatan yang
muncul pada pasien (Tomey & Alligood, 2010). Trophicognosis disusun
berdasarkan hasil pengkajian dan manifestasi klinis yang ditemukan pada
pasien. Trophicognosis utama yang muncul pada anak ganguan infeksi
adalah peningkatan suhu tubuh. Selain penngkatan suhu tubuh,
Trophicognosis lain bisa muncul tergantung data yang dikumpulkan saat

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
44

pengkajian. Trophicognosis yang sudah disusun akan dilakukan


pembuatan prioritas.

Trophicognosis peningkatan suhu tubuh terjadi pada semua pasien


kelolaan. Pada An. K (kasus utama), pasien mengalami peningkatan suhu
O
tubuh dengan suhu aksila 38,6 C. Demam pada An. K berlangsung
selama satu minggu, selain demam An. A mengalami masalah inefektif
bersihan jalan napas, hal ini karena akibat produksi sekret yang berlebihan
dan ditambah adanya kelainan pada laring. Pada tabel dibawah dapat
dilihat trophicognosis yang muncul pada apsien yang terpilih, selain
hipertermi terdapat trophicognosis lain yang mencul selama pasien
menjalani perawatan.

Tabel 4.1 Trophicognosis Pada Kasus Terpilih


No Pasien Trophicognosis
1. An. K 1. Inefektif bersihan jalan anpas
2. Hipertermi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Cemas
5. Resiko infeksi
2. An. S 1. Inefektif bersihan jalan anpas
2. Hipertermi
3. Gangguan perfusi jaringan serebral
4. Cemas
3. An. F 1. Hipertermi
2. Cemas
3. Resiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Resiko infeksi
4. An. A 1. Inefektif bersihan jalan anpas
2. Hipertermi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Cemas
5. Resiko infeksi
5. An. P 1. Hipertermi
2. Kekurangan volume cairan
3. Resiko ketikseimbnagan elektrolit

4.1.3. Hipotesis
Hipotesis disusun berdasarkan Trophicognosis yang sudah diputuskan
sebelumnya. Sebelum menyusun hipotesi, perawat melakukan validasi
pada kondisi pasien. validasi dilakukan untuk menhindari kesalahan

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
45

penyusuan Trophicognosis. Hipotsis yang disusun bertujuan untuk


membantu pasien dalam mencapai kesimbangan dan proses adaptasi.

Berikut adalah hipotesis yang disusun oleh residen untuk mengatasi


Trophicognosis peningkatan suhu pada kasus utama:
a. Monitor suhu tubuh
b. Berikan kompres hangat dengan teknik tepid water sponging
c. Atur suhu lingkungan, anjurkan orang tua memberikan pakaian yang
tipis.
d. Berikan hidrasi adekuat
e. Kolaborasi medis pemberian antipiretik, kolaborasi dengan nutrisionis
f. Berikan informasi tentang kodisi pasien
g. Berikan pendidikan kesehatan pada orang tua

4.1.4. Intervensi
Pelaksanaan intervensi berdasarkan prinsip konservasi yang meliputi
konservasi energi, konservasi integritas struktural, konservasi integrtas
personal dan konservasi integritas sosial. Intervensi bertujuan menjaga
keutuhan, mempertahanka sosial dan mempromosikan adaptasi (Alligood
& Tomey, 2006).

Peningkatan suhu tubuh merupakan masalah yang serius yang sering


dialami oleh anak-anak, peningkatan suhu yang tiddak tertangani denngan
baik dan segera akan mengakibatkan komplikasi yang dapat mengakibatan
masalah kesehatan bahkan kematian (Arica, Arica, Onur, Gulbayzar, Dag
& Obut, 2011).

Intervensi pada konservasi energi akan membantu mencegah kehilangan


energi yang berlebihan dan mempercepat penyembuhan, pada konservasi
integritas sosial, keluarga dipersiapkan dan dilatih untuk mampu
membantu pasie dalam melakukan adaptasi. Konservasi integritas struktur
dengan melakukan kolaborasi pemberian cairan dan antipiretik. Antipiretik

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
46

diberikan jika suhu tubuh berada diatas 38 OC. Semua pasien kelolaan
mendapatkan obat anti piretik, residen melakukan kombinasi pemeberian
antipiretik dan teknik tepid water sponging untuk mempercepat
penurunan suhu. tepid water sponging diberikan dengan menggunakan air
hangat dengan cara menyeka ke seluruh tubuh dan mengompres pada
daerah aksila dan inguinalis. Kombinasi antara tepid spone dengan
antipiretik lebih cepat menurunkan suhu dibandingakan hanya mendapat
antipiretik saja. Pemberian kompres dingin sudah tidak direkomendasikan
karena menjadikan anak menggigil dan meningkatkan ketidaknyamanan
(Chiappini et al, 2009).

Konservasi integritas struktur menjadi fokus utama dan menonjol karena


O
demam harus diatasi secepatnya. Peningkatan suhu 1 C akan
menyebabkan tubuh mengalami hipermetabolisme,. Metaboleme yang
meningkat akan meningkatkan konsumsi oksigen dan cairan dan
meningkatnya beban kerja jantung. Demam akan mengakibatkan
kerusakan pada organ-organ lain,salah satunya adalah kerusakan pada otak
(Fetveit, 2007). Konsumsi oksigen yang meningkat akan mengakibatkan
paru-paru melakukan kompensasi dengan melakukan hiperventilasi.

Konservasi integritas sosial menjadi bagian yang tidak terpisahkan, residen


melibatkan keluarga dalam membantu pasien ntuk mengatasi maslaah
demam. Pemeberian informasi tentang demam dan dampak pada anak,
manajemen demam non farmakologis, pentingnya cairan pada anak
demam diberikan pada keluarga sehingga keluarga tidak menggantungkan
pada perawat. Selain itu, sesuai dengan prisip keperawatan anak yang
berpusat pada keluarga (family centered care). Lima pasien kelolaan
belum bisa mandiri dan masih tergantung penuh pada keluarga. Pengehuan
yang dimiliki orang tua akan mempengaruhi sikap dan perilaku ketika
anaknya mengalami demam, pada orang tua yang memiliki penegetahuan
tentang demam akan lebih cepat mengambil keputusan untuk mengatasi
demam (Arica, Arica, Onur, Gulbayzar, Dag & obut, 2011).

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
47

4.1.5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara periodik setelah pasien mendapatkan tindakan
dan setiap selesai sift jaga. Dari lima kasus kelolaan yang diambil, 4 pasien
dengan trophicognosis demam akibat infeksi dapat diatasi dibuktikan
dengan suhu pasien berda pada rentang normal. Satu pasien (An S.)
meningal dunia kareana gagal napas. Evaluasi dengan menggunakan
model konservasi Levine dilihat pada respon organisme ketika selesai
dilakukan intervensi. Respon organismik pada anak dengan demam
berbeda-beda, ada yang stabil berada pada suhu normal tetapi ada juga
uang masih mengalami naik turun, hal ini dikarenakan masalah medis pada
pasien lebih dari satu. Pada apsien utama respon organismik menunjukkna
suhu tubuh stabil berada pada rentang suhu normal.

4.2 Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak Dalam Pencapaian Target


Praktik ners spesialis keperawatan anak merupakan proses pembelajaran
untuk mencetak perawat profesional yang ahli dalam bidang keperawatan
anak. melalui sistem kurikulum pembelajaran dan kontrak belajar yang
disusun diharapakan setelah menempuh praktik residen keperawatan anak
maka akan tercipta tenaga keperawatan profesional yang mampu memberikan
asuhan kepeerawatan yang berkualitas, sebagai pemimpin, pendidik, pembela,
peneliti, pembaharu, pembuat inovasi.

Proses pencapaian kompetensi selama praktik residen memiliki hambatan


dalam berbagai hal. Misalnya penerapan optimalisasi media di ruang
perinatalogi masih elum optimal karena kurangnya motivasi perawat untuk
berubah dan beban kerja akibat rasio pasien dan perawat yang belum sesuai.
Namun demikian, banyak target kompetensi yang tercapai seperti proyek
implementasi EBN kommbinasi tepid water sponging dan paracetamol
dalam menurunkan panas, perawat dan orang tua pasien dapat melaksanakan
dan menjadi salah satu pilihan untuk mengatasi demam. Banyak orang tua
yang merasa terbantu dengan pendidikan kesehatan yag diberikan sehingga
bisa mandiri dalam mengatasi panas. Rumah sakit sebagai lahan praktik

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
48

memberikan kesempatan seluas luasnya kepada residen untuk mencapai


kompetesi selama praktik residen.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1. Peningkatan suhu merupakan masalah yang harus segera mendapatkan
penanganan. Tepid Water Sponging mampu mengatasi demam, kombinasi
Tepid Water Sponging dengan obat antipiretik efektif menurunkan suhu
pada anak demam.
5.1.2. Model konservasi Levine efektif digunakan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada anak dengan peningkatan suhu tubuh, asuhan
keperawatan menggunakan pendekatan konservasi energi, konservasi
integritas struktural, konservasi integritas sosial mampu mengatasi
masalah demam pada anak akibat infeksi.
5.1.3. Trophicognosis hipertermi ditemukan pada lima kasus kelolaan. 4
Trophicognosis hipertermi dapat diatasi, namun pada 1 kasus dengan
diagnosa medis multiple congenital anomaly, meningitis, sepsis,
hipertermi tidak teratasi dan pasien meninggal dunia.
5.1.4. Kompetensi dan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan,
pembela, pemberi konseling, pendidik, peran kolaborasi, pembaharu,
peneliti dapat dilaksanakan selama praktik residensi I dan residensi II.

5.2 Saran
5.2.1. Teori keperawatan model konservasi Levine merupakan teori yang
universal, teori ini dapat digunakan disemua tahapan usia. Model
konservasi Levine mampu digunakan sebagai panduan dalam memberikan
asuhan keperawatan secara holistik. Meskipun demikian, masih perlu
pengembangan lebih lanjut supaya teori ini menjadi lebih sempurna. Pada
bagian konservasi integritas personal, aplikasi pada pasien anak kurang
maksimal terutama pada anak yang belum mampu berkomunikasi.
5.2.2. Peningkatan suhu tubuh harus mendapatkan perhatian yang serius,
peningkatan suhu tubuh pada anak yang tidak mendapatkan penanganan
segera bisa mengakibatkan komplikasi yang serius, terutama pada tumbuh

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
50

kembang anak. Untuk itu, penanganan segera sangat penting, orang tua
sebagai orang terdekat dilingkungan anak harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan dalam mengatasi peningkatan suhu, salah satunya mampu
melakukan tindakan tepid sponge. Perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan harus mampu melakukan perannya sebagai pemberi asuhan
keperwatan yang profesional, sehingga perawat tidak selalu tergantung
pada peran kolaborasi.
5.2.3. Ners spesialis keperawatan anak hendaknya mampu menjadi pelopor
pengembangan dan peningkatan asuhan keperawatan dengan
meningkatkan peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, pembela,
pendidik, pembaharu dan peran kolaborasi. Peningkatan dan
pengembangan asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan melibatkan
diri secara langsung dalam pemberian asuhan keperawatan.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R., & Tomey A.M. (2006). Nursing theory: Utilization and
application. Missoury: ELSEVIER.
Arica, G.S., Arica, V., Onur, H., Gulbayzar, S., Dag, H. & Obut (2012).
Knowledge, Attitude And Response Of Mothers About Fever In Their
Children. Emerg Med Journal: (4).29
Chiappini, E., Principi, N., Longhi, R., Tovo, PA., Becherucci, P., Bonsignori, F.,
Esposito, S., Festini, F., Galli, L., Lucchesi, B., Megelli, A. & Martino
(2009). Manajemen Of Fever in Children: Summary Of The Italian
Pediatric Society Guidelines. Clinical therapeutica; 31 (8)
Chiappini, E., Venturini, E., Principi, N., Longhi R., Tovo, PA., Becherucci, P., &
et al (2012). Up Date Of The 2009 Italian Pediatric Society Guidlines
About Management Of Fever In Children. Clinical Therapeutic: (7). 34
Doenges, M.E,. (1999). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Fetveit, Arne. (2008). Assessment Of Febrile Seizure In Children. Eur J Pediart.
167:17-27
Hockenberry, J.M. & Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care of infants and
children”. (8th edition). Canada: Mosby Company.
James, RS., Nelson, KA., Ashwill, JW. (2013). Nursing care of children:
principless and practice. Fourth edition. Missouri: ELSEVIER.
Mariyam, Rustina, Y., dan Kuntarti (2013). Aplikasi teori konservasi levine pada
anak dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang
perawatan anak. Jurnal Keperawatan Anak. 1(2): 104-112.
Potter, P. & Perry, A .(2001). Fundamental of nursing: Concept, process, and
practice. Toronto : Mosby Company.
Setiawati, L., Rustina, Y.dan Kuntarti (2009). Pengaruh Tepid Sponge Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Dan Kenyamanan Pada Anak Yang Mengalami
Demam. Jurnal Keperawatan Aisiyah; 2 (2): 1-9.
Thomas, S., Vijaykumar, C., Nai, R., Moses, PD and Antonisamy (2009).
Comparative Effectiveness of Tepid Sponging and Antipyretic Drug Versus
Only Antipyretic Drug in the Management of Fever Among Children: A
Randomized Controlled Trial. Indian Pediatric 2009; (46).

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
Tomey A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theory: Utilization and
application. Missoury: ELSEVIER.
Tomey A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theorist and their work. Missoury:
ELSEVIER.
Wong, D.L, Hockenberry, M. Wilson, D. Winkelstein, M.L. & Schwartz, P.
(2009). Buku ajar keperawatan pediatrik Wong edisi: 6; alih bahasa:
Andri Hartono, Sari Kurnianingsih, Setiawan, editor; Egi Komara Yudha,
Esty Wahyuningsih, Devi Yulianti, niken Budi Subekti. Jakarta: EGC.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA

PROYEK INOVASI APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING (EBN)

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS KOMBINASI TEPID WATER SPONGING DAN


OBAT ANTI PIRETIK DENGAN HANYA OBAT ANTIPIRETIK UNTUK
MENURUNKAN DEMAM PADA ANAK

DISUSUN OLEH
MUHAMMAD KHABIB BURHANUDDIN IQOMH
NPM : 1206195520

PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2016

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i
1. BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2. Tujuan.......................................................................................................... 2
1.3. Manfaat .........................................................................................................3

2. BAB 2 METODOLOGI PENCARIAN


2.1. Pertanyaan Klinis.......................................................................................... 4
2.2. Analisis PICO........................................................................................... 4
2.3. Jurnal Database Yang Digunakan............................................................. 4
2.4. Temuan Artikel ......................................................................................... 5
2.5. Penejelasan Pemilihan Artikel.................................................................. 5
2.6. Penjelasan Alasan Pemilihan Artikel ....................................................... 6

3. BAB 3 TELAAH KRITIS


3.1. Gambaran Populasi .................................................................................. 7
3.2. Sampel dan Pegambilannya.................................................................... 7
3.3. Cara Pengambilan Data..................................................................... 7
3.4. Penggunaan Metode Statistik................................................................ 8
3.5. Kualitas Metodologi................................................................................. 8
3.6. Kemaknaan Hasil ..................................................................................... 9
3.7. Aplikabilitas.............................................................................................. 9

4. BAB 4 PELAKSANAAN IMPLEMENTASI


4.1. Plan of Action.......................................................................................... 11
4.2. Indikator Keberhasilan ............................................................................. 11
4.3. Populasi Peserta........................................................................................ 11
4.4. Alur Pelaksanaan...................................................................................... 12

5. BAB PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Pasien................................................................................ 13
5.1. Obat Antipiretik ..................................................................................... 13
5.1. Tepid Water Sponging............................................................................. 14
5.1. Keterbatasan Implementasi TWS............................................................ 15
6. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 17
5.2. Saran ............................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Alur Pelaksanaan Aplikasi EBN................................................... 12

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Analsisis PICO................................................................................ 4


Tabel 5.1 Rekapitulasi Hasil Implementasi EBN Tepid Water Sponging
Pada Kelompok Intervens.............................................................. 14
Tabel 5.1 Rekapitulasi Hasil Implementasi EBN Tepid Water Sponging
Pada Kelompok Intervens.............................................................. 14
Tabel 5.1 Rekapitulasi Hasil Implementasi EBN Tepid Water Sponging
Pada Kelompok Hanya Obat Paracetamol .................................... 15

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. SOP PELAKSANAAN TWS

LAMPIRAN 2. FORMAT OBSERVASI

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Demam merupakan salah satu manifestasi klinis yang muncul pada penyakit
yang diderita anak akibat infeksi. Masalah ini sering dihadapi oleh tenaga
kesehatan termasuk dokter, perawat bahkan juga masyarakat. Penatalaksanaan
demam dilakukan dengan berbagai metode antara lain dengan terapi
farmakologi dan non farmakologi. Konsep penurunan suhu adalah dengan
menggunakan prinsip vasokontriksi, vasodilatasi, konveksi dan radiasi. Salah
satu tatalaksana demam nonfarmakologi adalah dengan memberikan tindakan
Tepid Water Sponging. Terapi farmakologi dengan diberikan antipiretik, salah
satu obat yang termasuk antipiretik adalah paracetamol (Thomas, Vijaykumar,
Naik, Moses and Bantonisamy, 2009).

Demam adalah peningkatan diatas set point sehingga pengaturan suhu lebih
tinggi atau suhu berada diatas 38 0C (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Suhu
tubuh diatur dengan mekanisme seperti termostat di hipotalamus. Mekanisme
ini menerima masukan dari reseptor yang berada di pusat dan perifer jika
terjadi perubahan suhu maka reseptor akan menghantarkan informasi ke
termostat yang akan meningkatkan atau menurunkan produksi panas. Infeksi
akan mengakibatkan set point suhu tubuh akibatnya hipotalamus akan
menaikkan suhu tubuh. Pada umumnya kasus demam pada anak disebabkan
oleh virus, relatif singkat dan memiliki konsekuensi yang terbatas (Wong,
2008).

Demam menyebabkan ketidaknyamanan pada anak, dan mengakibatkan anak


menjadi rewel sehingga waktu untuk istirahat menjadi terganggu. Setiap
peningkatan suhu 10C akan meningkatkan metabolisme tubuh sebesar 10%-
20%. Akibat dari peningkatan metabolisme adalah meningkatnya kehilangan
cairan, meningkatnya konsumsi oksigen, meningkatkan beban kerja jantung.
Rasa tidak nyaman akibat demam menjadi alasan utama untuk mengatasi
demam secepatnya (James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
Tatalaksana pada anak dengan demam dapat dilakukan dengan metode
farmakologi dan non farmakologi. Tatalaksana farmakologi dengan
memberikan obat golongan antipiretik seperti asetaminofen, aspirin, dan obat
golongan Non Steroid Anti Inflamation Drug (NSAID). Sedangkan
tatalaksana nonfarmakologi meliputi pengaturan suhu lingkungan, kompres,
manajmen cairan, monitor derajat dehidrasi. Kombinasi antara terapi
farmakologi dan non farmakologi akan mempercepat penurunan suhu (James,
Nelson, & Ashwill, 2013). Penggunaan kompres dingin untuk mengurangi
demam tidak lagi direkomendasikan karena akan mengakibatkan
vasokontriksi pembuluh darah yang akan mengakibatkan tubuh menggigil.

Italian Pediatric Society Guidelines menjelaskan bahwa Tepid Water


Sponging merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengatasi demam. Pemberian Tepid Water Sponging merupakan metode
yang menguntungkan pada anak dengan demam karena memiliki efek
samping yang terbatas dan bersifat sementara serta tidak mempengaruhi pusat
pengaturan suhu di hipotalamus. Tepid Water Sponging direkomendasikan
untuk anak yang mengalami kenaikan suhu, meskipun harus dilakukan
penelitian lebih lanjut, karena penelitian tentang Tepid Water Sponging masih
sedikit (Chiappini, et al. (2009)

Penelitian yang dilakukan oleh Thomas, Vijaykumar, Naik, Moses and


Bantonisamy, (2009) di India tentang penggunaan tepid water sponging
mendapatkan hasil bahwa kombinasi tepid water sponging dengan antipiretik
lebih cepat menurunkan panas dibandingkan dengan pada pasien yang hanya
mendapatkan antipiretik. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Setiawati, Rustina dan Kuntarti (2009) di Bandung tentang efektifitas
Tepid Water Sponging pada anak dengan demam mendapatkan hasil bahwa
pasien yang mendapatkan Tepid Water Sponging lebih cepat terjadi penurunan
suhu dibandingkan pasien yang hanya mendapatkan antipiretik.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
Pengamatan yang dilakukan di ruang gambir pada 5 pasien yang mengalami
demam didapatkan hasil bahwa anak yang mengalami panas selain mendapat
terapi antipiretik (paracematol) orang tua hanya memberikan kompres di dahi,
sehingga waktu penurunan suhu lebih lama. Hasil wawancara pada orang tua
juga medapat data bahwa mereka tidak mengetahui metode lain untuk
menurunkan suhu. berdasarkan fenomena tersebeut, penulis tertarik untuk
menggnakan metode kombinasi Tepid Water Sponging untuk menurunkan
demam pada anak.

Literatur tentang penggunaan tepid sponge masih terus dikembangkan


melalui berbagai riset karena data yang dilaporkan tentang efektifitasnya
masih terbatas. Berdasarkan fenomena tersebut penulis ingin menerapkan
tindakan manajemen pengeloaan demam pada anak dengan metode yang aman
dan efisien. Melalui program EBN ini penulis ingin mengetahui lebih lanjut
efektifitas kombinasi Tepid Water Sponging dan obat antipiretik dengan
pasien yang mendapatkan obat antipiretik saja.

1.2 Tujuan
Mengetahui efektifitas kombinasi Tepid Water Sponging dengan antipiretik
terhadap penurunan panas pada anak

1.3 Manfaat
Dengan adanya tindakan Tepid Water Sponging dapat menurunkan resiko
kejang dan kerusakan otak pada anak dengan demam sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup dan mencegah masalah tumbuh kembang

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
BAB 2
METODOLOGI PENCARIAN

2.1 Pertanyaan Klinis

Apakah pemberian tindakan Tepid Water Sponging dan pemberian obat


antipiretik lebih efektif menurunkan demam pada anak dibandingkan terapi
penurunan panas hanya menggunakan obat antipiretik ?

2.2 Analisis PICO

Tabel 2.1 Analisis PICO

Unsur PICO (Terapi) Analisis Kata kunci


Problem / pasien Pasien yang mengalami Peningkatan
peningkatan suhu diatas 38 0C suhu/demam
Intervensi Kombinasi penggunaan Tepid Tepid Water
Water Sponging dan antipiretik Sponging dan
antipiretik
Compare Terapi tunggal antipiretik Antipiretik
Outcome Kecepatan penurunan suhu Kecepatan, suhu
tubuh tubuh

2.3 Jurnal Database Yang Digunakan

Pencarian jurnal dilakukan dengan menggunakan 4 kata kunci dan beberapa


sinonimnya dari analisa PICO, peneliti memasukkannya ke dalam search
engine jurnal sebagai berikut :

a. http://search.ebscohost.com/
b. http://elsevier.com/
c. http://proquest.com/
Hasil pencarian didapatkan beberapa judul yang sesuai kemudian dipilih yang
paling mendekati topik dan terbaru. Kemudian penulis memilih 8 judul sesuai

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
keinginan penulis, selanjutnya memilih 1 judul utama sisanya sebagai artikel
pendukung
2.4 Temuan Artikel Pilihan Dari Kata Kunci PICO Yang Digunakan
Sebagai Rujukan

Comparative Effectiveness of Tepid Sponging and Antipyretic Drug Versus Only


Antipyretic Drug in the Management of Fever Among Children: A Randomized
Controlled Trial
S. Thomas, C. Vijaykumar, R. Naik, Pd. Moses And B Antonisamy.
Indian Pediatric Vol: 46, February, 2009, proquest

2.5 Penjelasan Artikel Pilihan

Perbandingan efektifitas Tepid Water Sponging dan obat antipiretik dengan


hanya obat antipiretik pada pengelolaan anak dengan demam: uji acak
terkontrol (RCT)

Abstrak

Tujuan dan sasaran : Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan


efektifitas Tepid Water Sponging dan obat antipiretik dengan hanya
mendapatkan obat antipiretik pada anak dengan demam.

Metode penelitian inimenggunakan desain Randomized Control Trial (RCT)


dengan lokasi penelitian pada rumah sakit tersier. Sampel pada penelitian ini
sebanyak 150 anak dibagi menjadi 2 kelompok, pada kelompok pertama
(Tepid Water Sponging dengan paracetamol) sebanyak 73 responden dan
kelompok kedua (hanya mendapat paracetamol) sebanyak 77 responden. Usia
responden adalah 6 bulan sampai 12 tahun. Tepid sponge diberikan selama 15
menit. Pengukuran suhu pada kelompok dengan Tepid Water SpongingI
dilakukan pada menit ke 30, 60, 90 dan 120 menit. Pada kelompok yang hanya
mendapat antipiretik dilakukan pengukuran dengan interval waktu yang sama.
Selain mencatat suhu juga dilakukan pencatatan respon ketidaknyamanan anak
yang meliputi: mengangis, gelisah dan sensitif.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
Hasil: penurunan suhu pada kelompok yang mendapat intervensi Tepid Water
Sponging dan obat antipiretik lebih cepat dibandingkan dengan kelompok
yang hanya mendapatkan obat antipiretik saja. Dua jam setelah pengukuran
pada dua kelompok mendapatkan hasil suhu yang sama. Anak yang mendapat
intervensi Tepid Water Sponging dan obat antipiretik memiliki
ketidaknyamanan lebih tinggi dibanding kleompok yang hanya mendapat obat
antipiretik saja, tetapi ketidaknyamanan itu bersifat ringan.

Kesimpulan : penggunaan metode Tepid Water Sponging memberikan waktu


yang lebiih cepat dalam menurunkan suhu, meskipun demikian metode ini
menimbulkan ketidaknyamanan, meskipun laporan ketidaknyamanan pada
pasien masih dalam level ringan.

Relevan untuk praktek klinis : Manfaat kombinasi Tepid Water Sponging


dengan obat antipiretik lebih besar dibandingkan dengan efek yang
ketidaknyamanan yang ditimbulkan metode ini. Metode ini tidak
mempengaruhi secara langsung pusat kontrol suhu di hipotalamus dan dapat
mencegah terjadinya kejang yang dapat mengakibatkan kerusakan otak.

Kata kunci : obat antipiretik, demam, perapi air, paracetamol, Tepid Water
Sponging.

2.6 Penjelasan alasan pemilihan artikel

Artikel yang berjudul “Comparative Effectiveness of Tepid Sponging and


Antipyretic Drug Versus Only Antipyretic Drug in the Management of Fever
Among Children: A Randomized Controlled Trial “ ini ditulis oleh S. Thomas,
C. Vijaykumar, R. Naik, Pd. Moses And B Antonisamy pada jurnal “Indian
Pediatric Vol: 46, February, 2009, proquest”, yaitu sebuah jurnal yang
secara khusus membahas tentang hasil-hasil penelitian keperawatan anak.
Artikel ini menjawab pertanyaan klinis yang ditemukan penulis yaitu
perbedaan efektifitas Tepid Water Sponging dan obat antipiretik dengan
hanya obat antipiretik pada anak yang mengalami demam.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
BAB 3
TELAAH KRITIS

3.1 Gambaran Populasi


Populasi dalam penelitian ini adalah pasien anak yang menjalani rawat inap di
departemen anak Christian Medical College RS tersier di India Selatan.
Peserta dalam penelitian ini adalah anak pada pemeriksaan suhu pada ketiak
memiliki suhu lebih dari 101 0F (> 38,3 oC). Anak yang mendapatkan terapi
paracetamol lebih dari 4 jam tidak diikutsertakan dalam penelitian.
Telaah jurnal : Populasi dalam penelitian ini hanya terbatas pada satu rumah
sakit saja tanpa adanya perluasan area penelitian sehingga kemungkinan akan
didapatkan jumlah populasi yang lebih besar lagi yang mana hal itu akan
mendukung hasil dari penelitian.

3.2 Sampel dan Pengambilannya


Sampel dalam penelitian ini adalah anak yang menjalani rawat inap di RS
tersier di India Selatan. Dengan kriteria inklusi responden usia 6 bulan sampai
12 tahun, suhu berada diatas 101 0F, tidak mendapat terapi paracetamol lebih
dari 4 jam, tidak sedang mengalami kejang. Jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian sebanyak 150 responden dengan pembagian kelompok
intervensi Tepid Water Sponging dan obat antipiretik sebanyak 73 responden
dan yang hanya mendapat obat antipiretik sebanyak 77 responden.
Telaah jurnal : dalam jurnal penelitian ini, peneliti tidak menuliskan metode
sampling yang digunakan serta tidak menuliskan rumus untuk penentuan
jumlah sampel.

3.3 Cara Pengambilan Data


Tindakan Tepid Water Sponging dilakukan selama 15 menit setelah itu
dilakukan pengukuran suhu pada menit ke 30, 45, 60, 90 dan 120 menit. Pada
kelompok yang hanya mendapatkan terapi obat antipiretik dilakukan
pengambilan waktu yang sama dimulai dari waktu pemberian obat.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
3.3.1 Deskripsi Intervensi Tepid Water Sponging
Tepid Water Sponging yang akan dilakukan selama 15 menit. Peneliti
menjelaskan tahapan dalam memberikan terapi Tepid Water Sponging yaitu:
1. Persiapan alat yang meliputi: 5 spons handuk, baskom, celemek, 2 handuk
amndi, termometer, air hangat.
2. Cuci tangan
3. Ukur suhu anak pada ketiak
4. Letakkan pengalas dibawah pasien
5. Basahi spon/wash lap, lalu usapkan mulai dari wajah, leher, lengan sampai
jari-jari lalu letakkan wash lap diketiak
6. Usap bagian kaki mulai pangkal paha sampai ujung kaki lalu letakkan spon/
wash lap di pangkal paha.
7. Lakukan selama 15 menit, setelah selesai lakukan pengukuran suhu, lalu
lanjutkan pada menit ke 30, 45, 60, 90 dan 120.
8. Pada kelompok yang hanya mendapat paracetamol pegukuran suhu
dilakukan setelah pemberian obat lalu dilanjutkan seperti kelompok
intervensi.
9. Pada kelompok intervensi dilakukan penilaian ketidaknyamanan pada menit
ke 120.
Peneliti belum menjelaskan mengenai acuan yang digunakan dalam menilai
ketidaknyamanan secara detail, peneliti hanya menjelaskan ketidaknyaman
yang meliputi: menangis, rewel dan sensitif. Peneliti juga tidak menjelaskan
variabel perancu.

3.3.2 Deskripsi Intervensi Kontrol


Peneliti melakukan kontrol dengan memberikan intervensi pada kelompok
sesuai standar rumah sakit yaitu pemberian obat antipiretik.

3.4 Penggunaan Metode Statistik


Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis perubahan suhu
menggunakan metode analisi kovarian dengan menyesuaikan suhu dasar.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
Peneliti menggunakan progran statistik (software) STATA untuk
menganalisis data.

3.5 Kualitas Metodologi


Dilihat dari telaah jurnal penelitian ini, cara pemilihan sampel, intervensi
yang diberikan, pengambilan data dan pengunaan metode statistik, dapat
disimpulkan bahwa penelitian ini berupa penelitian experiment dengan tehnik
RCTs (Randomized Controlled Trials) dimana peneliti melakukan intervensi
sebagai variabel independentnya, terdapat kelompok kontrol yang tidak
diberikan intervensi dan dilakukan pengukuran untuk membedakannya.
Kedua kelompok diambil secara random/acak.

3.6 Kemaknaan Hasil


Hasil dari studi ini menegaskan bahwa kombinasi Tepid Water Sponging dan
obat antipiretik lebih cepat menurunkan suhu dibandingkan yang hanya
mendapatkan obat antipiretik saja. Kelomok kontrol pada penelitian ini
mengalami penurunan suhu lebih lambat tetapi tingakt ketidaknyamanan lebih
baik dibandingkan kelompok intervensi. Berdasarkan hasil diatas dapat
disimpulkan bahwa intervensi Tepid Water Sponging dengan obat antipiretik
lebih cepat menurunkan suhu dibandingkan kelompok yang hanya mendapat
obat antipiretik saja.

3.7 Aplikabilitas
Hasil dari penelitian ini dapat diterapkan penggunaannya pada program EBN,
meskipun ada hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya tingkat
ketidaknyamanan.
Dalam intervensi yang diberikan, intervensi harus diberikan sesuai dengan
prosedur pada penelitian. Sehingga apabila EBN ini dikembangkan perlu
adanya informasi terkait pelaksanaan prosedur intervensi terutama dampak
ketidaknyamanan yang ditimbulkan.
Penerapan hasil penelitian ini pada pasien anak dengan demam memiliki
aplikabilitas yang baik, baik di rumah, di klinik atau rumah sakit. Terapi ini

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
memiliki banyak manfaat dan minim efek samping. Selain itu, terapi ini
merupakan bentuk aplikasi mandiri seorang perawat dalam menerapkan
asuhan keperawatan berbasis ilmu/EBN. Namun perlu diperhatikan dampak
ketidaknyaman yang muncul pada kelompok intervensi.

10

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
BAB 4
PELAKSANAN IMPLEMENTASI

4.1. Plan of Action


No Kegiatan Waktu Pelaksana
1. Menentukan tujuan dan 15-26 Februari penulis
mengumpulkan data dasar 2016
2. Menyusun proposal dan konsultasi 29 Februari-4 Penulis,
Maret 2016 pembimbing
3. Presentasi proposal 7-18 Maret 2016 Penulis
4. Aplikasi EBN 7- 25 Maret 2016 Penulis,
perawat
5. Evaluasi 21-25 Maret Penulis
2016

4.2. Indikator Keberhasilan


Tujuan dari penyusunan EBN ini adalah untuk menelaah secara kritis suatu
tindakan atau intervensi yang bisa diterapkan pada pasien dengan kondisi
tertentu, berdasarkan suatu hasil penelitian, sehingga tindakan tersebut bisa
diaplikasikan. Program dikatakan berhasil bila mampu menurunkan demam
pada anak dengan efek samping yang minimal.
Alat ukur yang dipakai: dalam penelitian ini, peneliti tidak menyampaikan
secara jelas metode penilaian ketidaknyaman pada anak. untuk menilai
kecepatan suhu dilakukan dengan menggunakan aplikasi statistik.

4.3. Populasi Peserta


a. Berusia 6 bulan – 12 tahun
b. Suhu aksila 37,7 OC- 41 OC
c. Rawat inap di ruang gambir
d. Mendapat terapi farmakologi: paracetamol

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
4.4. Alur pelaksanaan
Skema 4.1 Alur Pelaksanaan Aplikasi EBN
Populasi berdasarkan referensi
Pasien anak dengan kelompok usia 6 bulan-12 tahun dengan
panas 100 0F-104 0F (37,7 0C-40 0C sebanyak 120 pasien

Rencana Aplikasi EBN


Pasien anak dengan kelompok usia 6 bulan-12 tahun dengan
panas 100 0F-104 0F (37,7 0C-400C

Kombinasi Tepid Jumlah pasien


Hanya obat
Sponge dan yang akan diambil
paracetamol
paracetamol adalah 20 pasien
N: 10
N: 10 secara acak

Pengukuran suhu pada dua kelompok dilakukan pada menit ke: 30, 60, 90
dan 120. Penilaian FLACC dilakukan pada menit ke 90. Waktu pemberian
paracetamol dan pemberian tepid sponge dianggap 0 menit

Pengukuran tingkat kenyamanan menggunakan kuesioner FLACC (Face,


Legs,Activity, Cry, Consolability)

12

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Pasien


Pasien yang diikutkan dalam aplikasi EBN ini sebanyak 14 pasien yang
mengalami demam dan menjalani rawat inap di ruang infeksi RSAB Harapan
Kita Jakarta. Dengan rincian 7 pasien yang mendapat tindakan tepid water
sponging dan mendapat terapi farmakologi, dan 7pasien hanya mendapat
terapi farmakologi. Pasien yang digunakan berusia kurang dari 12 tahun
dengan panas diatas 38OC.

5.2 Obat Antipiretik


Obat yang digunakan pada apliaksi EBN adalah paracetamol, hal ini sesuai
dengan jurnal yang digunakan, paracetamol merupakan obat antipiretik yang
sering direkomendasikan untuk menurunkan demam. Antipiretik bekerja
dengan menghambat produksi prostaglandin. Peningkatan prostagalandin
terjadi di hipotalamus akibat adanya produksi pirogen endogen. Peningkatan
prostaglandin akan meningkatkan panas tubuh, begitu pula sebaliknya,
penurunnan rostaglandin akan menurunkan suhu tubuh. Kombinasi antara
tepid water sponging dan obat antipiretik lebih cepat menurunkan suhu tubuh
(Wang, Bukutu, Thompson, & Vohra (2009 ). Seluruh pasien yang digunakan
untuk penerapan hasil penelitian ini mendapatkan obat anti piretik
paracetamol.

5.3 Tepid Water Sponging


Tepid Water Sponging (TWS) adalah serangkaian kegiatan melakukan
penyekaan ke suluruh tubuh menggunakan air hangat (suhu 30 OC – 35 OC )
serta melakukan kompres di lipatan tubuh, tujuan TWS adalah menurunkan
suhu tubuh. Air hangat yang digunakan akan merangsang pembuluh darah
untuk vasodilatasi sehingga terjadi pengeluaran suhu melalui pronsip
evaporasi. Panas di dalam tubuh disimpan didalam pembuluh darah dan
lapisan otot.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
Penerapan kombinasi tepid water sponging dengan paracetamol pada apsien
yang mengalami demam menunjukkan hasil terjadi penurunan suhu lebih
cepat dibandingkan yang mendapatkan obat paracetamol saja, pada pasien
yang mendapatkan intervensi kombinasi penurunan suhu terjadi pada menit ke
30, sedangkan pada pasien yang mendapat obat paracetamol terjadi penurunan
suhu pada menit ke 60.

Ketidaknyamanan pada apsien yang mendapat intervensi berada pada rentang


tidak ada gangguan kenyamanan sampai ketidaknyamanan ringan. Hasil
apliaksi EBN TWS dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.1. Rekapitulasi Hasil Implementasi EBN Tepid Water Sponging


Pada Kelompok Intervensi

No Diagnosa Suhu Menit Menit Menit Menit Ketidakny


awal 30 60 90 120 amanan
1. HSP 39,2 0C 38,2 0C 37,4 0C 37,2 0C 37,0 0C Tidak ada
1. Febris, sepsis 38,6 0C 38,3 0C 37,8 0C 37,8 0C 37,4 0C Tidak ada
2. Pneumonia 38,4 0C 38,1 0C 37,3 0C 37,2 0C 37,2 0C Tidak ada
3. DHF 38,1 0C 37,6 0C 37,3 0C 37,1 0C 36,6 0C Tidak ada
4. Pneumonia, 38,2 0C 37,5 0C 37,5 0C 37,3 0C 37,2 0C Ringan
CP, FTT
5. Pneumonia 38,0 0C 37,8 0C 37,2 0C 36,6 0C 36,7 0C Tidak ada
6. Pneumonia 38,7 0C 37,3 0C 37,0 0C 36,5 0C 36,4 0C Tidak ada
7. Prolong fever 38,3 0C 38,3 0C 37,4 0C 37,4 0C 36,7 0C Tidak ada

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa penurunan suhu terjadi pada menit ke 30 dan
ketidaknyamanan berada pada rentang tidak ada ketidaknyamanan dan yang
mengalami ketidaknymanan hanya pada 1 pasien yang berada pada
ketidaknyamanan pada rentang ringan. Penilaian ketidaknyamanan
mnggunakan format FLACC (Face, Leg, Activity, Cry, Consolability).

14

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
Tabel 5.2. Rekapitulasi Hasil Implementasi EBN Tepid Water Sponging
Pada Kelompok yang Hanya Mendapat Obat Paracetamol

No Diagnosa Suhu Menit Menit Menit Menit Ketidakny


awal 30 60 90 120 amanan
1. HSP 39,2 0C 38,4 0C 38,4 0C 38 0C 37,5 0C Tidak ada
2. Febris, sepsis 38,7 0C 38,7 0C 38,5 0C 37,8 0C 37,8 0C Tidak ada
3. Kejang demam 38,3 0C 38,2 0C 38,0 0C 37,8 0C 37,5 0C Tidak ada
sederhana
4. HIV, FTT, 38,0 0C 38,0 0C 38,0 0C 37,6 0C 37,3 0C Tidak ada
Pneumonia
5. Prolong fever 38,3 0C 38,2 0C 38,0 0C 37,8 0C 37,5 0C Tidak ada
6. Obs. DHF 38,1 0C 37,7 0C 37,4 0C 37,2 0C 36,8 0C Tidak ada
7. CP, FTT, Gizi 38,8 0C 38,7 0C 38,1 0C 38,0 0C 37,7 0C Ringan
buruk

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa pada kelompok yang hanya mendapatkan obat
paracetamol, penurunan suhu terjadi pada menit ke 60 dan ketidaknyamanan
berada pada rentang tidak ada ketidaknyamanan dan yang mengalami
ketidaknymanan hanya pada 1 pasien yang berada pada ketidaknyamanan
pada rentang ringan. Penurunan suhu terjadi lebih lambat dibandingkan pada
kelompok yang mendapatkan intervensi.

Usia pasien mempengaruhi tingkat kenyamanan selama mendapat intervensi.


Semakin bertambah usia maka pasien mampu melakukan kompensiasi dan
beradapatasi dengan ketidaknyamanan yang muncul. Selama pelaksanaan
EBN TWS, residen menyusun Standar operating prosssedur (SOP), sehingga
pada semua tahapan yang dilakukan sama. Selain itu residen juga menyusun
format evaluasi pelaksanaan TWS.

5.4 Keterbatasan Pelaksanaan Implementasi TWS


1. Jumlah apsie yang digunakan ntuk implemntasi EBN masih sedikit,
didalam jurnal yang digunakan, jumlah apsien sebanyak 142 pasien.
sehingga belum bisa digunakan untuk mengeneralisasi.

15

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
2. Alat untuk pengukur suhu khusus untuk air belum tersedia di ruangan,
residen menggunakan termometer aksila untuk mengukur suhu air yang
digunakan untuk kompres.

16

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
1. Kombinasi tepid water sponging dengan obat antipiretik paracetamol lebih
efektif menurunkan suhu dibandingkan hanya mendapat obat parasetamol
saja
2. Tingkat kenyamanan selama pelaksanaan EBN berada pada rentang tidak
ada sampai ringan.

6.2. Saran
1. Kombinasi tepid water sponging dengan obat antipiretik paracetamol dapat
digunakan sebagai salah satu pilihan untuk tatalaksana pasien anak dengan
demam.
2. penyediaan termometer khusus untuk air di ruangan.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R., & Tomey A.M. (2006). Nursing theory: Utilization and
application. Missoury: ELSEVIER.

Chiappini, E., Principi,N., Longhi,R., Tovo, PA., Becherucci, P.,


Bonsignori, F., Esposito,S., Festini, F., Galli, L., Lucchesi,
B., Mugelli, A. & Martino(2009). Manajemen Of fever in
Children: S u m m a r y o f t h e I t a l i a n Pediatri c Soci et y
Guidelines . Clinical therapeutica; 31 (8).
James, RS., Nelson, KA., Ashwill, JW. (2013). Nursing care of children:
principless and practice. Fourth edition. Missouri: ELSEVIER.
Setiawati, L., Rustina, Y.dan Kuntarti (2009). Pengaruh Tepid Sponge
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Dan Kenyamanan Pada Anak
Yang Mengalami Demam. Jurnal Keperawatan Aisiyah; 2 (2): 1-9.
Thomas, S., Vijaykumar, C., Nai, R., Moses, PD and Antonisamy (2009).
Comparative Effectiveness of Tepid Sponging and Antipyretic Drug
Versus Only Antipyretic Drug in the Management of Fever Among
Children: A Randomized Controlled Trial. Indian Pediatric 2009;
(46).
Wong, D.L, Hockenberry, M. Wilson, D. Winkelstein, M.L. & Schwartz, P.
(2009). Buku ajar keperawatan pediatrik Wong edisi: 6; alih
bahasa: Andri Hartono, Sari Kurnianingsih, Setiawan, editor; Egi
Komara Yudha, Esty Wahyuningsih, Devi Yulianti, niken Budi
Subekti. Jakarta: EGC.

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN TEPID SPONGE DI RUANG
GAMBIR

RSAB HARAPAN KITA

Nama & usia :

Diagnosa Medis :

Tindakan : Kombinasi tepid sponge dan paracetamol / hanya mendapat


paracetamol

1. Monitor Suhu
Suhu Awal (aksila)

Menit Ke 30 60 90 120

Suhu

2. Penilaian Tingkat Kenyamanan, FLACC (Face, Leg, Activity, Cry,


Consolability)
Wajah 1. Tidak ada ekspresi yang khusus (seperti senyum) 0
2. Kadang meringis atau ,mengerutkan dahi, menarik diri 1
3. Sering/terus menerus mengerutkan dahi, rahang 2
mengatup, dagu bergetar
Ekstremitas 1. Posisi normal/rileks 0
2. Tidak tenang, gelisah, tegang 1
3. Menendang/menarik diri 2
Gerakan 1. Berbaring tenang, posisi normal, bergerak mudah 0
2. Menggeliat-geliat, bolak-balik, berpindah, tegang 1
3. Posisi tubuh meringkuk, kaku/spasme atau menyentak 2
Menangis 1. Tidak menangis 0
2. Merintih, merengek, kadang mengeluh 1
3. Menangis tersedu-sedu, terisak-isak, menjerit 2
Kemampuan 1. Senang, rileks 0
ditenangkan 2. Dapat dtenangkan dengan sentuhan, pelukan, atau 1
bicara, dapat dialihkan.
3. Sulit tidak dapat ditenangkan dengan pelukan, sentuhan 2
dan distraksi
Total skor

Keterangan:
Ringan : < 4
Sedang : 5-6
Berat : 7-10

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016
INOVASI EBN

STANDAR OPERATING PROCEDURE TAPID WATER SPONGE


No Tindakan Ya Tidak
1. Persiapan alat
a. Baskom
b. Handuk kecil/wash lap 4 buah
c. Pengalas
d. Termometer aksila
e. Termometer air
2. Pelaksanaan
a. Siapakan air hangat (suhu 34 0C-37 0C ) atau hangat kuku
b. Pasang tirai
c. Lepas pakaian anak
d. Pasang pengalas atau perlak dibawah tubuh anak
e. Basahi handuk kecil atau wash lap dengan air hangat alalu
peras
f. Lakukan pengelapan/penyekaan mulai wajah (hindari
mengelap mata) leher
g. Lakukan penyekaan pada dada, perut dan punggung
h. Lakukan peyekaan pada tangan mulai lengan sampai ujung
jari, lakukan pada tangan kanan dan kiri secara bergantian
i. Basahi handuk kecil / wash lap lalu peras letakkan pada
kedua ketiak
j. lakukan penyekaan pada paha sampai ujung jari kaki secara
bergantian pada kaki kanan dan kiri
k. basahi handuk kecil / wash lap lalu peras letakkan pada
inguinalis femur kanan dan kiri
l. semua tahapan dilakukan selama 15 menit
3. Pengukuran suhu
a. Pengukuran suhu dilakukan pada menit ke 15 setelah
selesai penyekaan.
b. Jika tidak terjadi penurunan suhu maka ulangi prosedur
penyekaan dari awal
c. Jika terjadi penurunan suhu maka pengukuran dilanjutkan
pada menit ke 30, 60, 90, 120
Literatur:

Chiappini, E., Principi,N., Longhi,R., Tovo, PA., Becherucci, P., Bonsignori, F.,
Esposito,S., Festini, F., Galli, L., Lucchesi, B., Mugelli, A. &
Martino(2009). Manajemen Of fever in Children : S u m m a r y o f t h e
I t a l i a n Pediatric Societ y Guidelines . Clinical therapeutica; 31 (8).
Thomas, S., Vijaykumar, C., Nai, R., Moses, PD and Antonisamy (2009). Comparative
Effectiveness of Tepid Sponging and Antipyretic Drug Versus Only Antipyretic Drug in the
Management of Fever Among Children: A Randomized Controlled Trial. Indian
Pediatric 2009; (46).

Asuhan keperawatan ..., Muhammad Khabib Burhanuddin Iqomh, FIK UI, 2016

Anda mungkin juga menyukai