Anda di halaman 1dari 2

Pembelajaran Jarak Jauh

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi opsi utama selama masa penyebaran virus corona
masih merebak di Indonesia. Dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, guru dan siswa
melakukan kegiatan belajar-mengajar di rumah masing-masing tanpa melalui tatap muka secara
langsung. Kegiatan pembelajaran jarak jauh memberikan dampak positif maupun negatif bagi
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, baik antara institusi pendidikan, murid, dan orang tua.

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sudah diterapkan seiring surat edaran yang dikeluarkan
oleh kemendikbud. Di Indonesia, dilansir dari situs dapo dikdasmen kemdikbud terdata 220.353
sekolah dan 42.587.055 siswa yang secara otomatis akan melakukan pembelajaran jarak jauh
dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Banyak guru, siswa, dan wali murid
yang “kaget” dengan metode pembelajaran jarak jauh. Sebab sistem ini lebih menekankan siswa
dalam belajarnya menggunakan gawai. Hal ini membuat respon dari seluruh elemen sekolah
(guru, siswa, dan wali murid) sangat variatif. Ada yang menyambut baik, ada yang terpaksa, ada
pula yang kebingungan.

Di Indonesia sendiri, tidak semua pembangunan infrastruktur pendidikannya merata.


Mungkin sejauh ini, sekolah yang menyambut baik sistem PJJ tersebut adalah sekolah yang
termasuk kriteria golongan menengah ke atas. Tentu sekolah-sekolah tersebut tidaklah kaget,
sebab bisa jadi sekolah-sekolah itu sudah melakukannya lebih dahulu dan terbiasa, sebelum
adanya pandemik nasional ini. Dukungan fasilitas, administrasi, serta latar belakang ekonomi
siswa yang baik menjadi faktor sekolah tersebut tidak menemukan kendala dalam PJJ.
Sebaliknya, hal ini tentu menjadi kejutan untuk sekolah-sekolah yang termasuk golongan
menengah ke bawah, sebab bisa jadi ini suatu pengalaman yang baru ditemui dalam aktivitas
pembelajaran. Akibatnya, sistem PJJ akan banyak sekali menemukan hambatan. Fasilitas yang
kurang memadai, administrasi, serta faktor ekonomi siswa yang kurang baik menjadikan sistem
PJJ di sekolah tersebut suatu kendala yang kompleks.

Dalam pelaksanaan PJJ, guru dituntut untuk kreatif dan inovatif guna memacu semangat
siswa dalam belajar. Meski dalam website Kemendikbud terdapat fitur panduan PJJ, tetapi
sosialisasi yang kurang begitu masif mengakibatkan informasi ini tidak sepenuhnya
tersampaikan kepada guru-guru. Hal ini tentu berdampak dalam proses PJJ. Kurangnya
sosialisasi, membuat guru-guru tetap melaksanakan PJJ dengan caranya sendiri. Jika sekolah itu
bagus, tentu sekolah tersebut akan membuat regulasi khusus agar PJJ dapat dipusatkan dalam
satu sistem atau portal belajar yang dibuat oleh sekolahnya. Sebaliknya, apabila sekolahnya
kurang tanggap dengan hal ini, maka sekolah tersebut akan menyerahkan sistem pengajaran
kepada guru bidang studi masing-masing. Pastinya hal ini menjadi celah bagi “oknum” guru
yang kaget terhadap PJJ, sehingga guru tersebut hanya terus membebani siswa dengan tugas-
tugas setiap harinya sebagai formalitas demi mengikuti kebijakan pemerintah.

Kendala lainnya adalah guru dituntut aktif untuk memotivasi siswa agar turut aktif dalam
PJJ. Konsep PJJ yang medianya adalah gawai dan harus tersambung dalam jaringan, menjadi
masalah yang kompleks dalam penerapannya. Kalangan siswa di sekolah yang tergolong
menengah ke bawah, tidak semua memiliki telepon pintar. Ada siswa yang memiliki telepon
pintar, tetapi ia tidak memiliki kuota. Ada siswa yang memiliki telepon pintar, tetapi
digunakannya bersama dengan orang tua. Bahkan ada siswa yang tidak sama sekali tidak
memiliki telepon pintar.

Bagi seorang siswa yang “malas”, tidak punya kuota internet akan menjadi salah satu
alasan untuk ia tidak mengikuti PJJ. Ditambah lagi, apabila karakter siswa itu dalam
pembelajaran yang normal, sering tidak masuk kelas dan tidak pernah mengikuti pelajaran
dengan baik. Bagi siswa yang selalu punya antusias dalam belajar, namun lemah dalam mata
pelajaran tertentu, tentu ini menjadi masalah besar untuk dirinya. Sebab mereka akan kesulitan
mencerna materi secara mandiri, tanpa ada penjelasan langsung dari gurunya.

Melihat kondisi Indonesia hari ini, tentu bukan menjadi hal yang diinginkan oleh semua
orang. Penyebaran virus yang begitu cepat, membuat setiap orang dan instansi-instansi
mengambil langkah cepat pula dalam mengubah cara kerja mereka. Begitu pun dengan proses
pembelajaran. Saat ini kita hanya perlu cepat beradaptasi dan terus memperbaiki sama-sama
sistem PJJ. Adapun masalah yang bisa diperbaiki saat ini untuk sistem PJJ seperti setiap satuan
pendidikan membuat aturan khusus dan juknis yang jelas, emberikan akses layanan gratis untuk
siswa, baik berupa kuota internet atau sejenisnya, guru-guru diberi pelatihan secara daring,
sebagai bekal untuk melakukan pengajaran dan orang tua siswa turut membantu guru dalam hal
pengawasan kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai