Anda di halaman 1dari 28

Refreshing

Edema Paru

Pembimbing :
dr. Renny Luhur Setyani, Sp. Rad (K)TR, MM

Disusun Oleh :
Gita Noor Azizah
2016730042

DEPARTEMEN RADIOLOGI
KEPANITERAAN KLINIK RS ISLAM JAKARTA PONDOK
KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
hidayat, serta kesehatan yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Refreshing dengan judul “Edema Paru” sesuai pada waktu yang telah
ditentukan.

Laporan ini penulis buat sebagai dasar kewajiban dari suatu proses kegiatan
yang penulis lakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktik kehidupan
sehari-hari.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Renny Luhur Setyani, Sp. Rad (K)
TR, MM selaku pembimbing yang telah membantu dalam kelancaran pembuatan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi
pembaca pada umumnya.

Penulis harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah
kesempurnaan laporan penulis. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Jakarta, 09 Mei 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Anatomi Traktus Respitarorius

Saluran pernapasan terdiri dari bagian atas dan bawah


1. Saluran napas bagian atas
 Vestibulum nasi
 Cavitas nasi
 Sinus paranasal
 Faring: pars nasalis, pars oralis dan pars laringea
2. Saluran napas bagian bawah
 Laring
 Trakea
 Paru kanan, terdiri dari 3 lobus yaitu lobus superior, lobus medial dan
inferior
 Paru kiri, terdiri dari 2 lobus yaitu lobus superior dan inferior
Panjang trakea yaitu 10-13 cm yang memanjang dari kartilago krikoid pada
laring hingga pembagiannya (Biforcatio tracheae) menjadi dua bronkus utama
(bronkus principals). Kemudian bronkus principal bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris masing- masing dikiri dan kanan. Bronkus lobaris mencabangkan menjadi
bronkus segmentalis. Bronkus segmental lalu bercabang menjadi bronkiolus
terminalis, namun pada gambar ini tidak dijabarkan lebih detail. Bronkiolus
mempunyai diameter yang lebih kecil dari 1mm dan tidak mempunyai kartilago dan
kelenjar pada dindingnya. Bronkiolus ini merupakan segmen terakhir dari bagian
konduksi system respiratori. Setiap bronkiolus terminalis membuka ke dalam asinus
pulmonal, yang membentuk 10 pembentukan bronchioli respiratori tambahan dengan
duktus dan saccus alveolares. Semua bagian asinus berisi alveoli sehingga asinus
termasuk dalam bagian pertukaran gas pada system respiratori. Paru mempunyai dua
sistem pembuluh darah yang berhubungan melalui cabang-cabang terminalnya di
dinding alveoli yaitu Aa. Pulmonalis dan Vv. Pulmonalis. Aa pulmonalis bertugas
mengirimkan darah dari jantung kanan ke alveoli dan Vv. Pulmonalis mengirimkan
darah yang teroksigenasi ke atrium kiri.
2. Radioanatomi Traktus Respiratorius

A. Gambaran Foto Thorax Normal

Keterangan:

1. Trakea
2. Os klavikula
3. Kosta IV posterior
4. Bronkus utama kanan
5. Bayangan payudarah kanan
6. Udara dalam lambung
7. Hemidiagfragma kiri
8. Ventrikel kiri
9. Aorta decendens
10. Arteri pulmonalis kiri
11. Lobus superior kiri
12. Atrium kiri
13. Ventrikel kanan
14. Arteri pulmonalis kanan , vena pulmonalis kanan
15. Corpus vertebra
16. Sudut kostofrenikus posterior
 Foto thoraks normal memberikan gambaran:
1. Radiolusen
2. Vaskuler paru 2/3 medial
3. Hilus dekstra lebih rendah dibandingkan hilus sinistra
4. Letak diafragma dextra lebih tinggi dibandingkan sinistra
5. Sinus lancip
6. Lapisan pleura tidak tampak
7. Costa antertor seperti huruf V
8. Costa Posterior seperti huruf A
 Syarat foto radiologi yang baik
1. Inspirasi cukup : dilihat dari posisi kedua diafragma (diafragma kiri
setinggi kosta IX-X posterior dan kosta VI anterior dan difragma kanan
lebih tinggi dari kiri)
2. Posisi simetris: dapat dilihat dari proyeksi tulang corpus vertebra thorakal
yang terletak di tengah sendi sternoklavikular kanan dan kiri
3. Film meliputi seluruh cavum thoraks: mulai dari puncak cavum thorax
sampai sinus phrenico-costalis kanan kiri dapat terlihat
4. Vertebra thorakal biasanya terlihat sampai thorakal 3-4
 Cara sistematis membaca foto thorax antara lain :
1. Informasi pasien: umur, jenis kelamin, tanggal foto dilakukan
2. Teknis pengambilan foto:
 Nilai orientasi: Perhatikan tanda marker pada foto. L (left) atau R
(right), jangan mengambil patokan bahwa jantung selalu berada di
sebelah kiri, karena bias saja terdapat dekstrokardia.
 Nilai penetrasi, apakah kurang, cukup atau lebih. Apabila kurang film
akan tampak lebih putih, corpus vertebra tidak tampak di belakang
bayangan jantung. Apabila penetrasi berlebihan film akantampak lebih
hitam.
 Nilai proyeksi (AP,PA, Lateral):
- PA (Posterior anterior): merupakan proyeksi yang umum
digunakan yaitu film diletakan pada bagian depan pasien dan
sinar X-ray berasal dari arah belakang pasien.
- AP (Anterior Posterior): digunakan pada kasus emergensi/
keadaan pasien yang tidak mampu bangun. Pada posisi ini film
diletakkan pada bagian belakang dan sinar x-ray diarahkan dari
arah depan pasein. Proyeksi gambar yang dihasilkan dari posisi
AP sebaiknya tidak digunakan untuk menilai ukuran jantung
dikarenakan jantung yang normal akan terlihat mengalami
pembesaran karena posisi jantung terletak jauh dari film.
- Posisi lateral: Digunakan untuk melokalisasi kelainan yang
tampak pada foto PA.
 Rotasi : pada foto thoraks yang baik, jarak ujung medial dari klavikula
kiri ke prosesus spinosus harus sama dengan jarak ujung medial dari
klavikula kanan ke prosesus spinosus. Jika jarak ini tidak sama,
berarti pasien mengalami rotasi.
 Inspirasi adekuat atau tidak: pada inspirasi kurang terdapat kesalahan
teknis yang menyerupai penyakit antara lain corakan meningkat pada
kedua lobus bawah, diameter jantung bertambah, letak diafragma
tertinggi (setinggi costa V) dan sendi sternoklavikula sama jauhnya
dari garis tengah. Pada inspirasi yang berlebih terdapat skapula berada
di luar lapangan paru, corakan paru normal pada kedua lobus bawah,
sinus cardioprenicus terlihat, sinus costofrenikus tajam dan diafragma
menyilang ujung depan costa VI
3. Trakhea: Nilai posisinya
4. Jantung dan mediastinum: Nilai bentuk, ukuran menggunakan CTR
(cardio Thoracic Ratio N: < 50%), pergeseran
5. Diafragma: Nilai outline, bentuk dan posisi
6. Pleura : Nilai sudut costofrenikus dan sudut cardiofrenikus
7. Paru: Nilai kelainan lokal/ general, penilaian densitas dan vaskular paru
8. Hilus: Nilai densitas, posisi, bentuk
9. Bawah diafragma: nilai bayangan udara dan kalsifikasi
10. Soft tissue
11. Tulang: nilai apakah ada fraktur, dislokasi dan lesi destruktif

B. Pemilihan Proyeksi Pada Posisi Foto Thorax


1. Posisi PA (Postero Anterior)

Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan supaya
skapula tidak menutupi parenkim paru.
2. Posisi AP (Antero Posterior)

Dilakukan pada anak-anak atau pada pasien yang tidak koorperatif. Film
diletakkan dibawah punggung, biasanya skapula menutupi parenkim paru.
Jantung juga terlihat lebih besar daripada posisi PA.

3. Posisi lateral dextra & sinistra


Posisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah
proyektil lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat di sebelah
kanan, maka dibuat proyeksi lateral kanan, berarti sebelah kanan terletak pada
film. Foto juga dibuat dalam posisi berdiri.
4. Posisi lateral dekubitus

Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu, yaitu bila klinis diduga ada
cairan bebas dalam cavum pleura, tetapi tidak terlihat pada posisi PA atau
lateral. Penderita terbaring pada satu sisi (kanan atau kiri). Film diletakkan di
punggung penderita dan diberikan sinar dari depan arah horizontal.

5. Posisi apikal (lordotik)


Foto ini dibuat pada foto PA bila menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan pada daerah kedua apex paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya
dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan menginterpretasikan
suatu lesi di apex.
6. Foto Oblik Iga

Hanya dibuat bila pada PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan


pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat
setelah foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan dalam menginterpretasikan
suatu lesi di apeks paru.

7. Posisi ekspirasi
Adalah foto thorax PA atau AP yang diambil pada saat penderita dalam
ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan adanya
pneumothorax yang diduga secara klinis atau suatu benda asing yang
terinhalasi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Edema Paru
A. Definisi
Edema paru didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
perpindahan cairan dari vaskular paru ke interstisial dan alveoli paru. Pada
edema paru terdapat penimbunan cairan serosa secara berlebihan di dalam
ruang interstisial dan alveoli paru.
B. Etiologi

Edema paru biasanya diakibatkan oleh peningkatan tekanan pembuluh


kapiler paru dan permeabilitas kapiler alveolar. Edema paru akibat
peningkatan permeabilitas kapiler paru sering disebut acute respiratory
distress syndrome (ARDS). Edema paru dapat diklasifikasikan sebagai edema
paru kardiogenik dan edema paru non-kardiogenik. Edema paru
nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler paru
antara lain Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan salah
satu bentuk umum edema paru non kardiogenik. ARDS merupakan kondisi
serius yang berupa hipoksia, infiltrat bilateral pada gambaran radiografi toraks
dengan disertai gagal napas. Tanda ARDS pada tingkat selular adalah
permeabilitas endotel kapiler, kebocoran cairan ke dalam parenkim paru
diikuti dengan netrofil, sitokin dan respon inflamasi akut. Penyebab sistemik
ARDS antara lain sepsis, syok, pankreatitis, overdosis obat (opiat, aspirin,
phenotiazine, amiodaron), luka bakar, trauma dan cedera kepala. Kondisi paru
yang menyebabkan ARDS diantaranya tuberkulosis miliar, menyelam, gas
beracun dan toksisitas oksigen. Penyebab ARDS yang sering yaitu sepsis dan
pneumonia. Penyebab lain edema paru non kardiogenik pada pasien rawat
inap adalah overload cairan intravena, edem paru neurogenik, edem paru
reperfusi, re-expansion pulmonary edema dan keracunan salisilat. Penyebab
lebih jarang lainnya dapat berupa High Altitude Pulmonary Edema (HAPE),
immersion pulmonary edema dan Negative Pressure Pulmonary Edema
(NPPE). Penyebab edema paru kardiogenik antara lain

1. Gagal jantung kiri, yang dapat diakibatkan oleh infark miokard, penyakit
katup aorta dan mitral, kardiomiopati, aritmia, hipertensi krisis, kelainan
jantung bawaan (paten duktus arteriosus, ventrikel septal defek)

2. Volume overload

3. Obstruksi mekanik aliran kiri

4. Insufisiensi limfatik, yang terjadi sebagai akibat lanjut transplantasi paru.

Walaupun penyebab edema paru kardiogenik dan nonkardiogenik


berbeda, namun keduanya memiliki penampilan klinis yang serupa sehingga
menyulitkan dalam menegakkan diagnosisnya.

C. Patofisiologi

Edema paru terjadi bila cairan yang difiltrasi oleh dinding


mikrovaskuler lebih banyak daripada yang bisa dikeluarkan yang berakibat
alveoli penuh terisi cairan sehingga tidak memungkinkan terjadinya
pertukaran gas. Faktor-faktor penentu yang berperan disini yaitu perbedaan
tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan interstisial, serta
permeabilitas sel endotel terhadap air, larutan dan molekul besar seperti
protein plasma. Pada edema paru non kardiogenik terjadi karena peningkatan
permeabilitas kapiler, sedangkan pada edema paru kardiogenik terjadi karena
peningkatan tekanan hidrostatik. Adanya ketidakseimbangan dari satu atau
lebih dari faktor-faktor diatas akan menimbulkan terjadinya edema paru.

Edema paru kardiogenik dapat terjadi akibat dekompensasi akut pada


gagal jantung kronik maupun akibat gagal jantung akut pada infark miokard
dimana terjadinya bendungan dan peningkatan tekanan di jantung dan paru
akibat melemahnya pompa jantung. Kenaikan tekanan hidrostatik kapiler paru
menyebabkan transudasi cairan ke dalam ruang interstisial paru, dimana
tekanan hidrostatik kapiler paru lebih tinggi dari tekanan osmotik koloid
plasma. Pada tingkat kritis, ketika ruang interstitial dan perivaskular sudah
terisi, maka peningkatan tekanan hidrostatik menyebabkan penetrasi cairan ke
dalam ruang alveoli. Terdapat tiga tingkatan fisiologi dari akumulasi cairan
pada edema paru kardiogenik:

Tingkat 1: Cairan dan koloid berpindah dari kapiler paru ke interstisial paru
tetapi terdapat peningkatan cairan yang keluar dari aliran limfatik.

Tingkat 2: Kemampuan pompa sistem limfatik telah terlampaui sehingga


cairan dan koloid mulai terakumulasi pada ruang interstisial
sekitar bronkioli, arteriol dan venula.

Tingkat 3: Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema


alveoli. Pada tahap ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas.

D. Diagnosis
1. Anamnesis
Gambaran klinis edema paru yaitu dari anamnesis ditemukan adanya
sesak napas yang bersifat tiba-tiba yang dihubungkan dengan riwayat
nyeri dada dan riwayat sakit jantung. Perkembangan edema paru bisa
perlahan atau tiba-tiba seperti pada kasus edema paru akut. Gejala-gejala
umum lain yang mungkin ditemukan yaitu mudah lelah, lebih cepat
merasa sesak napas dengan aktivitas yang biasa (Dyspnea on exertion),
napas cepat (Takipnea), pening atau kelemahan. Tingkat oksigenasi darah
yang rendah (hipoksia) mungkin terdeteksi pada pasien dengan edema
paru.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik edema paru non kardiogenik ditemukan akral
hangat, nadi kuat, suara S1 gallop tidak ada, Tekanan Vena Jugular
normal dan ronki kering. Sedangkan pada edema paru kardiogenik
ditemukan akral dingin, terdapat suara S1 gallop, Tekanan Vena Jugular
meningkat dan ronki basah.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Analisis Gas Darah


Analisis gas darah (AGDA) dapat memperlihatkan penurunan
PO2 dan PCO2 pada keadaan awal tetapi pada perkembangan penyakit
selanjutnya PO2 semakin menurun sedangkan PCO2 meningkat. Pada
kasus yang berat biasanya dijumpai hiperkapnia dan asidosis
respiratorik.
b. EKG (Elektrokardiografi)
EKG menunjukan gangguan pada jantung seperti pembesaran
atrium kiri, pembesaran ventrikel kiri, aritmia, miokard iskemik
maupun infark. Pada edema paru kardiogenik ditemukan iskemia dan
edema paru non kardiogenik ditemukan hasil normal.
c. Pemeriksaan Enzim Jantung
Pemeriksaan laboratorium enzim jantung perlu dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis infark miokard. Peningkatan
kadar Brain Natriuretic Peptide (BNP) di dalam darah sebagai respon
terhadap peningkatan tekanan di ventikel, kadar BNP >500 pg/ml
dapat membantu menegakkan diagnosis edema paru kardiogenik. Pada
edema paru non kardiogenik ditemukan hasil normal.
d. Foto Thorax
1. Foto Thorax pada edema paru kardiogenik
A. Apabila penyebabnya gagal jantung kanan,
 kardiomegali dengan apeks yang terangkat akibat hipertrofi
ventrikel kanan
 Arteri pulmonalis juga membesar yang menyebabkan
pinggang jantung menonjol
 Efusi pleura dapat terjadi dengan cairan mengisi fissura oblik
dan horizontal

B. Apabila penyebab gagal jantung kiri


 Kardiomegali dengan apeks yang tertanam pada difragma
 Gambaran radiologi di paru bertahap sesuai dengan tingkat
keparahan penyakit yang dapat dinilai dari Pulmonary Capillary
Wedge Pressure (PCWP). PCWP normal adalah 5-10 mmHg.
Tahap 1: kranialisasi atau sefalisasi (PCWP 10-15 mmHg)
1. Terdapat diversi darah ke vena-vena di lobus superior dengan
penebalan vena-vena dilobus superior bilateral.
2. Kranialisasi terjadi karena akibat penurunan komplians
pembuluh darah di basis paru yang disebabkan edema pada
dinding pembuluh darah.

Kranialisasi

Tahap 2: Edema paru interstitial (PCWP 20-25 mmHg)

Edema paru interstitial: Batas pembuluh darah paru menjadi


kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal

1. Garis Karley B yang biasanya terlihat pada basis paru (dekat


sulkus kostofrenikus) yang ketebalannya tidak lebih dari 1mm
dan panjangnya 1-2 cm serta berjalan horizontal.
2. Garis Karley B mulai terlihat pada PCWP 15-20 mmHg
3. Penebalan septa ini jika berlangsung lama dapat mengalami
fibrosis dan menetap sehingga disebut garis Karley B yang
kronis
4. Garis Karley A merupakan distensi saluran anastomosis Antara
saluran limfatik perifer dengan saluran limfatik sentral.
5. Garis Karley A (panjang dapat mencapai 6 cm) tampak berjalan
oblik dari hilus dan tidak mencapai bagian perifer seperti
halnya garis Karley B
6. Daris Karley C tampak sebagai garis reticular pada basis paru
yang merupakan garis Karley B yang terlihat en face

Gambaran Edema paru intertitial


Panah putih di perifer: Karley B
Panah putih di bagian atas: Karley A
Panah hitam: Karley C

Tahap 3: Edema paru alveolar (PCWP >25 mmHg)

Edema patu alveolar: Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi


hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan
batuk berbuih kemerahan.

1. Perbecakan di bagian 2/3 media paru yang memberikan


gambaran Bat’s wing
2. Edema paru lebih dominan di lapang paru bawah
Gambaran edema paru alveolar

2. Foto Thorax Edema paru non-kardiogenik

 Edema alveolar yang terjadi cenderung lebih ke perifer


 Retribusi ke lobus superior lebih jarang ditemukan
 Infiltrat pada alveolar tidak merata
 Tidak ada garis Karley
 Efusi pleura tidak selalu tampak.
 Air bronkogram selalu tampak
Air bronkogram adalah garis tubular pada jalan napas alveoli
yang disekitarnya alveoli terisi oleh cairan eksudat atau
infamasi
Gambaran air bronkogram
Perbedaan gambaran radiologi pada edema paru non kardiogenik dan
edema paru kardiogenik.

Gambaran Radiologi EPA Kardiogenik EPA Non-Kardiogenik

Ukuran jantung Normal atau lebih besar Biasanya normal


Pedikulus vaskular Normal atau melebar Normal atau kurang
dari normal
Distribusi vaskular Balanced atau inverted Normal atau balanced
Peribronchial cuffing Ada Biasanya tidak ada

Garis Karley B Ada Biasanya tidak ada

Air Bronkogram Biasanya tidak ada Biasanya ada


Distribusi edema Rata atau sentral Tidak rata (patchy) atau
peripheral

Saluran menjadi edema, oleh karena itu dinding menjadi lebih tebal dan diameter
menjadi lebih kecil: Peribrochial cuffing
Gambaran Peribrochial cuffing pada CT-Scan

e. Ekokardiografi
Ekokardiografi dilakukan untuk mengetahui apakah ada
penurunan fungsi dari ventrikel kiri dan adanya kelainan katup-katup
jantung. Pada edema paru non kardiogenik fungsi ventrikel kiri
normal, sedangkan pada edema paru kardiogenik fungsi ventrikel kiri
menurun (ruang jantung membesar).
f. Kateterisasi jantung kanan
Pengukuran PCWP (Pulmonary Capillary Wedge Pressure)
melalui kateterisasi jantung kanan merupakan Gold Standard untuk
pasien edema paru kardiogenik yaitu berkisar 25-35 mmHg sedangkan
pada pasien ARDS PCWP 0-18 mmHg.

E. Tatalaksana

1. Pemberian oksigen
Hipoksemia umum pada edema paru merupakan ancaman utama
bagi susunan saraf pusat, baik berupa turunnya kesadaran sampai
koma maupun terjadinya syok. Oleh karena itu suplementasi oksigen
merupakan terapi intervensi yang penting untuk meningkatkan
pertukaran gas dan menurunkan kerja pernapasan, mengoptimalisasi
unit fungsional paru sebanyak mungkin, serta mengurangi overdistensi
alveolar. Pada kasus ringan oksigen bisa diberikan dengan kanul
hidung atau masker muka (face mask). Continuous positive airway
pressure (CPAP) sangat membantu pada pasien edema paru
kardiogenik.

2. Obat-obat yang menurunkan preload

 Nitrogliserin (NTG) dapat menurunkan preload secara efektif,


cepat dan efeknya dapat diprediksi. Pemberian NTG secara intra
vena diawali dengan dosis rendah (20 µg/menit) dan kemudian
dinaikkan secara bertahap (dosis maksimal 200 µg/menit)
 Loop diuretics (furosemid) dapat menurunkan preload melalui 2
mekanisme, yaitu: diuresis dan venodilatasi. Dosis furosemid
dapat diberikan per oral 20-40 mg/hari pada keadaan yang ringan
hingga 5-40 mg/jam secara infus pada keadaan yang berat.
 Morfin sulfat digunakan untuk menurunkan preload dengan dosis 3
mg secara intra vena dan dapat diberikan berulang.

3. Obat-obat yang menurunkan Afterload

 Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACE-inhibitors)


menunurunkan afterload, serta memperbaiki volume sekuncup dan
curah jantung. Pemberian secara intra vena (Enalapril 1,25 mg)
ataupun sublingual (Kaptopril 25 mg) akan memperbaiki keluhan
pasien. Pada suatu meta analisis didapati bahwa pemberian ACE
inhibitors akan menurunkan angka mortalitas

4. Obat-obatan golongan inotropik diberikan pada edema paru kardiogenik


yang mengalami hipotensi, yaitu dobutamin 2-20 µg/kg/menit atau
dopamin 3-20 µg/kg/menit.
F. Prognosis
Prognosis edema paru akut tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Pasien dengan etiologi infark miokard akut serta keadaan
komorbiditasnya yang menyertai seperti diabetes mellitus dan gagal ginjal
kronik. Secara umum, pasien dengan edema paru akut yang disebabkan oleh
kelainan jantung memiliki prognosis yang jelek.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Paru- paru terdiri atas dua bagian, sinistra dan dekstra. Paru dextra
terdiri atas tiga lobus yaitu lobus anterior, media, posterior. Paru sinistra
terdiri atas dua lobus yaitu superior dan inferior. Edema paru adalah keadaan
dimana terjadi perpindahan cairan dari vaskular paru ke interstisial dan alveoli
paru. Edema paru dapat diklasifikasikan sebagai edema paru kardiogenik dan
edema paru non-kardiogenik. Edema paru non kardiogenik karena
meningkatnya permeabilitas kapiler, sedangkan edema paru kardiogenik
disebabkan karena meningkatnya tekanan hidrostatik.
Gambaran radiologi pada edema paru yang disebabkan oleh gagal
jantung kanan yaitu kardiomegali dan efusi pleura. Gambaran radiologi pada
edema paru interstitial adalah garis Karley A, B dan C. Gambaran radiologi
pada edema paru alveolar terdapat Bat’s Wing. Gambaran radiologi pada
edema paru non kardiologi adalah edema alveolar yang terjadi cenderung
lebih ke perifer, infiltrat pada alveolar tidak merata, tidak ada garis karley,
efusi pleura tidak selalu tampak dan air bronkogram selalu tampak.
Tatalaksana pada edema paru dengan pemberian oksigen, diberikan
obat penurun afterload dan preload, obat-obatan golongan inotropik diberikan
pada edema paru kardiogenik yang mengalami hipotensi.
DAFTAR PUSTAKA

Chesnutt, M. S., & Prendergast, T. J. (2016). Pulmonary Disorders. In M. A.


Papadakins, & S. J., Current Medical Diagnosis and Treatment 55 th Edition
(pp. 242-320). San Francisco: Mc Graw Hill education.

Palmer P.E.S, Cockshott W.P, Hegedus V, Samuel E. Manual of Radiographic


Interpretation for General Practitioners (Petunjuk Membaca Foto Untuk
Dokter Umum). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : EGC,1995

PDPI. (2015). PERTEMUAN ILMIAH RESPIROLOGI (PIR) 2015 NASIONAL.


Surakarta: UNS Press.
Paulsen, W. (2011). Sobotta Atlas of Human Anatomy Internal Organs 15 th Edition.
Jerman: Elsevier.
Rampengan, S. H. (2014). EDEMA PARU KARDIOGENIK AKUT. Jurnal
Biomedik (JBM), 149-156.
Soetikno, R. D. (2011). Radiologi Emergensi. Bandung: PT Refika Aditama.
Thomas Gluecker, M. P. (n.d.). Clinical and Radiologic Features of Pulmonary
Edema. SIENTIFIC EXHIBIT, 1507-1531.

Anda mungkin juga menyukai