Edema Paru
Pembimbing :
dr. Renny Luhur Setyani, Sp. Rad (K)TR, MM
Disusun Oleh :
Gita Noor Azizah
2016730042
DEPARTEMEN RADIOLOGI
KEPANITERAAN KLINIK RS ISLAM JAKARTA PONDOK
KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
hidayat, serta kesehatan yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Refreshing dengan judul “Edema Paru” sesuai pada waktu yang telah
ditentukan.
Laporan ini penulis buat sebagai dasar kewajiban dari suatu proses kegiatan
yang penulis lakukan yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk praktik kehidupan
sehari-hari.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Renny Luhur Setyani, Sp. Rad (K)
TR, MM selaku pembimbing yang telah membantu dalam kelancaran pembuatan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi
pembaca pada umumnya.
Penulis harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah
kesempurnaan laporan penulis. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Anatomi Traktus Respitarorius
Keterangan:
1. Trakea
2. Os klavikula
3. Kosta IV posterior
4. Bronkus utama kanan
5. Bayangan payudarah kanan
6. Udara dalam lambung
7. Hemidiagfragma kiri
8. Ventrikel kiri
9. Aorta decendens
10. Arteri pulmonalis kiri
11. Lobus superior kiri
12. Atrium kiri
13. Ventrikel kanan
14. Arteri pulmonalis kanan , vena pulmonalis kanan
15. Corpus vertebra
16. Sudut kostofrenikus posterior
Foto thoraks normal memberikan gambaran:
1. Radiolusen
2. Vaskuler paru 2/3 medial
3. Hilus dekstra lebih rendah dibandingkan hilus sinistra
4. Letak diafragma dextra lebih tinggi dibandingkan sinistra
5. Sinus lancip
6. Lapisan pleura tidak tampak
7. Costa antertor seperti huruf V
8. Costa Posterior seperti huruf A
Syarat foto radiologi yang baik
1. Inspirasi cukup : dilihat dari posisi kedua diafragma (diafragma kiri
setinggi kosta IX-X posterior dan kosta VI anterior dan difragma kanan
lebih tinggi dari kiri)
2. Posisi simetris: dapat dilihat dari proyeksi tulang corpus vertebra thorakal
yang terletak di tengah sendi sternoklavikular kanan dan kiri
3. Film meliputi seluruh cavum thoraks: mulai dari puncak cavum thorax
sampai sinus phrenico-costalis kanan kiri dapat terlihat
4. Vertebra thorakal biasanya terlihat sampai thorakal 3-4
Cara sistematis membaca foto thorax antara lain :
1. Informasi pasien: umur, jenis kelamin, tanggal foto dilakukan
2. Teknis pengambilan foto:
Nilai orientasi: Perhatikan tanda marker pada foto. L (left) atau R
(right), jangan mengambil patokan bahwa jantung selalu berada di
sebelah kiri, karena bias saja terdapat dekstrokardia.
Nilai penetrasi, apakah kurang, cukup atau lebih. Apabila kurang film
akan tampak lebih putih, corpus vertebra tidak tampak di belakang
bayangan jantung. Apabila penetrasi berlebihan film akantampak lebih
hitam.
Nilai proyeksi (AP,PA, Lateral):
- PA (Posterior anterior): merupakan proyeksi yang umum
digunakan yaitu film diletakan pada bagian depan pasien dan
sinar X-ray berasal dari arah belakang pasien.
- AP (Anterior Posterior): digunakan pada kasus emergensi/
keadaan pasien yang tidak mampu bangun. Pada posisi ini film
diletakkan pada bagian belakang dan sinar x-ray diarahkan dari
arah depan pasein. Proyeksi gambar yang dihasilkan dari posisi
AP sebaiknya tidak digunakan untuk menilai ukuran jantung
dikarenakan jantung yang normal akan terlihat mengalami
pembesaran karena posisi jantung terletak jauh dari film.
- Posisi lateral: Digunakan untuk melokalisasi kelainan yang
tampak pada foto PA.
Rotasi : pada foto thoraks yang baik, jarak ujung medial dari klavikula
kiri ke prosesus spinosus harus sama dengan jarak ujung medial dari
klavikula kanan ke prosesus spinosus. Jika jarak ini tidak sama,
berarti pasien mengalami rotasi.
Inspirasi adekuat atau tidak: pada inspirasi kurang terdapat kesalahan
teknis yang menyerupai penyakit antara lain corakan meningkat pada
kedua lobus bawah, diameter jantung bertambah, letak diafragma
tertinggi (setinggi costa V) dan sendi sternoklavikula sama jauhnya
dari garis tengah. Pada inspirasi yang berlebih terdapat skapula berada
di luar lapangan paru, corakan paru normal pada kedua lobus bawah,
sinus cardioprenicus terlihat, sinus costofrenikus tajam dan diafragma
menyilang ujung depan costa VI
3. Trakhea: Nilai posisinya
4. Jantung dan mediastinum: Nilai bentuk, ukuran menggunakan CTR
(cardio Thoracic Ratio N: < 50%), pergeseran
5. Diafragma: Nilai outline, bentuk dan posisi
6. Pleura : Nilai sudut costofrenikus dan sudut cardiofrenikus
7. Paru: Nilai kelainan lokal/ general, penilaian densitas dan vaskular paru
8. Hilus: Nilai densitas, posisi, bentuk
9. Bawah diafragma: nilai bayangan udara dan kalsifikasi
10. Soft tissue
11. Tulang: nilai apakah ada fraktur, dislokasi dan lesi destruktif
Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan supaya
skapula tidak menutupi parenkim paru.
2. Posisi AP (Antero Posterior)
Dilakukan pada anak-anak atau pada pasien yang tidak koorperatif. Film
diletakkan dibawah punggung, biasanya skapula menutupi parenkim paru.
Jantung juga terlihat lebih besar daripada posisi PA.
Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu, yaitu bila klinis diduga ada
cairan bebas dalam cavum pleura, tetapi tidak terlihat pada posisi PA atau
lateral. Penderita terbaring pada satu sisi (kanan atau kiri). Film diletakkan di
punggung penderita dan diberikan sinar dari depan arah horizontal.
7. Posisi ekspirasi
Adalah foto thorax PA atau AP yang diambil pada saat penderita dalam
ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan adanya
pneumothorax yang diduga secara klinis atau suatu benda asing yang
terinhalasi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Edema Paru
A. Definisi
Edema paru didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
perpindahan cairan dari vaskular paru ke interstisial dan alveoli paru. Pada
edema paru terdapat penimbunan cairan serosa secara berlebihan di dalam
ruang interstisial dan alveoli paru.
B. Etiologi
1. Gagal jantung kiri, yang dapat diakibatkan oleh infark miokard, penyakit
katup aorta dan mitral, kardiomiopati, aritmia, hipertensi krisis, kelainan
jantung bawaan (paten duktus arteriosus, ventrikel septal defek)
2. Volume overload
C. Patofisiologi
Tingkat 1: Cairan dan koloid berpindah dari kapiler paru ke interstisial paru
tetapi terdapat peningkatan cairan yang keluar dari aliran limfatik.
D. Diagnosis
1. Anamnesis
Gambaran klinis edema paru yaitu dari anamnesis ditemukan adanya
sesak napas yang bersifat tiba-tiba yang dihubungkan dengan riwayat
nyeri dada dan riwayat sakit jantung. Perkembangan edema paru bisa
perlahan atau tiba-tiba seperti pada kasus edema paru akut. Gejala-gejala
umum lain yang mungkin ditemukan yaitu mudah lelah, lebih cepat
merasa sesak napas dengan aktivitas yang biasa (Dyspnea on exertion),
napas cepat (Takipnea), pening atau kelemahan. Tingkat oksigenasi darah
yang rendah (hipoksia) mungkin terdeteksi pada pasien dengan edema
paru.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik edema paru non kardiogenik ditemukan akral
hangat, nadi kuat, suara S1 gallop tidak ada, Tekanan Vena Jugular
normal dan ronki kering. Sedangkan pada edema paru kardiogenik
ditemukan akral dingin, terdapat suara S1 gallop, Tekanan Vena Jugular
meningkat dan ronki basah.
3. Pemeriksaan Penunjang
Kranialisasi
Saluran menjadi edema, oleh karena itu dinding menjadi lebih tebal dan diameter
menjadi lebih kecil: Peribrochial cuffing
Gambaran Peribrochial cuffing pada CT-Scan
e. Ekokardiografi
Ekokardiografi dilakukan untuk mengetahui apakah ada
penurunan fungsi dari ventrikel kiri dan adanya kelainan katup-katup
jantung. Pada edema paru non kardiogenik fungsi ventrikel kiri
normal, sedangkan pada edema paru kardiogenik fungsi ventrikel kiri
menurun (ruang jantung membesar).
f. Kateterisasi jantung kanan
Pengukuran PCWP (Pulmonary Capillary Wedge Pressure)
melalui kateterisasi jantung kanan merupakan Gold Standard untuk
pasien edema paru kardiogenik yaitu berkisar 25-35 mmHg sedangkan
pada pasien ARDS PCWP 0-18 mmHg.
E. Tatalaksana
1. Pemberian oksigen
Hipoksemia umum pada edema paru merupakan ancaman utama
bagi susunan saraf pusat, baik berupa turunnya kesadaran sampai
koma maupun terjadinya syok. Oleh karena itu suplementasi oksigen
merupakan terapi intervensi yang penting untuk meningkatkan
pertukaran gas dan menurunkan kerja pernapasan, mengoptimalisasi
unit fungsional paru sebanyak mungkin, serta mengurangi overdistensi
alveolar. Pada kasus ringan oksigen bisa diberikan dengan kanul
hidung atau masker muka (face mask). Continuous positive airway
pressure (CPAP) sangat membantu pada pasien edema paru
kardiogenik.