Anda di halaman 1dari 9

MATERI TOPIK 10

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Tugas Mata Kuliah Manajemen Pengembangan Kurikulum


Dosen Dr. Ngasbun Egar, S.Pd., M.Pd

Kelas/Semester : 3G
Anggota Kelompok B

1. Adi Wibowo NPM: 19510108


2. Dwi Setyaningsih NPM: 19510113
3. Mokhamad Soleh NPM: 19510117
4. Nur Asmah NPM: 19510126
5. Ngatini NPM: 19510130
6. Asrori NPM: 19510131
7. Fatimah NPM: 19510132
8. Budi Santoso NPM: 19510141

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIDIKAN PASCASARJANA


UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2020
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

A. SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM di INDONESIA.

Sejarah Perkembangan Kurikulum Pembangunan Sistem Pendidikan Nasional bangsa


Indonesia telah ada sejak sebelum bangsa Indonesia merdeka (Fajar, 2003: 2), yang
ditengarai dengan adanya organisasi kemasyarakatan, seperti Muhammadiyah, Taman
Siswa, dan lain-lain. Pada masa awal kemerdekaan, Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat (BP KNIP) menyusun Garis-garis Besar Pendidikan dan Pengajaran
yang menjadi embrio terbentuknya Sistem Pendidikan Nasional. Pada tahun 1950,
disusunlah UU Nomor 4 Tahun 1950 tentang Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.
Undang-undang tersebut baru diundangkan empat tahun kemudian dengan UU Nomor
12 Tahun 1954 tentang pemberlakuan UU Nomor 4 Tahun 1950, karena ada
ketegangan yang terkait dengan masalah pendidikan agama. Setelah Dekrit Presiden,
5 Juli 1959, Sistem Pendidikan Nasional dikukuhkan dengan Pancawardhana, yang
menekankan pada nation and character building. Pada 1960, Pancawardhana
disempurnakan menjadi Sapta Usaha Tama, dengan cakupan yang lebih luas,
merangkum ketentuan-ketentuan Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh, dan
Pancasila. Sapta Usaha Tama dioperasionalkan melalui Ketetapan MPRS, berlaku
selama masa pemerintahan Orde Lama hingga lahirnya Orde Baru (1966). Ketika
dicanangkan PELITA (Pembangunan Lima Tahun), Ketetapam MPRS tersebur
terwujud dalam GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara), yang berlangsung hingga
1989. Tahun 1989, ketika Fuad Hassan menjabat sebagai Menteri Pendidikan, lahirlah
UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional. Sesuai dengan UU Nomor 2
Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional, berlaku Kurikulum 1994 yang ditetapkan
melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 060/U/1993 dan
No.61/U/1993. Ketika Orde Baru runtuh dan digantikan dengan Orde Reformasi
(1998), timbul keinginan mereformasi Sistem Pendidikan Nasional dengan penekanan
pada otonomi daerah, yang telah dirintis sejak tahun 2001. Ketika Yahya Muhaimin
menjabat Menteri Pendidikan, dibuat naskah akademik sistem pendidikan. UU Nomor
2 Tahun 1989 tetap berlaku, dengan berpijak pada UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional (khususnya bidang pendidikan). Ketika Malik Fajar
sebagai Menteri Pendidikan, timbul inisiatif dari DPR lewat Komisi VI tentang
Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Konsep
dari DPR tersebut disandingkan dengan konsep dari Pemerintah yang merujuk pada
naskah akademik Yahya Muahimin. Setelah perdebatan panjang yang melelahkan,
akhirnya pada tanggal 8 Juli 2003 disahkan dan diundangkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional oleh
Presiden Megawati Soekarnoputri (Soegeng Ysh., 2005: 1-2). Dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional itulah kemudian timbul Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK atau
Kurikulum 2004) yang selanjutnya dioperasionalkan sebagai Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP atau Kurikulum 2006). Sampai saat ini, di Indonesia telah
mengalami 4 (empat) Sistem Pendidikan Nasional, yaitu: (1) Sistem Pendidikan
Nasional 1954, (2) Sistem Pendidikan Nasional 1959, (3) Sistem Pendidikan Nasional
1989, dan (4) Sistem Pendidikan Nasional 2003. Dari empat Sistem Pendidikan
Nasional itu, telah berlaku sembilan Kurikulum Pendidikan Nasional, yang disebut
sesuai dengan tahun munculnya, yaitu: Kurikulum: 1947, 1952, 1968, 1975, 1984,
1994 (dan Suplemen 1999), 2004, 2006, dan 2013. Abdullah, 2020: hal 169-
170,Manajemen Pengembangan Kurikulum Edisi Revisi, Mahata Yogyakarta.

Sejarah Perkembangan kurikulum di Indonesia


B. PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI.

Menyimpulkan bahwa KBK diciptakan untuk meningkatkan mutu pendidikan,


diharapkan mampu mengembangkan (memajukan) kurikulum-kurikulum sebelumnya
(Kurikulum: 1947, 1952, 1968, 1975, 1984, 1994 dan Suplemen 1999) yang masih
lebih menekankan pada isi (kurikulum berbasis isi), banyaknya bahan/materi, urutan
materi, dan menghafal, bersifat intelektualistik. Dalam hal ini, KBK tidak dimaknai
sebagai pengganti, penentang, atau meninggalkan kurikulum sebelumnya, melainkan
“mengembangkannya”. Bukan berarti dalam KBK tidak ada hafalan, mengabaikan isi,
tanpa urutan, dan juga tidak berarti bahwa kurikulum sebelumnya sama sekali tidak
membentuk kompetensi. Perbedaan KBK dengan kurikulum sebelumnya hanya dalam
“tekanannya” bukan dalam esensinya. Sebaiknya tidak dibiasakan untuk memuji
kurikulum yang baru dengan mecela yang lama, tidak mengatakan yang baru lebih
baik dari yang lama, masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan, baik-
buruk, cocok-tidak cocok bersifat historis, sesuai dengan tuntutan jamannya: maka
kurikulum perlu dikembangkan secara periodik, sesuai tuntutan perubahan jaman atau
perubahan nilai-nilai. Kurikulum tidak dapat saling menggantikan: yang lama tidak
baik untuk sekarang dan yang sekarang tidak baik untuk jaman dulu. Yang jelas,
kurikulum yang baik adalah yang dapat diterapkan sebagaimana mestinya. Dalam hal
ini perlu diingat bahwa setiap kurikulum selalu mengalami kendala dalam
penerapannya, maka dalam pengembangan kurikulum perlu dipikirkan bagaimana
mengatasi/mengantisipasi kendalakendala dalam penerapannya. KBK juga mengalami
kendala, antara lain tentang kesiapan guru dalam menerapkannya. Masih banyak
ditemukan guru yang belum siap menerapkan KBK, mungkin karena kurang
sosialisasi atau tidak sempat mngikuti pelatihan.

Prosedur pengembangan KBK mencakupi langkah-langkah sebagai berikut: (a)


mengidentifikasi kompetensi, (b) merumuskan tujuan, (c) menetapkan topik dan
subtopik, (d) menyusun penyalaman belajar, (e) menetapkan waktu yang diperlukan,
(f) memberi nama matapelajaran, dan (g) menetapkan bobot satuan kredit semester
(SKS). Berikut ini rinciannya.

a. Mengidentifikasi kompetensi, yaitu menetapkan dan mendeskripsikan ciri-ciri


jenis dan mutu kompetensi yang harus dimiliki anak didik untuk mampu
melaksanakan tugas pekerjaan atau melanjutkan studi. Hal itu member jawab atas
pertanyaan: Orang yang kompeten dalam hal apa yang akan “dibentuk” melalui
program pendidikan? Kata “dibentuk” daJam hal ini bukan dibentuk oleh
guru/pendidik, karena guru/ pendidik tidak mungkin membentuk anak didik,
melainkan dibentuk oleh si terdidik itu sendiri, jadi si terdidik membentuk dirinya
sendiri, melalui proses pembelajaran, dengan bantuan, fasilitas, dorongan,
pendampingan oleh guru/pendidik,
b. Merumuskan tujuan pembelajaran, yaitu memperlakukan kompetensi yang telah
diidentifikasi sebagai tujuan institusional (lembaga, yayasan). Tujuan institusional
itu dijabarkan kedalam tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Penjabaran
tersebut menjawab pertanyaan: Andai kata tamatan yang kompeten itu harus
melaksanakan tugasnya, urutan langkah kerja apa dan bagaimana yang diadapat
tempuh?
c. Menyusun pengalaman belajar, yaitu menyediakan pengalaman-pengalaman
belajar yang diperlukan siswa untuk dapat menempuh langkah-langkah tugas
tersebut. Hasil penyusunan pengalaman belajar itu merupakan jawab atas
pertanyaan: Untuk dapat melaksanakan langkah-langkah tugas, apa yang harus
dialami siswa dalam proses kegiatan mengajar-belajar?
d. Menetapkan topic dan sub-topik, yaitu mengidentifikasi pokok bahasan dan
subpokok-bahasan sebagai isi atau persoalan-persoalan yang dibahas untuk
memperoleh pengalaman belajar. Ini dapat dilakukan dengan menjawab
pertanyaan: Agar siswa memperoleh berbagai pengalaman belajar, hal-hal,
persoalan-persoalan, masalah-masalah, latihan-latihan apa saja yang harus dikaji
dan/atau dikerjakan dalam proses pembelajaran?
e. Menetapkan waktu yang diperlukan untuk mempelajari tiap topic dan sub-topik,
dengan pertimbangan apakah tatap muka, praktikum, atau kerja lapangan,
masingmasing berbanding 1:2:4. Alokasi waktu tersebut sebagai jawab atas
pertanyaan: Berapa jam/menit yang diperlukan siswa untuk mengkaji topic dan
sub-topik tersebug?
f. Memberi nama mata pelajaran, dengan cara mengorganisasikan terlebih dulu
topiktopik atau subtopik-subtopik yang relevan satu sama lain menjadi satuan-
satuan bahan pengajaran. Berdasar isi pokok topik-topik dan sub-topik-sub-topik
yang sudah menjadi satuan bahan pengajaran, ditetapkan nama mata pelajaran.
Hal itu menjadi jawab atas pertanyaan: Apa nama mata pelajaran yang sebaiknya
diberikan untuk satuan : bahan pengajaran?
g. Menetapkan bobot SKS, dengan dasar jumlah jam yang diperlukan siswa untuk
mempelajari topic dan sub-topik tersebut, dengan patokan: 1 SKS 16 x tatap muka
masing-masing 50 menit, serta memperhitungkan perbandingan antara tatap muka,
praktikaum, dan kerja lapangan sebagaimana tersebut di atas. Ini menjawab
pertanyaan: Berapa bobot SKS untuk tiap mata pelajaran?
C. ARTI KOMPETENSI

Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas dalam bidang tertentu,


secara cerdas (intelek) dan bertanggungjawab. Sifat cerdas atau intelek itu
ditunjukkan sebagai kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan tindakan. Tanggung
jawab ditunjukkan oleh kebenaran tindakannya, baik secara ilmiah maupun etis. Anak
dididik untuk menjadi kompeten, memiliki kompetensi,

D. PERBANDINGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI. DENGAN


KURIKULUM BERBASIS MATERI/ISI.

Kurikulum berdasarkan/berbasis kompetensi (KBK) berarti kurikulum yang disusun


untuk mencapai kompetensi. Maka sebelum proses pembelajaran dimulai perlu
disusun/ditetapkan terlebih dulu kompetensi-kompetensi apa (bidang apa) yang harus
dicapai atau dimiliki anak didik setelah menyelesaikan pendidikannya. Untuk
mencapai kompetensi yang telah dirumuskan/ditetapkan tersebut perlu
dicarikan/dipilih mata pelajaran-mata pelajaran yang sesuai, bila perlu menciptakan
sendiri mata pelajaran baru.

Sedangkan Kurikulum Berbasis Matapelajaran (KBM), yang lebih dulu menyediakan


mata pelajaran-mata pelajaran, yang harus dipelajari anak didik, tanpa jelas untuk apa
mata pelajaran tersebut dipelajari. Perbedaan antara KBK dan KBM bukanlah
perbedaan yang prinsipil.

Menurut sejarahnya, KBM itu dulu juga berasal dari KBK. Pada mulanya orang
mengajarkan sesuatu berdasar pada kompetensi yang ingin dimiliki, misalnya ingin
menjadi petani diajari bertani, ingin mahir dalam berdagang diajari berdagang, jadi
ada mata pelajaran pertanian dan perdagangan. Saat itu sekolah (formal) belum
berkembang. Mata pelajaran pertanian dan perdagangan itu lama-kelamaan menjadi
tradisi, dan dalam perkembangan selanjutnya, setelah sekolah-sekolah formal
berkembang, matapelajaran-matapelajaran tersebut ditetapkan sebagai kurikulum,
maka timbulah kurikulum berbasis matapelajaran (KBM). Sekarang, orang menjadi
sadar kembali bahwa pembelajaran di sekolah perlu dikembalikan kepada tradisi awal,
yaitu belajar dengan lebih dulu menentukan kompetensi yang ingin dicapai (KBK).

Tabel Perbandingan Kurikulum KBK dengan Kurikulum 2006

E. PRAKTIK PENGEMBANGAN KURIKULUM BERDASAR KOMPETENSI.

Langkah-langkah kerja pengembangan kurikulum berdasar kompetensi adalah sebagai


berikut.

1. Setiap pengembang kurikulum harus memahami dan menghayati seperangkat


kompetensi yang harus dimiliki oleh tamatan pendidikan. Untuk LPTK
(Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan), seperangkat kompetensi itu
ialah Kemampuan Dasar Guru, yang dulu dijabarkan sebagai berikut:
a. Menguasai bahan (Bagi guru SMTA diluar SPG) 1) Menguasai bahan
bidang studi dalam kurikulum sekolah. 2) Menguasai bahan pendalaman
(aplikasi) bidang studi.
b. Menguasai bahan (Bagi guru SPG)
1) Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah.
a) Menguasai bahan dan metodologi pengajaran empat bidang studi
akademik di Sekolah Dasar (Bahasa Indonesia, Matematika, IPA,
dan IPS)
b) Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum SPG.
2) Menguasai bahan pendalaman bidang studi.
c. Mengelola program mengajar-belajar
1) Merumuskan tujuan instruksional.
2) Mengenal dan dapat menggunakan berbagai metode mengajar,
3) Memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat,
4) Melaksanakan program mengajar-belajar,
5) Mengenalkemampuantentry behaviour) anak didik.
6) Merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial.
7)
d. Mengelola kelas
1). Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran. 2). Menciptakan iklim
mengajar-belajar yang serasi.
e. Menggunakan media/sumber 1). Mengenal, memilih, dan menggunakan
media, 2). Membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana. 3). Menggunakan
dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar. 4).
Mengembangkan laboratorium. 5). Menggunakan perpustakaan dalam
proses mengajar-belajar. 6). Menggunakan microteaching unit dalam
program pengalaman lapangan. )
f. Menguasai landasan-landasan kependidikan.
g. Mengelola interaksi mengajar-belajar.
h. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
i. Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan konseling: 1)
Mengenal fungsi dan program layanan dan penyuluhan di sekolah. 2)
Menyelenggarakan program layanan bimbingan di sekolah.
j. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah 1) Mengenal
penyelenggaraan administrasi sekolah. 2) Menyelenggarakan administrasi
sekolah.
k. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil hasil penelitian
pendidikan guna keperluan pengajaran.
2. Membentuk kelompok kerja yang anggoranya terdiri dari ahli/ dosen/guru,
yang disebut “kelompok kerja kompetensi”, Setiap kelompok kerja kompetensi
akan menggarap satu atau lebih kompetensi.
3. Setiap kelompok kerja kompetensi merumuskan tujuan-tujuan pendidikan
yang dijabarkan dari kompetensi-kompetensi yang digarapnya.
4. Setiap kelompok kerja kompetensi membagi tugas, seorang atau beberapa
orang bertugas mengembangkan kurikulum berdasar kompetensi dalam rangka
mencapai satu atau beberapa tujuan pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai