Anda di halaman 1dari 34

REVIEW LITERATUR

TUGAS MANDIRI

OLEH :

ERICK GUNAWAN BAHAR


NIM : 1910246965

PROGRAM PASCASARJANA
MANAJEMEN AGRIBISNIS
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021

1
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis sampaikan kehadirat Allah Subhanahu


wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya serta kesehatan.
Selanjutnya shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu’alaihi Wa Sallam beserta sahabat dan keluarganya
yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan kealam yang
berilmu pengetahuan yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Adapun judul makalah ini adalah “REVIEW
LITERATUR”.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik
membangun dengan penuh keikhlasan, demi kesempurnaan makalah ini,
akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat serta menambah ilmu bagi pembaca dan khususnya bagi
penulis.

Pekanbaru, 18 Januari 2021

Penulis

i
GAMBARAN KRISIS PETANI MUDA DI INDONESIA

I. LATAR BELAKANG
Penyerapan tenaga kerja indonesia di sektor pertanian memiliki
kontribusi terbesar yaitu sekitar 35,3% namun sampai saat ini masih
terdapat masalah mengenai ketenagakerjaan pertanian yakni perubahan
struktur demografi yang kurang menguntungkan bagi sektor pertanian.
Berdasarkan hasil survei pertanian antar sensus 2018 menunjukkan bahwa
jumlah rumah tangga usaha pertanian menurut kelompok umur kepala
rumah tangga diatas 54 tahun berjumlah 10.379.211,-. Sedangkan petani
muda berumur 25-34 tahun berjumlah 2.722.446 ,-. Data kementerian
pertanian menujukkan penurunan jumlah tenaga kerja selama tahun 2017-
2018. Pada tahun 2017 jumlah tenaga kerja sebesar 36.956.111 jiwa
mengalami penurunan sebesar 1.080.722 pada tahun 2018.
Struktur umur petani di Indonesia sebesar 60,8 % diatas 45 tahun
yang sudah tua dengan 73,97 % hanya berpendidikan tingkat SD dan
kemampuan dalam menerapkan teknologi masih rendah. Hal tersebut
menyebabkan produktivitas petani Indonesia lebih rendah dibandingkan
negara-negara ASEAN.

II. MASALAH
1. Sebagian besar orang tua di daerah pedesaan tidak menginginkan anak-
anaknya bekerja sebagai petani sebagaimana pekerjaan mereka saat ini
menyebabkan berkurangnya keinginan pemuda untuk keberlanjutan usahatani
di masa yang akan datang.
2. Sektor pertanian masih memiliki citra yang kurang bergengsi karena adopsi
teknologi masih rendah, risiko yang tinggi, keuntungan yang tidak mencukupi
dibandingkan dengan usaha di sektor lain membuat usaha di bidang pertania
menjadi pilihan terakhir.

III. TUJUAN

1
1. Menjelaskan perubahan struktural tenaga kerja pertanian dilihat dari
fenomena aging farmer dan menurunnya jumlah tenaga kerja usia muda
sektor pertanian di indonesia.
2. Menjelaskan berbagai faktor penyebab perubahan struktural tenaga kerja
pertanian dan keengganan tenaga kerja usia muda masuk ke sektor pertanian.
3. Menjelaskan kebijakan yang diperlukan untuk mendukung tenaga kerja muda
masuk ke sektor pertanian.

IV. TINJAUAN PUSTAKA


Diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki komitmen
membangun sektor pertanian yang menjadi salah satu faktor keberhasilan
pembangunan pertanian berkelanjutan (Susilowati, 2016). Model pertanian di
Indonesia yaitu model pertanian keluarga yang diwariskan secara turun menurun
dan mampu menjaga produksi serta keberlangsungan hidup petani (Wiyono dkk,
2015). Penurunan jumlah petani berusia muda disebabkan oleh berkurangnya
keinginan pemuda, baik di daerah desa tempat tinggalnya maupun di daerah
perkotaan untuk bekerja di sektor pertanian, mereka memiliki kecenderungan
untuk lebih memilih pekerjaan di luar sektor pertanian (Susilowati, 2016).
Rendahnya pendapatan, risiko yang tinggi pada usaha pertanian dan keuntungan
yang tidak mencukupi dibandingkan dengan usaha di sektor lain membuat
pertanian menjadi pilihan terakhir dibandingkan pekerjaan lain (Ummunnakwe
dkk, 2014). Ada berbagai alasan yang menjadi penyebab menurunnya minat
pemuda untuk bekerja di sektor pertanian, salah satunya adalah sektor pertanian
memiliki citra yang kurang bergengsi dengan teknologi yang belum maju dan
belum dapat memberikan pendapatan yang memadai (Susilowati, 2016).

V. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dan studi literatur. Informasi-
informasi dari literatur dan data dikumpulkan kemudian dianalisis dan dijelaskan.
Data literatur didapatkan dari penelitian-penelitian terdahulu , buku dan referensi
lainnya. Sedangkan data sekunder yang berasal dari BPS berupa hasil sensus

2
pertanian tahun 2003-2013, data perkembangan tenaga kerja pertanian dan non-
pertanian tahun 2013-2017, data tenaga kerja pertanian tahun 2017-2018, data dari
Food Agriculture Organization berupa data perkembangan jumlah penduduk
perkotaan dan pedesaan dari tahun 1950-2017.

VI. HASIL YANG DICAPAI


Perubahan struktural tenaga kerja pertanian disebabkan karena citra
buruk sektor pertanian serat perubahan persepsi generasi muda seiring arus
modernisasi sehingga sektor pertanian bukan merupakan pilihan utama
bagi mereka. Faktor yang menyebabkan perubahan struktural tenaga kerja
dan keengganan generasi muda yaitu faktor internal yaitu luas lahan
sempit, pendidikan, keuntungan secara ekonomi dan terbatasnya akses
dukungan layanan pembiayaan (modal) bagi petani muda, sedangkan
faktor eksternalnya yaitu dukungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
Kebijakan yang perlu dilakukan untuk menarik generasi muda masuk ke
sektor pertanian yaitu adanya kebijakan intensif kepada petani muda dalam hal
penguasaan lahan, peningkatan kompetisi di bidang pertanian, kegiatan
penumbuhan karakter minat bertani pada anak sejak dini, menyadarkan orang tua
pentingnya keberlanjutan pertanian, sosialisasi yang tepat dan berkelanjutan untuk
mengembnagkan minat petani muda, pengembangan usaha agribisnis yang
berkelanjutan di desa dan pemberian kredit usaha untuk mempermudah petani
muda dalam menghadapi resiko.

VII. DAFTAR PUSTAKA


Arimbawa, I. P. E., & Rustariyuni, S. D. (2018). Respon Anak Petani Meneruskan
Usaha Tani Keluarga di Kecamatan Abiansemal. E-Jurnal EP Unud, 7(7),
1558–1586.

Arvianti, E. Y., Asnah, & Prasetyo, A. (2015). Minat Pemuda Tani terhadap
Transformasi Sektor Pertanian di Kabupaten Ponorogo. Buana Sains, 15(2),
181–188.

3
Bednarikofa, Z., Bavorov, M., & Ponkina, E. V. (2016). Migration Motivation of
Agriculturally Educated Rural Youth : The case of Russian Siberia. Journal
of R, 45, 99–111. https://doi. org/10.1016/j.jrurstud.2016.03.006

Coxhead, I., & Shrestha, R. (2016). Could a Resource Export Boom Reduce
Workers ’ Earnings ? The Labour Market Channel in Indonesia. Bulletin of
Indonesian Economics Studies, 4918(May). https://doi.org/10.1080/0
0074918.2016.1184745

Graeub, B. E., Chappell, M. J., & Wittman, H. (2016). The State of Family Farms
in the World. World Development, 87, 1–15. https://doi.org/10.1016/j.
worlddev.2015.05.012

Hansson, H., Ferguson, R., Olofsson, C., & Rantamäki-lahtinen, L. (2013).


Farmer’s Motives for Diversifying their Farm Business e the Influence of
Family Journal of Rural Studies, 32(2013), 240–250. https://doi.
org/10.1016/j.jrurstud.2013.07.002

Karlina, E., & Arif, M. (2017). Pengaruh Bekerja di Luar Negeri terhadap Tingkat
Ekonomi dan Perceraian. Social Science Education Journal, 4(1), 54–60.
https://doi.org/10.15408/ sd.v4i1.4342.Permalink/DOI

Kementrian Pertanian. (2015). Rencana Strategis Kementrian Pertanian Tahun


2015-2019. Jakarta Selatan: Kementrian Pertanian RI.

Kontogeorgos, A., Michailidis, A., Chatzitheodoridis, F., & Loizou, E. (2014).


“New Farmers” a Crucial Parameter for the Greek Primary Sector : “New
Farmers” a Crucial Parameter for the Greek Primary Sector : Assessments
and Perceptions. Procedia Economics and Finance, 14(November), 333–
341. https://doi.org/10.1016/S2212- 5671(14)00721-7

Mahudin, F. N., & Shabahati, I. (2017). Krisis Petani Muda Masa Depan. Kinerja
Logistik Indonesia Hingga Kini, 2(21), 3–8.

Matthews, A. (2013). Wasting Money on Young Farmers. Retrieved from


http://capreform.eu/wasting-money- on-young-farmers/.

May, D., Arancibia, S., Behrendt, K., & Adams, J. (2019). Preventing Young
Farmers from Lleaving the Farm : Investigating the Farm Effctiveness of the
Young Farmer Payment Using a Behavioural Approach. Land Use Policy,
82(2019), 317– 327. https://doi.org/10.1016/j. landusepol.2018.12.019

Mishra, A. K. (2016). Determinants of decisions to enter the u . S . Farming


sector. Journal of Agricultural and Applied Economics, 1, 73–98. https://
doi.org/10.1017/aae.2015.25

4
Nugroho, A. D., & Waluyati, L. R. (2018). Upaya Memikat Generasi Muda
Bekerja pada Sektor Pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu
Pemerintahan Dan Sosial Politik UMA, 6(1), 76–95.
Oktaviani, L., Azhar, & Usman, M. (2017). Analisis Pendapatan dan Faktor-
faktor yang Mempengaruhi Minat Petani Terhadap Usahatani Padi Sawah
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Ilmiah Pertanian
Unsyiah, 2(1), 191–199.

Pardian, P., Rasmikayati, E., Djuwendah, E., & Saefudin, B. R. (2017). Persepsi
dan Minat Petani Muda dalam Budidaya Sayuran Swiss Chard Organik.
Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, 6(3), 163–166.

Pechrová, M. Š., Šimpach, O., Medonos, T., Spěšná, D., & Delín, M. (2018).
Agris on-line Papers in Economics and Informatics What Are the
Motivation and Barriers of Young Farmers to Enter the Sector ? Agris
Online Papers in Economics and Informatics, X(4), 79–87. https://
doi.org/10.7160/aol.2018.100409. Introduction.

Prawesti, N., Witjaksono, R., & Raya, A. B. (2010). Motivasi Anak Petani
menjadi Petani. Agro Ekonomi, 17(1), 11–18.

5
FENOMENA PENUAAN PETANI DAN BERKURANGNYA TENAGA
KERJA MUDA SERTA IMPLIKASINYA BAGI KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN PERTANIAN

I. LATAR BELAKANG
Berbagai alasan penyebab menurunnya minat tenaga kerja muda di
sektor pertanian terutama adalah citra sektor pertanian yang kurang
bergengsi dan kurang bisa memberikan imbalan memadai. Hal ini
berpangkal dari relatif sempitnya rata-rata penguasaan lahan usaha tani.
Alasan lain adalah cara pandang dan way of life tenaga kerja muda telah
berubah di era perkembangan masyarakat post modern seperti sekarang.
Bagi anak-anak muda di pedesaan, sektor pertanian makin kehilangan
daya tarik. Bukan sekedar karena secara ekonomi sektor pertanian makin
tidak menjanjikan, tetapi keengganan anak-anak muda untuk bertani
sesungguhnya juga dipengaruhi oleh subkultur baru yang berkembang di
era digital seperti sekarang. Krisis petani muda di sektor pertanian dan
dominannya petani tua memiliki konsekuensi terhadap pembangunan
sektor pertanian berkelanjutan, khususnya terhadap produktivitas
pertanian, daya saing pasar, kapasitas ekonomi pedesaan dan lebih lanjut
hal itu akan mengancam ketahanan pangan serta keberlanjutan sektor
pertanian.

II. MASALAH
1. Menurunnya minat tenaga kerja muda di sektor pertanian.
2. Cara pandang tenaga kerja muda telah berubah di era perkembangan
masyarakat post modern seperti sekarang.
3. Adanya konsekuensi terhadap pembangunan sektor pertanian berkelanjutan
yang akan mengancam ketahanan pangan.

III. TUJUAN
1. Me-review tentang perubahan struktural tenaga kerja pertanian dilihat dari

6
fenomena aging farmer dan menurunnya jumlah tenaga kerja usia muda
sektor pertanian di Indonesia dan berbagai negara lainnya.
2. Mengidentifikasi berbagai faktor penyebab perubahan struktural tersebut.
3. Faktor-faktor keengganan tenaga kerja usia muda masuk ke sektor pertanian
4. Kebijakan yang diperlukan untuk mendukung tenaga kerja muda masuk ke
sektor pertanian.

IV. TINJAUAN PUSTAKA


Berdasarkan hasil analisis terhadap data sensus pertanian 2003-2013, dapat
disimpulkan bahwa tenaga kerja pertanian didominasi tenaga kerja usia tua lebih
dari 40 tahun, tenaga kerja usia muda jumlahnya tidak banyak dan cenderung
merosot dibandingkan 10 tahun sebelumnya. Demikian pula berdasarkan data
sensus pertanian 1993-2003 komposisi pekerja sektor pertanian berdasarkan usia
telah mengalami pergeseran yang menunjukkan semakin berkurangnya tenaga
kerja muda di sektor pertanian. Data tersebut menunjukkan bahwa selama dua
dekade, secara absolut dan relatif, jumlah petani muda mengalami penurunan
relatif tajam, sementara yang tergolong usia tua semakin meningkat. Di sisi lain,
pemuda yang bekerja di sektor non pertanian juga meningkat dari waktu ke
waktu. Jumlah petani usia tua yang dominan dan minat generasi muda yang
merosot ternyata juga dialami oleh negara-negara lainnya, bukan hanya negara-
negara di Asia yang memiliki keterbatasan lahan, namun juga di negara-negara
Eropa dan Kanada (Murphy, 2012; European Commision, 2012; Wang, 2014;
Uchiyama, 2014).
Youth is best understood as a period of transition from teh dependence of
childhood to adulthood’s independence and awareness of our independence as
member of a community (UNESCO, 2016). Hasil analisis (Malian et al, 2004)
terhadap struktur tenaga kerja pertanian selama dua dasawarsa sebelumnya lebih
memperkuat kesimpulan bahwa perubahan struktural tenaga kerja pertanian
menurut umur telah terjadi sejak lebih dari dua dasawarsa sebelumnya. Selama
kurun waktu 1983-2003 komposisi pekerja sektor pertanian berdasarkan usia telah
mengalami pergeseran yang mengarah kepada dominasi petani tua dan

7
menurunnya proporsi petani muda di sektor pertanian.

V. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dan studi literatur. Informasi-
informasi dari literatur dan data dikumpulkan kemudian dianalisis dan dijelaskan.
Data literatur didapatkan dari penelitian-penelitian terdahulu , buku dan referensi
lainnya. Sedangkan data sekunder yang berasal dari BPPSD MP berupa
perkembangan tenaga kerja pertanian tingkat nasional 2010-2014, data struktur
tenaga kerja pertanian tahun 1978-2007, perkembangan populasi petani Jepang
tahun 1960-2010, perkembangan proporsi tenaga kerja pertanian di Jepang tahun
1997-2010, data petani menurut umur di beberapa negara di Uni Eropa tahun
2007-2010, Proporsi tenaga kerja pertanian di pedesaan vietnam tahun 1996-2007.

VI. HASIL YANG DICAPAI


Penurunan jumlah petani muda erat kaitannya dengan sempitnya luas
penguasaan lahan pertanian dan persepsi umum terhadap sektor pertanian
yang kurang bergengsi dan kurang memberikan pendapatan yang baik.
Menyikapi perubahan struktural ketenagakerjaan tersebut, strategi yang
perlu dilakukan untuk menarik minat pemuda bekerja di pertanian di
antaranya adalah dimulai dengan upaya mengubah persepsi generasi muda
bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang menarik dan menjanjikan
apabila dikelola dengan tekun dan sungguh-sungguh. Sejalan dengan
upaya tersebut juga diperlukan pengembangan agroindustri, inovasi
teknologi, pemberian insentif khusus kepada petani muda, pengembangan
pertanian modern, pelatihan dan pemberdayaan petani muda, serta
memperkenalkan pengembangan industri pertanian dan inovasi pertanian
kepada generasi muda sejak dini.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Pertanian Indonesia,
perlu meningkatkan keberpihakan kepada petani muda dengan
memprioritaskan program insentif khusus untuk pemuda. Selain itu,
diperlukan dukungan komponen pertanian lainnya yang dapat

8
mempermudah berusaha di sektor pertanian baik on farm maupun off
farm, jaminan pasar serta membangun institusi pertanian dari hulu sampai
hilir. Program-program pemberdayaan dan pelatihan petani muda juga
diperlukan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kualitas tenaga kerja
muda pertanian.

VII. DAFTAR PUSTAKA


Albayani M, Prabatmodjo H. 2015. Keberlanjutan pertanian perkotaan di kawasan
metropolitan Jakarta. JPWK. 4(2):265-275. Juga tersedia dari:
http://sappk.itb.ac.id/jpwk1/wp-content/uploads/20 15/12/V4N2_265-
275.pdf.

[BPPSDMP] Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia


Pertanian. 2016a. Tinjauan tenaga kerja pertanian saat ini dan strategi ke
depan. Bahan Pertemuan Upaya Meningkatkan Minat Generasi Muda
terhadap Pertanian; 2016 Feb 23; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat
Perpustakaan dan Penyebaran Informasi.

[BPPSDMP] Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia


Pertanian. 2016b. Petunjuk pelaksanaan Diklat ATC (Agricultural Training
Camp). Jakarta (ID): Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya
Manusia Pertanian.

Bi JY. 2014. Overview of youth engagement in agriculture in China and emerging


trends. CAPSA Palawija Newsletter. 31(1)6-8). Also available from:
http://www.uncapsa.org/?q=palawija-rticles/ overview-youth-engagement-
agriculture-china- and-emerging-trends.

Dang BQ. 2014. Technological consultation and backup for young generation
entry into farming. FFTC-RDA 2014 International Seminar on Enhanced
Entry of Young Generation into Farming; 2014 Oct 20-24; Jeonju, Korea.

Davis J, Caskie P, Wallace M. 2013. How effective are new entrant schemes for
farmers? Euro Choices. 12(3):32-37.

Daryanto A. 2009. Dinamika daya saing industri peternakan. Bogor (ID): IPB
Press.

Devie D. 2003. Mengkaji peluang pasar internasional melalui kinerja ekonomi


negara-negara Uni Eropa. JMK. 5(1):1-16.

Duffy M, Smith D. 2004. Farmland ownership and tenure in Iowa 1982–2002: a


twenty-year perspective. Iowa (US): Iowa State University,

9
Erabaru. 2015 Agu 19. WHO mengeluarkan kriteria baru kelompok usia
[Internet]. [diunduh 2016 Mar 12]. Tersedia dari:
http://erabaru.net/2015/08/19/ who-mengeluarkan-kriteria-baru-kelompok-
usia/.

European Comission. 2012. Rural development in the European Union: statistical


and economic information report 2012. Brussel (BG): The European
Directorate-General for Agriculture and Development. Also available from:
https://ec. europa.eu/agriculture/sites/agriculture/files/statisti cs/rural-
development/2012/full-text_en.pdf.

FarmLast Project. 2010. Farm land access, succession, tenure and stewardship.
Washington, DC (US): US Department of Agriculture, The National
Institute of Food and Agriculture.

Hukom A. 2014. Hubungan ketenagakerjaan dan perubahan struktur ekonomi


terhadap kesejahteraan masyarakat. JEKT. 7(2):120-129.

[ILO] International Labour Organization. 2007. Country review on youth


employment in Indonesia. Geneva (SZ): International Labour Organization

Katchova AL, Ahearn M. 2014. Farm land ownership and leasing: implication for
young and beginning farmers. Agricultural Economics Staff Paper # 486.
Lexington, KY (US): University of Kentucky, Department of Agricultural
Economics

Kauffman N. 2013a. Financing young and beginning farmer. The Main Street
Economist. Agricultural and Rural Analysist. Issue 2. Kansas City (US):
Federal Reserve Bank of Kansas City.

Kauffman NS. 2013b. Credit markets and land ownership for young and
beginning farmers. Choices. 28(2):1-5.

Kementerian Pertanian. 2015a. Rencana strategis Kementerian Pertanian Tahun


2015–2019. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.

Kementerian Pertanian. 2015b. Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun


2015. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.

Lokollo EM, Rusastra IW, Saliem HP, Supriyati, Friyatno S, Budhi GS. 2007.
Dinamika sosial ekonomi pedesaan: analisis perbandingan antar- Sensus
Pertanian. Laporan Akhir Penelitian. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

10
Ma SJ. 2014. How to encourage young generation to engage in farming: Korea’s
case. FFTC-RDA 2014 International Seminar on Enhanced Entry of Young
Generation into Farming; 2014 Oct 20-24; Jeonju, Korea.

Malian AH, Friyatno S, Dermoredjo SK, Mardiyanto S, Suryadi M, Maulana M.


2004. Analisis perkembangan aset, kesempatan kerja dan pendapatan rumah
tangga di sektor pertanian. Laporan Akhir Penelitian. Bogor (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Mosher A. 1966. Getting agriculture moving. New York (US): Frederick A.


Praeger.

Murphy D. 2012. Young farmer finance. Nuffield Australia Project No. 1203,
Australia.

Saliem HP, Sumaryanto, Mayrowani H, Agustian A, Syahyuti. 2016. Model


pengembangan agribisnis padi: analisis ekonomi dan kelembagaan
pemanfaatan alsintan. Laporan Analisis Kebijakan. Bogor (ID): Pusat Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Shute LL. 2011. Building a future with farmers: challenges faced by young,
American farmers and a national strategy to help them succeed. New York
(US): National Young Farmers’ Coalition.

Sinuraya JF, Saptana. 2007. Migrasi tenaga kerja pedesaan dan pola
pemanfaatannya. SOCA. 7(3):1-23.

Sumaryanto, Hermanto, Ariani M, Suhartini SH, Yofa RD, Azahari DH. 2015.
Pengaruh urbanisasi terhadap suksesi sistem pengelolaan usaha tani dan
implikasinya terhadap keberlanjutan swasembada pangan. Laporan Akhir
Penelitian. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Supriyati. 2010. Dinamika ekonomi ketenagakerjaan pertanian: permasalahan dan


kebijakan srategis pengembangan. AKP. 8(1):49-65.

Susilowati, SH. 2014. Attracting the young generation to engage in agriculture.


FFTC-RDA 2014 International Seminar on Enhanced Entry of Young
Generation into Farming; 2014 Oct 20-24; Jeonju, Korea.

Susilowati SH, Purwantini TB, Hidayat D, Maulana M, Ar-Rozi AM, Yofa RD,
Supriyati, Sejati WK. 2012. Panel petani nasional (Patanas): Dinamika
Indikator pembangunan pertanian dan perdesaan. Laporan Akhir Penelitian.
Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Suyanto B. 2016. Kenapa generasi muda enggan bertani? Memahami subkultur


dan gaya hidup anak muda dari perspektif cultural studies. Bahan Pertemuan

11
Upaya Meningkatkan Minat Generasi Muda terhadap Pertanian; 2016 Feb
23; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Perpustakaan dan Penyebaran
Informasi.

Syafaat N, Mardianto S, Friyatno S. 2000. Mobilitas angkatan kerja dan


kesejahteraan rumah tangga pedesaan: tinjauan konseptual dan empirik.
Dalam: Rusastra IW, Nurmanaf AR, Susilowati SH, Jamal E, Sayaka B,
editors. Prosiding Seminar Perspektif Pembangunan Pertanian dan
Perdesaan dalam Era Otonomi Daerah; 1999 Nov 16; Bogor, Indonesia.
Bogor (ID): Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. hlm. 204-225.

Syahwanto I. 2004. Pertanian pangan lokal, mulok dan hak murid-murid SD.
Majalah Salam. 7(Juni):18-20.

Tapanapunnitikul O, Prasunpangsri S. 2014. Entry of young generation into


farming in Thailand. FFTC-RDA 2014 International Seminar on Enhanced
Entry of Young Generation into Farming; 2014 Oct 20-24; Jeonju, Korea.

Uchiyama T. 2014. Recent trends in young people's entry into farming in Japan:
an international perspective. FFTC-RDA 2014 International Seminar on
Enhanced Entry of Young Generation into Farming; 2014 Oct 20-24;
Jeonju, Korea.

Wang JH. 2014. Recruiting young farmers to join smallscale farming: a structural
policy perspective. FFTC-RDA 2014 International Seminar on Enhanced
Entry of Young Generation into Farming; 2014 Oct 20-24; Jeonju, Korea.

Yaganimura S. 2014. Farm expansion and entry to farm business: experiences in


Hokkaido agriculture. FFTC-RDA 2014 International Seminar on Enhanced
Entry of Young Generation into Farming; 2014 Oct 20-24; Jeonju, Korea.

Yayasan Al Ashar. 2014. Al Ashar Peduli Ummat. Dokumen internal (tidak


dipublikasikan).

[UNESCO] United Nations Organization for Education, Science and Culture.


c2016a. What do we mean by “youth”? [Internet]. Paris (FR): United
Nations Organization for Education, Science and Culture; [cited 2016 Apr
10]. Available from: http://www.unesco.org/new/en/ social-and-human-
sciences/themes/youth/youth-definition.

[UNESCO] United Nations Organization for Education, Science and Culture.


c2016b. African youth charter [Internet]. Paris (FR): United Nations
Organization for Education, Science and Culture; [cited 1016 Apr 16].
Available from: http://www. unesco.org/new/en/social-and-human-
sciences/th emes/youth/strategy-african-youth/african-youth-c harter.

12
13
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PEMANFAATAN
TANAH PEKARANGAN (PTP) UNTUK KONSERVASI DAN
WIRAUSAHA AGRIBISNIS DI KELURAHAN KEDUNG PANE
KOTA SEMARANG

I. LATAR BELAKANG
Pada saat yang sama, pertumbuhan perkotaan juga menyebabkan
masalah lain, yakni terlampauinya daya dukung dan daya tampung
lingkungan, karena pemukiman yang semakin padat akan mempengaruhi
sistem prasarana dan sarana di perkotaan maupun di pedesaan seiring
dengan adanya perubahan fungsi lahan untuk permukiman. Kejadian yang
paling sering dialami adalah terjadinya banjir pada saat penghujan, tetapi
pada saat musim kemarau akan mengalami kekeringan. Pada debit yang
cukup tinggi, air hujan akan menjadi air larian yang menyebabkan banjir.
Sementara pada saat musim kemarau, akibat tidak adanya air yang
meresap ke dalam tanah maka menyebabkan daerah bagian atas menjadi
kering
Minimnya ketersediaan lahan akibat pertumbuhan permukiman di
perkotaan juga menyebabkan masalah lain, yakni ketahanan pangan,
terutama ketahanan pangan keluarga. Contoh yang paling sederhana
adalah begitu tergantungnya masyarakat akan kebutuhan sayur dan bahan
bumbu dapur seperti cabai dan kangkung dari pasar. Pada saat harga cabai
melambung tinggi para ibu rumah tangga mengalami shok. Kondisi
semacam ini sebenarnya bisa ditangani dengan upaya pertanian mandiri
rumah tangga dengan pemanfaatan tanah pekarangan (PTP), sehingga
kebutuhan akan sayur dan bumbu dapur dapat dipenuhi secara mandiri
dengan biaya yang murah dengan menggunakan teknologi tepat guna
sederhana.

II. MASALAH
1. Terlampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan yang disebabkan

14
oleh pemukiman yang semakin padat sehingga mempengaruhi sistem
prasarana dan sarana diperkotaan maupun pedesaan seiring perubahan alih
fungsi lahan untuk pemukiman.

III. TUJUAN
1. Kemandirian pangan berdasarkan pada inisiatif lokal yang merupakan bagian
dari model-model pembangunan yang dapat mensejahterakan masyarakat
desa.

IV. TINJAUAN PUSTAKA


Pemberian kekuasaan pada inisiatif lokal dan partisipasi masyarakat menjadi
kata kunci dalam pengembangan masyarakat (Soelaiman, M. Munandar, 1998).
Dalam pemberdayaan masyarakat ada sejumlah prinsip umum dan prinsip khusus
yang harus dipegang oleh pihak-pihak yang melakukan kerja pemberdayaan
masyarakat. Prinsip-prinsip umum pemberdayaan masyarakat dimaksud adalah:
Pertama, human dignity yakni keyakinan bahwa setiap manusia mempunyai
kehormatan diri, harga diri, mempunyai rasa ingin dimuliakan dan dihargai.
Kedua, self-determination yaitu setiap orang yang mengalami masalah
mempunyai hak penuh untuk menentukan sendiri kebutuhannya dan bagaimana
cara mengatasinya. Ketiga, equal opportunity yakni keyakinan bahwa setiap orang
mempunyai kesempatan yang sama, yang hanya dibatasi oleh kemampuan
masing-masing. Keempat, individualization yakni tidak menyamaratakan satu
masyarakat dengan lainnya, karena suatu masyarakat atau kelompok orang dalam
masyarakat kadang berbeda dengan yang lainnya. Kelima, participation yakni
keharusan peran serta seluruh atau sebagain besar anggota masyarakat dalam
suatu kerjasama. Keenam, transparansi dan akuntabilitas yakni pemberdayaan
masyarakat membutuhkan sejumlah dana, dan karenanya keterbukaan dan laporan
keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan menjadi penting maknanya.
Ketujuh, social responsibility yakni hak-hak seseorang untuk dihormati dan
dihargai, hak menentukan nasib sendiri, dan kesempatan yang sama. Kedelapan,
self-reliance yakni pentingnya membangun kepercayaan diri dari klien (Totok

15
Mardikanto& Poerwoko Soebiato, 2012:29).
Pemberdayaan masyarakat sebagai tahapan awal menuju kesuksesan
masyarakat, menurut Drijver dan Sajise memiliki lima macam prinsip utama,
yaitu: Pertama, pendekatan dari bawah (bottom up approach). Pada kondisi ini
pengelolaan dan stakeholder sepakat pada tujuan yang ingin dicapai untuk
kemudian mengembangkan gagasan dan beberapa tahapan kegiatan untuk
mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Kedua, partisipasi
(participation) dimana setiap aktor yang terlibat memiliki kekuasaan dalam setiap
fase perencanaan dan pengelolaan. Ketiga, konsep keberlanjutan (sustainability)
yaitu merupakan pengembangan kemitraan dengan seluruh lapisan masyarakat
sehingga program pembangunan berkelanjutan dapat diterima secara sosial dan
ekonomi. Keempat, memiliki keterpaduan atau kohesivitas kebijakan dan strategi
pada tingkat lokal, regional dan nasional. Kelima, keuntungan sosial dan ekonomi
merupakan bagian dari program pengelolaan (Loekman Soetrisno, 1995: 17).

V. METODE PENELITIAN
Proses pelaksanaan studi pendahuluan dilakukan dengan cara mengadakan
komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak stakeholders yang terkait dan
akan terlibat baik langsung maupun tidak langsung sesuai dengan kapasitasnya
masing-masing, serta mendapatkan informasi secara mendetail dan komprehensif
tentang potret riil dan kondisi obyektif masyarakat yang akan menjadi sasaran
program (subyek kegiatan), untuk menggali problem yang dihadapi masyarakat,
tanah pekarangan yang bisa dikembangkan, sumber daya yang ada, fasilitas sarana
dan prasarana pendukung yang bisa dimanfaatkan, untuk mengetahui kebutuhan
obyektif masyarakat yang akan menjadi sasaran program (subyek kegiatan), juga
untuk mengkomunikasikan kesediaan pihak-pihak stakeholders untuk membantu
dan terlibat.
Dari kegiatan komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak stakeholders di
atas, selanjutnya disusun langkah-langkah pelaksanaan program melalui beberapa
tahapan kegiatan yang meliputi: 1) kegiatan rembug warga;2) pelatihan
manajemen kelompok; 3) pelatihan life skill dan bimbingan teknis (bimtek); 4)

16
Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) di Dinas Pertanian Kota Semarang; 5)
monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan program; 6) pemberian stimulan
modal usaha; dan 7) evaluasi dan penyusunan program tindak lanjut (follow up)

VI. HASIL YANG DICAPAI


Dalam melakukan kerja-kerja pemberdayaan masyarakat (community
development), tim pelaksana melihat sifat organik masyarakat itu sendiri.
Tugas tim pelaksana program sebagai orang luar (outsider) adalah
mendorong terjadinya percepatan pemberdayaan dengan memahami
proses dan struktur yang ada di masyarakat, dan menghargai keunikan
setiap masyarakat. Sebagai konsekuensi dari sifat organik masyarakat,
maka program pemberdayaan masyarakat (community development) harus
dilakukan secara bertahap. Pemberdayaan masyarakat bukan suatu proses
yang cepat dan instan, sebab memaksakan agenda dengan cepat justru
akan menyebabkan masyarakat bukan menjadi pemilik program. Program
pemberdayaan masyarakat merupakan proses pembelajaran bagi
masyarakatnya, bukan suatu upaya instan dari pihak luar yang mengajukan
resep perubahan.
Masyarakat pedesaan masih sangat kental dengan nilai-nilai kultur
sosialnya, seperti kebersamaan dan gotong royong, suka tolong-menolong,
bekerja tanpa pamrih, solidaritas yang tinggi terhadap sesama, suka
kemitraan dengan menganggap siapa saja sebagai saudara. Selain itu
masyarakat pedesaan juga memiliki tradisi suka bekerja keras (etos kerja
tinggi). Potensi besar ini jika distimulasi dengan program pemberdayaan
masyarakat melalui berbagai pelatihan life skill dan pelatihan-pelatihan
lain untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM), akan
melahirkan komunitas masyarakat pedesaan yang bisa mengembangkan
ekonomi produktif dan kreatif berbasis kelompok dan keluarga.
Beberapa perubahan yang sudah dicapai melalui program KPD ini
adalah: 1) Terjadinya perubahan sikap mental dan pola pikir (mindset) dan
jiwa entrepreneur pada subyek dampingan, sehingga mereka sadar akan

17
adanya potensi lokal di sekelilingnya yang bisa dikembangkan menjadi
komuditas yang bernilai jual tinggi. 2) Terjadinya perubahan dan
terciptanya habituasi pola kerja subyek dampingan yang mengedepankan
konsep kerja keras dan cerdas, yang pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan produktifitas. 3) Lahirnya subyek dampingan yang memiliki
seperangkat pengetahuan dan ketrampilan (life skill) untuk
mengembangkan potensi lokal menjadi komoditas hasil produksi yang
memiliki nilai jual lebih tinggi. 5) Lahirnya kelompok subyek dampingan
sebagai sebuah teamwork yang memiliki kesadaran dan semangat yang
tinggi, serta memiliki cita-cita bersama untuk membangun home industry
yang dapat memproduksi kekayaan melalui pemanfaatan tanah pekarangan
menjadi komoditas ekonomi yang bernilai jual tinggi.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Agus Ahmad Syarfi;‟I, Menejemen Masyarakat Islam, (Bandung: Gerbang


Masyarakat Baru).

Agus Surjono, & Trilaksono Nugroho, Paradigma, Model, Pendekatan


Pembangunan, dan Pemberdayaan Masyarakat di Era Otonomi Daerah,
(Malang: Bayumedia Publishing, 2008).

Anonim, Pedoman Umum Pemanfaatan Pekarangan.


http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/artikel/pangan/DEPTAN/Ne w
Folder/II/Pedum Pengembangan Pekarangan-.doc.(9/10/17).

Anonim, Vertikultur Cara Tanam Bertingkat PemanfaatanLahan Pekarangandi


Perkotaan,http://goelagoela.blogspot.com/2011/03/vertikulturcara-tanam-
bertingkat.html(4/10/2017)

Arifin, Hadi Susilo Arifin,Pemanfaatan Pekarangan di Perdesaan Buku Seri II,


(Bogor: Biro Perencanaan Departemen Pertanian,2009).

Danoesastro H.. “Tanaman Pekarangandalam Usaha Meningkatkan


KetahananRakyat Pedesaan”. Agro–Ekonomi
Maret1999.http://endrymesuji.blogspot.com/2012/05/sistempekarangan.htm
l . (25 September2017).

18
Dinas Pertanian Jatim. Rumah Hijau dalam Rangka Optimalisasi Pemanfaatan
Pekarangan diPropinsi Jawa Timur, (Dinas Pertanian Propinsi JawaTimur,
2011).

Edi Sugarto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakayat Kajian Strategis


PembangunanKesejahteraan Sosial Dan Pekerja Sosial,(Bandung: PT
Ravika Adimatama 2005), Cet Ke-1.
Hosen, N., Potensi dan Masalah Pengembangan Lahan Pekarangan Mendukung
Peningkatan Produksi Buah-Buahan di Sumatera Barat, Prosiding Seminar
Hortikultura,(Puslitbang Horti, 2008).

Lakitan, B. Pengembangan Pola PemanfaatanLahanPekarangansebagaiSumber


Pendapatan dan Gizi Keluarga di Pedesaan Sumatera Selatan, 2012. Lihat
dihttp://libraryunsri.

Lili Baridi, Muhammad Zein, dan M. Hudri, Zakat Dan Wirausaha, (Jakarta:
CED, 2007).

Loekman Soetrisno, Menuju Masyarakat Partisipatif, (Yogyakarta: Penerbit


Kanisius, 1995).

Mardikanto, T dan Sri Sutarni, Pengantar Penyuluhan Pertanian,(Surakarta: LSP3


1982).

Moh. Ali Azis, dkk (ed), Dakwah Pemberdayaan Masyarakat; Paradigma Aksi
Metodologi, (Yogyakarta: LKis, 2009).

Novitasari, E, Studi Budidaya Tanaman Pangan Di Pekarangan Sebagai Sumber


Ketahanan Pangan Keluarga (studi Kasus di Desa Ampel Gading
Kecamatan Tirtoyudo Kabupaten Malang), (Malang: Skripsi. Universitas
Brawijaya, 2011).

Penny, D.H. dan M. Ginting, Pekarangan Petani dan Kemiskinan, (Gadjah Mada
University Press. Yayasan Agro Ekono- mika, 1984).

Rahayu, M. dan S. Prawiroatmodjo, Keanekaragaman Tanaman Pekarangan dan


Pemanfaatannya di Desa Lampeapi, Pulau Wawoni Sulawesi Tenggara,
(P3TL-BPPT, 2005).

Robert Adams, Social Work and Empowerment. 3rd ed.( New York: Palgrave
Macmillan, 2003)

Rosmedi dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Sumedang: Alqaprit


Jatinegoro, 2006).

19
Sajogyo, Menuju Gizi Baik Yang Merata di PedesaandanDiKota,( Yogyakarta:
GajahMadaPress, 1994).

Saliem, H.P, Peranan Wanita dalam Sistem Produksi Pertanian Menunjang


Program Diversifikasi Pangan dan Gizi. Dalam Suryana et al (Eds). Hlm 85-
102. Monograp Series No 17. Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian:
Analisis Kebijaksanaan Antisipatif dan Responsif,(Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengem- bangan Pertanian,
1997).

Saptana, T.B. Purwantini, Y. Supriyatna, Ashari,A.M. Ar-Razy, T. Nurasa, S.


Suharyono, IW. Rusastra, S. H. Susilowati dan J. Situmorang, Dampak
Pengem- bangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Terhadap
Kesejahteraan Rumah Tangga dan Ekonomi di Perdesaan, (Laporan
Penelitian. Pusat Sosial Ekonomi danKebijakanPertanian.BadanPenelitian
dan PengembanganPertanian, 2011).

Simatupang, P. dan A. Suryana, Literature Review of Socio-Economic Aspects of


Pekarangan Land in Indonesia. Repotr Submitted to FAO/UN Jakarta
Office, (Bogor: UnderSpesialServiceAgreementContract o TCP/INS/8852,
Development of Pekarangan Lands, 1989)

Soelaiman, M. Munandar, Dinamika Masyarakat Transisi: Mencari Alternatif


Teori Sosiologi dan Arah Perubahan,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998).

Soerjono Soekanto, Sosial Suatu Pengantar, (Jakarta, Rajawalipress, 1987), Cet.


Ke @2.

Suryana,A, Tantangan dan Kebijakan Ketahanan Pangan. Makalah disampaikan


pada Seminar Nasional Pemberdayaan Masyarakat untuk Mencapai
Ketahanan Pangan dan Pemulihan Ekonomi, (Departemen Pertanian, 29
Maret 2001).

TotokMardikanto& Poerwoko Soebiato, Pemberdayaan Masyarakat dalam


Perspektif Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2012).

Venkataraman, R, Household Gardening in Asia: A Review,(Working Paper


No.3. Asian Vegetable Research and Development Center, 1992).

Zubaedi, Pengembangan Masyarakat Wacana & Praktik, (Jakarta: Kencana,


2013).

20
SUSTAINABLE COMMUNITY DEVELOPMENT IN RURAL AND
URBAN AREAS

I. LATAR BELAKANG
Dimensi budaya dalam pembangunan telah diterima secara luas untuk
mengusulkan pendekatan alternatif dalam pembangunan. Ini mengusulkan
pendekatan bottom-up di mana pandangan masyarakat setempat tentang
pembangunan serta partisipasi mereka dalam proses pembangunan, tergabung
[1]. Tidak adanya pertimbangan budaya dalam kebijakan dan implementasi
pembangunan akan menyebabkan kegagalan pencapaian tujuan pembangunan
[2].
Sebagai faktor budaya yang terkait dengan karakteristik spesifik
masyarakat di tingkat masyarakat, pandangan emic pembangunan
disarankan kepada setiap perencana pembangunan, tidak hanya untuk
memahami masalah pembangunan dari mata rakyat, tetapi juga untuk
memahami pengetahuan, keyakinan, dan mata pencaharian masyarakat
setempat, termasuk untuk menganalisis lembaga lokal yang ada, yang
terkait dengan pembangunan lokal [2-4]. Hal ini membawa pada konsep
pembangunan masyarakat berkelanjutan - dalam referensi lain yang
dinamai sebagai pengembangan endogen, yang menekankan bagaimana
lembaga lokal dapat diintegrasikan dalam rencana pembangunan,
kebijakan dan praktik, dan bagaimana faktor ekonomi juga harus
diintegrasikan dengan faktor-faktor lain yaitu sosial, lingkungan, politik
sebagai pendekatan bottom-up dalam pembangunan di tingkat masyarakat,
yang sampai batas tertentu , telah diabaikan dalam kebijakan dan praktik
pembangunan [5, 6].
Gintingan adalah contoh inisiatif bottom-up, yang telah
berkontribusi pada pembangunan lokal di kabupaten Subang, Jawa Barat.
Ini adalah lembaga sosial budaya, yang didasarkan pada kesamaan dalam
hal partisipasi bersama individu untuk memberikan kontribusi kolektif
kepada masyarakat dan bantuan individu mereka kepada sesama penduduk

21
desa yang membutuhkan, yang dikenal sebagai Gotong Royong dalam
budaya Jawa.

II. MASALAH
1. Tidak adanya pertimbangan budaya dalam kebijakan dan implementasi
pembangunan sehingga menyebabkan kegagalan pencapaian tujuan
pembangunan.

III. TUJUAN
1. Apakah lokasi lingkungan masyarakat setempat Subang, yaitu lokasi
Perkotaan dan Pedesaan, kondisi zonasi, serta status migrasi rakyat,
mempengaruhi perilaku pemanfaatan untuk memanfaatkan Gintingan atau
sebaliknya

IV. TINJAUAN PUSTAKA


Gintingan adalah perwakilan khas dari lembaga yang dikelola masyarakat
adat, berdasarkan visi Cosmo masyarakat setempat tri Tangtu yang mempengaruhi
praktik mata pencaharian mereka. Dengan cara ini, lembaga ini menjaga
keseimbangan yang harmonis di antara penduduk desa selama acara sosial budaya
yang dikenal sebagai Hajatan, termasuk pernikahan, sunat, ritual, dll. Tradisi itu
sendiri umumnya telah dilaksanakan oleh masyarakat yang tinggal di kawasan
pertanian utara pulau Jawa, termasuk kabupaten Subang [7, 8].
Dengan demikian, manusia (Ranah Tengah) harus menjaga hubungan yang
harmonis dengan ranah spiritual (Ranah Hulu), yang diekspresikan dalam konsep
Silih Asah ('pembelajaran timbal balik') dalam kosmologi Sunda. Demikian pula
manusia (Ranah Tengah) juga harus menjaga hubungan yang harmonis dengan
bumi dan lingkungan (Ranah Bawah), yang diekspresikan dalam konsep Silih
Asih ('Cinta Timbal Balik') dalam kosmologi Sunda. Akhirnya, keadaan Silih
Asih dapat tercapai jika manusia menjaga hubungan yang harmonis baik dengan
ranah spiritual maupun ranah bumi dan lingkungan. Pencapaian keadaan
kerukunan secara keseluruhan tercermin dalam konsep Silih Asuh ('Perawatan

22
Timbal Balik') kosmologi Sunda [9- 11].

23
V. METODE PENELITIAN
Pendekatan sistem etno, pendekatan terkemuka dari penelitian ini, memiliki
akar di sekolah klasik pemikiran sosiologi dan sosiolinguistik yang disebut
'etnomethodology'. Penelitian ini juga menggunakan Pendekatan sistem Leiden
Ethno, yang menggabungkan 3 pendekatan metodologis Pandangan Peserta (PV)
yang dalam penelitian Antropologis yang dikenal sebagai Ethnography, Historical
Dimension (HD) dan analisis komparatif di Bidang Studi Etnologis (FES). Karena
pendekatan geografis terkait erat dengan pendekatan FES, makalah ini akan
membatasi analisis untuk metode ketiga Studi Etnologi Lapangan.
Fungsi analitis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagaimana
diadaptasi dari model analitis, yang diperkenalkan oleh Slikkerveer [20], dan
singkat diwakili sebagai berikut:
Pemanfaatan Gintingan = f (Psiko-sosial, Sosial-Demografi, Kebutuhan
yang Dirasakan, Memungkinkan, Lingkungan, Kelembagaan, Variabel
Intervensi)
Faktor lingkungan yang dipertimbangkan dalam analisis adalah zonasi desa
(bergunung-gunung, non-pegunungan), lokasi lingkungan (pedesaan, perkotaan)
desa dan status hunian HH (pribumi, migran).
Selain analisis deskriptif dan penjelasan, penelitian ini juga menggunakan
analisis multivariat dengan korelasi non-kanonis untuk menjawab apakah faktor
lingkungan mempengaruhi perilaku pemanfaatan. Koefisien korelasi Pearson
dengan distribusi statistik chi-squares dan pengujian digunakan dalam statistik
inferensial.

VI. HASIL YANG DICAPAI


Lembaga Gintingan di Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat telah
menunjukkan bahwa dimensi sosial budaya pembangunan dapat
diintegrasikan dengan aspek ekonomi serta aspek pembangunan lainnya,
yang diwakili sebagai pembangunan masyarakat yang berkelanjutan.
Apalagi tradisi tersebut telah menunjukkan pendekatan bottom-up dengan
keterlibatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di tingkat

24
masyarakat. Preferensi masyarakat untuk memanfaatkan Gintingan di
Kabupaten Subang, lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang lebih
memilih menggunakan lembaga transisi dan modern. Faktor lingkungan
sangat berkorelasi dengan preferensi masyarakat dalam pemanfaatan
Gintingan. Sedangkan untuk faktor lingkungan, lokasi lingkungan
kawasan pedesaan-perkotaan merupakan variabel signifikan terkuat,
dibandingkan dengan lokasi zonasi dan status hunian responden.

VII. DAFTAR PUSTAKA


D M Warren, L J Slikkerveer, D A Brokensha 1995 The Cultural Dimension of
Development: Indigenous Knowledge Systems (London: Intermediate
Technology Publications)

Woodley E, Crowley E, Pryck J D, Carmen A 2006 Cultural Indicators of


Indigenous People’s Food and Agro-Ecological Systems, SARD Initiatives,
Paper on the 2nd Global Consultation on the Right to food and Food
Security for Indigenous Peoples, Nicaragua, 7-9 September 2006

Shaffer R, Deller S, Marcouiller 2006 Rethinking Community Economic


Development Economic Development Quarterly 20 1 59-7

L J Slikkerveer 1999 Ethnoscience, ‘TEK’, and its application to conservation In


D.A. Posey (Editor) Cultural and Spriritual Values of Biodiversity: A
Complementary contribution to the Global Biodiversity Assessment
(London: Intermediate Technology Publications) Ltd. Pp. 167-260

V M Toledo 2001 Biocultural Diversity and Local Power in Mexico: Challenging


Globalisation In Maffi, L. (ed.) On Biocultural Diversity: Linking
Language, Knowledge and the Environment (Washington D.C.: Smithson
Institute)

COMPAS 2016 Comparing and Supporting Endogenous Development (Leusden:


ETC Foundation)

K Saefullah Gintingan in the Sunda Region of West Java: The Role of Traditional
Institutions in Sustainable Community Management and Development in
Kabupaten Subang, Indonesia PhD Dissertation Leiden Ethnosystems and
Development Programme (LEAD) Studies No. 11 (Leiden: Leiden
University, in press)

L J Slikkerveer, G Baourakis, K Saefullah Integrated Community-Managed


Development: Strategizing Indigenous Knowledge & Institutions for

25
Poverty Reduction and Sustainable Community Development in Indonesia,
Cooperative Management Series, Springer, in press

R Wessing 1978 Cosmology and Social Behavior in a West Javanese Settlement


Papers in International Studies Southeast Asia Series No. 47 Athens (OH:
Ohio University Center for International Studies, Southeast Asia
Programme)
Sumardjo J 2010 Estetika Paradoks (Bandung: Sunan Ambu Press)

S Djunatan 2011 The Principle of Affirmation: An Ontological and


Epistemological Ground of Interculturality PhD Dissertation (Rotterdam:
Erasmus University)

E Irawan 1999 Sistem Gintingan dalam Hajatan terhadap Kelangsungan


Ekonomi dan Perkembangan Kesenian Tradisional di Daerah Kabupaten
Subang (Bandung: STISI Bandung)

J E Prasetyo 2012 Komersialisasi Sosial di Pedesaan: Studi Terhadap Modal


Sosial Gantangan di Tiga Desa Miskin di Kabupaten Subang Tesis Magiser
Program Studi Sosiologi Pedesaan (Bogor: Institut Pertanian Bogor)

K Wijaya 2009 Kondangan sistem Narik Gintingan dalam Perspektif Sosiologi


Hukum Islam: Studi Kasus di Desa Citrajaya Kecamatan Binong
Kabupaten Subang Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta)

L J Slikkerveer, W H J C Dechering 1995 LEAD: The Leiden Ethnosystems and


Development Programme In Warren D M, Slikkerveer L J and Brokensha D
W (eds.) The Cultural Dimension of Development: Indigenous Knowledge
Systems (London: Intermediate Technology Publications) Ltd. 435-440,
1995AS
A A G Agung 2005 Bali Endangered Paradise? Tri Hita Karana and the
Conservation of the Island’s Biocultural Diversity PhD Dissertation Leiden
Ethnosystems and Development Programme (LEAD) Studies No. 1 (Leiden:
Leiden University) pp. 463

Ibui A K 2007 Indigenous Knowledge, Belief and Practice of Wild Plants among
the Meru of Kenya PhD Dissertation Leiden Ethnosystems and Development
Programme (LEAD) Studies No. 3 (Leiden: Leiden University) 327

L J Slikkerveer 1990 Plural Medical Systems in the Horn of Africa: The Legacy
of ‘Sheikh’ Hippocrates (London: Kegan Paul International)

J Aiglsperger 2014 ‘Yiatrosofia yia ton Anthropo’: Indigenous Knowledge and


Utilisation of MAC Plants in Pirgos and Pretoria, Rural Crete: A
Community Perspective on the Plural Medical System in Greece PhD

26
Dissertation Leiden Ethnosystems and Development Programme (LEAD)
Studies No. 8 (Leiden: Leiden University) 235

27
STRATEGY COMMUNITY DEVELOPMENT BASED ON LOCAL
RESOURCES

I. LATAR BELAKANG
Kondisi kemiskinan yang dialami masing-masing masyarakat di
suatu daerah tidak sama, ada perbedaan karakteristik kemiskinan antar
daerah satu sama lain. Seperti yang diungkapkan oleh Mubyarto[1] bahwa
sulit membayangkan suatu daerah memiliki program penanggulangan
kemiskinan lebih baik dibandingkan dengan daerah lain. Penyebabnya
karena setiap daerah memiliki ciri khas kemiskinan masing-masing,
sehingga strategi bantuan apapun juga berbeda.
Menurut Santosa [3] program pemberdayaan masyarakat miskin
berfokus pada penciptaan peluang kerja dan mencari sumber daya lokal
yang produktif, kreatif, dan inovastif. Menurut Efendi [2] Pemerintah
membuat program penanggulangan kemiskinan dibagi menjadi tiga
klaster, yaitu: (1) Klaster Bantuan dan Perlindungan Sosial, (2) Klaster
Pemberdayaan Masyarakat, (3) Klaster pemberdayaan usaha kecil dan
menengah. Upaya pemberdayaan masyarakat diperlukan penyusunan skala
program prioritas yang disesuaikan dengan kondisi, persoalan dan
kebutuhan riil masing-masing daerah. Program pemberdayaan masyarakat
tidak hanya menyelesaikan masalah yang terlihat di permukaan tetapi juga
masalah yang laten atau tersembunyi. Hal ini penting untuk diungkapkan
sebagai pertimbangan dalam menetapkan prioritas pembangunan skala
masyarakat. Tanggung jawab dalam pemberdayaan masyarakat tidak
hanya dilaksanakan oleh Pemerintah saja tetapi juga dilaksanakan oleh
masyarakat, pemerintah bersama dengan pemangku kepentingan.

II. MASALAH
1. Setiap daerah memiliki ciri khas kemiskinan masing-masing, sehingga
strategi bantuan apapun juga berbeda.

28
III. TUJUAN
1. Upaya pemberdayaan masyarakat diperlukan penyusunan skala program
prioritas yang disesuaikan dengan kondisi, persoalan dan kebutuhan riil
masing-masing daerah.
IV. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Adisasmita [5] pengembangan masyarakat didefinisikan sebagai
gerakan yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan melalui partisipatif aktif dan inisiatif dari masyarakat. Pendapat
Padangaran [6] menyatakan bahwa pengembangan masyarakat merupakan upaya
untuk mencapai enam tujuan, yaitu:(1) Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat
yang terdiri dari kebutuhan konsumsi dan kebutuhan usaha produktif, (2)
Meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan partisipasi masyarakat dalam
berbagai kegiatan pembangunan, (3) Meningkatkan rasa tanggung jawab
terhadap hasil pembangunan masyarakat, (4) Menumbuhkan kemampuan
masyarakat untuk memantapkan diri , (5) Menetapkan dan memelihara prasarana
dan sarana fisik di antaranya, (6) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat, menurut Supriyanto dan Subejo [7]
mendefinisikan proses pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang
disengaja untuk memfasilitasi masyarakat setempat dalam merencanakan,
memutuskan dan mengelola sumber daya lokal dimiliki melalui aksi kolektif dan
jejaring sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian
di bidang ekonomi, ekologi dan sosial. Menurut Huraerah [8] tujuan dasar adalah
pemberdayaan keadilan sosial dengan memberikan kedamaian kepada
masyarakat yang lebih besar serta belajar melalui pengembangan langkah-
langkah kecil untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
Menurut Warren [3] pengetahuan indigeneuos berarti pengetahuan lokal
yang unik berdasarkan proses turun temurun di komunitas tertentu yang menjadi
kekayaan budaya lokal. Pengetahuan indigeneuos menjadi dasar pengambilan
keputusan di masyarakat setempat di berbagai bidang seperti pertanian,
kesehatan, pendidikan dan pengelolaan sumber daya alam.

29
Pendapat Lawson [2] membedakan penyebab kemiskinan dalam tiga
kategori yaitu: (1) Deskripsi perilaku. Perilaku pendekatan menjelaskan bahwa
gaya hidup dan perilaku orang miskin tidak memungkinkan untuk mandiri.
Mengandalkan berbagai pihak yang berlangsung begitu lama menumpulkan
kemandirian. Solusi ini melalui pengembangan perilaku pembaruan. (2)
Penjelasan Situasional.Pendekatan ini menekankan pada asusmsi bahwa situasi
sosial, politik, lingkungan dan ekonomi sebagai penyebab kurang mandiri
dihilangkan keras. Solusinya dengan menggerakkan kesadaran masyarakat untuk
berpartisipasi dalam berbagai program pemberdayaan partisipatif yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat miskin. (3) Penjelasan Struktural.Pendekatan ini
memperjelas bahwa penyebab kemiskinan struktural yang disebabkan oleh
blokade. Jalan keluar dengan menciptakan perintah politik dan ekonomi yang
memungkinkan orang miskin keluar dari ketergantungan dan kemerosotan
karena hemming blokade struktural.

V. METODE PENELITIAN
Artikel ini didasarkan pada tinjauan literatur, ulasan kritis. Menurut Sugiyono
[4] Studi literatur adalah studi teoritis, referensi dan literatur ilmiah lainnya yang
berkaitan dengan budaya, nilai-nilai dan norma-norma pengembangan dalam
situasi sosial yang sedang dipelajari.

VI. HASIL YANG DICAPAI


Proses pengembangan masyarakat berbasis sumber daya lokal menjadi
tanggung jawab bersama. Berbagai sumber daya lokal dapat digunakan secara
strategis dalam mendukung pengembangan masyarakat. Pemanfaatan sumber
daya lokal dalam mekanisme manajemen yang membutuhkan adaptif, empati,
fleksibel dan integratif serta partisipatif. Oleh karena itu, dalam rangka
mendorong perekonomian daerah, maka orientasi pembangunan yang
desentralistik yaitu lebih memilih kepentingan pembangunan daerah.
Dalam pengembangan masyarakat berbasis sumber daya lokal,
dijamin keberlanjutan ide-ide pembangunan yang produktif, kreatif dan

30
inovatif. Keberhasilan pengembangan masyarakat ini terletak pada
kecerdasan dalam mengelola kesadaran masyarakat menggunakan
berbagai sumber daya lokal potensial termasuk penggunaan teknologi
berbasis pengetahuan. Proses pemberdayaan masyarakat merupakan upaya
yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat setempat dalam
merencanakan, memutuskan dan mengelola sumber daya lokal yang
dimiliki melalui aksi kolektif dan jejaring sehingga pada akhirnya mereka
memiliki kemampuan dan kemandirian di bidang ekonomi, ekologis dan
sosial, sehingga perlu strategi yang tepat untuk menjadi sukses.

VII. DAFTAR PUSTAKA


I. Mubyarto 2000 Empowerment of People's Economy in Developing
Economic System (Yogyakarta: BPFE)

II. Santosa I 2014 The Development of community-based local resorces


(Yogyakarta:Pustaka Pelajar)

III. Santoso I and Iqbal A 2014 Model of Village Community Empowerment


through Productive Effort of Mix Farming with Utilization of
Ecotechnoentrepreneur in Agrotourism Area Report on National Strategic
Research Results (Purwokerto: Unsoed)

IV. Sugiyono 2012 Research Methods Quaintitative Qualitative Research and


Development (Yogyakarta: Alfabeta)

V. Adisasmita R 2013 Theories Of Economic Development (Yogyakarta:Graha


Ilmu)

VI. Padangaran A M 2011 Project Management For Community Development.


The concept, Theory and Applications (Kendari: Unhalu Press)

VII. Supriyanto and Subejo 2004 Harmonization of Rural Community


Empowerment with Sustainable Development Extensia Bulletin Vol 19/Th
Xi/2004

VIII. Huraerah A 2011 Organizing and Community Development, Model-Driven


Development Strategies and Populist (Bandung: Humaniora)

IX. Mardikanto, Totok and Poewoko Soebiato 2012 Community Empowerment

31
In The Perspective of Public Policy (Bandung: Alfabeta)

X. Borsekovaa, Kamila, Anna Vanovaa, Katarina Vitalisovab The Power of


Communities in Smart Urban Development Procedia - Social and
Behavioral Sciences 223 ( 2016 ) 51 – 57

XI. Sajogyo, Pudjiwati 1992 Rural Sociology Guided Pratikum (Jakarta: Yayasan
Obor)

XII. Nasikun 2000 Globalization and the New Paradigm of Community-Based


Tourism Development in the Fandell C and Mukhlison Cultivation of
Ecotourism (Forestry FacultyUGM and Pustaka Pelajar)

XIII. Sumodiningrat G 1998 Community Empowerment and Social Safety Nets


(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

XIV. Rahma H 2012 A Reference Implementation of a Local Economic


Development for the City and County. Jakarta. Directorate General Of Cipta
Karya The Ministry Of Public Works

XV. Helming A H J 2001 Local Economic Development New Generation of


Actors, Policies and Instrument. A summary report prepared for the UNCDF
Symposium of Dezentralization local Governance in Africa.Capetown

XVI. Dumasari dan Watemin. (2010). Empowerment of poor farmers through the
development of micro enterprises from the Doods Souvenirs Toursm
agricultural Waste Utilization Technology Modifications with eco-friendly
products. Report Of The Results Of The Research Phase III Competitive
Grants Dikti (Jakarta:Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

XVII. Mulyanto H R 2008 Principles Of Territorial Development (Yogyakarta:


Graha Ilmu)

XVIII. Nawawi I 2009 Development and Problems of the Society The study of
Concepts, Models, Theories and Ekonomi Aspects of Sociology (Surabaya:
Putra Media Nusantara AZ-24)

32

Anda mungkin juga menyukai