Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FARMASI

FITOTERAPI

AKTIVITAS ANTI INFLAMASI PADA RIMPANG KUNYIT

(Curcuma longa L.)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

KELAS A

ANGGOTA
1. Hafizah (2030122026)
2. Intan Suci Mayasari (2030122030)
3. Lina Permatasari (2030122034)
4. Rahmi Anova (2030122053)

DOSEN PENGAMPU:
Apt. Verawati, M.Farm

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Anti Inflamasi ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Fitoterapi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang tanaman yang berkhasiat sebagai Anti Inflamasi bagi
para pembaca dan bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada  ibu Apt Verawati, M. Farm


selaku dosen pada mata kuliah Fitoterapi yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 6 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................................
BAB I...................................................................................................................................
PENDAHULUAN...............................................................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................................
BAB II.................................................................................................................................
Tinjauan pustaka..................................................................................................................
2.1 Tinjauan Biologi...................................................................................................
2.2 Tinjauan Kimia.....................................................................................................
2.3 Tinjauan Komponen Klinis dan Utamanya...........................................................
2.4 Tinjauan Khasiat Tradisional..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peradangan adalah respons biologis organisme terhadap agen agresif, yang

melibatkan partisipasi elemen vaskular dan seluler yang berujung dalam sintesis

dan pelepasan mediator inflamasi, seperti sitokin, oksida nitrat (NO), dan

arakidonat turunan asam. Peningkatan oksigen reaktif spesies (ROS) produksi

juga dapat terjadi, yang mengarah ke ketidakseimbangan antara produksi dan

konsumsi dari ROS dan akibatnya kerusakan jaringan, oksidasi makromolekul,

dan peroksidasi membran. respon inflamasi terutama berfungsi sebagai respon

tubuh mekanisme pertahanan, tapi respon inflamasi ini bisa menjadi diperburuk

dan tidak terkendali, yang menyebabkan efek berbahaya yang serius. Oleh karena

itu, penggunaan zat yang mengontrol atau memodulasi perkembangan peradangan

sangat penting. Banyak sekali agen dengan sifat anti-inflamasi dapat menipiskan

atau menghambat respon inflamasi. (Nakata, et all., 2018)

Kunyit (nama umum untuk Curcuma longa) adalah rempah-rempah India

yang berasal dari rimpang tanaman dan memiliki sejarah panjang digunakan

dalam pengobatan Ayurveda sebagai pengobatan untuk kondisi peradangan.

Curcuma longa adalah keluarga zingiberaceae dan dibudidayakan di India dan

bagian lain Asia Tenggara. Konstituen aktif utama kunyit dan yang bertanggung

jawab atas warna kuning cerahnya adalah cur-cumin, pertama kali diidentifikasi

pada tahun 1910 oleh Lampe dan Milobed-zka.

Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan dengan kultur sel dan model

hewan, uji coba dan uji klinis menunjukkan kurkumin mungkin berpotensi

1
sebagai agen terapeutik pada penyakit seperti penyakit radang usus, pankreatitis,

artritis, dan uveitis anterior kronis, serta jenis kanker tertentu. Komponen kimia

terpenting dari kunyit adalah sekelompok senyawa yang disebut yang meliputi

kurkumin (diferuloylmethane), demethoxycurcumin dan bisdemethoxycurcumin.

Senyawa terbaik yang dipelajari adalah kurkumin, yang merupakan 3,14% (rata-

rata) dari bubuk kunyit. Selain itu ada minyak atsiri penting lainnya seperti

turmeron, atlantone dan zingiberene. Beberapa unsur umum adalah gula, protein,

dan resin. (Taylor R, et all., 2011)

1.2 Rumusan Masalah

Aktivitas Anti Inflamasi dari rimpang kunyit dan senyawa yang berkhasiat

sebagai anti inflamasi.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui kandungan dari rimpang kunyit dan bagaimana berkhasiat

anti inflamasi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Biologi Tumbuhan Kunyit (Curcuma longa L.)

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan kunyit (Curcuma longa L.)

Klasifikasi tanaman kunyit (Curcuma longa L.) menurut


Hapsoh dan Hasanah (2011) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas :Monocotyledoneae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Curcuma

Jenis : Curcuma longa L.

3
Gambar 1. Tanaman Curcuma longa L.

(Sumber : https://ezkysmadab.files.wordpress.com/2014/06/kunyit-3.jpg)

2.1.2 Morfologi Tumbuhan kunyit (Curcuma longa L.)

Tanaman kunyit adalah tanaman berumur panjang dengan daun besar


berbentuk elips, 3-8 buah, panjang sampai 85 cm, lebar sampai 25 cm, pangkal
daun meruncing, berwarna hijau seragam. Tanaman kunyit tumbuh berumpun
dengan tinggi 40-100 cm.
Batang semu berwarna hijau atau agak keunguan, tinggi sampai 1,60
meter. Perbungaan muncul langsung dari rimpang, terletak di tengah-tengah
batang, ibu tangkai bunga berambut kasar dan rapat, saat kering tebalnya 2-5
mm, panjang 16-40 cm, daun kelopak berambut berbentuk lanset panjang 4-8
cm, lebar 2-3,5 cm, yang paling bawah berwarna hijau, berbentuk bulat telur,
makin ke atas makin menyempit dan memanjang, warna putih atau putih
keunguan, bagian ujung berbelah-belah, warna putih atau merah jambu
(Sudarsono dkk., 1996).
Bentuk bunga majemuk bulir silindris. Mahkota bunga berwarna putih.
Bagian di dalam tanah berupa rimpang yang mempunyai struktur berbeda
dengan Zingiber (yaitu berupa induk rimpang tebal berdaging, yang membentuk
anakan, rimpang lebih panjang dan langsing) warna bagian dalam kuning jingga
atau pusatnya lebih pucat (Sudarsono dkk., 1996).

4
Rimpang atau akar tinggal berbentuk bulat memanjang dan memiliki akar
serabut. Rimpang kunyit memiliki dua bagian tanaman yaitu rimpang induk
(umbi utama empu) dan tunas atau rimpang cabang. Rimpang utama ini biasanya
ditumbuhi tunas-tunas yang tumbuh kearah samping. Jumlah tunas umumnya
banyak, tumbuh mendatar atau melengkung, serta berbuku-buku pendek, lurus
atau melengkung. Kulit rimpang berwarna jingga kecoklatan. Warna daging
jingga kekuningan dengan bau khas dan rasanya agak pahit. Rimpang cabang
akan berkembang secara terus-menerus membentuk cabang-cabang baru dan
batang semu sehingga pada akhirnya terbentuk rumpun (Nugroho, 1997).

2.1.3 Ekologi dan Penyebaran Tumbuhan kunyit (Curcuma longa L.)

Tanaman kunyit tumbuh dan ditanam di Asia Selatan, Cina Selatan,


Taiwan, Indonesia, dan Filipina. Tanaman kunyit tumbuh dengan baik di tanah
yang baik tata pengairannya, curah hujan yang cukup banyak dan di tempat yang
sedikit kenaungan, tetapi untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar dan baik
ditanam di tempat yang terbuka (Prawiro, 1977).
2.1.4 Sinonim Tumbuhan kunyit (Curcuma longa L.)
Curcuma domestica Val. Nama daerah: kunir, temu kuning (Jawa),
koneng (Sunda), konyet, temu koneng (Madura), hunik (Batak), kuminu
(Ambon), kunidi (Sulawesi Utara), kurlai, tunin (Maluku), rame, kandeifu
(Irian), cekuh (Bali), dan humo poto (Gorontalo). Nama asing: chiang huang
(China), safron (India), turmeric (Inggris), kurkuma (Italia), acafrao da India
(Portugis) (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

2.2 Tinjauan Kimia Tumbuhan kunyit (Curcuma longa L.)

2.2.1 Kandungan Kimia Tumbuhan kunyit (Curcuma longa L.)

Kandungan kimia dari Curcuma longa L. dapat dilihat pada berbagai hasil
studi yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil studi (Jurenka, 2009) Konstituen
kunyit termasuk tiga kurkuminoid: kurkumin (diferuloylmethane; konstituen

5
utama dan yang bertanggung jawab atas warna kuning cerah),
demethoxycurcumin, dan bisdemethoxycurcumin, serta minyak atsiri (tumerone,
atlantone, dan zingiberone), gula, protein, dan resin . Kompleks curcuminoid juga
dikenal sebagai kunyit India. Curcumin adalah polifenol lipofilik yang hampir
tidak larut dalam air, tetapi cukup stabil dalam pH asam lambung.

Rimpang kunyit mengandung minyak menguap sebanyak 3-5% v/b.


Terdiri atas turmeron, zingiberen, ar-turmeron, sedikit mengandung fellandren,
seskiterpen alkohol, borneol, kurkumin, desmetoksikurkumin,
bisdesmetoksikurkumin, pati, tanin dan damar (Dalimartha, 2009).

Kurkumin telah terbukti menghambat protein kinase C dan ekspresi


beberapa onkogen pada model kanker kulit murine. Hasil lain menunjukkan
aktivitas anti-karsinogenik dan kemo-preventif kunyit pada kanker kolorektal dan
jenis lesi ganas dan inflamasi lainnya. Beberapa peneliti bahkan menyarankan
adanya mekanisme epigenetik yang terlibat dalam efek kemo-preventif dan anti-
inflamasi dari metabolit C. longa. (Boyanapalli SS, 2015)

Gambar 2. Struktur Kurkumin (Diferuioylmethane), Demethoxycurcumin,


dan Bisdemetnoxycurcumin.

6
2.3 Tinjauan Farmakologi
Penelitian farmakolologi telah menunjukkan bahwa kunyit memiliki anti-
inflamasi, antioksidan, antiprotozoa, anti-bakteri, antivenom, anti-HIVdan
aktivitas unti-tumor. Efek farmakologis kurkuminoid telah diteliti, seperti
penghambatan oksida nitrat (NO), anti-inflamasi, anti tumor, anti alergi dan anti
demensia. Penelitian ini dilakukan untuk memverifikasi variasi temulawak dan
kunyit dari Sukabumi Indonesia terhadap total aktivitas kurkuminoid, antioksidan
dan anti inflamasi. (Nurcholis W. dkk, 2012)

2.4 Khasiat Tradisional Tumbuhan Kunyit (Curcuma longa L.)

Secara tradisional rimpang kunyit digunakan untuk penambah


nafsu makan, peluruh empedu, obat luka dan gatal, anti radang, sesak nafas,
antidiare, dan merangsang keluarnya angin perut. Sebagai obat luar digunakan
sebagai lulur kecantikan dan kosmetika. Secara umum akar kunyit digunakan
untuk stimulansia, pemberi warna masakan, dan minuman serta digunakan
sebagai bumbu dapur (Sudarsono dkk., 1996). Akar kunyit (Curcuma domestica)
berkhasiat melancarkan peredaran darah, antiinflamasi, antibakteri, melancarkan
pengeluaran empedu, antipiretik dan ikterik hepatitis (Syukur, 2005). Rimpang
temulawak telah digunakan untuk mengobati penyakit lambung, gangguan hati,
sembelit, diare berdarah, disentri, demam anak, wasir, dan erupsi kulit (Hwang et
al. 2000).

Dalam Ayurveda (pengobatan tradisional India), kunyit telah digunakan


untuk berbagai tujuan dan melalui jalur administrasi yang berbeda. Telah
digunakan secara topikal pada kulit untuk luka, penyakit melepuh seperti
pemfigus dan herpes zoster, untuk infeksi parasit pada kulit, dan untuk jerawat.
Telah digunakan melalui administrasi oral untuk flu biasa, penyakit hati,
penyakit saluran kemih, dan sebagai pembersih darah. Untuk rinitis kronis dan
coryza, telah digunakan melalui inhalasi (Eigner dan Scholz, 1999; Majeed et al.,
1996)

Rimpang kunyit digunakan sebagai bumbu dapur dan sebagai obat yang
berkhasiat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah tinggi, sebagai obat

7
malaria, obat cacing, bakterisida, obat sakit perut, peluruh ASI, fungisida,
stimulan, mengobati keseleo, memar, rematik, obat asma, diabetes melitus, usus
buntu, amandel, sariawan, tambah darah, menghilangkan jerawat, penurun panas,
menghilangkan rasa gatal, menyembuhkan kejang dan mengobati luka-luka
(Syukur dan Hernani, 2001).

2.5 Defenisi inflamasi

Peradangan adalah respons biologis organisme terhadap agen agresif, yang


melibatkan partisipasi elemen vaskular dan seluler yang berujung dalam sintesis
dan pelepasan mediator inflamasi, seperti sitokin, oksida nitrat (NO), dan
arakidonat turunan asam. Peningkatan oksigen reaktif spesies (ROS) produksi
juga dapat terjadi, yang mengarah ke ketidakseimbangan antara produksi dan
konsumsi dari ROS dan mengakibatkan kerusakan jaringan, oksidasi
makromolekul, dan peroksidasi membran. Respon inflamasi terutama berfungsi
sebagai respon tubuh mekanisme pertahanan, tapi respon inflamasi ini bisa
menjadi diperburuk dan tidak terkendali, yang menyebabkan efek berbahaya yang
serius.

Defenisi antiinflamasi

Agen antiinflamasi adalah senyawa atau obat yang digunakan untuk


menangani penyakit yang diakibatkan inflamasi. Oleh karena itu, penggunaan zat
yang mengontrol atau memodulasi perkembangan peradangan sangat penting.
Banyak sekali agen dengan sifat anti-inflamasi dapat menipiskan atau
menghambat respon inflamasi

2.6 Patofisiologi peradangan

Secara intuitif peradangan ditandai dengan adanya kemerahan, panas, dan


nyeri dan tumor. Respon akut termasuk transudat, pergerakan cairan dengan
kandungan protein rendah, yang sebagian besar mengandung albumin, dari ruang
intravaskular ke ruang ekstra vaskular. Tahap eksudatif diikuti dengan masuknya
leukosit neutrofil polimorfonuklear. Pada tahap ini terjadi perekrutan neutrofil dan
sel mononuklear secara bersamaan serta reaksi perbaikan yang sedang

8
berlangsung. Respon kronis meliputi respon makrofag, respon kaya sel plasma
dan limfosit diikuti dengan respon granulomatosa.

Makrofag muncul selama tahap akhir peradangan yang disebut respons


inflamasi kronis. Partisipan inflamasi humoral dan seluler termasuk elemen
humoral seperti faktor koagulasi dan fibrinolitik, faktor komplemen kinin dan
imunoglobulin. Sel yang dibawa darah seperti polimorfonuklear, leukosit ,
monosit, limfosit fagosit mononuklear, eosinofil, basofil, sel mast dan trombosit
juga berperan penting dalam proses inflamasi.

2.7 Senyawa Utama Tumbuhan Kunyit (Curcuma longa L)

Kunyit merupakan rempah yang banyak digunakan yang berasal dari rimpang
temulawak. Telah digunakan sebagai bumbu makanan, telah menarik perhatian
para ilmuwan pada kemungkinan manfaat medis dari senyawa aktifnya yang
disebut kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, demethoxycurcumin dan
bisdemethoxycurcmin. Kurkumin merupakan komponen aktif utama pada kunyit
dan merupakan salah satu yang memberi warna kuning pada kunyit. Ini pertama
kali diperkenalkan oleh Lampe dan Milobedzka pada tahun 1910.

2.8 Pembuktian senyawa

1. Pada penelitian yang berjudul Efek anti inflamasi rimpang Curcuma longa.
Linn, di Albino tikus dengan metode Carrageenin diinduksi edema kaki.

Metode penelitian:

Rimpang Curcuma longa dikumpulkan secara lokal. Ekstrak dibuat dengan


ekstraksi soxlet dengan etanol 50%. Digunakan tikus albino strain Wistar (170-
250 gram) yang diperoleh dari rumah hewan perguruan tinggi kedokteran
Thiruvananthapuram. Aspirin dibeli dari sigma Labs, Mumbai. Efek anti inflamasi
dari ekstrak dilakukan pada tikus dengan metode carrageenin induced paw edema.

Hasil:

9
Ekstrak etanol dari Curcuma longa menghambat perkembangan edema pada
akhir 3 jam. Aktivitas anti-inflamasi yang ditunjukkan oleh ekstrak tergantung
pada dosis dan secara statistik signifikan pada level dosis 1000mg / kg dan
sebanding dengan obat standar yang digunakan Aspirin.

Kesimpulan:

Penelitian ini dengan ekstrak Curcuma longa membantu menemukan


beberapa khasiat obatnya. Studi tersebut mengungkapkan bahwa ia memiliki sifat
anti-inflamasi yang signifikan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian
sebelumnya yang dilakukan di tempat lain itu Curcuma longa memiliki aktivitas
anti-inflamasi. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui bahan aktif dan
mekanisme kerja yang tepat. Ini adalah agen anti-inflamasi yang menjanjikan,
karena obat anti-inflamasi yang tersedia seperti kortikosteroid dan NSAID
memiliki banyak efek samping pada dosis terapeutik. Sifat ulseroprotektif dan
antioksidannya juga mungkin bermanfaat dalam pengelolaan kondisi peradangan
kronis.

2. Pada penelitian yang berjudul Kandungan Kurkumin, Antioksidan dan


Aktivitas Anti Inflamasi Temulawak dan Kunyit. Dari Sukabumi Indonesia.

Metode:

Rimpang segar dicuci dengan air, dipotong kecil-kecil dan dikeringkan


selama 5 hari dijemur dibawah sinar matahari (kelembaban <10%). Bahan-bahan
tersebut kemudian digiling untuk diperoleh dalam bentuk bubuk ukuran: 100
mesh). 1kg serbuk rimpang dimaserasi menggunakan 1 x 10 L etanol 70% dalam
labu alas bulat yang tertutup rapat pada suhu kamar selama 24 jam dan disaring
dengan kertas saring Whatman (tipe 4). Seluruh proses diulang satu kali dan filtrat
dipekatkan di bawah tekanan tereduksi pada rotavapor (BUCHI, R-250, Swiss)
pada suhu 50 ° C Ekstrak pekat digunakan untuk percobaan.

Penentuan kandungan kurkuminoid

10
Kandungan lama ekstrak etanol temulawak dan kunyit menjanjikan
dimana Ac adalah absorbansi air ditambah DPPH (dalam etanol), Acb adalah
absorbansi blanko (air ditambah etanol tanpa DPPH), As adalah absorbansi
sampel ditambah DPPH (dalam etanol) dan Asb adalah absorbansi sampel
ditambah etanol tanpa DPPH. Konsentrasi sampel yang berbeda digunakan untuk
mendapatkan kurva kalibrasi dan untuk menghitung nilai ICso (konsentrasi 1C50
diperlukan untuk mendapatkan aktivitas pembersihan radikal 50%). Semua
sampel uji dilakukan dalam rangkap tiga (n = 3).

Penentuan aktivitas antiinflamasi

Ekstrak etanol galur harapan kunyit dari Sukabumi dievaluasi sebagai


antiinflamasi dengan aktivitas penghambatan cyclooxygenase 2 (COX2): aktivitas
penghambatan COX2 diukur menggunakan Kit Pengujian Inhibitor Cayman
Chemical Colorimetric COX (ovine). Semua prosedur dilakukan seperti yang
ditunjukkan dalam instruksi kit pengujian. Ekstrak etanol dilarutkan dalam DMSO
dan ditambahkan ke dalam campuran reaksi enzim.

Hasil:

Konten kurkuminoid

Senyawa kurkuminoid umumnya terdapat pada spesies temulawak dan


telah dilaporkan memiliki beberapa aktivitas biologis antara lain sifat antioksidan
dan anti inflamasi (Itokawa et al., 2008). Hasil Kadar Kurkuminoid pada
Prosiding Seminar Nasional Ki Ekstrak etanol galur harapan temulawak dan
kunyit dari Sukabumi ditunjukkan pada Gambar 1A. Kandungan kurkuminoid
kunyit (nilai 66,32 mg / g) paling tinggi dibandingkan temulawak dengan nilai
31,27 mg / g. Rimpang temulawak dan kunyit menunjukkan profil yang berbeda
pada tiga kurkuminoid utama. Kurkuminoid dalam kunyit terutama adalah
kurkumin, dan demetoksi- bis demetoksi- kurkumin (Lechtenberg et al., 2004;
Thaikert & Paisooksantivatana, 2009). Sedangkan kurkuminoid pada temulawak

11
adalah kurkumin dan demethoxy-curcumin (Gambar 1C) (Lechtenberg et al.,
2004).

Aktivitas anti-inflamasi

Aktivitas anti inflamasi temulawak dan kunyit dari Sukabumi dievaluasi


melalui persentase penghambatan siklooksigenase 2 (COX2). Persen nilai inhibisi
aktivitas inhibitor COX2 kunyit dan temulawak adalah 74,84 dan 67,96%, dengan
kunyit memiliki nilai tertinggi. Senyawa kurkuminoid temulawak merupakan
senyawa utama kunyit dengan sifat anti inflamasi (Chainani-Wu, 2003; Tohda et
al., 2006; Ozaki, 1990). Penelitian ini menggunakan etanol dengan ekstrak kasar
temulawak dan kunyit, sehingga kemungkinan memiliki senyawa murni yang
paling kuat sebagai aktivitas anti inflamasi dibandingkan ekstrak tersebut.

Kesimpulan

Kunyit asal Sukabumi, Jawa Barat tertinggi di Indonesia memiliki kandungan


kurkuminoid tertinggi dibandingkan dengan temulawak yang juga diketahui
memiliki aktivitas antioksidan dan anti inflamasi.

3. Pada penelitian yang berjudul Keamanan dan Aktivitas Anti-Inflamasi


Kurkumin: Komponen Tumerik (Curcuma longa.

Metode:

Pencarian database MEDLINE ™ yang terkomputerisasi (1966 hingga


Januari 2002), pencarian manual bibliografi kertas yang diidentifikasi melalui
MEDLINE, dan pencarian internet menggunakan beberapa mesin pencari untuk
referensi tentang topik ini dilakukan. PDR Obat Herbal, dan empat buku teks
tentang jamu beserta bibliografinya juga telah terbukti.

12
Hasil:

Sejumlah besar penelitian tentang kurkumin diidentifikasi. Ini termasuk


studi tentang sifat antioksidan, anti-inflamasi, antivirus, dan antijamur
kurkuminoid. Studi tentang toksisitas dan sifat anti-inflamasi kurkumin telah
termasuk penelitian in vitro, hewan, dan manusia. Uji coba manusia fase 1 dengan
25 subjek yang menggunakan hingga 8000 mg kurkumin per hari selama 3 bulan
tidak menemukan toksisitas dari kurkumin. Lima percobaan pada manusia lainnya
yang menggunakan 1.125-2500 mg kurkumin per hari juga telah menemukan itu
aman. Studi pada manusia ini telah menemukan beberapa bukti aktivitas anti-
inflamasi kurkumin. Studi laboratorium telah mengidentifikasi sejumlah molekul
berbeda yang terlibat dalam peradangan yang dihambat oleh kurkumin termasuk
fosfolipase, lipooksigenase, siklooksigenase 2, leukotrien, tromboksan,
prostaglandin, oksida nitrat, kolagenase, elastase, hyaluronidase, monosit
chemoattractant protein-1 (MCP -1), protein yang diinduksi interferon, faktor
nekrosis tumor (TNF), dan interleukin-12 (IL-12).

Kesimpulan:

Kurkumin telah dibuktikan aman dalam enam percobaan pada manusia dan
telah menunjukkan aktivitas anti-inflamasi. Ini mungkin menggunakan aktivitas
anti-inflamasi dengan penghambatan sejumlah molekul berbeda yang berperan
dalam peradangan.

13
4. Pada penelitian yang berjudul Aktivitas Anti-inflamasi dan Antioksidan dari
Kurkuminoid Nanoencapsulated Diekstraksi dari Curcuma longa L. dalam Model
peradangan Kulit.

Metode:

Dalam penelitian ini menggunakan tikus jantan dimana tikus ini sengaja
dilakukan pembengkakkan pada bagian telinga yang diinduksi minyak puring
dimana minyak puring ini mengandung 12-Otetradecanoylphorbol-13-acetate
(TPA) dan ester phorbol lainnya yang memiliki sifat iritasi saat diaplikasikan pada
jaringan kulit pada tikus. Respon inflamasi yang diinduksi oleh minyak puring
ditandai dengan pembentukan edema dan perekrutan leukosit ke situs lesi. Reaksi
dipicu oleh aktivasi jalur enzimatik dan akibatnya produksi dan pelepasan
mediator inflamasi, seperti prostaglandin, leukotrien, sitokin proinflamasi
(misalnya, TNF, IL-1β, dan IL-6, antara lain), dan kemokin (antara lain CXCL-1
dan CCL2). Pengobatan dengan kurkuminoid bebas dan Nano enkapsulasi secara
topikal dapat menghambat edema dan aktivitas myeloperoxidase (MPO).
Pemberian oral Curcuminoid bebas dan Nano-cur menunjukkan bahwa Nano-cur
memiliki anti-inflamasi yang lebih tinggi khasiatnya dibandingkan dengan
Curcuminoid bebas. Nano-cur menghambat perkembangan edema telinga dan
aktivitas myeloperoxidase (MPO) dengan dosis itu delapan kali lipat lebih rendah
dari Cur.

Hasil:

Proses inflamasi melibatkan peningkatan Produksi ROS, terutama dari sel


inflamasi, yang menyebabkan kerusakan sel melalui oksidasi protein, lipid, dan
asam deoksiribonukleat. Sel yang memiliki pertahanan antioksidan bertanggung
jawab untuk menghilangkan ROS ini. Glutathione adalah komponen yang
bertindak sebagai donor elektron untuk enzim yang menghilangkan radikal bebas
dengan transfer hidrogen. Katalase adalah enzim juga bagian dari sistem
pertahanan antioksidan, yang bertindak dengan menguraikan hidrogen peroksida
menjadi air dan molekul oksigen.

14
Pengobatan topikal dan oral dengan Cur dan Nano-cur mencegah perubahan
beberapa parameter oksidatif, seperti mencegah peningkatan ROS dan tingkat
protein karbonilasi dan penipisan GSH. Pengurangan kandungan protein
karbonilasi mungkin terkait dengan penurunan level ROS. Cur dan Nano-cur
dapat secara langsung menurunkan produksi ROS atau menghilangkannya, atau
secara tidak langsung dapat meningkatkan efek ini dengan meningkatkan sistem
antioksidan endogen, seperti sintesis GSH, yang ditunjukkan di penelitian ini.

Kesimpulan:

Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan bukti menunjukkan bahwa


anti inflamasi dan antioksidan aktivitas Cur dan Nano-cur bertanggung jawab
menghambat respon inflamasi kulit yang diinduksi oleh minyak croton (CO).
Pemberian topikal dari Cur dan Nano-cur, dalam dosis yang sama, sama
menghambat respon inflamasi, menunjukkan hal itu mencapai tempat peradangan.
Ketika sediaan diberikan secara oral, Nano-cur menghambat respon inflamasi
lebih baik daripada Curcuminoid bebas.

15
BAB III

PENUTUP

16
DAFTAR PUSTAKA

Taylor R, Leonard M. Curcumin for Inflammatory Bowel Disease: A Review of


Human Studies. Of Human Studies. Altern Med Rev. 2011; 16(2): 152-156.

Nakata, Ken, T. Hanai, Y. Take, T. Osada, T. Tsuchiya, D. Shima, and Y.


Fujimoto. 2018. Disease-modifying effects of COX-2 selective inhibitors and
non-selective NSAIDs in oste oarthritis: A systematic review. Osteoarthritis
and Cartilage 26: 1263 1273.

17

Anda mungkin juga menyukai