Anda di halaman 1dari 12

ETOS KERJA DAN PERAN SARJANA UMRI SEBAGAI

KADER MUHAMMADIYAH DALAM MASYARAKAT

MAKALAH

RIRIN KURNIAWATI
130204016

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MIPA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
PEKANBARU
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan


jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam
ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan
kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang
lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh
alam. 
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang
menjadi tugas pembekalan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan dengan judul,
“Etos Kerja Dan Peran Sarjana UMRI Sebagai Kader Muhammadiyah Dalam
Masyarakat. Disamping itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki
karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.

Pekanbaru, April 2018

Penulis 

i
DAFTAR ISI
Hal.

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 2
1.3 Tujuan........................................................................................................ 2
1.4 Manfaat...................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3


2.1 Pengertian Etos Kerja................................................................................ 3
2.2 Peran Sarjana UMRI sebagai Kader Muhammadiyah............................... 4

BAB III PENUTUP............................................................................................. 8


3.1 Kesimpulan................................................................................................ 8
3.2 Saran.......................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Muhammadiyah adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia setelah
Nahdlatul Ulama. Didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan, seorang muslim
modernis, di Kota Yogya pada tahun 1912. Muhammadiyah kini diperkirakan
memiliki anggota 28 juta orang. Mereka terutama kaum muslim perkotaan dan
kalangan intelektual. Organisasi Muhammadiyah terstruktur dari tingkat desa
hingga tingkat nasional dan relatif modern karena kepemimpinannya bersifat
kolektif dan dipilih secara demokratis (Kuntowijoyo, 2004).
Etos gerakan Muhammadiyah merujuk pada sesuatu yang

menyangkut ciri khas Muhammadiyah seperti kepribadian yang

teraktualisasi dan melekat dalam denyut kehidupan orang-orang

Muhammadiyah. Itulah etos kesalihan. Dalam pemikiran

Muhammadiyah bersifat tajdid. Itulah etos kemajuan. 

Muhammadiyah juga memiliki cirri khas, yakni suka beramal. Itulah

etos amaliah. Jika disimpulkan secara pendek, maka etos

Muhammadiyah itu tiga. Pertama, etos kesalihan. Kedua, etos

kemajuan. Ketiga, etos amaliah (Wiharto, 2017).


Kader Muhammadiyah adalah tenaga inti penggerak persyarikatan yang
memiliki totalitas jiwa, sikap, pemikiran, wawasan, kepribadian, dan keahlian
sebagai pelaku atau subyek dakwah Muhammadiyah di segala lapangan
kehidupan. Karena itu, kader Muhammadiyah harus senantiasa teruji dan
terdidik dalam keseluruhan dimensi kemanusiaannya itu, sehingga mampu
mengemban misi Muhammadiyah kini dan masa mendatang dalam berbagai
tantangan zaman (Darson, dkk, 2002).
Latar belakang masalah di atas menjadi dasar pentingnya penelitian yang
membahas tentang etos kerja dan peran sarjana UMRI sebagai Kader
Muhammadiyah dalam masyarakat.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana etos kerja dan peran sarjana UMRI sebagai kader
Muhammadiyah dalam masyarakat ?

1.3. Tujuan
1. Untuk memahami etos kerja dan peran sarjana UMRI sebagai kader
Muhammadiyah dalam masyarakat.

1.4. Manfaat
Manfaat penulisan ini adalah untuk memberikan informasi khususnya bagi
penulis dan mahasiswa lainnya bahwa makalah ini bisa menjadi salah satu
referensi untuk mengetahui etos kerja dan peran sarjana UMRI sebagai kader
Muhammadiyah dalam masyarakat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Etos Kerja


Kata ”etos” mengandung arti ”pandangan hidup yang khas dari

suatu golongan sosial”. Dalam studi antropologi, “etos”  berarti

”watak khas dari suatu golongan kebudayaan”. Jika ada istilah “etos

kebudayaan” maka berarti suatu nilai, sifat, adat istiadat yang khas

dan memberi watak atau ciri khas pada kebudayaan dari suatu

masyarakat atau golongan dalam masyarakat. Jadi yang dimaksud

dengan “etos Muhammadiyah”  yaitu “sifat, nilai, dan tradisi yang

menjadi watak khas Muhammadiyah dalam melakukan gerakannya

sebagai organisasi dakwah dan tajdid” (Wiharto, 2017).


Berbicara tentang etos kerja muslim, apalagi dipertajam dengan frasa
“perspektif kultural”, tidak terlepas dari paradigma hubungan antara “agama”
dan “masyarakat pemeluk” dari agama yang bersangkutan. Karena dalam
pembahasan ini dibatasi di kalangan komunitas “muslim”. Maka tentu saja
masalah etos tersebut perlu dibaca hubungan korelasi antara “agama Islam” di
satu sisi dan “umat Islam (muslim)” di sisi yang lain (Santoso, 2008).
Zaman kini zaman globalisasi, umat Islam yang wilayahnya sudah begitu
luas, terutama di sekitar Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara, juga
tempat tinggal mereka telah tersebar di seluruh permukaan planet bumi,
menghadapi dua kekuatan geoplotik dan geoekonomi yang besar pula, yaitu
Eropa dan Amerika untuk monopoli kepemimpinan di “Barat” dan India serta
Cina untuk (kemungkinan) monopoli kepemimpinan di “Timur”. Bedanya
adalah, kalo pada zaman Rasulullah Saw. ilmu, teknologi, transportasi dan
komunikasi masih sangat terbatas, sedangkan untuk zaman kini, keempat hal
tersebut sudah terpenuhi secara luar biasa canggihnya (Wiharto, 2017).

3
Wiharto (2017) mengemukakan dalam bukunya yang berjudul 8 Etos
Kerja Profesional ia menjelaskan bagaimana cara menumbuhkan etos kerja.
Berikut adalah cara menumbuhkan etos kerja, yaitu:
1. Kerja sebagai rahmat (Aku bekerja tulus penuh rasa syukur).
2. Kerja adalah amanah (Aku bekerja penuh tanggung jawab).
3. Kerja adalah panggilan (Aku bekerja tuntas penuh integritas).
4. Kerja adalah aktualisasi (Aku bekerja keras penuh semangat).
5. Kerja adalah ibadah (Aku bekerja serius penuh kecintaan).
6. Kerja adalah seni (Aku bekerja cerdas penuh kreativitas).
7. Kerja adalah kehormatan (Aku bekerja penuh ketekunan dan keunggulan).
8. Kerja adalah pelayanan (Aku bekerja paripurna penuh kerendahan hati).

Agama Islam yang lahir di tengah-tengah pertarungan peradaban antara


Romawi Timur dan Persia kiranya menawarkan alternatif peradaban lain. Jadi,
orientasinya bukan untuk membentuk imperium baru yang terpusat, melainkan
tata peradaban ynag terserat di mana saja agama Islam masuk ke suatu
komunitas atau wilayah tertentu. Keterpusatannya adalah dalam “iman yang
bekerja dalam setiap diri muslim”, bukan diwujudkan dalam wilayah daratan,
tempat atau kota tertentu, atau kelembagaan tertentu. Dengan lain perkataan tata
peradaban yang ditawarkan agama Islam adalah tata peradaban yang imanen
dalam gerak hidup manusia muslim di mana saja tinggal dan hidup. Daya
pemusatannya, kalau terpaksa harus dipaksakan begitu, semata-mata diikat oleh
kekuatan kegiatan keagamaan (seperti tersirat dalam kegiatan berjamaah salat,
berkumpul di padang Arafah ketika melaksanakan ibadah haji, kegiatan
silaturrahim, ucapan salam dan sebagainya), bukan dalam wujud kekuatan
politik (dengan didukung kekuatan militer) atau kekuatan ekonomi (yang sering
dipilari oleh kekuatan sistem) (Musa, 1997).

2.2. Peran Sarjana Sebagai Kader Muhammadiyah


Kader (Perancis:cadre) atau les cadres maksudnya adalah anggota inti
yang menjadi bagian terpilih, dalam lingkup dan lingkungan pimpinan serta
mendampingi di sekitar kepemimpinan. Kader bisa berarti pula sebagai jantung
suatu organisasi. Jika kader dalam suatu kepemimpinan lemah, maka seluruh

4
kekuatan kepemimpinan juga akan lemah. Kader berarti pula pasukan inti. Daya
juang pasukan inti ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang berkualitas,
berwawasan, militan, dan penuh semangat (Wiharto, 2017).
Muhammadiyah tidak menunggu kader-kadernya lahir tanpa diusahakan.
Sejak K.H Ahmad Dahlan sampai sekarang, kader Muhammadiyah diusahakan
kelahirannya. Bahwa usaha itu masih belum optimal dan tidak sepenuhnya
selalu berhasil, karena masih banyak faktor yang mempengaruhinya. Usaha
kaderisasi itu dilakukan melalui tiga jalur, yakni 1) jalur pendidikan
Muhammadiyah, melalui sekolah-sekolah khusus kader seperti Muallimin,
Muallimat dan sekolah Muhammadiyah yang bersifat umum yang merupakan
pendidikan alternatif dan pendidikan pondok pesantren yang saat ini bersifat
terbatas, 2) jalur informal di keluarga, di mana para keluarga Muhammadiyah
mendidik putra-putrinya sebagai kader Muhammadiyah di masa datang, dan 3)
progran khusus MPK beserta organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah
yang telah berlangsung lama sesuai dengan keberadaan kelembagaannya
(Darson, dkk, 2002).
Kader Muhammadiyah adalah tenaga inti penggerak persyarikatan yang
memiliki totalitas jiwa, sikap, pemikiran, wawasan, kepribadian, dan keahlian
sebagai pelaku atau subyek dakwah Muhammadiyah di segala lapangan
kehidupan. Karena itu, kader Muhammadiyah harus senantiasa teruji dan
terdidik dalam keseluruhan dimensi kemanusiaannya itu, sehingga mampu
mengemban misi Muhammadiyah kini dan masa mendatang dalam berbagai
tantangan zaman (Darson, dkk, 2002).
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi kader yang khusus
dibentuk oleh Muhammadiyah, untuk melangsungkan dan mewujudkan cita-cita
Muhammadiyah dikalangan Mahasiswa. Mahasiswa sebagai masyarakat
intelektual sangat dibutuhkan oleh Muhammadiyah untuk menopang dan
memproduksi kader-kader dengan pikiran cerdas, diri penuh dengan ke-Imanan
kepada Allah dan berjiwa sosial kemasyarakatan (Wiharto, 2017).
Hubungan Muhammadiyah dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
adalah hubungan seperti orang tua dengan anaknya. Amal Usaha
Muhammadiyah merupakan alat dakwah Muhammadiyah terdiri dari amal usaha

5
bidang ekonomi, sosial, pendidikan dll. Perguruan Tinggi Muhammadiyah
masuk sebagai amal usaha yang bergerak dalam dunia pendidikan dan biasa
dikenal sebagai Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Ada hubungan segitiga yang
tidak bisa dipisahkan antara Muhammadiyah, sebagai organisasi Induk,
kemudian Perguruan Tinggi Muhammadiyah sebagai Alat dakwah
Muhammadiyah dan IMM sebagai generasi penerus Muhammadiyah (Musa,
1997).
Kader Muhammadiyah adalah anggota Muhammadiyah yang terpilih
karena kualitas visi dan misi kejuangan dan perjuangannya sebagai penggerak,
penganjur dan pelaksana kegiatan dakwah dan tabligh di dalam Muhammadiyah
serta masyarakat luas. Visi dan misi perkaderan muhammadiyah adalah: Visi :
Tercapainya tujuan persyarikatan. Menuju 4 terbinanya keluarga sejahtera
sebagai sendi dan syarat mutlak menuju terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar – benarnya. Misi : Menyiapkan tenaga penggerak yang berkemampuan
dan memiliki integritas tinggi dalam mengembangkan misi gerakan
Muhammadiyah, baik ke dalam maupun ke luar sehingga tercapai tujuan
persyarikatan melalui proses yang berkesinambungan. Adapun karakteristik
seorang kader Muhammadiyah diantaranya : Keteladanan, Totalitas jiwa,
Wawasan Luas, Keahlian sebagai da’i, Kepribadian yang matang, Komitmen
terhadap persyarikatan, Berfikir sistematis, logis dan rasional, Pemahaman Islam
yang komprehensif, Memiliki Sifat (shiddiq, tabligh, amanah, fathanah),
Leadership yaitu dapat menggerakan orang lain (masyarakat) untuk mencapai
tujuan persyarikatan. Hasil wawancara dengan salah satu kader dari organisasi
otonom Muhammadiyah dari Tapak suci yaitu Didin menjelaskan bahwa “
Muhammadiyah sebagai gerakan kader (Tapak Suci), yakni mengajak pada amar
ma’ruf nahi mungkar dengan pendekatan pada saudara, tetangga dan teman
sebaya. Visi dan misi dari tapak suci mencetak atlet yang berakhlaktul karimah.
agar, jika jadi pemenang kelak tidak sombong dan melestarikan budaya pencak
silat indonesia, beribadah mencakup semuanya yakni sholat, puasa, zakat dan
lain-lain.
Muhammadiyah sebagai kader menurut presepsi narasumber Alex sebagai
kader dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah menyebutkan bahwa perkaderan pada

6
hakikatnya merupakan pembinaan personil anggota dan pimpinan secara
terprogram dengan tujuan tertentu bagi persyarikatan. Dalam muhammadiyah
perkaderan dititik beratkan pada pembinaan ideologi, pembinaan
kepemimpinan, membangun kekuatan dan kualitas pelaku gerakan, ideologi
gerakan dan mengoptimalkan sistem kaderisasi yang menyeluruh dan
berorientasi ke masa depan. Masalah perkaderan dalam muhammadiyah sudah
di atur di dalam Sistem Perkaderan Muhammadiyah (SPM). Muhammadiyah
memiliki sistem organisasi yang tertata rapi, mulai dari bawah sampai atas,
mulai dari yang kecil hingga besar. Buktinya muhammadiyah mengatur dari
tingkat tertinggi yaitu Pimpinan Pusat yang menaungi seluruh wilayah dan yang
terbawah yaitu dari tinggat ranting yaitu desa, kemudian dari tinggat bawah
yaitu tingkat pelajar bisa kita sebut Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Muhammadiyah sebagai gerakan kader sangat benarbenar menitik
beratkan pada penyebaran kemuhammadiyahan. Artinya, pada setiap gerakan
kader berupaya untuk menyebarkan kemuhammadiyahan melalui kader- kader.
Pada pernyataan diatas Muhammadiyah sebagai gerakan kader tidak lepas
dari tujuan Muhammadiyah berdiri yaitu sebagai gerakan pemurnian, dan tajdid.
Dan melalui kader sebagai penggerak atau motor kehidupan organisasi itu
dimasa yang akan datang.

7
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang etos kerja dan peran sarjana UMRI sebagai Kader
Muhammadiyah dalam masyarakat dapat di ambil kesimpulan bahwa:
1. Etos Kerja merupakan sifat, nilai, dan tradisi yang menjadi watak khas

Muhammadiyah dalam melakukan gerakannya sebagai organisasi

dakwah dan tajdid.


2. Peran sarjana UMRI dalam masyarakat yaitu sebagai tenaga inti penggerak
persyarikatan yang memiliki totalitas jiwa, sikap, pemikiran, wawasan,
kepribadian, dan keahlian sebagai pelaku atau subyek dakwah
Muhammadiyah di segala lapangan kehidupan.

3.2. Saran
Untuk pembahasan selanjutnya, disarankan agar menambahkan beberapa
referensi lainnya tentang prinsip etos kerja dan peran sarjana UMRI sebagai
Kader Muhammadiyah dalam masyarakat.

8
DAFTAR PUSTAKA

Darson, H., Yusron, M. S. 2002. Kader Persyarikatan dalam Persoalan. Suara


Muhammadiyah. Yogyakarta.
Kuntowijoyo. 2004. Islam sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi, dan Etika.
Teraju. Jakarta.
Musa, A. 1997. Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. LESFI.
Yogyakarta.
Santoso, Imam, B. 2008. Budi Pekerti Bangsa. Arti Bumi Intaran. Yogyakarta.
Wiharto, M. 2017. Membangkitkan Etos Gerakan Muhammadiyah. Bina
Manhaj. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai