Anda di halaman 1dari 47

LABORATORIUM FARMASETIKA

STIKES NANI HASANUDDIN MAKASSAR

LAPORAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“LAPORAN TETES HIDUNG”

KELAS A / KELOMPOK IV

ADDRYANTY LIMA TAHU


ANISA
DESI MARTEN
DEBYANTI
CATRIN D
FADILLAH AINUDDIN
IVON N SILUBUN
INDRIANA BOROALLO

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI


PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat,

mencapur, meracik formulasi obat, identifikasi, kombinasi, analisis,

dan standarisasi atau pembakuan obat serta pengobatan termasuk

pula sifat-sifat obat dan distribusinya serta penggunaannya yang

aman. Farmasi dalam bahasa yunani disebut farmakon yang berarti

medika atau obat, sedangkan ilmu resep adalah ilmu yang

mempelejari tentang cara penyediaan obat-obatan menjadi bentuk

tertentu (meracik) hingga siap digunakan sebagai obat (Syamsuni,

2012).

Definisi obat ialah suatu zat yang digunakan untuk yang

diagnosa, pengobatan, melunakkan penyembuhan atau pencengahan

penyakit pada manusia atau pada hewan (Anief, 2018).

Penyediaan obat-obatan disini mengandung arti pengumpulan,

pengenalan, pengawetan dan pembakuan bahan obat-obatan. melihat

ruang lingkup dunia farmasi yang cukup luas, maka mudah dipahami

bahwa ilmu resep tidak dapat berdiri sendiri tanpa kerja sama yang

baik dengan cabang ilmu lain, seperti fisika, kimia, biologi dan

farmakologi (Syamsuni, 2012).

Tetes hidung adalah obat tetes hidung (OTH) adalah obat tetes

yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat kedalam


rongga hidung, dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar dan

pengawet, minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan

sebagai cairan pembawa (FI IV edisi, 1995).

Alasan dilakukannya praktikum ini adalah agar dapat

mengetahui cara cara pembuatan sedian tetes hidung dengan benar

dan mengetahui cara pemakaian sedian tetes hidung natrium

diklofenak dengan benar.

I. 2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud percobaan

Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk

mengetahui cara pembuatan sediaan tetes hidung natrium

diklofenak dan mengetahui uji evaluasi sediaan tetes

hidung natrium diklofenak

I.2.2 Tujuan percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk

menentukan cara pembuatan sedian tetes hidung natrium

diklofenak dan mengetahui uji evaluasi sediaan tetes

hidung natrium diklofenak.

I. 3 Manfaat percobaan

Adapun manfaat dari percobaan ini yaitu setelah

melakukan praktikum, kami sebagai praktikum mampu

menghitung perhitungan formula, cara pembuatan sediaan

parental berupa sediaan tetes hidung natrium diklofenak mulai


dari penimbangan bahan, proses s, proses pencampuran, proses

penyaringan, proses pengisian kedalam 2 wadah serta uji

evaluasi sediaan tetes hidung natrium diklofenak.

I. 4 Prinsip percobaan

Adapun prinsip dari percobaan ini yaitu pertama

ditentukan jumlah bahan yang digunakan, dilakukan proses

pencampuran bahan, penyaringan dan pengisian ke dalam

wadah natrium diklofenak, kemudian dilakukan sterilisasi

kembali. Terakhir dilakukan uji evaluasi sediaan berupa uji pH,

uji kerjenihan dan warna serta uji kebocoran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

A. Anatomi hidung

Hidung secara anatomi dibagi menjadi dua bagian yaitu

(Herawati,2016):

1. Hidung bagian luar (Nasus Eksternal)

Bagian hidung yang paling menonjol kedepan, disebut

ujung hidung (apeks nasi), pangkal hidung disebut radiks nasi,

bagian hidung mulai dari radiks sampai apeks nasi disebut

dorsum nasi, lubang hidung (nares anterior) kanan dan kiri

dipisahkan oleh sekat yang disebut kolumela, disebelah lateral

nares dibatasi oleh ala nasi kanan dan kiri.

Anteria karotis eksternal dan internal memberikan aliran

darah ke nasus eksternal, aliran darah balik dialirkan melalui

V. Fasialis interior yang berjalan bersama A.

Aliran getah bening dari nasus eksterna melalui

pembuluh getah bening yang mengikuti jalannya V, Fasialis

anterior ke limfonoduli submaksila, kemudian mengadakan

anastmoksis dengan pembuluh- pembuluh getah bening dari

rongga hidung.

Pernafasan nasus eksterna adalah oleh cabang dari N.

Trigeminus yaitu N, ostalmikus yang mempunyai 3 cabang yaitu


N, etmodialis anterior N, suprakoklearis dan N. Cabang lain

adalah Maksiliaris, melalui cabang-cabang dari N. Infraorilitas.

2. Rongga Hidung (Nasus internal atau kavum nasi)

Rongga hidung dibagi dua bagian, kanan dan kiri

digaris median oleh septum nasi yang sekaligus menjadi

dinding medial dari rongga hidung, kerangka septum dibentuk

oleh

a. Lamina perpendikularis tulang etmoid (superior)

b. Kartilago kuadrangularis (anterior)

c. Tulang fomer (posteriour) dan

d. Kristamaksila dan krista palatina (bawah) yang

menghubungkan septum dengan dasar rongga hidung.

Dibagian anterior septum nasi terdapat bagian yang

disebut area little merupakan anyaman pembuluh darah yaitu :

plekus kiesselback, tempat ini mudah terkena trauma dan

menyebkan epitaksis, di bagian anterokaudal, septum nasi

mudah digerakan.

Kearah belakang rongga hidung berhubungan dengan

nasofaring melalui sepasang lubang yang disebut koane

berbentuk bulat lonjong (oval), sedangkan kearah depan

rongga hidung berhubungan dengan dunia luar melalui nares.

Atap rongga hidung berbentuknya kurang lebih

menyerupai busur yang sebagian besar dibentuk oleh lamina


kribosa tulang etmoid, disebelah anterior, bagian ini dibentuk

oleh tulang frontal dan sebelah posterior oleh tulang stenoid,

melalui lamina kribosa keluar ujung-ujung saraf olfakktoria

menuju mukosa yang melapisi bagian teratas dari septum nasi

dan permukaan kranial dari konka nasi superior, bagian ini

disebut regio olfaktoria.

Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh konka nasi

dan meatus nasi , konka nasi merupakan tonjolan-tonjolan yang

memanjang dari anterior ke posterior dan mempunyai rangka

tulang, meatus nasi terletak dibawah masing-masing konka

nasi dan merupakan bagian dari hidung.

B. Jenis-Jenis Sediaan Hidung

1. Sediaan hidung (Tjay, 2010)

Bentuk sediaan yang digunakan pada hidung, antara lain

tetes hidung (guttae nasales), pencuci hidung (collunarium),

dan semprot hidung (inhalas atau spray).

2. Sediaan hidung (Murtini, 2016)

a. Nasal drops and liquid nasal sprays

b. Nasal powders atau bedak hidung

c. Semisolid nasal preparations atau sediaan hidung semisolid

d. Nasal washes atau pencuci hidung

e. Nasal sticks
C. Syarat-Syarat Tetes Hidung

1. Syarat-syarat tetes hidung

Dalam pembuatan obat tetes hidung ada beberapa hal

yang perlu diperhatiakan antara lain (Murtini, 2016) :

a. Visikositas

Larutan yang sangat encer atau sangat kental

menyebabkan iritasi mukosa hidung, penambahan metil

cellulose (Tylosa) sebanyak 0,1-0,5%, Na CMC 0,5-2%

untuk mendapatkan visikositas larutan yang seimbang

dengan visikositas mukosa hidung.

b. Isotonis

Iritasi mukosa hidung tidak dapat terjadi jika larutan

tetes hidung dibuat isotonis atau sedikit hipertonis, namun

larutan yang sangat encer atau sangat pekat akan

menyebakan iritasi mukosa hidung, supaya larutan dibuat

isotonis dapat ditambahkan Nacl atau dekstrosa.

c. Isohidris

Sekresi hidung orang dewasa mempunyai pH antara

5,5-6,5 sedangkan anak-anak antara 5,0-6,7. Rhintis akut

menyebakan pergeserahan pH ke arah basah, sedangkan

peradanagn akut menyebakan pergeseran pH ke arah

asam, sebaiknya menggunakan dapat fosfat pH 6,5

sediaan OTH tidak boleh mengganggu aksi pembersih cillia


ephitelia pada mukosa hidung, hidung yang berfungsi

sebagai filter yang harus senantiasa bersih, kebersihan ini

dicapai dengan aktifitas, cilia yang secara aktif

menggerakkan lapisan tipis mucus hidung pada bagian

tenggorokan.

d. Agar aktifitas cillia ephitelia tidak terganggu maka vikositas

mukus hidung, pH sediaan sedikit asam mendekati netral,

larutan isotonis atau larutan sediaan hipertonis.

Persupspensi (farmakope indonesia III) dapat digunakan

sorbitan (span), polisorbat (tween) atau surfaktan lain yang

cocok, kadar tidak boleh melebihi dari 0,01% b/v.

e. Pengawet umumnya digunakan : benzolkonium 0,01-0,1 %

b/v klorbutanol 0,5-0,7 % b/v, pengawet atau antimikroba

digunakan sama dengan yang digunakan dalam larutan

obat mata.

2. Syarat-syarat tetes hidung (Lukas,2011).

a. Viskositas

Penambahan metil cellulosa sebanyak 0,5% untuk

mendapatkan viskositas larutan yang seimbang dengan

viskositas mukosa hidung.

b. Isotonis

Iritasi mukosa hidung tidak akan terjadi jika larutan isotonis

atau sedikit hipertonis, namun larutan yang sangat encer


atau sangat pekat akan menyebakan iritasi mukosa hidung,

untuk tonisitas, kita dapat menambahkan NaCl 0,9% atau

dektrosa.

c. Isohidris

Keasaman (pH) sekresi hidung orang dewasa antara

5,5-6,6 sedangkan anak antara 5,0-6,7. Rhinitis akut

menyebakan pergeseran pH ke arah basa, sedangkan

peradangan akut menyebkan pH kearah asam , sebaiknya

kita menggunakan dapat phosphat pH 6,5.

D. Respon Silia Terhadap Obat

1. Respon silia terhadap obat dan pengaruh lainnya telah diteliti

oleh proetz dan yang lain. Hasil penelitian ini telah diumumkan

dan beberapa penemuan telah dirangkum sebagai berikut:

(Martin,1971:913-915)

a. Larutan NaCl 0,9%

Silia baik pada manusia maupun pada kelinci tetap

aktif untuk waktu lama dalam larutan NaCl 0,9% pada suhu

antara 25ºC dan 30ºC. Bila konsentrasi NaCl ditingkatkan,

silia pada daerah tertentu berhenti bergerak. Setelah

perlambatan gerakan terjadi di daerah lain. Pada

konsentrasi 4-4,5%, semua akan aktivitas berhenti. Jika

membrane dicuci dengan air suling lalu dicelup lagi dalam

larutan NaCl 0,9% maka aktivitas mula-mulanya berbeda


dari kontrol tapi kemudian akan kembali seperti semula.

Semua pergerakan akan berhenti pada konsentrasi

0,2-0,3%.

b. Pengurangan Ion Kalsium

Pengurangan tartrat, sitrat, oksalat, dan bahkan

bahan pengkhelat lainnya untuk kalsium atau sulfat dan

fosfat menghentikan pergerakan silia bila diberikan dalam

garam fisiologis. Sejumlah tetesan mukus terbentuk pada

sillia.

c. Bahan yang bercampur air

Saat obat-obat sulfa populer dalam pengobatan

hidung, beberapa peneliti mempelajari penggunaan

propilenglikol tidak larut sebagai pembawa untuk

melarutkan bentuk asam dari sulfa, sehingga mengurangi

kealkalian yang tinggi dari sulfonamida. Meskipun

propilenglikol murni sangat hipertonik yang akan menarik

dari jaringan di sekitarnya, yang merupakan sistem yang

digunakan untuk penggunaan klinis untuk jangka waktu

yang lama. Alkohol dalam cairan isotonis telah digunakan

dalam konsentrasi sampai 10% terhadap efek yang nyata.

Proetz menstimulasi mukus dengan penggunaan lokal

larutan alkohol (4%) dan gliserin (4%) dalam larutan garam

normal. Hal ini menyebabkan turbinasi pada pasien dalam


posisi duduk. Bila larutan digunakan dalam bentuk tetes,

maka akan timbul rasa sakit.

d. Minyak-Minyak

Bila digunakan dalam membran, maka minyak

terletak stasioner sebagai lapisan berat yang menyebabkan

gangguan pada aksi silia normal. Minyak tidak cocok

sebagai pembawa karena obat yang terlarut didalamnya

karena obat-obat tersebut tidak mampu menembus mukosa

dan mencapai lapisan seluler. Minyak-minyak juga

berbahaya karena telah terbukti secara langsung

menyebabkan pneumonia lipoid.

e. Protein Perak ringan

Bila protein perak koloidal digunakan pada membran

mukosa, pergerakan silia awalnya dihambat tapi terpulihkan

dengan baik setelah pemberian larutan garam hangat.

f. Larutan Perak dan Zink

Pada penggunaan paling sedikit 0,5% perak nitrat

menghancurkan silia. Hasil semua sama ditemukan setelah

pemberian zink sulfat.

g. Larutan Kokain

Pada konsentrasi lebih dari 2,5%, kokain

memparalisis silia, pada konsentrasi yang lebih rendah


tidak ada efek selain pengerutan dan penyusutan

permukaan.

h. Larutan Efedrin

Konsentrasi efedrin (0,5-1%) dalam larutan garam

normal tidak menghasilkan perubahan aksi silia, dan hal

yang sama dapat diasumsikan pada kebanyakan

komponen simaptomimetik sintetik yang umum digunakan.

i. Kamfer, Timol, Eukaliptol, Mentol, dan bahan-bahan

menguap lainnya

Bahan-bahan ini dapat menyebabkan pengurangan

pergerakan silia dan efek yang merugikan lainnya.

Pemulihan aktivitas normal diharapkan, kecuali dengan

timol. Larutan dengan konsentrasi kurang dari 0,1% tidak

mempunyai efek yang berarti. Uap tidak berefek.

j. Antibiotik

Penisilin (garam natrium) tidak merusak silia bila

digunakan dalam larutan yang mengandung 250 dan 500

unit/ml (dalam NaCl isotonis). Pada konsentrasi 5000

unit/ml terjadi penurunan kecepatan pukulan dan bahkan

menghentikan aksi.
k. Atropin

Bila diberikan secara oral, atropin menyebabkan

pengeringan dan bahkan penghentian gerakan silia.

Pemakaian lokal mengurangi produksi mukosa.

l. Natrium Sulfarthiazol

Bila diberikan dalam larutan berair 5%, natrium

sufarthiazol tidak mempengaruhi pemukulan silia dengan

cepat dan berarti, tapi pada pH sekitar 10 (alkali tinggi),

efek menyengat terjadi setelah pemberian berulang, tidak

hanya pada silia tapi juga pada beberapa lapisan mukosa

hidung, yang mungkin dapat menyebabkan kerusakan.

m. Benzalkonium klorida dan Larutan Kuartener lainnya

Larutan berair benzalkonium klorida 1:1000 dan

1:2000, sebagaimana air suling sendiri, menyebabkan

penghentian aksi. Tidak tercatat efek yang merugikan pada

efektivitas silia bila digunakan kuartener pada konsentrasi

yang sama dalam larutan ragam isotonis.

n. Larutan Timerosol

Konsentrasi 1:1000 timerosol atau lebih sangat

ekstrim dan menyebabkan penghentian gerakan silia

secara permanen setelah pemberian 4 menit.


o. Surfaktan Anionik dan Unionik

Beberapa surfaktan anionik berbeda termasuk Na

Lauril Sulfat, Nadikotil sulfosuksinat dan alkali benzen

sulfonat telah dicuci pada membran excise dan intanct.

Hampir 0,01% dapat ditoleransi tanpa efek. Larutan 0,05%

Na-Lauril Sulfat dilaporkan menyebabkan sedikit rasa

membakar. Lebih dari 200 pasien menggunakan larutan

yang mengandung 0,01% dan dilaporkan tidak terjadi

sensasi yang berarti pada penggunaannya. Surfaktan

unionik tampaknya ditoleransi pada konsentrasi yang lebih

tinggi.

2. Respon silia terhadap obat (Dwi,2018:11-12)

a. Larutan NaCl 0,9%

Baik cilia manusia maupun pada kelinci tetap aktif

untuk jangka waktu yang lama dalam larutan 0,9% NaCl

pada suhu 25-30ºC. Bila konsentrasi NaCl dinaikkan pada

bagian tertentu cilia berhenti bergerak, beberapa jam

kemudian tempat lain dan seterusnya. Pada konsentrasi 4-

4,5% semua cilia berhenti. Bila membran dicuci dengan

konsentrasi air suling dan diganti NaCl 0,9% cilia aktif

kembali. Bila konsentrasi berkurang aktivitasnya, pada

0,2%-0,3% cilia berhenti.


b. Pengurangan ion kalsium

Penggunaan senyawa tartrat, nitrat, oksalat dan

bahan penghelat Ca lainnya akan menghentikan gerakan

cilia.

c. Komponen tahan air

Ketika digunakan dalam obat hidung dipelajari

penggunaan PG sebagai pembatas untuk melarutkan garam

sulfat dan menghilangkan alkali yang tinggi pada sulfonamid.

d. Minyak

Akan tinggal lama melengket pada film mucus dan

akan mempengaruhi aktivitas nrmal dari cilia. Minyak tidak

baik untuk pembawa, karena menimbulkan lipoid pneumonia.

e. Larutan perak lemah

Ketika kobidal terpotorisasi untuk penggunaan

mukus respirasi gerakan silia awalnya tertahan tetapi

diperbaiki kembali dengan adanya larutan garam hangat.

f. Larutan perak dan zink

Larutan perak dan zink, juga demikian larutan perak

nitrat 0,5% sudah menghancurkan silia begitu juga zink

sulfat.
g. Larutan kokain

Larutan lebih besar dari 2,5% menyebabkan paralisisi

cilia, begitu juga efedrin HCl lebih besar dari 15.

h. Kamfer, timol, menthol, eukaliptol, dan senyawa eter

Menyebabkan penurunan kecepatan gerak cilia. Kurang dari

1%. Dalam bentuk uap tidak mempengaruhi (inhalan).

E. Absorpsi Obat Di Hidung

1. Absorpsi obat (DOM Martin, 1971:915)

Terdapat sejumlah kasus dimana absorpsi obat

dibutuhkan pada kondisi saat injeksi parenteral atau pemberian

rektal tidak praktis. Pemberian obat pada pasien yang mual dan

muntah memiliki kerugian yang nyata yaitu kesulitan menelan

obat dan menahan obat dan relatif lambat. Rite internasal

tampaknya cukup ideal untuk tujuan ini karena kenyamanan

dan kemudahan pemberian .

Tardorf dan pekerjanya mempelajari absrpsi hiosin dan

atropin dari mukosa hidung manusia. Mereka menggunakan

derajat penghambatan produksi saliva sebagai test untuk

sejumlah obat yang diabsorpsi. Penemuan mereka

menunjukkan kegunaan pemberian nasal untuk penggunaan

obat.

Injeksi subkutan memberikan respon yang paling nyata

dan cepat, dan penggunaan pada hidung menempati posisi


tengah. Pemberian tiosin dalam garam normal dengan spray

tidak menghasilnya respon sebaik penggunaan pada tetes

hidung. Bagaimanapun, ketika 0,01 % natrium buril sulfat

ditambahkan. Pengurangan ketegangan permukaan

membiarkan obat berdifusi denan cepat ke daerah absorpsi,

dimana obat diabsorpsi dengan baik atau sedikit lebih baik dari

pada tetes hidung. Bagaimana pun, pemerian jumlah obat yang

tepat dengan penggunaan spray ditemukan agak sulit.

2. Absorpi obat pada hidung (Dwi,2018:3)

Beberapa instansi dimana kecepatan obat diinginkaan

dibawah dimana obat parenteral injeksi atau pemberian rektal

adalah tidak praktis. Pemberian oral untuk nausea dan muntah

tidak menguntungkan karena sulit ditelan dan obat tertahan

dan absorpsinya relatif lambat. Rute intranasal cocok untuk

tujuan ini karena viskositasnya dan mudah digunakan. Tandrof

dan asistennya mempelajari absorpsi hyoscineb dan atropin

dari mukosa hidung manusia. Digunakan derajat penghasil

produksi saliva sebagai tes untuk obat yang diserap.

Ditemukan keseragaman pada permukaan obat. Paling

penting pada pemberian adalah indikasinya yang jelas.


F. Alasan Tetes Hidung Steril

1. Tetes hidung harus steril (Athijah,2011)

Tetes hidung harus steril karena kaya akan jaringan

epitel (yang kaya akan pembuluh darah). Yang perlu

diperhatikan bahwa rambut getar dalam rongga hidung sangat

peka terhadap beberapa macam obat.

2. Tetes hidung harus steril (DOM Martin,1971:912)

Proetz dan yang lain yang ahli dalam bidang fisiologi

hidung menyatakan bahwa “semua infeksi pada rongga hidung

bagaimana pun sumbernya hanya satu yaitu kegagalan sistem

penyaringan dari hidung itu sendiri”. Dia menekankan sekali

lagi bahwa kelembaban (moisture) memegang peranan utama

dalam mekanisme pertahanan hidung yaitu gerakan silia yang

bergerak secara bertahap mendorong semua yang lengket

pada mukus dari arah belakang kedepan lubang hidung

tertutup dengan membran mukus respiration. Epitel bagian

respiration terdiri dari sel silia yang diantaranya ada sel-sel

golbet. Sel-sel golbet merupakan kelenjar mukus dan setiap

kelenjar ini mukusnya secara teratur didorong keluar oleh aksi

cambukan silia. Dibagian bawah mukus tersebut terjalin

jaringan pembuluh darah vena yang mengatur peredaran darah

di hidung.
G. Cara Penggunaan Tetes Hidung

1. Petunjuk pemakaian obat tetes hidung (Sulanjani,2013:31-32)

a. Hidung dibersihkan dan kepala ditengadahkan bila

penggunaan obat dilakukan sambil berdiri dan duduk atau

penderita cukup berbaring saja.

b. Kemudian teteskan obat pada lubang hidung dan biarkan

selama beberapa menit agar obat dapat tersebar di dalam

hidung.

c. Untuk posisi duduk, kepala ditarik dan ditempatkan diantara

dua paha.

d. Setelah digunakan, alat penetes dibersihkan dengan air

panas dan keringkan dengan tissue bersih.

2. Petunjuk pemakaian obat tetes hidung (PIPSI,2008:26)

Terdapat 2 macam sediaan untuk hidung, yaitu obat

tetes hidung dan obat semprot hidung.

Cara penggunaan obat tetes hidung:

a. Cuci tangan

b. Bersihkan hidung

c. Tengadahkan kepala

d. Tetaskan obat dilubang hidung

e. Tahan posisi kepala selama beberapa menit agar obat

masuk ke lubang hidung


f. Bilas ujung obat tetes hidung dengan air panas dan

keringkan dengan keras tisu kering

g. Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan

Cara penggunaan obat semprot:

a.Cuci tangan

b. Bersihkan hidung dan tegakkan kepala

c. Semprotkan obat kedalam lubang hidung sambil taarik napas

dengan cepat

d. Untuk posisi duduk: tarik kepala dan tempatkan diantara dua

paha

e. Cuci botol alat semprot dengan air hangat (jangan sampai air

masuk ke dalam botol) dan keringkan dengan tissue bersih

setelah digunakan

f. Cuci tangan untuk menghilangkan sisa obat pada tangan.


BAB III

FORMULASI SEDIAAN

III.1 Formula Asli

Natrium Metafrodit (Tetes Hidung)

III.2 Master Formula

Tiap 10 ml mengandung :

Oxymetazolin HCL 0,0,5 %

NaH2PO4 0,56 %

Na2HPO4 0,284 %

Benzalkonium Klorida 0,01 %

NaCl

Aqua Pro Injeksi ad 5 ml

III.3 Dasar Formulasi

Nama Produk : Metafrodit

Jumlah Produk : 10 botol @ 5 ml

No. Registrasi : DKL0200100447A1

No. Batch : B102004

pH sediaan : 6,5

Metafrodit TETES HIDUNG


Produksi :
Tangal Tanggal
Kelompok IV Disetujui oleh :
Formula : Produksi :
(Empat) SNH DIII Andi ending Kusuma
28 november 1 februari
FARMASI intan
2020 2021
Fungsi
No Kode Bahan Nama Bahan Perdosis Perbatch
Bahan
Oxymetazolin
1. 001 – OHC Zat Aktif 0,0025 0,025
HCL
2. 002 – NHP NaH2PO4 Pendapar 0,0005 0,005
3. 003 – DHP Na2HPO4 Pendapar 0,005 0,05
Benzalkonium 0,014
4. 004 – BZK Pengawet 0,14
klorida
5. 005 - NCL NaCL Pengisotonis 0,0105 0,0105
Add 5
6. 005 - API API Pelarut 50 ml
ml

III.3.1 Alasan Pembuatan Formula

Diklofenak, turunan asam fenilasetat, merupakan

golongan NSAID. Diklofenak sering digunakan terutama

dalam bentuk garam natrium untuk menghilangkan rasa sakit

dan peradangan dalam berbagai kondisi (Sweetman, 2009).

Pada umumnya dosis oral atau rektal natrium

diklofenak adalah 75-150 mg sehari dalam dosis terbagi.

Sediaan natrium diklofenak modified-release tersedia untuk

pemberian oral. Diklofenak juga diberikan secara

intramuskular, intravena, dan topikal (Sweetman, 2009).

Natrium diklofenak adalah salah satu Nonsteroidal

Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs) yang merupakan derivat

asam fenilasetat. Obat ini menghambat cyclooxygenase

(COX) relatif secara non selektif. Natrium diklofenak


digunakan sebagai analgesik dan anti inflamasi pada

berbagai kondisi (Hendradi, 2013).

Dalam formulasi sediaan obat tetes hidung berfungsi

sebagai zat aktif yang sedikit hidroskopis dan memiliki

indikasi dapat mengurangi peradangan pada hidung (Aulia,

2011).

III.3.2 Alasan Pemilihan Zat Aktif

A. Natrium Diklofenak

Bubuk kristal putih sampai agak kekuningan, sedikit

higroskopis. Sedikit larut dalam air; larut dalam alkohol;

sedikit larut dalam aseton; bebas larut dalam metil

alkohol; praktis tidak larut dalam kloroform dan eter. pH

larutan 1% dalam air adalah antara 7,0 dan 8,5. Simpan

dalam wadah kedap udara. Terlindung dari cahaya

(Sweetman, 2009 : 44).

Dosis : oral 3 dd 25-50 mg garam –Na/K d.c/ p.c.,

rektal 1 dd 50-100 mg, i.m. pada nyeri kolik atau

serangan encok 1-2 dd 75 mg selama 1-3 hari. Pra- dan

pasca-bedah (“staar”, bular mata) dalam 0,1% tetes mata

3-5 x 1 tetes, juga dalam krem/gel 1%. Penggunaan

diklofenak sebagai obat luar misalnya dalam bentuk gel

pada osteoartritis lutut dan tangan, ternyata sama

efektifnya dengan penggunaan per oral. Terutama bagi


lansia dengan risiko efek buruk bagi lambung

(perdarahan lambung), penggunaan topikal lebih aman

dibanding penggunaan secara sistemik (Tan, 2018 :

340).

Indikasi : natrium diklofenak digunakan sebagai

obat antiinflamasi yang kuat dengan efek samping yang

kurang keras dibandingkan obat NSAID lainnya

(Oktiwilianti, 2015).

Efek samping : efek samping yang lazim yaitu mual,

gastritirs, eritema kulit dan sakit kepala, pemakaian obat

ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung.

Peningkatan enzim trasminase dapat terjadi pada 15%

pasien dan umumnya kembali normal (Oktiwilianti, 2015).

Interaksi : perdarahan di saluran pencernaan, bila

digunakan bersama obat antiinflamasi nonsteroid

(OAINS) lain, obat pengencer darah, atau kortikosteroid;

kelebihan kaliem dalam darah (hiperkalemia) dan

kerusakan fungsi ginjal, bila digunakan bersama obat

hipertensi jenis ACE inhibitor atau diuretik, ciclosporin,

serta tacrolimus; keracunan diclofenac, bila digunakan

bersama phenytoin, methotrexate, lithium, dan digoxin;

serta penurunan efek cholestyramine.


III.3.3 Alasan Pemilihan Zat Tambahan

A. Benzalkonium Klorida (Excipients, 56)

Benzalkonium klorida adalah senyawa amonium

kuartener yang digunakan dalam formulasi farmasi

sebagai pengawet antimikroba dalam aplikasi yang mirip

dengan surfaktan kationik lainnya, seperti setrimida.

Dalam formulasi hidung dan otic, konsentrasi

0,002-0,02% b/v digunakan, kadang-kadang dalam

kombinasi dengan 0,002-0,005% b/v timerosol.

Benzalkonium klorida 0,01% b/v juga digunakan sebagai

pengawet dalam produk parenteral volume kecil.

Benzalkonium klorida juga terbukti meningkatkan

penetrasi lorazepam topikal.

Inkompabilitas : tidak cocok dengan aluminium,

surfaktan anionik, sitrat, kapas, fluorescein, hidrogen

peroksida, hipromelosa, iodida, kaolin, lanolin, nitrat,

surfaktan nonionik dalam konsentrasi tinggi,

permanganat, protein, salisilat, garam perak, sabun,

sulfonamida, tartrat, seng oksida, seng sulfat, beberapa

campuran karet, dan beberapa campuran plastik.

Benzalkonium klorida telah terbukti diserap ke

berbagai membran penyaringan, terutama yang bersifat

hidrofobik atau anionik.


B. Metil Selulosa (Excipients, 438)

Metil selulosa banyak digunakan dalam formulasi

farmasi oral dan topikal.

Kadar viskositas rendah metil selulosa digunakan

untuk mengemulsi minyak zaitun, kacang tanah, dan

mineral. Mereka juga digunakan sebagai zat pensuspensi

atau pengental untuk cairan yang diberikan secara oral,

metil selulosa yang biasa digunakan sebagai pengganti

sirup berbasis gula atau dasar suspensi lainnya. Metil

selulosa menunda pengendapan suspensi dan

meningkatkan waktu kontak obat, seperti antasida di

perut.

Tingkat viskositas tinggi dari metil selulosa

digunakan untuk mengentalkan produk yang dioleskan,

seperti krim dan gel.

Pada pengobatan terapi, metil selulosa digunakan

sebagai pencahar massal; itu juga telah digunakan untuk

membantu kontrol nafsu makan dalam pengelolaan

obesitas, tetapi ada yang sedikit bukti yang mendukung

kemanjurannya.

Inkompabilitas : metil selulosa tidak sesuai dengan

aminacrine hidroklorida; klorokresol; merkuri klorida;


fenol; resorsinol; asam tanat; p-asam aminobenzoat;

metil paraben; propil paraben; dan butil paraben.

Garam asam mineral (terutama asam polibasa),

fenol, dan tanin akan mengental larutan metil selulosa,

meskipun hal ini dapat dicegah dengan penambahan

etanol (95%) atau glikol diasetat. Kompleksasi metil

selulosa terjadi ringan dengan senyawa yang sangat aktif

seperti tetracaine dan dibutoline sulfat.

Konsentrasi elektrolit yang tinggi meningkatkan

viskositas lendir metil selulosa karena ‘penggaraman’

metil selulosa. Dengan setiap konsentrasi elektrolit yang

tinggi, metil selulosa dapat sepenuhnya diendapkan

dalam bentuk gel diskrit atau kontinu. Metil selulosa tidak

sesuai dengan zat pengoksidasi yang kuat.

C. Natrium Klorida (Excipients, 637)

Natrium klorida banyak digunakan dalam berbagai

formulasi farmasi parenteral dan nonparenteral, di mana

penggunaan utamanya adalah untuk menghasilkan

larutan isotonik.

Penambahan natrium klorida ke dalam larutan

semprot-pelapis air yang mengandung hidroksipropil

selulosa atau hipromelosa menekan aglomerasi partikel

selulosa kristal. Natrium klorida juga dapat digunakan


untuk memodifikasi bentuk pelepasan obat dan dari

emulsi. Dapat digunakan untuk mengontrol ukuran misel,

dan untuk mengatur viskositas dispersi polimer dengan

mengubah karakter ionik dari formulasi.

Inkompabilitas : larutan natrium klorida bersifat

korosif terhadap zat besi. Mereka juga bereaksi

membentuk endapan dengan garam perak, mercuri, dan

timah. Zat pengoksidasi kuat membebaskan klorin dari

larutan natrium klorida yang diasamkan. Kelarutan metil

paraben pengawet antimikroba berkurang dalam larutan

natrium klorida berair dan viskositas gel karbomer dan

larutan hidroksietil selulosa atau hidroksipropil selulosa

dikurangi dengan penambahan natrium klorida.

D. Aqua Pro Injeksi (Excipients, 766)

Air banyak digunakan sebagai bahan baku dan

pelarut dalam pemrosesan, formulasi dan pembuatan

produk farmasi, bahan aktif farmasi (API) dan zat antara,

dan reagen analitis. Kadar air tertentu digunakan untuk

aplikasi tertentu dalam konsentrasi hingga 100%.

Inkompabilitas : dalam formulasi farmasi, air dapat

bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien lain yang

rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dengan adanya

air atau uap air) pada suhu dan tinggi.


Air dapat bereaksi dengan keras dengan logam

alkali dan oksida mereka, seperti kalsium oksida dan

magnesium oksida. Air juga beraksi dengan garam

anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai

komposisi, dan dengan bahan organik dan kalsium

karbida tertentu.

III.4. Uraian bahan


A. Aqua Pro Injeksi (Dirjen POM. 1979 hal 97)

Nama resmi : AQUA STERILE PRO INECTIONEA

Nama lain : Aqua Untuk Injeksi

Bobot molekul : 18,02

Rumus molekul : H2O

Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak

berasa, tidak berbau

Kelarutan : Larut dalam semua jenis pelarut

Kegunaan : Sebagai pelarut atau pembawa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, jika disimpan

dalam wadah tertutup kapas berlemak


harus digunakan 3 hari setelah

pembuatan

B. Benzalkonium Klorida (Dirjen POM. 2014 hal 219)

Nama resmi : BENZALKONIUM CHLORIDE

Nama lain : Benzalkonium Klorida

Bobot molekul : 360

Rumus molekul : [C6H5CH2N(CH3)2R]Cl

Rumus struktur :

Pemerian : Gel kental atau potongan seperti gelatin,

putih atau kekuningan. Biasanya berbau

aromatik lemah. Larutan dalam air berasa

pahit, jika dikocok sangat berbusa dan

biasanya sedikit alkali


Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam

etanol, bentuk anhidrat mudah larut dalam

benzen dan agak sukar larut dalam eter


Kegunaan : Sebagai pengawet antimikroba
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
C. Metil Selulosa (Dirjen POM. 2014 hal 859)

Nama resmi : METHYL CELLULOSE

Nama lain : Metil Selulosa

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih atau

: putih krem, tidak berbau dan stabil di

: udara, tetapi agak higroskopis.

Dipengaruhi cahaya

Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, larut dalam

etanol, dalam metanol, dalam eter dan

dalam pelarut organik lain, agak sukar

larut dalam minyak nabati

Kegunaan : Sebagai pengemulsi

Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

D. Natrium Diklofenak (Dirjen POM. 1995 hal 1405)

Nama resmi : DICLOFENAC SODIUM

Nama lain : NATRII DIKLOFENAK

Bobot molekul : 318,13

Rumus molekul : C14H10C12NNaO2

Rumus struktur :
Pemerian :

Serbuk kristal, sedikit higroskopis, tidak

berbau, tidak berasa dan hampir tidak


Kelarutan :
berwarna

Sedikit larut dalam air, larut dalam

alkohol, sedikit larut dalam aseton, sangat


Kegunaan :
mudah larut dalam metil alkohol
Penyimpanan :
Sebagai zat aktif

Dalam wadah tertutup baik

E. Natrium Klorida (Dirjen POM.2014 hal 917)

Nama resmi : SODIUM CHLORIDE

Nama lain : Natrium Klorida

Bobot molekul : 58,44

Rumus molekul : NaCl

Rumus struktur : Na-Cl

Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau

Kelarutan serbuk hablur putih, rasa asin

: Mudah larut dalam air, sedikit lebih

mudah larut dalam etanol air mendidih,


larut dalam gliserin, sukar larut dalam

etanol

Kegunaan : Sebagai pendapar

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

III.5. Perhitungan Bahan


A. Perhitungan Bahan
a. Per kemasan

1. Oxymetazoline HCL

0,05
= x 5=0,0025 g
100

2. NaH2PO

0,01
= x 5=0,0005 g
100

3. Na2HPO4

0,284
= x 5=0,0142 g
100

4. Benzalkonium Klorida

0,56
= x 5=0,028 g
100

5. NaCL
0,56
x 100=0,28
100

6. Aqua Pro Injeksi ad 5 ml

b. Per batch

Dibuat sediaan tetes hidung sebanyak 10 botol @ 5 ml

dan tiap botol dilebihkan 10 ml , jadi volume total yang

digunakan = 10 x 10 = 100 ml

7. Oxymetazoline HCL

0,05
= x 100=0,025 g
100

8. NaH2PO

0,01
= x 100=0,005 g
100

9. Na2HPO4

0,284
= x 100=0,142 g
100

10. Benzalkonium Klorida

0,56
= x 100=0,28 g
100

11. NaCL

0,56
x 100=0,28
100

12. Aqua Pro Injeksi ad 100 ml

B. Perhitungan Tonisitas
1. Natrium diklofenak

2
E = 17 =0,106
318,1

2. Benzalkonium klorida

E=0,16

W x E=( 30 x 0,1 ) + ( 60 x 0,16 )=12,6

0,9
x 60=0,54−12,6=(−12,06)
100

a. Perhitungan PTB

0,52−a . c
W¿
0,576

0,52−( 0,12.0,05 ) + ( 0,09. 0,01 ) + ( 0,24.0,284 )+(0,26.0,56)


¿
0,576

0,52−0,22066
¿
0,576

¿ 0,5 g/100 ml (Hipertonis, Karena lebih besar dari

Ketetapannya 0,52)

2. Perhitungan Catyline

a. Vial

BM
W ¿ ¿)] x
Fd

0,05 0,26
¿¿ ( x 2) +¿ ) +¿ ¿) + ( x 3)
295,84 119,98

¿ ¿ (0,011562) ¿ x 29,22

¿ 0,56799
¿ 0,5 g/100 ml (Hipertonis, karena lebih besar dari

ketetapannyannya 0,031)

C. Perhitungan Kelebihan Volume ( dilebihkan 10%)

1. Oxymetazoline HCL = ( 0,0315 gram x 2 ) +¿ 10%

= 0,0693 gram

2. NaH2PO4 = ( 0,063 gram x 2 ) +¿ 10%

= 0,1386 gram

3. Na2HPO = ( 0,315 gram x 2 ) +¿ 10%

= 0,693 gram

4. Benzalkonium klorida = ( 0,0003 gram x 2 ) +¿ 10%

= 0,00066 gram

5. Aqua Pro Injeksi = ( 60 ml x 2 ) + 10%

= 132 ml

III.6. Tabel Sterilisasi Alat dan Bahan

No Alat dan Bahan Metode Pustaka


. Sterilisasi
1. Wadah Oven Panas kering Scovilles’s : 286
dengan suhu
0
170 C selama 1
jam
2. Batang Pengaduk Panas kering Scovilles’s : 286
dengan oven suhu
1700C selama 1
jam
3. Pinset Panas kering Scovilles’s : 286
dengan oven suhu
1700C selama 1
jam
4. Kertas Timbang Panas kering Lachman : 623
dengan oven suhu
1600C selama 1
jam
5. Sendok Tanduk Panas Lembab Parrot : 286
dengan autoclaf
suhu 1210C
selama 15 menit
6. Gelas Ukur Panas kering Scovilles’s : 286
dengan oven suhu
1700C selama 1
jam
7. Kertas Saring Panas kering Lachman : 623
dengan oven suhu
1600C selama 1
jam
8. Sarung Tangan Panas Lembab Parrot : 286
dengan autoclaf
suhu 1210C
selama 15 menit
9. Natrium Diklofenak Panas Lembab Martindale : 228
dengan autoclaf
10. Benzalkonium Panas Lembab Martindale : 228
Klorida dengan autoclaf
13. Metil Selulosa Panas Lembab Excipient : 439
dengan autoclaf
14. Natrium Klorida Panas Lembab Martindale : 228
dengan autoclaf
penyangga
15. Aqua Pro Injeksi Panas Lembab Parrot : 286
dengan autoclaf
suhu 1210C
selama 15 menit

III.7. Prosedur Kerja

No. Ruang Prosedur

1. Black area Menghubungkan ruang ganti dengan ruang


produksi
2. Grey area Menggunakan gowning (pakaian dan sepatu
gray area)
3. White area Sterilisasi alat dan bahan

4. White area Pembuatan,pengujian dan pengemasan


primer sediaan steril
5. Grey area Pengemasan sediaan dalam box

III.8. Uji Evaluasi Sediaan

1. Penetapan volume terpindahkan (FI IV, 451)

Tujuan : Untuk menentukan volume tetes hidung dalam wadah

Prinsip : Sediaan tetes telinga yang sudah di dalam wadah diukur

kembali volumenya menggunakan gelas ukur kering.

Metode : Dipilih salah satu wadah (karena volumenya 10ml),

dituang isi wadah ke dalam gelas ukur kering kemudian

gelas ukur kering yang telah dikalibrasi 10ml sehingga

volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya

40% dari 10ml.

Penafsiran hasil : Volume tetes telinga dalam wadah 10 ml

2. Uji Kejernihan Sediaan

Tujuan : Untuk mengetahui bahwa sediaan jernih dan benar –

benar bebas dari partikel – partikel kecil yang dapat

terlihat oleh mata.

Metode : Pemeriksaan dilakukan secara visual di bawah

penerangan cahaya yang baik, dan berlatar belakang

warna hitam. Dan dipastikan bahwa sediaan benar –

benar jernih dan tidak ada partikel – partikel yang

terlihat.

Penafsiran Hasil : Sediaan agak jernih dan terdapat partikel-

partikel kecil yang dapat terlihat oleh mata.


3. Uji kebocoran wadah

Tujuan : Untuk memastikan tidak adanya kebocoran pada wadah

sediaan

Prinsip : Memasukan sediaan beserta wadahnya ke dalam wadah

yang berisi metilen biru

Metode : Pada pembuatan kecil-kecilan dapat dilakukan secara

visual, namun untuk skala pabrik tidak dapat dilakukan

secara visual. Wadah – wadah takaran tunggal yang

masih panas setelah di sterilkan di masukan ke dalam

larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor

maka larutan metilen biru akan masuk kedalam karena

perbedaan tekanan dari luar dan di dalam wadah, cara

ini tidak dapat dilakuakan untuk cairan sedian yang

berwarna. Wadah takaran tunggal di sterilkan terbalik

jika ada kebocoran maka larutan ini akan keluar dari

wadah.

Penafsiran hasil : Tidak ada kebocoran pada wadah sediaan.

4. Evaluasi pH (FI IV, hal. 1039).

Prinsip : Pengukuran pH sediaan dengan menggunakan kertas

pH

Tujuan : Untuk dapat menentukan pH dari sediaan

Metode : Penetapan pH dilakukan dengan menggunakan kertas

pH meter. Yakni kertas pH meter dicelupkan ke dalam


sediaan kemudian dicocokkan kertas pH dengan

indikatornya sehingga diperoleh pH akhir.

Penafsiran Hasil : Sediaan injeksi yang dihasilkan akan memiliki

pH 6.0

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 Hasil

No Uji evaluasi Hasil Keterangan


. sediaan
1. pH 6 Sediaan ini bersifat asam

2. Kejernihan Kekuningan Warna kekuningan


dihasilkan dari komposisi
bahan aktif dan bahan
tambahan pada sediaan
3. Kebocoran Tidak bocor Tidak terjadi kebocoran
pada kemasan yang
digunakan.
IV.2 Pembahasan

Tetes hidung adalah salah satu bentuk sediaan steril. Tetes

hidung juga sering disebut spray atau collunaria merupakan larutan

berair atau berminyak yang dimaksudkan untuk penggunaan topikal

atau daerah nasofaring digunakan dengan cara meneteskan obat

kedalam rongga hidung, dapat mengandung zat pensuspensi,

pengawet, pendapar, obat-obat vasokonstriksi dan antiseptik.

Pada praktikum kali ini, kami telah membuat sediaan topikal

berupa tetes hidung dengan zat aktif yaitu Natrium diklofenak.

Alasan pemilihan zat aktif yaitu ditinjau dari khasiat zat aktif

tersebut, dimana Natrium diklofenak memiliki efek analgesik, dan

antiinflamasi

Selain itu, terdapat pula bahan tambahan lain yaitu natrium

klorida sebagai zat pengisotonis, metil selulosa yang berfungsi

untuk meningkatkan atau menghasilkan viskositas larutan yang

sama dengan viskositas mukus hidung dan aquadest sebagai zat

pelarut.

Sebelum pembuatan sediaan, terlebih dahulu dilakukan

sterilisasi terhadap alat-alat yang akan digunakan. Kemudian,

dilakukan proses penimbangan, pencampuran dan penyaringan

sediaan. Setelah itu, dilakukan proses pengisian kedalam wadah

dan diberi brosur dan etiket.


Setelah sediaan jadi, kemudian dilakukan uji evaluasi

sediaan. Antara lain uji pH, uji kejernihan dan warna serta uji

kebocoran. Pada pengujian pH diperoleh hasil sediaan tetes hidung

ini memiliki pH 6 yang artinya sediaan diperuntukkan untuk orang

anak-anak dan dewasa, karena berdasarkan literatur pH hidung

orang dewasa yaitu antara 5,5 – 6,5 sedangkan untuk anak-anak

yaitu antara 5,0 – 6,7. pH sediaan hidung harus berada dibawah 7,

karena pada pH < 6,5 biasanya tidak ditemukan bakteri, sedangkan

pada pH > 6,5 mulai ditemukan bakteri.

Pengujian kedua yang dilakukan yaitu uji kejernihan dan

warna. Pada pengujian ini hasil sediaan tetes hidung kami

berwarna kekuningan dan kurang jernih. Hal ini disebabkan karena

proses penyaringan yang tidak maksimal.

Pengujian ketiga yaitu uji kebocoran. Pada pengujian ini

diperoleh hasil sediaan tetes hidung kami tidak mengalami

kebocoran.

Adapun faktor kesalahan yang terjadi yaitu ketidak sediaan

bahan berupa benzalkonium klorida yang merupakan bahan

pengawet pada sediaan.


BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan bahwa Tetes Hidung

adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung dengan cara

meneteskan obat kedalam rongga hidung, dapat mengandung zat

pensuspensi, pendapar dan pengawet, minyak lemak atau minyak

mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa. Obat ini

dianjurkan untuk orang dewasa dan anak-anak. Uji yang dilakukan

pada sediaan Natrium diklofenak adalah uji pH, uji kejernihan dan

warna, dan uji kebocoran. Sediaan yang kami buat tidak memenuhi

syarat uji kejernihan karena terdapat partikel di dalam tetes hidung.

Sediaan kami memiliki pH asam yaitu 6 dan lulus uji kebocoran.

V.2 Saran

Adapun saran kami yaitu sebaiknya membersihkan laboratorium

setelah melakukan praktikum.


DAFTAR PUSTAKA

Athijah,Umi. 2011. Buku Ajar Preskripsi Obat dan Resep. Airlangga


University Press : Surabaya.

Aulia, Fajar Putri. 2011. Obat Tetes Hidung. Universitas Islam Bandung :
Bandung.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia : Jakarta.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia : Jakarta.

Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia : Jakarta.

Dwi, Ningsih Fitriyani. 2018. Teknologi Sediaan Steril Obat Tetes hidung.
Institut Sains dan Teknologi Nasoinal : Jakarta.

Hendradi, Esti. 2013. Karakterisasi Sediaan, Pelepasan Dan Uji Penetrasi


Natrium Diklofenak Dengan Sistem Mikroemulsi Dalam Gel HPMC
4000. Universitas Airlangga : Surabaya.

Herawati,Sri. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok.


Buku kedokteran EGC: Jakarta.

Lukas. 2011. Formulasi Steril. C.V ANDI Offset : Yogyakarta.

Martin. 1971. Dispending Of Medication. Marck Publishing Company :


Pensilvania.

Murtini, Gloria. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasetika Dasar.


Kementrian Kesehatan RI : Jakarta.

Oktiwilianti, Winda. 2015 Uji Aktivitas Anti Inflamasi Dari Ekstrak Etanol
Daun Dan Buah Asam Jawa (Tamarindus indica Linn.) Serta
Kombinasinya Terhadap Tikus Wistar Jantan. Universitas Islam
Bandung : Bandung.

PIPSI. 2008. Modul I: Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Dan


Keterampilan Memilih Obat. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.
Rowe, C Raymond, dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients
Sixth Edition. Pharmaceutical Press : Washington.

Sweetman, Sean. 2009. Martindale “The Complete Drug Reference” Edisi


ke-36. The Pharmaceutical Press : Great Britain.

Syamsuni. 2012. Farmasetika Dasar % Hitungan Farmasi. Penerbit Buku


Kedokteran EGC : Jakarta.

Sulanjani, Ian. 2013. Dasar-Dasar Farmakologi I. Kementrian Pendidikan


dan Kebudayaan : Depok.

Tjay, Tan Hoan. 2010. Obat-Obat Sederhana Untuk Gangguan Sehari-


Hari. Elex Media Komputindo : Jakarta.
SKEMA KERJA

Alat dan bahan

Timbang semua bahan

Masukkan ke dalam gelas kimia

Larutkan dengan Aqua Pro


Injeksi

Aduk hingga homogen

Saring menggunakan kertas


saring

Tambahkan Aqua Pro Injeksi


hingga 20 ml

Hitung pHnya

Masukkan ke dalam wadah serta


beri etiket dan brosur

Anda mungkin juga menyukai