Anda di halaman 1dari 11

Nama Anggota Kelompok :

 Rendhy Y. O. N. A. (06)
 Rizki Teguh Saputra (11)
 Sigit Pramono (19)
 Sulistiyo Mujiko (22)
 Tahta Elang Perkasa (23)
 Tri Hadi Heru W. (25)
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikanmakalah mata kuliah
“Apresiasi Tari”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas Seni Budaya di SMKN 2 Pati. Selanjutnya penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada segenap pihak yang telah
memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan


makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pati, Januari 2014

Penulis
Tari Topeng Lengger
Latar Belakang

Sejarah Tari Lengger Calung banyumas – Lengger adalah sebuah kesenian / Tari yang
berasal dari daerah banyumasan, pada awalnya kesenian lengger diciptakan sebagai sebuah
tarian ritual yang berfungsi sebagai sarana tolak bala dan media ruwatan. Kesenian Sejarah
Tari Lengger Calung banyumas sudah ada sejak dulu dan pernah di gunakan oleh Sunan
Kalijogo untuk menarik para pemuda agar rajin ke Masjid.
Kesenian Sejarah Tari Lengger Calung banyumas merupakan kesenian tradisional
kerakyatan yang mewarnai kehidupan masyarakat Dataran Tinggi Dieng, kesenian ini
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat seperti bersih desa, sebagai pelengkap upacara hari
besar, sebagai hiburan dan juga media pendidikan.
Menurut Wadiyo, 2006 : 141, Sebuah karya seni diciptakan manusia sebagai bentuk
ekspresi budaya dan merupakan ungkapan sosialnya, sehingga karya seni diciptakan oleh
manusia tidak hanya untuk kepentingan dirinya sendiri sendiri tetapi juga untuk kebutuhan
orang lain.
Seorang penari Sejarah Tari Lengger Calung banyumas dituntut harus mampu menari
dan bernyanyi, dengan memainkan gerakan secara lincah dan dinamis hal ini merupakan ciri
khas identitas daerah, bahkan menjadi nilai-nilai budaya yang ada dalam kehidupan
masyarakat.
Keberadaan kesenian Sejarah Tari Lengger Calung banyumas di Dieng dan berbagai
daerah seperti di telan zaman, yang kian lama semakin surut. Jika tinjau kembali daya minat
masyarakat semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh gejala-gejala moderenisasi. Salah
satu contoh, masyarakat lebih senang dengan hiburan sesui dengan zamanya.
Upaya untuk melestarikan kesenian / Sejarah Tari Lengger Calung banyumas perlu
digalakkan, apalagi dieng merupakan daerah wisata, dimana sektor wisata tak dapat lepas dari
seni budaya yang ada. Bahkan keberadaan kesenian Sejarah Tari Lengger Calung banyumas
dapat menjadi nilai lebih di kawasan wisata Dieng.
Kedepanya perlu dipikirkan agar generasi penerus kesenian Sejarah Tari Lengger
Calung banyumas tetap eksis dalam menghadapi perkembangan zaman.
Dari namanya saja orang sudah bisa menerka bahwa tarian ini menggunakan topeng.
Tapi siapa yang menyangka bila penarinya yang berpakaian tradisional wanita ini ternyata
pria. Ternyata keberadaan pria dalam tari ini memiliki filosofi dan tujuan tertentu. Tarian
Topeng Lengger termasuk tarian tradisional yang hampir satu abad diperkenalkan di Jawa
Tengah. Awalnya tarian ini dirintis di Dusun Giyanti oleh tokoh kesenian tradisional dari
Desa Kecis, Kecamatan Selomerto, yaitu Bapak Gondhowinangun pada 1910.
Selanjutnya sekitar tahun 60-an tarian ini dikembangkan lagi oleh Alm. Ki Hadi
Soewarno. Pengembangan ini yang membuat tari Topeng Lengger terlihat lebih atraktif
dibanding gaya tari Solo atau Yogya yang halus, bahkan cenderung tampak seperti gaya tari
Jawa Timur karena konon versi ceritanya berasal dari Kerajaan Kediri. Menurut tokoh dan
seniman Desa Giyanti, Lengger berasal dari Bahasa Jawa "elinga ngger" yang berarti,
"ingatlah nak". Tari ini untuk memberi pesan agar setiap orang harus selalu ingat kepada
Sang Pencipta dan berbuat baik kepada sesama.Menurut kisahnya, tari ini berawal ketika
Raja Brawijaya yang kehilangan putrinya, Dewi Sekartaji, mengadakan sayembara untuk
memberikan penghargaan bagi siapa pun yang bisa menemukan sang putri. Bila pria yang
menemukan akan dijadikan suami sang putri dan jika wanita maka akan dijadikan saudara.
Sayembara yang dikuti oleh banyak ksatria ini akhirnya tinggal menyisakan dua
peserta yaitu Raden Panji Asmoro Bangun yang menyamar dengan nama Joko Kembang
Kuning dari Kerajaan Jenggala. Satu lagi, Prabu Klono dari Kerajaan Sebrang, merupakan
orang yang menyebabkan sang putri kabur karena sang raja menjodohkannya.
Dalam pencarian tersebut, Joko Kembang Kuning yang disertai pengawalnya
menyamar sebagai penari keliling yang berpindah-pindah dari satu desa ke desa lain. Lakon
penarinya adalah seorang pria yang memakai topeng dan berpakaian wanita dengan diiringi
alat musik seadanya. Ternyata dalam setiap pementasannya tari ini mendapat sambutan yang
meriah. Sehingga dinamai Lengger, yang berasal dari kata ledek (penari) dan ger atau geger
(ramai atau gempar).
Namun pada saat yang bersamaan Prabu Klono juga telah mengetahui keberadaan
Sang Putri, mengutus kakaknya Retno Tenggaron yang disertai prajurit wanita untuk
melamar Dewi Sekartaji. Namun lamaran itu ditolak Dewi sehingga terjadilah perkelahian
dan Retno Tenggaron yang dimenangi Sang Putri.Sementara Prabu Klono dan Joko Kembang
Kuning tetap menuntut haknya pada raja. Hingga akhirnya raja memutuskan agar kedua
kontestan itu untuk bertarung. Dalam pertarungan, Joko Kembang Kuning yang diwakili oleh
Ksatria Tawang Alun berhasil menewaskan Prabu Klono. Di akhir kisah Joko Kembang
Kuning dan Dewi Sekartaji menikah dengan pestanya disemarakkan dengan hiburan Tari
Topeng Lengger.Menurut seniman Lengger Wonosobo dari Sanggar Setyo Langen Budoyo,
Dwi Pranyoto, Lengger yang pada jaman Kerajaan Hindu Brawijaya merupakan Ledek Geger
(penari yang mengundang keramaian), mengalami perkembangan saat kerajaan-kerajaan
Islam mulai berdiri. Adalah Sunan Kali Jaga yang merupakan tokoh wali yang sangat cinta
terhadap seni yang membawakan Tari Lengger sebagai Syiar Islam.
 
Tari Lengger yang dalam perkembangannya sempat berkonotasi negatif karena mulai
dikemas untuk memancing syahwat dan penontonnya pun biasa menikmati tarian ini sambil
mabuk. "Melihat kondisi ini Sunan Kalijaga menyamar sebagai Ronggeng yang memakai
topeng dan menari Lengger, namun ketika penonton sudah terbuai, maka Sunan Kalijaga
melepas topengnya." jelas pria yang lebih senang disapa Dwi ini.
Dengan cara ini Sunan Kalijaga mengajarkan budi pekerti, dan Tari Lengger yang tadinya
negatif menjadi sarana dakwah sehingga Lengger sampai saat ini dikenal dengan sebutan
"elinga ngger" sebuah tarian yang mengajarkan untuk ingat kepada Tuhan.
 
Tari Topeng Lengger terus bertahan sampai saat ini, tarian ini biasa ditarikan oleh dua
orang, yang pria memakai topeng dan yang wanita memakan pakaian tradisional kebesaran
layaknya putri Jawa pada masa lampau. Penari menarikan ini sekitar 10 menit dengan diiringi
dengan alunan musik gambang, saron, kendang, gong, dan sebagainya.
Bahkan beberapa seniman tari mencoba menciptakan tarian baru yang mengadopsi dari Tari
Topeng Lengger. Salah satunya Kenyo Lengger, tarian yang diperkenalkan oleh Sanggar
Ngesti Laras. Menurut pendirinya Mulyani, Kenyo Lengger yang ditarikan oleh 5 orang
wanita yang memakai kacamata hitam. "Tarian ini mengandung filosofi bahwa kita sebagai
manusia jangan terlena dengan silaunya kenikmatan dunia, itu mengapa memakai kacamata
hitam," jelas Mulyani.
Menurutnya lagi, yang membuat manusia terlena pada dunia adalah tahta, wanita, dan
harta.Saat ini Tari Lengger biasa dipentaskan setiap ada acara hajatan, hari besar, syukuran,
dan pesta rakyat lainnya. Bahkan untuk lebih diminati masyarakat, Tari Lengger juga bisa
menyajikan atraksi yang berbau magis seperti kuda lumping tergantung keinginan pemesan. 
Makna Tari Lengger

Bagi mayarakat Banyumas, lengger atau ronggeng berlangsung searah dengan denyut nadi kehidupan
masyarakatnya. Tarian rakyat ini adalah media ungkap ekspresi pengalaman estetis masyarakat
pedesaan. Tetapi ia juga sarana upacara kesuburan, sarana tontonan,sarana hiburan, sarana integrasi sosial
dan sarana pernyataan jati diri. Semua itu berlangsung bersama dalam geliat kehidupan masyarakat
pedesaan yang sederhana, lugu, terbuka r.

Penari Lengger

Dulu penari lengger adalah pria yang berdandan seperti wanita, kinipenarinya umumnya
wanita cantik sedangkan penari prianya hanyalahsebagai badut pelengkap yang
berfungsi untuk memeriahkan suasana karena tingkahnya yang lucu, badut biasanya hadir
pada pertengahanpertunjukan. Jumlah penari lengger antara 2 sampai 4 orang, merekaharus
berdandan sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik,rambut kepala disanggul,
leher sampai dada bagian atas biasanya terbuka,sampur atau selendang biasanya dikalungkan
dibahu, mengenakankain/jarit dan stagen.

Pengiring Lengger

Lengger menari mengikuti irama khasBanyumasan yang lincah dan dinamis dengandidominasi oleh
gerakan pinggul sehingga terlihatsangat menggemaskan. Peralatan gamelan calungterdiri dari gambang
barung, gambang penerus,dhendhem, kenong dan gong yang semuanyaterbuat dari bambu wulung
(hitam), sedangkankendang atau gendang sama seperti gendangbiasa. Dalam penyajiannya calung
diiringi vokalisyang lebih dikenal sebagai sinden
Tari Bambangan Cakil
Latar Belakang

Tari Bambangan Cakil merupakan salah satu tari klasik yang ada di Jawa khususnya
Jawa Tengah. Tari ini sebenarnya diadopsi dari salah satu adegan yang ada dalam
pementasan Wayang Kulit yaitu adegan Perang Kembang. Tari ini menceritakan perang
antara ksatria melawan raksasa.[Ksatria adalah tokoh yang bersifat halus dan lemah lembut,
sedangkan Raksasa menggambarkan tokoh yang kasar dan bringas. Didalam pementasan
wayang Kulit, adegan perang kembang ini biasanya keluar tengah-tengah atau di Pathet
Sanga. Perang antara Ksatria (Bambangan) melawan raksasa ini sangat atraktif, dalam adegan
ini juga bisa digunakan sebagai tempat penilaian seorang dalang dalam menggerakkan
wayang.

Makna yang terkandung dalam tarian ini adalah bahwa segala bentuk kejahatan,
keangkara murkaan pasti kalah dengan kebaikan

Tari bambangan cakil merupakan seni identitas jawa tengah berasal dari surakarta dan
mengambarkan peperangan kebaikan & kejahatan. tari ini mengandung nilai filosofi tinggi
dimana kejahatan,kesombongan,kecongkakan dsb tidak ada artinya karna akan tertumpas
habis oleh kebaikan.

Tari ini begitu artistik,biasanya dimainkan oleh wanita (berperan sbg arjuna) dan laki
laki (berperan sbg cakil). durasinya 20 menit, fungsi tari ini untuk hiburan dan upacara
Tari ini merupakan (petikan) drama wayang orang, berasal dari Jawa Tengah yang diambil
dari Epos Mahabarata. Bentuk tarinya dapat juga disebut sebagai Wireng. Karena ditarikan
tanpa menggunakan antawacana (percakapan).Tarian ini menggambarkan adegan peperangan
antara seorang ksatria Pandawa, melawan Cakil (seorang tokoh raksasa). Istilah Bambangan
digunakan untuk menyebut para ksatria keluarga  Pandawa, yang dalam tarinya
mempergunakan ragam tari halus yang dipakai untuk tokoh ksatria seperti Abimanyu,
Sumitra dan sebagainya. Peperangan berakhir dengan tewasnya Cakil, akibat tertusuk
kerisnya sendiri.
Kalau bambangan mempergunakan tari ragam alusan, maka Cakil dibawakan dengan
ragam tari bapang. Tari ini mempergunakan iringan gending Srepegan, Ladrang Cluntang
Sampak Laras Slendro.Makna yang menyelubungi Tari Bambangan Cakil hanya bisa dicari
dengan tidak melepaskan kisah awal yang dijadikan sumber acuan tarian tersebut, yaitu
perang kembangan dan menggambarkan peperangan antara kebaikan dan kejahatan.

Tari ini mengandung nilai filosofi yang tinggi, dimana kejahatan, kesombongan,
kecongkakan& sebagainya ternyata tidak ada artinya, karena akan tertumpas habis oleh
kebaikan.Pada bentuk ketigadengan pola gerak perang hingga Cakil mati. Tarian itu
terkandung makna filosofis bahwa yang benar pasti menang. tarian itu memiliki makna yang
dalam, yaitu kebenaran akan selalu menang. 

Bentuk penyajian : berpasangan 


Jenis tari : tari putra halus & putra gagah  (Bambangan dan Cakil)
Tema : heroik 
jalan cerita : Gambaran dari gerakan Satria. Menggambarkan ksatria melawan raksasa.
Gambaran antara kebaikan dan keburukan ,lincah. Memerankan antara Bambangan dan
Cakil. 
Tari Warak Dugder
Latar Belakang
Hampir keseluruhan Daerah di Indonesia memiliki Tradisinya sendiri ketika
menyambut Bulan Suci Ramadhan, termasuk Semarang dengan Tradisi DugDeran-nya.
Tradisi Dugderan bisa dikatakan sebagai Pesta Rakyat Semarang dimana pada upacara
tersebut juga diramaikan dengan berbagai macam kegiatan diantaranya Pasar Rakyat yang
digelar 1 minggu sebelum Upacara Dugderan,  ada juga Karnaval, Drumband, serta Warak
Ngendok yang menjadi maskot dugderan, ada juga Festival Warak dan Jipin Blantenan serta
Tari Japin.

Adipati Hadimenggolo yang saat itu memerintah, mengumumkan kepada warga


Semarang untuk berkumpul di alun-alun (depan Masjid Kauman sekarang). Dia lalu meminta
takmir masjid Kauman membunyikan meriam tanda akan datangnya bulan Ramadhan. Sejak
saat itu, masyarakat membuat Warak Ngendok sebagai simbol datangnya Ramadhan.Bunyi
dug dari bedug masjid Kauman dan der bunyi dentuman meriam itulah yang kemudian
melahirkan istilah Dugderan.

Ketika berbicara mengenai Asal Usul atau Sejarah  Tradisi Dugderan, kita tidak bisa
melepaskannya dari binatang rekaan (Warak Ngendog) yang menjadi ciri khas dari Upacara
ini, tentu saja ada ceritanya hingga binatang tersebut dinamai demikian.‘Binatang’ ini dibuat
oleh Kiai Abdul Hadi, guru Adipati Surohadimenggolo atas perintah sang Adipati. Kiai
Abdul Hadi merangkai kayu dan rumput menjadi hewan simbol nafsu manusia. Yaitu
bersisik, mulutnya menganga dengan gigi bertaring, serta bermuka seram dengan badan
seperti kambing. Itu gambaran nafsu yang harus dikalahkan dengan puasa.

Warak Ngendog memiliki makna yakni “Warak” yang berasal dari kata dalam bahasa
Arab “Wara’i” yang berarti suci sedangkan “Ngendog” atau dalam bahasa indonesianya
berarti bertelur, dimaknai sebagai hasil pahala yang diperoleh setelah sebelumnya menjalani
Ritual Suci (Puasa Ramadhan).  Secara harfiah, Warak Ngendog bisa diartikan sebagai siapa
saja yang menjaga kesucian di Bulan Ramadhan, kelak di akhir bulan akan mendapatkan
pahala di Hari lebaran.Ciri khas bentuk yang lurus dari Warak Ngendog ini mengandung arti
filosofis tersendiri. Bentuk lurus tersebut menggambarkan citra warga Semarang yang
terbuka, lurus dan berbicara apa adanya. Tak ada perbedaan antara ungkapan hati dengan
ungkapan lisan.
Mengenai siapa yang pertama kali mencetuskan ide Dugderan, masih terjadi silang
pendapat. Menurut sumber resmi Pemkot Semarang, festival Dugderan ini dicanangkan oleh
Adipati Aria Purbaningrat pada tahun 1881. Sedangkan menurut H. Kholid, pengurus Takmir
Masjid Baitul Izzah Terboyo Genuk, festival ini merupakan ide dari Adipati
Surohadimenggolo. Seperti yang ia terima dari gurunya, almarhum KH Masrur. Masrur
adalah mursyid (pembimbing) tarekat asal Jawi, Demak. Ia murid dari Kiai Zaid Girikusumo,
Mranggen, Demak. “Saya mendapat cerita secara mutawatir dari jalur keilmuan. Guru saya
hingga gurunya Adipati. Saya kira sejarah Semarang memang perlu diteliti kembali dan
dicari titik temunya,” tutur H. Kholid.

Terlepas dari silang pendapat tentang siapa yang pertama kali mencanangkannya,
festival Dugderan hendaklah menjadi pengingat tentang nilai-nilai yang dikandungnya. Tidak
hanya seremonialnya saja yang dikenal masyarakat.

upacara adat dugderan dari semarang (Jawa Tengah) – Dugderan adalah sebuah
kebudayaan rakyat Semarang yang berupa Upacara adat untuk menandai datangnya Bulan
Puasa atau Ramadhan. Pada jaman dahulu Dugderan merupakan sebuah sarana informasi dari
Pemkot Semarang kepada masyarakat untuk memberitahukan datangnya 1 Ramadhan.
Biasanya Dugderan ini diadakan 1 hari sebelum datangnya Bulan Puasa yang lebih dikenal
oleh Umat islam sebagai Bulan Ramadhan.

Kegiatan sebelum dimolai dugderan


Sedangkan kata Dugder itu sendiri diambil dari bunyi Bedug “Dug…dug…dug” dan bunyi
Meriam “Der…der…der” yang kemudian disatukan menjadi Dugder. Dalam acara ini
bisanya diadakan acara-acara seperti, Pasar rakyat (yang dimulai 1 minggu sebelum puasa),
karnaval yang diikuti oleh pasukan merahputih, drumband, pasukan pakaian adat “BINNEKA
TUNGGAL IKA” , meriam , warak ngendok dan berbagai potensi kesenian yang ada di Kota
Semarang. Ciri Khas acara ini adalah warak Ngendok sejenis binatang rekaan yang bertubuh
kambing berkepala naga kulit sisik emas, visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna
– warni. Acara ini dimulai dari jam 08.00 sampai dengan maghrib di hari yang sama juga
diselenggarakan festival warak dan Jipin Blantenan.
Sejarah Budaya  Dugder
Sudah sejak lama umat Islam berbeda pendapat dalam menentukan hari dimulainya bulan
Puasa, masing-masing pihak biasanya ingin mempertahankan kebenarannya sendiri-sendidi,
hal tersebut sering menimbulkan beberapa penentuan dimulainya puasa ini mendapat
perhatian yang berwajib. Hal ini terjadi pada tahun 1881 dibawah Pemerintah Kanjeng
Bupari RMTA Purbaningrat. Beliaulah yang pertama kali memberanikan diri menentukan
nulainya hari puasa, yaitu setelah Bedug Masjid Agung dan Maeriam di halaman Kabupaten
dibunyikan masing-masing tiga kali. Sebelum membunyikan bedug dan meriam tersebut,
diadakan upacara dihalaman Kabupaten.

Meskipun jaman sudah berubah dan berkembang dan semakin maju, namun tradisi
Dug Der masih tetap dilestarikan. Walaupun pelaksanaan Upacara Tradisi ini sudah banyak
mengalami perubahan, namun tidak mengurangi makna Dug Der itu sendiri. Penyebab
perubahan pelaksanaan antara lain adalah pindahnya Pusat Pemerintahan ke Balaikota di Jl
Pemuda dan semakin menyempitnya lahan Pasar Malam, karena berkembangnya bangunan-
bangunan pertokoan di seputar Pasar Johar. Upacara Tradisi Dug Der sekarang dilaksanakan
di halaman Balaikota dengan waktu yang sama, yaitu sehari sebelum bulan Puasa. Upacara
dipimpin langsung oleh Bapak Walikota Semarang yang berperan sebagai Adipati
Semarang.Setalah upacara selesai dilaksnakan, dilanjutkan dengan Prosesi/Karnaval yang
diikuti oleh Pasukan Merah Putih, Drum band, Pasukan Pakaian Adat “Bhinneka Tunggal
Ika“, Meriam, Warak Ngendog dan berbagai kesenian yang ada di kota Semarang.

Anda mungkin juga menyukai